You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke
jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar
melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam waktu 18-24 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin. Spontan adalah persalinan terjadi karena dorongan
kontraksi uterus dan kekuatan mengejan ibu (Sumarah, 2009).
Proses persalinan identik dengan rasa nyeri yang akan dijalani. Secara
fisiologis nyeri terjadi otot-otot rahim kontraksi sebagai upaya membuka serviks dan
mendorong kepala bayi kearah panggul. Nyeri persalinan kala 1 merupakan proses
fisiologis yang disebabkan oleh proses dilatasi serviks, hipoksia otot uterus saat
kontraksi, iskemi korpus uteri dan peregangan segmen bawah rahim dan kompresi
saraf serviks (Bandiyah, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO, 2003) setiap tahun lebih dari 200
juta wanita hamil, sebagian besar kehamilan berakhir dengan kelahiran bayi hidup
pada ibu yang sehat, namun pada beberapa kasus kelahiran menjadi suatu masa yang
penuh dengan rasa nyeri, rasa takut dan penderitaan. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa sebanyak 7-14% masyarakat maju tanpa rasa nyeri, tetapi sebagian besar
(86%) persalinan disertai rasa nyeri, Handaya dalam (Sumarah, 2009).
Mengingat dampak nyeri cukup signifikan bagi ibu dan bayi, maka harus ada
upaya untuk menurunkan nyeri tersebut. Upaya tersebut adalah dengan tindakan
medis dan non medis. Salah satu tindakan non medis untuk mengurangi rasa nyeri
persalinan antara lain pemberian kompres hangat, tindakan tersebut adalah untuk
distraksi yang dapat menghambat otot untuk mengeluarkan sensasi nyeri dan dapat
meningkatkan kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaan dan
kekuatannya (Indrawan, dkk, 2010).
Kompres hangat adalah suatu metode alternative non farmakologis untuk
mengurangi nyeri persalinan pada wanita inpartu kala 1 fase aktif. Penggunaan
kompres hangat untuk area yang tegang dan nyeri dianggap mampu meredakan nyeri.

Hangat mengurangi spasme otot yang disebabkan oleh iskemia yang merangsang
neuron yang memblok transmisi lanjut rangsang nyeri menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah ke area yang dilakukan pengompresan (Walsh,2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin membuktikan pengaruh teknik
pemberian kompres hangat terhadap perubahan skala nyeri persalinan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan di kamar bersalin RSU
Kabupaten Tangerang, pada ibu inpartu dengan keluhan nyeri akibat persalinan
normal kala 1 fase aktif hanya dianjurkan menggunakan tekhnik relaksasi nafas
dalam saat nyeri. Tekhnik relaksasi dengan menggunakan kompres air hangat pada
bagian punggung bawah ibu inpartu belum dilakukan padahal kompres hangat
mengurangi spasme otot yang disebabkan oleh iskemia yang merangsang neuron
yang memblok transmisi lanjut rangsang nyeri menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah ke area yang dilakukan pengompresan.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik ingin melakukan tekhnik
relaksasi dengan menggunakan kompres air hangat untuk mengetahui pengaruh
teknik pemberian kompres hangat terhadap perubahan skala nyeri persalinan.
1.3. TUJUAN
1.3.1. TUJUAN UMUM
Tujuan ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh teknik pemberian kompres
hangat terhadap perubahan skala nyeri persalinan
1.3.2. TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui skala nyeri sebelum pemberian teknik kompres hangat
2. Mengetahui skala nyeri setelah pemberian teknik kompres hangat
3. Mengetahui perubahan atau pengaruh teknik pemberian kompres hangat
terhadap perubahan skala nyeri persalinan

