You are on page 1of 24

LAPORAN KELOMPOK

PROBLEM BASED LEARNING TBC (Tuberculosis)


Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Fundamental of physiology and nursing care of respiratory system

Nama Kelompok
Masita Widiyani
115070201131006
I Ketut Yoga Sedana
115070201131008
Adinda Mawada Rahma 115070201131007
Feby Fitri Amali
115070200131009
Isti O. Kebakole
115070200131008
Feronicha G. Maharani 115070201131012
Siti Sulaicha
115070213131013
Kartika Puspa Ayu P.
115070200131013
Niswahrobiatul M
115070201131002
Seli elfianah
115070207131018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

PROBLEM BASED LEARNING (PBL) 1


TBC (Tubeculosis )

Triger
Tn Dusia 45 tahun bekerja sebagai penjual gorengan di depan pasar gadang setiap harinya Tn,
D berangkat kerja jam 17.00 dan pulang malam. Tn D dan keluarganya tinggal di rumah
kardus bawa jembatan sungai brantas, sudah 1 minggu Tn D tidak dapat bisa berjualan karena
sakit sesak nafas , batuk dan lebih sering berkeringat malam hari. Dalam 1 bulan ini Tn D
tidak nafsu makan dan badannya semakin kurus . Kondisinya semakin lemah dan batuk
bercampur dahak campur darah sejak 3 hari yang lalu. Oleh istri Tn.D dibawa ke pukesmas
setelah dilakukan pemeriksaan di dapat data TD:130/90 mmHg, S: 36,5 C, Nadi 92x/menit,
RR: 32x?menit dan TB: 160 CM dengan BB 40 Kg turun 10 Kg sebeumnya. Tes mantux
positif dan BTA (+) . Istrinya mengatakan Tn.D mengalami sakit batuk selama 1 tahun ini
tetapi belum pernah di pukesmas.
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tuberkulosis

(TBC)

merupakan

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia
dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di
Indonesia bertambah seperempat juta per tahun (Catagnolo et al., 2008; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002; Nikmawati et al., 2006).Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pada tahun 2005 memperkirakan terdapat 8,8 juta penderita TBC dan 1,6 diantaranya
mengalami kematian.Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian
ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan
merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Hal tersebut memberikan
urgensi tersendiri terhadap permasalahan TB di dunia, khususnya di Indonesia, mengingat TB
merupakan masalah kesehatan yang mengancam di Indonesia.

Indonesia sebagi negara ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB setelah
India dan Cina, telah berkomitmen mencapai target dunia dalam penanggulangan
tuberkulosis. Strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO telah diimplementasikan dan
diekspansi secara bertahap keseluruh unit pelayanan kesehatan dan institusi terkait.
Rifampicin (RIF), isoniazid (INH), ethambutol (EMB), streptomicin, pirazinamida (PZA)
telah bertahun-tahun dimanfaatkan sebagai anti TBC, tetapi sebagian penderita telah
menunjukkan resistensi terhadap first-line anti TBC ini. Second-line anti TBC berupa
etionamida, para amino salisilat (PAS), sikloserina, amikacin, kanamicin dan kapreomicin
telah diluncurkan, tetapi kurang efektif, terlalu toksik, serta menunjukkan efek samping yang
serius (Zang et al., 2006; Sriram et al., 20). Berbagai kemajuan telah dicapai, namun
tantangan program di masa depan tidaklah lebih ringan, meningkatnya kasus HIV dan MDR
serta bervariasinya komitmen akan menjadikan program yang saat ini sedang dilakukan
ekspansi akan menghadapi masalah dalam hal pencapaian target global, sebagaimana
tercantum pada Millenium Development Goals (MDG). Oleh karen itu di butuhkan kerjasama
dalam berbagai komponen masyarakat agar pasien dengan penyakit TB dapat benar-benar
sembuh. Selain itu edukasi terhadap masyarakat tentang urgensi penyakit TB ini juga perlu
dilakukan agar tidak timbul perbedaan konsepsi tentang penyakit infeksius pernafasan ini.

