You are on page 1of 40

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen,
tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil
tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel
darah merah (Price dan Wilson, 2006)
Tuberkulosis

(TB)

adalah

penyakit

infeksius,

yang

terutama

menyerang penyakit parenkim paru (Brunner dan Suddarth, 2002).


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer dan Bare, 2002
).Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer,
dkk, 2002).
B. Etiologi
Penyebab TB paru adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1.

M. Tuberculosae

2.

Varian Asian

3.

Varian African I

4.

Varian African II

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 1

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan
dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan,
kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar, 2001).
Menurut Departemen Kesehatan (2006), cara penularan TB paru
adalah sebagai berikut:
1.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk


atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.

2.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak


berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.

3.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 2

4.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB


ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.

C. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 3

trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.
D. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 4

dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Bahar,


2001):

1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah bermingguminggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 5

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala


malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis TB menurut Depkes (2006):
1.

Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS)
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan

dahak

mikroskopis

merupakan

diagnosis

utama.

Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 6

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang


belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung

pada

metode

pengambilan

bahan

pemeriksaan

dan

ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi


anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Selain itu, menurut Asril Bahar (2001), diagnosis TB paru adalah
sebagi berikut:
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di
daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi
b. Sputum

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 7

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya


kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
F. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
b. Untuk

menjamin

kepatuhan

pasien

menelan

obat,

dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh


seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 8

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan


lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia


Panduan

OAT

yang

digunakan

oleh

Program

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 9

a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE): Kategori Anak: 2HRZ/4HR
c. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
d. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
e. Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
f. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 10

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian


obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
G. Komplikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2009), komplikasi yang dapat terjadi pada klien
dengan tuberculosis Paru, yaitu :
1. Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran
getah bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.
2. Efusi pleura
Kelaurnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam
jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya penjelasan material
masuk ke rongga pleura. Material mengandung bakteri dengan cepat
mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
3. Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura,
rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
4. Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan
laryngitis tuberculosis.
5. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam
saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya
tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebat melalaui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 11

dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan
saluran pencernaan.
6. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim
paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
7. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas,
menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk
mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
H. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
1. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan
disinfektan).
2. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
3. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki
ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.
4. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan
kotor (polusi).
5. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 12

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 13

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi
pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 14

6. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
c. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan
rasa kawatir klien tentang penyakitnya.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 15

i. Pola reproduksi dan seksual


Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
j. Pola penanggulangan stress
Dengan

adanya

proses

pengobatan

yang

lama

maka

akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan


penolakan terhadap pengobatan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
7. Pemeriksaan fisik
a. Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
Inspeksi : Adanya tandatanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah
Palpasi

: Fremitus suara meningkat

Perkusi

: Suara ketok redup

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 16

e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : E4V5M6
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nyeri
4. Hipertermi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Intoleransi aktivitas
7. Ansietas
C. Penyimpangan KDM

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 17

D. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Batasan Karakteristik
Subjektif
Dispnea
Objektif
a. Suara napas tambahan (misalnya rale, crackle, ronchi, dan wheezing)
b. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
c. Batuk tidak ada atau tidak efektif
d. Sianosis
e. Kesulitan untuk berbicara
f. Penurunan suara napas
g. Ortopnea
h. Gelisah
i. Sputum berlebihan
j. Mata terbelakak
Faktor yang Berhubungan
Lingkungan:Merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif
Obstruksi jalan napas: Spasme jalan napas, retensi sekret, mukus berlebih,
adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing di jalan napas, sekret di
bronki, dan eksudat di alveoli.
Fisiologis: Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, PPOK,
infeksi, asma, jalan napas alergik (trauma).
Hasil NOC
Pencegahan aspirasi: Tindakan personal untuk mencegah masuknya
cairan dan partikel padat ke dalam paru.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 18

Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas: Jalan napas trakeobronkial


terbuka dan bersih untuk pertukaran gas.
Status pernapasan: Ventilasi: Pergerakan udara masuk dan keluar paru.
Tujuan/Kriteria Evaluasi NOC
a. Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan
oleh pencegaha aspirasi; Status Pernapasan: Kepatenan jalan napas;
Status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu.
b. Menunjukkan status pernapasan: Kepatenan jalan napas, yang
dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut:
Kemudahan bernapas
Frekuensi dan irama pernapasan
Pergerakan sputum keluar dari jalan napas
Pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas.
Intervensi NIC
Pengkajian
a. Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini:
Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
Keefektifan obat resep
Kecendrungan pada gas darah arteri, jika tersedia
Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
Faktor yang berhubungan, misalnya nyeri, batuk tidak efektif, mukus
kental, dan keletihan.
b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan
c. Pengisapan jalan napas (NIC):
1) Tentukan kebutuhan pengisapan oral atau trakea

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 19

2) Pantau status oksigen (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status


hemodinamik (tingkat MAP [Mean Arterial Pressure] dan irama
jantung ) segera sebelum, selama, dan setelah pengisapan
3) Catat jenis dan jumlah sekret ysng dikumpulkan
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung
b. Informasikan pengisapan, inhaler, spirometer, dan IPPB
c. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di
dalam ruang perawatan; beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti
merokok
d. Instruksikan pada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk
memudahkan pengeluaran sekret
e. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk
f. Ajarkan pasien dan keluarga tentanag makna perubahan pada sputum,
seperti warna, karakter, jumlah, bau
g. Pengispan jalan napas (NIC): Instruksikan pada pasien dan atau
keluarga tentang cara pengisapan jalan napas, jika perlu.
Aktivitas Kolaboratif
a. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
b. Kosultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
peralatan pendukung
c. Berikan udara/oksihgen yang telah dihumidifikasi sesuai denga
kebijakan institusi
d. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer ultrasonik, dan
perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi
e. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 20

Aktivitas Lain
a. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
b. Anjurkan penggunaan spirometer insentif (Smith-Sims, 2001)
c. Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi
tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain sekurangnya setiap dua jam
sekali
d. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan kecemasan dan menig\nkatkan kontrol diri
e. Berikan pasien dukungan emosi
f. Atur posisis pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur
ditinggikan 45 o kecuali ada kontraindikasi
g. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret
h. Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan, dan
sekret yang kental.
2. Gangguan pertukaran gas
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Dispnea
b. Sakit kepla pada saat bangun tidur
c. Gangguan penglihatan
Objektif
a. GDA tidak normal
b. pH arteri tidak normal
c. Ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
d. Warna kulitn tidak normal

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 21

e. Konfusi
f.

Sianosis

g. CO2 menurun
h. Hiperkapnia
i.

Hiperkarbia

j.

Hipoksia

k. Hipoksemia
l.

Napas cuping hidung

m. Iritabilitas
n. Gelisah
o. Somnolen
p. Takikardia
Faktor yang Berhubungan
a. Perubahan membran kapiler alveolar
b. Ketidakseimbanagn perfusi ventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Status pernapasan: Pertukaran Gas tidak akan terganggu yang
dibuktikan oleh indikator: (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Dispnea saat istirahat
Dispnea saat aktivitas berat
Gelisah, sianosis, dan somnolen
b. Status pernapasan: Ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh
indikator: (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan):
Frekuensi pernapasan

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 22

Irama pernapasan
Kedalaman inspirasi
Dispnea saat istirahat
Intervensi NIC
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Pasang mayo bila perlu
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Barikan pelembab udara
g. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
h. Monitor respirasi dan status O2
i. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
j. Monitor suara nafas, seperti dengkur
k. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
l. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
m. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
n. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
o. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 23

3. Nyeri
Batasan Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga
sampai kaku
c. Perubahan selera makan
d. Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
e. Wajah topeng (nyeri)
f. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
g. Bukti nyeri yang dapat diamati
h. Berfokus pada diri sendiri
i. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak
menentu dan menyeringai)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu):
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 24

b. Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai


berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak
ada):
1) Ekspresi nyeri pada wajah
2) Gelisah atau ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Intervensi NIC
a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 0-10
b. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
c. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi
musik, terapi bermain, distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum,
setelah, dan jika memungkinkan , selama aktivitas yang menimbulkan
nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan bersama penggunaan
tindakan peredaan nyeri yang lain.
d. Lakukan perubahan posisi, massase [punggung dan relaksasi
e. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkutn
aktivitas keperawatan
f. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri
dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui TV,
radion, dan interaksi dengan pengunjung
g. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 25