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. NYERI PERSALINAN


2.1.1. DEFINISI
Nyeri adalah suatu sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus spesifik
bersifat subyektif dan berbeda-beda antara masing-masing individu karena

dipengaruhi oleh faktor psikososial dan kultur dan endorphin seseorang,


sehingga orang tersebut lebih merasakan nyeri (Potter & Perry, 2005).
Menurut Cunningham (2004), nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium,
merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing
individu. Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi
(pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada
pinggang, daerah perut dan menjalar kearah paha. Kontraksi ini menyebabkan
adanya pembukaan mulut rahim (serviks). Dengan adanya pembukaan serviks
ini maka akan terjadi persalinan (Judha, dkk, 2012).
Nyeri persalinan disebabkan adanya regangan segmen bawah rahim dan servik
serta adanya iskhemia otot rahim. Intensitas nyeri sebanding dengan kekuatan
kontraksi dan tekanan yang terjadi. Nyeri bertambah ketika mulut rahim dalam
dilatasi penuh akibat tekanan bayi terhadap struktur panggul diikuti regangan
dan perobekan jalan lahir. Tingkat nyeri persalinan digambarkan dengan
intensitas nyeri yang dipersepsikan oleh ibu saat proses persalinan. Intensitas
nyeri tergantung dari sensasi keparahan nyeri itu sendiri. Intensitas rasa nyeri
persalinan bisa ditentukan dengan cara menanyakan intensitas atau merujuk pada
skala nyeri. Hal ini dilakukan ketika ibu tidak dapat menggambarkan rasa nyeri.
Contohnya, skala 0-10 (skala numerik), skala deskriptif yang menggambarkan
intensitas tidak nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan, skala dengan gambar
kartun profil wajah dan sebagainya.
Intensitas nyeri persalinan pada primipara seringkali lebih berat daripada nyeri
persalinan pada multipara. Hal itu karena multipara mengalami effecement
(penipisan serviks) bersamaan dengan dilatasi serviks, sedangkan pada primipara
proses effecement biasanya menjadi lebih dahulu daripada dilatasi serviks.
Proses ini menyebabkan intensitas kontraksi yang dirasakan primipara lebih
berat daripada multipara, terutama pada kala I persalinan.
Multipara telah mempunyai pengalaman tentang nyeri pada persalinan
sebelumnya sehingga multipara telah mempunyai mekanisme untuk mengatasi
nyeri persalinannya. Tidak demikian halnya pada primipara, dimana proses
persalinan yang dialaminya merupakan pengalaman pertama yang menyebabkan
ketegangan emosi, cemas dan takut yang dapat memperberat persepsi nyeri.
2.1.2. PENYEBAB RASA NYERI
Menurut Judha, dkk (2012), rasa nyeri persalinan muncul karena :
1. Kontraksi otot rahim

Kontraksi otot rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta


iskemia rahim akibat kontraksi arteri miometrium, karena rahim merupakan
organ internal maka nyeri yang timbul disebut nyeri visceral. Pada persalinan
nyeri alih dapat dirasakan pada punggung bagian bawah dan secrum.
Biasanya ibu hanya mengalami rasa nyeri ini hanya selama kontraksi dan
bebas dari rasa nyeri pada interval antar kontraksi.
2. Regangan otot dasar panggul
Jenis nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II, tidak seperti nyeri visceral,
nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rectum dan perineum, sekitar anus.
Nyeri kenis ini disebut nyeri somatik dan disebabkan peregangan struktur
jalan lahir bagian bawah akibat penurunan bagian terbawah janin.
3. Episiotomi
Pada nyeri episiotomi, nyeri dirasakan apabila ada tindakan episiotomi,
tindakan ini dilakukan sebelum jalan lahir mengalami laserasi maupun ruptur
pada jalan lahir.
4. Kondisi psikologis
Nyeri dan rasa sakit berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Takut, cemas
dan tegang memicu produksi hormon prostaglandin sehingga timbul stres.
Kondisi stres dapat mempengaruhi kemampuan tubuh menahan nyeri.

