Professional Documents
Culture Documents
Nama Kelompok
Masita Widiyani
115070201131006
I Ketut Yoga Sedana
115070201131008
Adinda Mawada Rahma 115070201131007
Feby Fitri Amali
115070200131009
Isti O. Kebakole
115070200131008
Feronicha G. Maharani 115070201131012
Siti Sulaicha
115070213131013
Kartika Puspa Ayu P.
115070200131013
Niswahrobiatul M
115070201131002
Seli elfianah
115070207131018
Triger
Tn Dusia 45 tahun bekerja sebagai penjual gorengan di depan pasar gadang setiap harinya Tn,
D berangkat kerja jam 17.00 dan pulang malam. Tn D dan keluarganya tinggal di rumah
kardus bawa jembatan sungai brantas, sudah 1 minggu Tn D tidak dapat bisa berjualan karena
sakit sesak nafas , batuk dan lebih sering berkeringat malam hari. Dalam 1 bulan ini Tn D
tidak nafsu makan dan badannya semakin kurus . Kondisinya semakin lemah dan batuk
bercampur dahak campur darah sejak 3 hari yang lalu. Oleh istri Tn.D dibawa ke pukesmas
setelah dilakukan pemeriksaan di dapat data TD:130/90 mmHg, S: 36,5 C, Nadi 92x/menit,
RR: 32x?menit dan TB: 160 CM dengan BB 40 Kg turun 10 Kg sebeumnya. Tes mantux
positif dan BTA (+) . Istrinya mengatakan Tn.D mengalami sakit batuk selama 1 tahun ini
tetapi belum pernah di pukesmas.
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tuberkulosis
(TBC)
merupakan
penyakit
menular
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 2004, tercatat 211.753 kasus baru TBC di Indonesia
dan diperkirakan sekitar 300 kematian terjadi setiap hari akibat TBC. Kasus baru TBC di
Indonesia bertambah seperempat juta per tahun (Catagnolo et al., 2008; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2002; Nikmawati et al., 2006).Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pada tahun 2005 memperkirakan terdapat 8,8 juta penderita TBC dan 1,6 diantaranya
mengalami kematian.Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian
ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan
merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Hal tersebut memberikan
urgensi tersendiri terhadap permasalahan TB di dunia, khususnya di Indonesia, mengingat TB
merupakan masalah kesehatan yang mengancam di Indonesia.
Indonesia sebagi negara ketiga terbesar di dunia dalam jumlah penderita TB setelah
India dan Cina, telah berkomitmen mencapai target dunia dalam penanggulangan
tuberkulosis. Strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO telah diimplementasikan dan
diekspansi secara bertahap keseluruh unit pelayanan kesehatan dan institusi terkait.
Rifampicin (RIF), isoniazid (INH), ethambutol (EMB), streptomicin, pirazinamida (PZA)
telah bertahun-tahun dimanfaatkan sebagai anti TBC, tetapi sebagian penderita telah
menunjukkan resistensi terhadap first-line anti TBC ini. Second-line anti TBC berupa
etionamida, para amino salisilat (PAS), sikloserina, amikacin, kanamicin dan kapreomicin
telah diluncurkan, tetapi kurang efektif, terlalu toksik, serta menunjukkan efek samping yang
serius (Zang et al., 2006; Sriram et al., 20). Berbagai kemajuan telah dicapai, namun
tantangan program di masa depan tidaklah lebih ringan, meningkatnya kasus HIV dan MDR
serta bervariasinya komitmen akan menjadikan program yang saat ini sedang dilakukan
ekspansi akan menghadapi masalah dalam hal pencapaian target global, sebagaimana
tercantum pada Millenium Development Goals (MDG). Oleh karen itu di butuhkan kerjasama
dalam berbagai komponen masyarakat agar pasien dengan penyakit TB dapat benar-benar
sembuh. Selain itu edukasi terhadap masyarakat tentang urgensi penyakit TB ini juga perlu
dilakukan agar tidak timbul perbedaan konsepsi tentang penyakit infeksius pernafasan ini.
PEMBAHASAN
1. Definisi TBC
berukuran 0.3x2 sampai 4mm, ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah.
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer
( Hiswani, 2010 )
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda,
2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium
tuberculosis.
TBC ini merupakan suatu penyakit menular tetapi bukan suatu penyakit
keturunan (DepkesRI,2007)
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakitinfeksi yang dapat menyerang
saluran pernafasan terutama paru-paru. Pada dasarnya, bakteri penyebab TB
dapat menyerang organ tubuh lain, misalnya kulit. Akan tetapi sebagian besar
bakteri TB menyerang paru-paru. Oleh karena itu, TB juga termasuk penyakit
infeksi saluran pernafasan akut. (Erlien, Penyakit Saluran Pernafasan, 2008).