II. Batasan Topik


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi TB
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang epidemologi TB
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi TB
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang faktor resiko TB
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang klasifikasi TB
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi TB
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasiklinis TB
8. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik TB
9. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan medis TB
10. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pencegahan TB
11. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi TB
12. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang askep TB

PEMBAHASAN
1. Definisi TBC

Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium Tubercolusis. Kuman ini biasanya menyerang paru-paru,
tetapi dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh seperti ginjal, tulang, dan

otak. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.


TBC adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat merupakan
organism pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri pathogen
maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri pathogen, tetapi hanya strain
bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini

berukuran 0.3x2 sampai 4mm, ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah.
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer

(Arif Mansjoer, 2000).


Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong
dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

( Hiswani, 2010 )
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda,

2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium
tuberculosis.
TBC ini merupakan suatu penyakit menular tetapi bukan suatu penyakit

keturunan (DepkesRI,2007)
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakitinfeksi yang dapat menyerang
saluran pernafasan terutama paru-paru. Pada dasarnya, bakteri penyebab TB
dapat menyerang organ tubuh lain, misalnya kulit. Akan tetapi sebagian besar
bakteri TB menyerang paru-paru. Oleh karena itu, TB juga termasuk penyakit
infeksi saluran pernafasan akut. (Erlien, Penyakit Saluran Pernafasan, 2008).

2.Epidemiologi Tbc

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah


pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru
dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.
Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang
disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian kasus
tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat
dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan
kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal.
3. Etiologi Tbc
Mycobacterium Tuberculosis, berbentuk batang, berukuran panjang 1-4
mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman
tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat gelap dan lembap. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun. (Ruswanto, 2010).
4.Faktor Resiko Tbc
1) Resiko Penularan
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negatif
Resiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi
TB selama satu tahun . ARTI sebesar 1% berarti sepuluh orang di antara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun.
2) Resiko menjadi sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

Pasien TB yang tidak diobati selama 5 tahun akan :


o 50% meninggal
o 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
o 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular (Werdhani, 2009).
3)Faktor Resiko Umum

Usia
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti
penampungan

orang-orang gelandangan

menunjukkan

bahwa

kemungkinan

mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di
Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu
15-50 tahun.

Jenis kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada
tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan
jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru
Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki
sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya
TB paru dimana Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali

Penyakit penyerta
Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan
sekitar 30-50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa.
Sementara berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan
mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal.
Ini yang menjadi pemikiran bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah
menjadi faktor utama peningkatan resiko TB menjadi aktif. Pola makan orang
Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan hanya 10% protein yang pada penyakit
kronis selalu disertai dengan tidak selera makan, tidak mau makan, tidak bisa makan
atau tidak mampu membeli makanan yang mempunyai kandungan gizi baik (kurang
protein), sehingga penderita ini mempunyai status gizi yang buruk.

Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV
merupakan salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk
berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah. Prevalensi TB paru pada DM
meningkat 20 kali dibanding non DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3
kali pada DM berat dibanding DM ringan.
Penderita Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga
mengidap HIV merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi. Tuberkulosis
diketahui merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada pasien
dengan reaksi seropositif. Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini
maka karena kekebalannya rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung
menderita Tuberkulosis. Hal ini berbeda sekali dengan orang normal atau mereka
dengan seronegatif, karena kuman ini yang masuk akan dihambat oleh reaksi
imunitas yang ada dalam tubuhnya. Disamping itu penyakit tuberkulosis pada
mereka dengan seropositif cepat berkembang kearah perburukan.