2.1.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TERHADAP


NYERI PERSALINAN
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Poetter & Perry
(2005) antara lain:
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khusunya pada
anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantaranya
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi
terhadap nyeri.
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon
terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian
yang melibatkan pria dan wanita akan tetapi toleransi terhadap nyeri
dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada
setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan

Menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis


seseorang. Hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiate
endogen dan terjadilah persepsi nyeri. Keyakinan dan nilai budaya
mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
4. Makna Nyeri
Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga
dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut.
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda.
5. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang
lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadarn yang perifer. Hal ini
menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya terhadap nyeri
yang berlangsung hanya selama waktu pengalihan.
6. Ansietas
Melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem
limbic. Sistem limbic dapat memproses reaksi emosi seseorang terhadap
nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. Hubungan antara
ansietas dan nyeri bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan
persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa keletihan menyebakan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam
jangka lama.
8. Pengalaman sebelumnya
Pengalamn nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh maka rasa takut akan muncul dan juga sebaliknya.
2.1.4. STRATEGI PELAKSANAAN NYERI
Menurut Andarmoyo (2013), strategi penatalaksanaan nyeri adalah suatu
tindakan untuk mengurangi nyeri yang terbagi menjadi dua yaitu :
1. Non Farmakologis

Bimbingan dan antisipasi


Terapi es dan panas atau kompres dingin
Stimulasi saraf elektris transkutan atau TENS (transcutaneous electrical

nerve stimulation)
Distraksi
Relaksasi
Imajinasi terbimbing atau guided imagery
Hipnosis
Akupuntur

2. Farmakologis
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Ada
tiga jenis analgesik yaitu non narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID), analgesik narkotik atau opiate dan analgesik tambahan.
2.1.5. RESPON TUBUH TERHADAP NYERI PERSALINAN
Nyeri yang menyertai kontraksi uterus akan mempengaruhi mekanisme sejumlah
sistem tubuh yang pada akhirnya akan menyebabkan respons stress fisiologis
yang umum dan menyeluruh . Nyeri persalinan yang berat dan lama akan
mempengaruhi ventilasi, sirkulasi, metabolisme dan aktivitas uterus. Selain
menyebabkan respons stress fisiologis, nyeri juga dapat menimbulkan respons
perilaku yang dapat diamati dan divokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan
gangguan dalam interaksi social.
1. Respons Fisiologis Nyeri Peralinan
Ventilasi
Nyeri yang menyertai kontraksi uterus menyebabkan hiperventilasi
dengan frekuensi pernafasan tercatat60 sampai 70 kali per

menit.

Hiperventilasi sebaliknya menyebabkan penurunan kadar PaCO2 (kadar


pada kehamilan normal adalah 32 mmHg), kadar yang menurun adalah
16-20 mmHg dan konsekuensinya adalah peningkatan kadar PHyang
konsisten. Salah satu bahaya kadar PaCO2 janin yang rendah adalah
penurunan kadar PaCO2 janin yang menyebabkan deselerasi lambat dan
denyut jantung janin.
Ketika wanita bersalin

menggunakan

pernafasan

juga

akan

meningkatkan ventilasi. Hal ini akan mempengaruhi keseimbangan


asam-basa yang menghasilkan PH 7,5 dan di atas 7,5. Bahaya nyata
alkalosis selama persalinan adalah transfer oksigen bagi janin. Alkalosis

juga menginduksi vasokontriksi uterus, memperlama persalinan dan

alkalosi yang semakin buruk.


Fungsi kardiovaskuler
Nyeri persalinan menyebabkan curah jantung menjadi meningkat.
Peningkatan tersebut dapat sebesar 15 sampai 20% diatas curah jantung
sebelum persalinan selama awal kala I dan sebesar 45-50% selama kala
II. Diperkirakan bahwa setiap kontraksi uterus akan meningkatkan curah
jantung 20-30% lebih tinggi daripada saat relaksasi uterus. Peningkatan
curah jantung sebgaian diakibatkan oleh fakta bahwa setiap kontraksi,
kurang lebih 250-300 ml darah dialirkan
sirkulasi

maternal.