2.Epidemiologi Tbc
Usia
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti
penampungan
orang-orang gelandangan
menunjukkan
bahwa
kemungkinan
mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di
Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu
15-50 tahun.
Jenis kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada
tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan
jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru
Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki
sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya
TB paru dimana Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali
Penyakit penyerta
Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan
sekitar 30-50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa.
Sementara berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan
mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal.
Ini yang menjadi pemikiran bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah
menjadi faktor utama peningkatan resiko TB menjadi aktif. Pola makan orang
Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan hanya 10% protein yang pada penyakit
kronis selalu disertai dengan tidak selera makan, tidak mau makan, tidak bisa makan
atau tidak mampu membeli makanan yang mempunyai kandungan gizi baik (kurang
protein), sehingga penderita ini mempunyai status gizi yang buruk.
Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV
merupakan salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk
berkembangnya infeksi saluran napas bagian bawah. Prevalensi TB paru pada DM
meningkat 20 kali dibanding non DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3
kali pada DM berat dibanding DM ringan.
Penderita Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga
mengidap HIV merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi. Tuberkulosis
diketahui merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada pasien
dengan reaksi seropositif. Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini
maka karena kekebalannya rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung
menderita Tuberkulosis. Hal ini berbeda sekali dengan orang normal atau mereka
dengan seronegatif, karena kuman ini yang masuk akan dihambat oleh reaksi
imunitas yang ada dalam tubuhnya. Disamping itu penyakit tuberkulosis pada
mereka dengan seropositif cepat berkembang kearah perburukan.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang yang di antaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan
dan pengetahuan penyakit tb paru. Selain itu tingkat kesehatan tb paru akan
mempengaruhi pada pekerjaannya.
Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan
akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya
berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
5. Klasifikasi Tbc
A. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena:
1) Tuberkulosis paru
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
2)
hilus.
Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
8. Pemeriksaaan Diagnostik
1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2) Laboraturium darah rutin (LED normal/ meningkat, limfossitosis)
3) Foto toraks PA dan Lateral, gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis tb,
yaitu:
Bayangan Lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah
Bayangan berawan (patchy) atau bercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
Adanya klasifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan miller
4) Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan
berupa dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS)
Sewaktu (S)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping
yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi
ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus
membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal.
Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek
samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak
menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan
tidak berbahaya.
3) Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
5) Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun
optic neuritis.
b. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru
yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk
mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang
rusak.
c. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang
telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk :
1) menyembuhkan penderita sampai sembuh,
2) mencegah kematian,
lebih toksik, kurang efektif. dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan
Rifapentin dan Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam
pengobatan kombinasi anti TB.
Obat- Obat tuberkulosis yang di gunakan adalah :
1. Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
- Dosis terapi : 5-15,g/kg/hari diberikan sekali sehari
- Dosis profilaksis : 5-10mg/kg/hari diberikan sekalisehari
- Dosis maximum : 300mg/hari
2. Rimfapisin (R) : Selama 6-12 bulan
- Dosis : 10-20 mg/kg/hari sekali sehari dalam keadaan perut kosong
- Dosismaximum : 600mg/hari
3. Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
- Dosis : 25-35 mg/kg/hari di berikan 2x sehari
- Dosis maximum : 2 gram/hari
4. Etambutol (E) : Selama 2-3 bulan pertama
- Dosis : 15-20 mg/kg/hari do berikan sekali atau 2x sehari
- Dosis maximum : 2 gram/hari
5. Streptomisin (S) : Selama 1-2 bulan pertama
- Dosis:20-40 mg/kgbb/hari diberikan sekali sehari intramuskular
- dosis maksimum : 1 gram/hari
Terapi lainnya
-
Diet
Diet yang diberikan pada penderita makanan yang tinggi kalori, protein agar
penderita TB cepat sembuh, maka penderita harus minum obat secara teratur
sesuai petunjuk, makan-makan yang cukup gizi, rajin kontrol ke puskesmas
atau sarana.
Pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang,
indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indisi relative.
Indikasi mutlak:
Indikasi relative:
Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin, bahkan
ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak tuntas atau tidak
disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga harus diganti dengan
obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang tentunya lebih berat.
(Achmadi, UF, 2008).
12. ASKEP Tbc
I.