Kepadatan hunian dan kondisi rumah


Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin
padat maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan
semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB
dengan BTA positif. Kepadatan hunian ditempat tinggal penderita TB paru paling
banyak adalah tingkat kepadatan rendah. Suhu didalam ruangan erat kaitannya
dengan kepadatan hunian dan ventilasi rumah. Kondisi kepadatan hunian perumahan
atau tempat tinggal lainnya seperti penginapan, panti-panti tempat penampungan
akan besar pengaruhnya terhadap risiko penularan. Di daerah perkotaan (urban)
yang lebih padat penduduknya dibandingkan di pedesaan (rural), peluang terjadinya
kontak dengan penderita TB lebih besar. Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil
kemungkinannya.
Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar,
sehingga keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga.
Ventilasi yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum.
Kelembaban yang optimal (sehat) adalah sekitar 4070%. Kelembaban yang lebih
Dari 70% akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara
di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan

penyerapan. Kelembaban Ills merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri


patogen (penyebab penyakit).
Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya
matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca. Suhu udara
yang ideal dalam rumah antara 18-30C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat
bervariasi, Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37C. Paparan
sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih
banyak di rumah yang gelap.

Status sosial ekonomi keluarga


WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang
kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan
penyakit terbanyak yang menyerang negara dengan penduduk berpenghasilan
rendah. Sosial ekonomi yang rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian
yang tinggi dan buruknya lingkungan, selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya
kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi
problem bagi golongan sosial ekonomi rendah.

Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang yang di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit tb paru. Selain itu tingkat kesehatan tb paru akan
mempengaruhi pada pekerjaannya.

Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan
akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya
berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

Kontak dekat dengan penderita TB aktif


Imunosupresif
Malnutrisi
Pengguna obat-obatan & alkoholik
Immigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi
Petugas kesehatan
Individu tanpa perawatan kesehatan yang tidak adekuat

5. Klasifikasi Tbc
A. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena:

1) Tuberkulosis paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
2)

hilus.
Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,

saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.


B. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, Yaitu Pada
TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB
paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
C. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin. Catatan: Bila seorang pasien TB ekstra paru
juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien
tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. Bila seorang pasien

dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB


D.

ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.


Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya Klasifikasi

Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya Dibagi Menjadi Beberapa


Tipe Pasien, Yaitu:
1) Kasus Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam

kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.


6. Patofisiologi Tbc
(Terlampir )
7.Manifestasi Tbc
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul


Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,

suara nafas melemah yang disertai sesak.


Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.


Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di

atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.


Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak
yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

8. Pemeriksaaan Diagnostik
1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2) Laboraturium darah rutin (LED normal/ meningkat, limfossitosis)
3) Foto toraks PA dan Lateral, gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis tb,
yaitu:
Bayangan Lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah
Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
Adanya klasifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan miller
4) Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS)
Sewaktu (S)

Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.


Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.


Pagi (P)
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun

tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.


Sewaktu (S)
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua. Saat menyerahkan dahak

pagi. (Werdhani, R, 2010).


5) Tes Tuberkulin Intradermal
Teknik standart ( tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tubercullin (PPD)
sebanyak 0,1ml yang mengandung 5 unit tuberculin IC. Lokasi penyuntikan
umumnya berada di bagian atas lengan bawah kiri bagian penyuntikan dan
diukur diameter di pembengkakan (indurasi) yang terjadi :
a) Pembengkakan (indurasi) : 0-4m, uji mantoux negatif
Arti klinis : tidak ada infeksi Mikrobakterium tuberculosa
b) Pembengkakan (indurasi) : 5-9mm, uji mantoux meragukan, hal ini
bisa terjadi karena kesalahan

teknik, reaksi silang dengan

mikrobacterium atipik setelah vaksin BCG


c) Pembengkakan (Indurasi) : 10mm, uji mantoux positif
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi mikrobakterium tuberkulosa
6) Pemeriksaan Serologi
- ELISA
- ITC (Immuno Crhomotografi Tuberculosis), untuk mendeteksi antibodi
-