dari

uterus

ke

dalam

Juga dimungkinkan bahwa peningkatan aktivitas

simpatis akibat nyeri persalinan, kecemasan dan ketakutan mungkin


bertanggungjawab dalam peningkatan curah jantung bersamaan dengan
makin majunya persalinan.
Nyeri akibat kontraksi uterus juga dapat meyebabkan peningkatan
tekanan darah, baik sistolik maupun diastolic. Peningkatan curah jantung
dan tekanan darah sistoklik yang menyertai persalinan secara umum
tidak menyebabkan bahaya yang besar bagi wanita besalin yang sehat.
Namun, hal itu akan meningkatkan risiko wanita yang menderita

penyakit jantung, preeeklamsi atau hipertensi


Efek metabolik
Peningkatan aktivitas simpatik yang disebabkan nyeri persalinan dapat
meningkatkan peningkatan metabolism dan konsumsi oksigen serta
penurunan motilitas saluran cerna dan kandung kemih. Nyeri dan
kecemasan yang menyertai persalinan dapat menyebabkan kelambatan
pengosongan lambung (Mander, 2003). Peningkatan konsumsi oksigen,
kehilangan natrium bikarbonat melalui ginjal untuk mengompensasi
alkalosis respiratorik yang disebabkan nyeri persalinan dan sering
penurunan asupan karbohidrat. (akibat kebijakan restriksi diet selama
persalinan) semuanya

berperan dalam status asidosis metabolikyang

kemudian juga akan dialami janin.


Efek endokrin
Stress yang disebabkan oleh nyeri persalinan telah dikaitkan dengan
peningkatan pelepasan katekolamin maternal yang akan menyebabkan
penurunan

aliran

adrenalin/noradrenalin

darah
selama

uterus.

Bukti

persalinan

peningkatan

telah

dilaporkan

kadar
oleh

Ledermann dkk (1997). Salah satu efek samping peningkatan kadar


adrenalin adalah penurunan aktivitas uterus yang dapat menyebabkan
persalinan membutuhkan waktu lama. Dalam kasus ini, dicatat adanya
pola denyut jantung janin abnormal dan nilai Apgar yang rendah pada
menit 1 dan 5 setelah lahir. Ketika gawat maternal dan/ nafas juga terjadi
secara bersama sama atau adanya tanda-tanda gawat janin, perubahan
endokrin dan metabolic yang diinduksi oleh nyeri persalinan dapat

membahayakan kesehatan ibu dan janin.


Efek hormonal lain
Nyeri dan faktor yang berkaitan dengan stress diketahui mempengaruhi
pelepasan hormon, misalnya beta endorphin, betaliprotropin, dan
hormone adenokortikotropik (ACTH). Hormon-hormon ini terjadi

peningkatan selama persalinan yang berat.


Aktivitas uterus
Nyeri persalinan dapat mempengaruhi kontraksi uterus melalui sekresi
kadar katekolamin dan kortisol yang meningkat dan akibatnya
mempengaruhi

durasi

persalinan.

Noradrenalin,

misalnya

telah

menunjukkan meningkatkan aktivitas uterus sedangkan adrenalin dan


kortisol menyebabkna penurunan

aktivitas yang akan menyebabkan

persalinan lama. Nyeri juga mempengaruhi aktivitas uterus yang tidak


terkoordinasi yang akan menyebabkan persalinan lama.
2. Respon Perilaku Nyeri Persalinan
Selain respons fisiologis terhadap nyeri yang sudah dijelaskan, nyeri pada
persalinanjuga berhubungan dengan respons perilaku yang dapat diamati,
misalnya vokalisasi, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh dan verbalisasi.
Vokalisasi mengacu pada suara yang dihasilkan sebagai respons nyeri
persalinan seperti suara erangan, rintihan dan/ jeritan segera serta tangisan.
Ekspresi wajah yang berkaitan dengan nyeri persalinan mencakup gigi yang
dikatupkanbibir yang terkatup erat, mata terpejam rapat-rapat, dan otot
rahang mengeras. Sementara gerakan yang berlebihan karena nyeri, otot yang
tegang, kegelisahan, berjalan untuk mengurangi nyeri, berbaring di tempat
tidur, memeluk diri erat-erat saat kontraksi.