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama
: Tn.D
Usia
: 45 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Penjual Gorengan
Status Pernikahan
: Menikah
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama
: Tidak bisa berjualan karena sakit sesak nafas, batuk
dan sering berkeringat pada malam hari
2. Lama Keluhan
: 1 minggu
3. Faktor Pencetus
: Penjual gorengan dipasar, pulang tengah malam,
tinggal dirumah kardus di bawah jembatan
4. Faktor Pemberat
: Sakit Batuk selama 1 tahun tidak pernah diperiksakan
5. Upaya yang di lakukan
: di bawa ke puskesmas
6. Keluhan saat Pengkajian
: Dalam 1 bulan tidak nafsu makan, badannya
terasa semakin kurus, kondis lemah & batuk berdahak campur darah sejak 3
hari lalu
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Sesak nafas, batuk dan lebih sering keringat pada malam hari, satu bulan tidak
nafsu makan, badannya semakin kurus. Kondis lemah, batuk dahak campur darah
sejak 3 bulan lalu. Sakit batuk selama 1 tahun tetapi belum pernah di periksakan
D. Riwayat Lingkungan
RUMAH
PEKERJAAN
Kebersihan
Kumuh
Kotor
Polusi
Ya
Ya
Ventilasi
Buruk
Pencahayaan
Buruk
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Lemah, baan kurus
2. TTV : TD :130/90mm/hg
P: 92x/menit
RR : 32x/menit
T : 36,5oc
TB : 160cm
BB : 40kg
F.Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
Pola nutrisi
Subjektif
Anoreksia,
mual,
tidak
enak
diperut,
penurunan
berat
Objektif
badan.
Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning
atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah,
kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi
pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d.
Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.
Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.
Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g.
Interaksi Sosial
Subyektif:
II.
Tn.D menderita TB
ANALISA DATA
DATA
DS:
- Penjual Gorengan, pulang
malam
- Mengatakan sesak nafas
- Batuk dahak campur darah
DO:
ETIOLOGI
Penjual Gorengan, pulang malam
Terkena virus M.Tuberkulosis
PROBLEM
Ketidak Efekktifan
Bersihan Jalan Nafas
TD : 30/90mm/hg
Batuk
P: 92x/menit
RR : 32x/menit
T : 36,5 C
pecah
BB : 40kg
- Tes Mantoux (+)
- BTA (+)
DS:
- Sulit menelan
- Mengatakan tidak
Batuk darah
Ketidakefektifan bersih jalan nafas
Infeksi TB
nafsu
Ketidak seimbangan
Nutrisi Kurang dari
tubuh
RR : 32x/menit
BB menurun
T : 36,5oC
BB : 40kg
urun 10 kg
sebelumnya
Ds:
m. tuberculosis
Defisit Pengetahuan
respon batuk
DO:
-
Kurng pengetahuan
III.
DIAGNOSA
1. Ketidak fektifan jalan nafas b.d. mukus dalam jumlah berlebihan d.d batuk
berdahak campur berdarah dan sesak nafas
2. Ketidak seibanngan nutrisi : kurang dari kebutuhn tubuh b.d faktor biologis d.d
BB menurun 20%, badan makin kurus, tidak nafsu makan
3. Defisit Pengetahuan b.d. tidak familiar dengan sumber informasi d.d
pengungkpan masalah
IV.
RENCANA KEPERAWATAN
1. - Diagnosa : Ketidak fektifan jalan nafas b.d. mukus dalam jumlah berlebihan d.d
batuk berdahak campur berdarah dan sesak nafas
- Tujuan : setelah dilakukan askep selama 1x24 jam, jalan nafas klien bersih
dengan Keriteria Hasil :
- NOC : Respiratory status : airway patency
No.
Indicator
1.
RR normal
2.
3.
4.
1: severe
2 : substantial
3: moderate
4: mild
5: none
Indicator
2.
3.
Energi meningkat
No.
1.
Indicator
Mengetahui tanda dan gejala penyakit
2.
Mengetahui
3.
komplikasi penyakit
Mengetahui manfaat & tujuan terapi
4.
tanda
dan
gejala
1 : no knowladge
2 : limited
3 ; moderate
4 : substantial
5 : extensive
- NIC : teaching : disease proccess
1. Mengkaji tingkat pengetahuan pasien & pengobatannya
2. Memberikan informasi dengan media verbal, video,tulisan
3. Memberikan waktu untuk tanya jawab dengan perawat
4. Memberikan penjelasan kepada keluarga & pasien bila terjadi efek
samping pada pengobatan untuk segera lapor
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Corwin, E. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC.
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Depkes RI, 2001. Faktor Budaya Malu Hambat Pencegahan Penyakit Tuberkulosis, Media
Indonesia Jakarta.
Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB Anak Depkes
IDAI. 2008
Drh. Hiswani m.kes .Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat .fakultas kedokteran universitas sumatera utara