M.Tuberkulosis dalam serum


PAP (peroksidase anti peroksidase), merupakan salah satu jenis uji yang

meneteksi reaksi serulogi yang terjadi


MYCODOT, uji ini mendeteksi antibodi anti mikrobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan yang di tempel

dengan alat yang berbentuk sisir plastik


IgG TB, salah satu pemeriksaan serulogi dengan cara mendeteksi antibodi
IgG

9. Penatalaksanaan medis Tbc


Menurut Smeltzer & Bare (2001), penatalaksanaan TBC adalah :
a. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M.
tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis dan
dosis OAT :
1) Isoniazid (H)

Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping
yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi
ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus
membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal.
Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek
samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak
menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan
tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun
optic neuritis.
b. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru
yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk
mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang
rusak.
c. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang
telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk :
1) menyembuhkan penderita sampai sembuh,
2) mencegah kematian,

3) mencegah kekambuhan, dan


4) menurunkan tingkat penularan.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan,
maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :
Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekebalan terhadap OAT. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat,
pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif :
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan :
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah
antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas
obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas
sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isonlazid,
Etambutol, Rifamplsln, Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut
sebagai obat primer. Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal
membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan
pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. Sedangkan obat lain yang juga
pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin.
Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin. Natrium Para Amino Salisilat,
Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan Kanamisin umumnya mempunyai efek yang

lebih toksik, kurang efektif. dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan
Rifapentin dan Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam
pengobatan kombinasi anti TB.
Obat- Obat tuberkulosis yang di gunakan adalah :
1. Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
- Dosis terapi : 5-15,g/kg/hari diberikan sekali sehari
- Dosis profilaksis : 5-10mg/kg/hari diberikan sekalisehari
- Dosis maximum : 300mg/hari
2. Rimfapisin (R) : Selama 6-12 bulan
- Dosis : 10-20 mg/kg/hari sekali sehari dalam keadaan perut kosong
- Dosismaximum : 600mg/hari
3. Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
- Dosis : 25-35 mg/kg/hari di berikan 2x sehari
- Dosis maximum : 2 gram/hari
4. Etambutol (E) : Selama 2-3 bulan pertama
- Dosis : 15-20 mg/kg/hari do berikan sekali atau 2x sehari
- Dosis maximum : 2 gram/hari
5. Streptomisin (S) : Selama 1-2 bulan pertama
- Dosis:20-40 mg/kgbb/hari diberikan sekali sehari intramuskular
- dosis maksimum : 1 gram/hari
Terapi lainnya
-

Diet
Diet yang diberikan pada penderita makanan yang tinggi kalori, protein agar
penderita TB cepat sembuh, maka penderita harus minum obat secara teratur
sesuai petunjuk, makan-makan yang cukup gizi, rajin kontrol ke puskesmas
atau sarana.

Pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang,
indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indisi relative.

Indikasi mutlak:

Semua pasien yang mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap +


Pasien batuk darah massif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif

Indikasi relative:

Pasien dengan sputum dan batuk darah berulang


Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

Sisa cavitas yang menetap

10. Pencegahan Tbc


Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas
kesehatan.
A. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus
TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori
berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena
alasan-alasan sosial ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan
jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat
dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang
terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengaN foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini
negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.
Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan
tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya
kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
B. Tindakan Pencegahan
1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau


suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi
penderita, kontak, suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan
bagi ibunya dan keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun
ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi,
dan pasteurisasi air susu sapi.
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara
yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas
dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.
11. Komplikasi Tbc
Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus tulang iga juga bisa
terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis atau
peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada
membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.
Kerusakan hati dan ginjal
Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada di aliran darah. Fungsi ini
akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman TB.
Kerusakan jantung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa terjadi
Cardiac Tamponade atau peradangan dan penumpukan cairan yang membuat jantung
jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
Gangguan mata
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan, mengalami
iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.
Resistensi kuman

Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan
ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak
disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan
obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat.
(Achmadi, UF, 2008).
12. ASKEP Tbc
I.
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama
: Tn.D
Usia
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Penjual Gorengan
Status Pernikahan
: Menikah
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama
: Tidak bisa berjualan karena sakit sesak nafas, batuk
dan sering berkeringat pada malam hari
2. Lama Keluhan
: 1 minggu
3. Faktor Pencetus
: Penjual gorengan dipasar, pulang tengah malam,
tinggal dirumah kardus di bawah jembatan
4. Faktor Pemberat
: Sakit Batuk selama 1 tahun tidak pernah diperiksakan
5. Upaya yang di lakukan
: di bawa ke puskesmas
6. Keluhan saat Pengkajian
: Dalam 1 bulan tidak nafsu makan, badannya
terasa semakin kurus, kondis lemah & batuk berdahak campur darah sejak 3
hari lalu
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Sesak nafas, batuk dan lebih sering keringat pada malam hari, satu bulan tidak
nafsu makan, badannya semakin kurus. Kondis lemah, batuk dahak campur darah
sejak 3 bulan lalu. Sakit batuk selama 1 tahun tetapi belum pernah di periksakan
D. Riwayat Lingkungan
RUMAH

PEKERJAAN

Kebersihan

Kumuh

Kotor

Polusi

Ya

Ya

Ventilasi

Buruk

Pencahayaan

Buruk

E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Lemah, baan kurus
2. TTV : TD :130/90mm/hg
P: 92x/menit
RR : 32x/menit
T : 36,5oc

TB : 160cm
BB : 40kg
F.Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah
sebagai berikut:
a.

Pola aktivitas dan istirahat


Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,
menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi
radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.

b.

c.

Pola nutrisi
Subjektif

Anoreksia,

mual,

tidak

enak

diperut,

penurunan

berat

Objektif

: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

badan.

Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi
pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).

d.

Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

e.

Integritas ego

Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.

Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.

g.

Interaksi Sosial
Subyektif:

Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,

perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan


kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
G.Hasil pemeriksaan penunjang
Tes Mantoux (+) & BTA (+)
H. Kesimpulan

II.

Tn.D menderita TB
ANALISA DATA

DATA
DS:
- Penjual Gorengan, pulang
malam
- Mengatakan sesak nafas
- Batuk dahak campur darah
DO:

ETIOLOGI
Penjual Gorengan, pulang malam
Terkena virus M.Tuberkulosis

PROBLEM
Ketidak Efekktifan
Bersihan Jalan Nafas

Penumpukan secret di saluran nafas


Sesak nafas

TD : 30/90mm/hg
Batuk

P: 92x/menit
RR : 32x/menit

Pemb.darah di saluran pernafasan

T : 36,5 C

pecah

BB : 40kg
- Tes Mantoux (+)
- BTA (+)
DS:
- Sulit menelan
- Mengatakan tidak

Batuk darah
Ketidakefektifan bersih jalan nafas
Infeksi TB
nafsu

Secret menumpuk, sesak

Ketidak seimbangan
Nutrisi Kurang dari
tubuh

makan & badan semakin


kurus,kondisi lemah
DO:
TD : 30/90mm/hg
P: 92x/menit

Peb. Darah di saluran Nafas Pecah


Batuk darah
Sulit menelan
Nafsu makan menurun

RR : 32x/menit
BB menurun

T : 36,5oC
BB : 40kg

urun 10 kg

sebelumnya

Nutrisi kurang dari kebutuhan

- Tes Mantoux (+)


BTA (+)