2.2. KOMPRES HANGAT


Kompres hangat adalah suatu metode alternative non farmakologi untuk
mengurangi nyeri persalinan pada wanita inpartu kala I fase aktif yang
pelaksanaannya dilakukan dengan menggunakan kantong diisi dengan air hangat
dengan suhu 37-410 c kemudian menempatkan pada punggung bagian bawah ibu
dengan posisi miring kiri. Pemberian kompres hangat dilakukan selama 30 menit.
Terapi kompres hangat merupakan tindakan dengan memberikan kompres
hangat yang bertujuan memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau
membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot dan
memberikan rasa hangat (Uliyah, dkk. 2006).
Kompres hangat meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme
jaringan. Kompres hangat lokal atau selimut hangat akan menenangkan wanita
terhadap jenis masage yang dihentakkan yang tidak dapat ditoleransi wanita saat
kulitnya sensitive atau sakit berkaitan dengan respon melawan atau menghindar.
Teknik kompres hangat selam proses persalinan dapat mempertahankan
komponen sistem vaskuler dalam keadaan vasodilatasi sehingga sirkulasi darah ke
otot panggul menjadi homeostasis serta dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan
serta beradaptasi dengan nyeri selama proses persalinan. Terapi kompres hangat telah
terbukti meningkatkan kemampuan ibu untuk mentoleransi nyeri selama melahirkan
karena efek dari panas. Dengan mengompres di daerah sakrum ibu (punggung
bawah) dapat mengurangi nyeri persalinan.
Menurut Rohani, dkk (2011), cara pemberian kompres hangat adalah sebagai
berikut :
1. Bungkus sumber panas dengan satu atau dua lapis handuk untuk memastikan
sumber tersebut tidak terlalu panas
2. Letakkan handuk basah hangat, bantalan panas, kantong paska silika yang
dipanaskan atau botol air panas diperut bagian bawah, paha, punggung bawah
3. Bahu atau perineum

BAB III
RESUME JURNAL

3.1. NAMA PENELITI


Suryani Manurung, Ani Nuraeni,Tri Riana Lestari, Ii Soleha, Suryati, Heni Nurhaeni.
Katherina Paulina, Elsye Rahmawaty.

10

3.2. TEMPAT dan WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas wilayah Jakarta Selatan yaitu Puskesmas
Kecamatan dan Kelurahan Pasar Minggu dan Puskesmas Cilandak, Mei-Juni 2011.
3.3. TUJUAN PENELITIAN
Mengidentifikasi pengaruh terapi kompres hangat terhadap penurunan intensitas
nyeri pada persalinan kala 1 fase aktif.
3.4. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian intervensi. Penelitian ini
menggunakan desain Quasi experiment, pretest-postest dengan kelompok kontrol dan
kelompok intervensi. Kelompok intervensi diberi terapi kompres hangat selama 20
menit periode kala 1 fase aktif. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu primigravida
yang melahirkan secara spontan di puskesmas wilayah Jakarta Selatan yaitu
Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan Pasar Minggu dan Puskesmas Cilandak
dengan jumlah masing-masing kelompok kontrol dan kelompok intervensi 18 orang.
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan selama satu bulan dari tanggal 5 Mei-4
Juni 2011. Pengujian hipotesis menggunakan uji T test yakni paired samples t test
dan T test independent. Paired samples t test untuk membandingkan subjek yang
sama terhadap skor skala nyeri sebelum dan sesudah periode intervensi. T test
independent guna mengetahui perbedaan mean dua kelompok data independen yaitu
variabel confounding dengan skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif sebelum dan
sesudah periode intervensi. Uji statistik regresi linear ganda dilakukan untuk
mengetahui variabel yang lebih dominan pengaruhnya terhadap perubahan skala
nyeri serta perubahan skala tersebut apakah murni karena efek terapi kompres hangat
atau ada kontribusi dari faktor lainnya.
3.5. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan pada dilatasi serviks fase akselerasirata-rata skala
nyeri sebelum terapi kompres 5,65 dengan SD 1,5 dan sesudah terapi kompres ratarata skala nyeri 5,35 dengan SD 2,2. Pada riwayat obstetri yakni tanpa komplikasi
rata-rata nilai skala nyeri sebelum terapi kompres 5,50 dengan SD 2,0 dan sesudah
terapi kompres rata-rata skala nyeri 4,13 dengan SD 1,5. Hasil statistik menunjukkan
untuk kedua variabel yakni dilatasi serviks fase akselerasi dan tidak pernah
mengalami komplikai (P<0,5). Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna nilai
rata-rata skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif sesudah periode intervensi
dibandingkan dengan sebelum periode intervensi pada kedua variabel tersebut.

11

3.6. SARAN PENELITIAN


1. Memberikan terapi nyeri persalinan non farmakologi yakni kompres hangat untuk
meningkatkan intervensi mandiri perawat atau bidan.
2. Mendukung perawat dan bidan dalam memberikan terapi kompres hangat dengan
melengkapi fasilitas yang dibutuhkan misalnya buli-buli, termometer air panas.
3. Mengajarkan teknik terapi kompres hangat sebagai terapi alternatif bagi
mahasiswa keperawatan di mata ajar keperawatan maternitas sebagai managemen
nyeri non farmakologi.
4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini perlu dilakukan dengan membandingkan
antara nyeri persalinan primigravida dan multigravida sehingga dapat dilihat
efektivitas dari terapi kompres hangat diantara kedua responden.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. ANALISA JURNAL


4.1.1. HASIL PENELITIAN
Ada perbedaan bermakna nilai rata-rata skala nyeri persalinan kala 1 fase aktif
sesudah periode intervensi dibandingkan dengan sebelum periode intervensi
pada kedua variabel tersebut
4.1.2. HUBUNGAN HASIL PENELITIAN DENGAN KONDISI DI LAHAN
KLINIS
Dari implikasi pemberian kompres hangat terhadap perubahan skala nyeri
persalinan kala 1 di ruang bersalin RSU Kabupaten Tangerang. Hal ini
berkesinambungan dengan jurnal yang diangkat yaitu jurnal yang berjudul
Pengaruh Tehnik Pemberian Kompres Hangat Terhadap Perubahan Skala Nyeri
Persalinan Pada klien Primigravida.
4.2. PERBANDINGAN ISI JURNAL

12

Ada beberapa penelitian yang mendukung hasil penelitian dari Suryani


Manurung, dkk. Menurut penelitian Intan (2014) menunjukkan bahwa adanya
pengaruh penggunaan kompres hangat terhadap pengurangan nyeri persalinan kala I
fase aktif di RB Ananda Jabon Mojoanyar Mojokerto. Perubahan nyeri setelah
dilakukan kompres air hangat dikarenakan dengan melakukan kompres hangat
mampu melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasi pembuluh darah sehingga
ketegangan yang ada pada otot-otot ibu bersalin dapat relaksasi sehingga rasa nyeri
dapat teratasi. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian Dian (2012) yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian kompres air hangat terhadap rasa
nyaman dalam proses persalinan kala I fase aktif di BPM Etty Supartiningsih Rahayu
Zubaidah, SST Desa Mentoro Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang. Teknik
tersebut dilakukan dengan cara menempelkan kantong berisi air hangat dilapisi kain
ke bagian pinggang pasien dengan posisi miring kanan atau kiri selama 20 menit.
Berbanding terbalik dengan penelitian Mutia (2015) yang menyatakan
kompres dingin lebih efektif dalam menurunkan derajat nyeri dibandingkan dengan
kompres hangat. Hal ini dikarenakan efek fisiologis kompres dingin adalah bersifat
vasokonstriksi, membuat area menjadi mati rasa, memperlambat kecepatan hantaran
syaraf sehingga memperlambat aliran impuls nyeri, meningkatkan ambang nyeri dan
memiliki efek anastesi lokal. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah bahwa
persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri. Sedangkan efek
fisiologis kompres panas adalah bersifat vasodilatasi, meredakan nyeri dengan
merelaksasikan otot, meningkatkan aliran darah, memiliki efek sedatif dan
meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi yang menimbulkan
nyeri. Kompres panas tidak mempunyai efek yang sama dengan kompres dingin.
Kompres panas hanya meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk
inflamasi yang menimbulkan nyeri. Kompres panas juga tidak mempunyai efek
anastesi lokal. Kompres dingin dapat mengurangi ketegangan otot lebih lama
dibandingkan dengan kompres panas.
4.3. SARAN PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asep Kuswandi dkk, ada beberapa saran yang
dapat dijadikan bahan pertimbangan diantaranya :
1. Dicantumkannya tempat, waktu dan tahun penelitian pada judul jurnal
2. Menjelaskan metode penelitian secara jelas dan lengkap