Ds:

m. tuberculosis

Defisit Pengetahuan

Sakit batuk selama 1 tahun


tetapi belum pernah diperiksa

respon batuk

DO:
-

tidak paham mengenai gejala suatu


penyakit
1 th tidak periksa

Kurng pengetahuan

III.
DIAGNOSA
1. Ketidak fektifan jalan nafas b.d. mukus dalam jumlah berlebihan d.d batuk
berdahak campur berdarah dan sesak nafas
2. Ketidak seibanngan nutrisi : kurang dari kebutuhn tubuh b.d faktor biologis d.d
BB menurun 20%, badan makin kurus, tidak nafsu makan
3. Defisit Pengetahuan b.d. tidak familiar dengan sumber informasi d.d
pengungkpan masalah
IV.
RENCANA KEPERAWATAN
1. - Diagnosa : Ketidak fektifan jalan nafas b.d. mukus dalam jumlah berlebihan d.d
batuk berdahak campur berdarah dan sesak nafas
- Tujuan : setelah dilakukan askep selama 1x24 jam, jalan nafas klien bersih
dengan Keriteria Hasil :
- NOC : Respiratory status : airway patency

No.
Indicator
1.
RR normal

2.

Ttidak batuk berdahak

3.

Akumulasi sputum berkurang

4.

Tidak sesak nafas

1: severe
2 : substantial
3: moderate

4: mild
5: none

- NIC : AIRWAY MANAGEMENT


1.
Monitor TTV
2.
Pastikan pasien mencapai ventilasi normal
3.
Pastikan mengurangi sesak nafas dengan bantalan elevasi 30o-40o
4.
Berikan Obat anti tuberculosis sesuai indikasi
5.
Gunakan nebulizer untuk membersihkan secret
6.
Ajarkan batuk efektif
2. - Diagnosa : Ketidak seibanngan nutrisi : kurang dari kebutuhn tubuh b.d faktor
biologis d.d BB menurun 20%, badan makin kurus, tidak nafsu makan
- Tujuan : setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, nutrisi klien terpenuhi
dengan Keriteria Hasil :
- NOC : Nutrional Status
No.
1.
Bb naik

Indicator

2.

Porsi makan habis

3.

Energi meningkat

1: severe deviation from normal range


2 : substantial deviation from normal range
3: moderate deviation from normal range
4: mild deviation from normal range
5: none deviation from normal range
- NIC: Nutrion Therapy
1. Kaji status nutrisi pasien : BB, Kemampuan enelan
2. Kaji makanan kesukaan dan tidak suka, ada alergi/tidak, kbiasaan makan
3. Monitor hasillab
4. Berikan makanan TKTP
3. - Diagnosa : Defisit Pengetahuan b.d. tidak familiar dengan sumber informasi d.d
pengungkpan masalah
- Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2x24 jam, jalan nafas klien bersih
dengan Keriteria Hasil :
- NOC : Knowledge (desease process)

No.
1.

Indicator
Mengetahui tanda dan gejala penyakit

2.

Mengetahui

3.

komplikasi penyakit
Mengetahui manfaat & tujuan terapi

4.

Mengetahui proses penyakit

tanda

dan

gejala

1 : no knowladge
2 : limited
3 ; moderate
4 : substantial
5 : extensive
- NIC : teaching : disease proccess
1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien & pengobatannya
2. Memberikan informasi dengan media verbal, video,tulisan
3. Memberikan waktu untuk tanya jawab dengan perawat
4. Memberikan penjelasan kepada keluarga & pasien bila terjadi efek
samping pada pengobatan untuk segera lapor

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Corwin, E. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC.

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Media
Indonesia Jakarta.
Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB Anak Depkes
IDAI. 2008
Drh. Hiswani m.kes .Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat .fakultas kedokteran universitas sumatera utara

Epidemiologi TBC. Online. http://www.tbindonesia.or.id. (Accesed 17 February 2013)

Faktor risiko TBC. Online. http://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf. (Accesed


17 February 2013)
Mansjoer, Arif, dkk, 2001. Kapita Selecta Kedokteran Edisi II. Jakarta : Fakultas Kedokteran
UI Media Aescullaplus
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2007 2.
Ruswanto, B. 2010. Analisa Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau Dari Faktor
Lingkungan Dalam Dan Luar Rumah di kabupaten Pekalongan. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang : Magister Kesehatan
Lingkungan.
Werdhani, R. A. 2010. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta :
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

You might also like