BAB V

13

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Dilihat dari hasil implikasi yang dilakukan kepada 3 pasien intervensi di kamar
bersalin RSU Kabupaten Tangerang, menunjukkan bahwa kompres hangat yang dilakukan
selama 20 menit pada kala I fase aktif di daerah sakrum ibu (punggung bawah) dengan posisi
ibu miring kiri dapat merilekskan dan menurunkan skala nyeri persalinan yang terjadi pada
ibu.
Pada pasien pertama (Ny. A) dengan pembukaan 5 mempunyai skala nyeri sebelum
dilakukan kompres hangat yaitu 7. Dengan tanda-tanda vital TD= 130/90 mmHg.
N=89x/menit, R=25x/menit, S=36,70C. Setelah dilakukan kompres hangat selama 20 menit
klien lebih rileks dan skala nyeri menjadi 5.
Pada pasien keduan (Ny. R) dengan pembukaan 7 mempunyai skala nyeri sebelum
dilakukan kompres hangat yaitu 7. Dengan tanda-tanda vital TD= 140/90 mmHg.
N=91x/menit, R=25x/menit, S=36,40C. Setelah dilakukan kompres hangat selama 20 menit
klien lebih rileks dan skala nyeri menjadi 6.
Pada pasien ketiga (Ny. M) dengan pembukaan 4 mempunyai skala nyeri sebelum
dilakukan kompres hangat yaitu 8. Dengan tanda-tanda vital TD= 130/90 mmHg.
N=84x/menit, R=26x/menit, S=37,00C. Setelah dilakukan kompres hangat selama 20 menit
klien lebih rileks dan skala nyeri menjadi 6.
Implikasi yang dilakukan terhadap 3 ibu yang mengalami persalinan pada kala I aktif
dapat disimpulkan bahwa kompres hangat dapat menurunkan intensitas nyeri walaupun tidak
secara signifikan. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan mekanisme nyeri. Teori yang
paling banyak dipakai adalah teori Gate Control oleh Melzack& Wall (Mander, 2003). Teori
gate control menyatakan bahwa selama proses persalinan impuls nyeri berjalan dari uterus
sepanjang serat-serat syaraf besar kearah uterus kesubstansi agelatinosa di dalam spinal
kolumna, sel-sel transmisi memproyeksikan pesan nyeri keotak. Adanya stimulasi (seperti
vibrasi, menggosok-gosok atau massage) mengakibatkan pesan yang berlawanan yang lebih
kuat, cepat dan berjalan sepanjang serat saraf kecil. Pesan yang berlawanan ini menutup gate

14

disubstansi agelatino salalu memblokir pesan nyeri sehingga otak tidak mencatat pesan nyeri
tersebut.
Tehnik kompres hangat selama proses persalinan dapat mempertahankan komponen
sistem vaskuler dalam keadaan vasodilatasi sehingga sirkulasi darah ke otot panggul menjadi
homeostasis serta dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan serta beradaptasi dengan nyeri
selama proses persalinan. Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan
signal ke hipothalamus melalui spinal cord. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
dihipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan signal yang memulai berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah akan memperlancar sirkulasi
oksigenasi mencegah terjadinya spasme otot, memberikan rasa hangat, membuat otot tubuh
lebih rileks dan menurunkan rasa nyeri.
Penurunan intensitas nyeri yang tidak signifikan pada penelitian ini dipengaruhi oleh
faktor confounding yang tidak diperhatikan oleh peneliti. Faktor confounding yang
mempengaruhi skala nyeri diantaranya usia klien, tafsiran berat jenis, persepsi terhadap nyeri
dan suku budaya.

BAB VI
PENUTUP

6.1. KESIMPULAN
Nyeri persalinan sebagai akibat kontraksi miometrium, merupakan proses
fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu. Nyeri
merupakan rangsangan tidak enak yang menimbulkan rasa takut dan khawatir. Dalam
persalinan, nyeri yang timbul mengakibatkan kekhawatiran dan biasanya
menimbulkan rasa takut dan stres yang dapat mengakibatkan pengurangan aliran
darah ibu dan janin. Nyeri persalinan disebabkan adanya regangan segmen bawah
rahim dan servik serta adanya iskemia otot rahim. Intensitas nyeri sebanding dengan
kekuatan kontraksi dan tekanan yang terjadi. Nyeri bertambah ketika mulut rahim
dalam dilatasi penuh akibat tekanan bayi terhadap struktur panggul diikuti regangan
dan perobekan jalan lahir.
Penatalaksanaan dalam mengatasi nyeri persalinan berdasarkan penelitian di
sembilan rumah sakit, di Amerika Serikat tahun 1996, sebanyak 4171 pasien, yang

15

persalinannya

ditolong

oleh

perawat

bidan

menggunakan

beberapa

tipe

penatalaksanaan nyeri untuk mengatasi nyeri. Ibu bersalin tersebut sekitar 90%
diantaranya memilih managemen nyeri dengan metode nonfarmakologis, metode
tersebut adalah pilihan yang disukai oleh ibu melahirkan.
Dari hasil implikasi yang peneliti lakukan di kamar bersalin RSU Kabupaten
adanya pengaruh terapi kompres hangat terhadap penurunan skala nyeri persalinan
yang dilakukan selama 20 menit di punggung bawah klien.
.2. SARAN
Berdasarkan analisa jurnal yang telah dilakukan dengan judul pengaruh
tehnik pemberian kompres hangat terhadap perubahan skala nyeri persalinan ada
beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan diantaranya adalah:
1. Sosialisasikan tentang tehnik pemberian kompres hangat untuk mengurangi skala
nyeri persalinan pada kala I aktif
2. Promosikan kesehatan tentang tehnik pemberian kompres hangat untuk
mengurangi nyeri persalinan oleh petugas kesehatan secara berkesinambungan,
agar pasien tidak merasakan nyeri yang hebat saat persalinan.
3. Aplikasikan tehnik non farmakologis seperti pemberian kompres hangat pada
persalinan kala I aktif untuk mengurangi nyeri persalinan.
4. DAFTAR PUSTAKA
5.
6.

Andarmoyo, Sulistyo. (2013). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :


Ar- Ruzz Media

7.

Bandiyah, Siti. (2009). Kehamilan Persalinan dan Gangguan Kehamilan.


Yogyakarta : Nuha Medika

8.

Cunningham, FG., Mc Donald, PC., NF Williams. (2004). Obstetri 18th-ed.

9.

Connecticut : Prentice Hall International Inc


Dian & Uswatun. (2012). Pengaruh Pemberian Kompres Air Hangat terhadap Rasa
Nyaman dalam Proses Persalinan Kala I Fase Aktif. Diunduh pada tanggal 9 Januari
2016, pukul 10.00 WIB

10.

Indrawan A, dkk. (2010). Efektivitas Pemberian Kompres Hangat terhadap


Penurunan Nyeri Persalinan Fisiologis Pada Primigravida Inpartu Kala I Fase Aktif.
Diunduh pada tanggal 9 Januari 2016, pukul 10.15 WIB

16

11.

Intan, Dewi. (2014). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan


Skala Nyeri Pada Ibu Bersalin Di RB. Ananda Desa Jabon Kecamatan Mojoanyar
Kabupaten Mojokerto. Diunduh pada tanggal 9 Januari 09.55 WIB

12.

Judha, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha
Medika
13. Mander, R. (2003). Nyeri Persalinan. Jakarta : EGC.

14.

Mutia, dkk. (2015). Pengaruh Kompres Panas dan Dingin terhadap Penurunan Nyeri
Kala I Fase Aktif Persalinan Fisiologis Ibu Primipara. Diunduh pada tanggal 9
Januari 2016, pukul 10.18 WIB

15.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta : EGC

16.

Rohani, dkk. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba
Medika

17.

Sumarah, dkk. (2009). Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya

18.

Uliyah Musrifatul, Hidayat Alimul, A. (2006). Keterampilan Dasar Praktik Klinik


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
19. Walsh, Linda. (2007). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC

You might also like