4. Hipertermi
Batasan Karakteristik
Objektif
a. Kulit merah
b. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
c. Frekuensi napas meningkat
d. Kejang atau konvulsi
e. Kulit teraba hangat
f. Takikardi
g. Takipneu
Faktor yang Berhubungan
a. Dehidrasi
b. Penyakit atau trauma
c. Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
d. Pakaian yang tidka tepat
e. Obat atau anastesia
f. Terpajan lingkungan yang panas (jangka panjang)
g. Aktivitas yang berlebihan
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. TTV dalam rentang normal
b. Pasien akan menunjukkan termoregulasi
c. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
d. Menjelaskan

tindakan

untuk

mencegah

atau

meminimalkan

peningkatan suhu tubuh.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 26

Intervensi NIC
a. Pantau TTV
b. Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
c. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu
lingkungan
d. Regulasi suhu NIC:
Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan
Pantau warna kulit dan suhu
e. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter per hari
f. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas, keletihan
akibat panas)
g. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut
saja
h. Berikan kompres hangat untuk mengatasi demam
i. Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menolak makan
d. Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Melaporkan perubahan sensasi rasa
f. Merasa cepat kenyang setelah mengomsumsi makanan

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 27

Objektif
a. Diare atau steatore
b. Bising usus hiperaktif
c. Kurangnya minat terhadap makanan
d. Membran mukosa pucat
e. Tonus otot buruk
f. Menolak untuk makan
g. Kelemahan otot untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang Berhubungan
a. Kesulitan mengunyah atau menelan
b. Intoleransi makanan
c. Faktor ekonomi
d. Kebutuhan metabolik tinggi
e. Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
f. Hilang nafsu makan
g. Mual dan muntah
h. Pengabaian oleh orang tua
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit
atau sedang menjalani pengobatan
b. Memperlihatkan status gizi yang adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
e. Melaporkan tingkat ekergi yang adekuat.
Tujuan dan Kriteria Hasil menurut Wilkinson (2007)

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 28

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan ebutuhan nutrisi


pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: asupan makanan dan cairan
adekuat, zat gizi terpenuhi, asupan cairan oral atau IV dapat terpenuhi
dengan baik, serta mencapai berat badan ideal
Intervensi NIC
a. Kaji faktor pencetus mual dan muntah
b. Catat warna, jumlah, dan frekuensi muntah
c. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
d. Manajemen nutrisi NIC:
-

Ketahui makanan kesukaan pasien

Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan

Timbang pasien pada interval yang tepat

e. Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal
f. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
g. Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering dengan makanan
yang bervariasi
h. Membantu pasien untuk makan
i. Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum
makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
6. Intoleransi aktivitas
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 29

b. Melaporkan keletihan secara verbal atau kelemahan secara verbal


Objektif
a. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respons
terhadap aktivitas
b. Perubahan ekg yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Faktor yang Berhubungan
a. Tirah baring dan imobilitas
b. Kelemahan umum
c. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebututhan oksigen
d. Gaya hidup kurang gerak
Tujuan/Kriteria Evaluasi NOC:
a. Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik,
energi psikomotorik, dan perawatan diri.
b. Menunjukkan toleransi yang dibuktikan oleh indikator: (sebutkan 1-5:
gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan):
Saturasi O2 saat beraktivitas
Frekuensi pernapasan saat beraktivitas
Kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas fisik
c. Mendemostrasikan

penghematan

energi

yang

dibuktikan

oleh

indikator: (sebutkan 1-5: gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan,


tidak ada gangguan):
Menyadari keterbatasan energi
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
Mengatur jadwal aktivitas untuk menghemat energi.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 30

Intervensi NIC:
Pengkajian:
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
b. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
c. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas
d. Manajemen Energi NIC:
1) Tentukan penyebaba kelelahan
2) Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya
takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, dan pucat.
3) Pantau respons oksigen pasien (mis: denyut nadi, irama jantung,
dan frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau
aktivitas keperawatan
4) Pantauasupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi
yang adekuat
5) pantau dan dokumentasikan pola tidur dan lamanya waktu tidur
dalam jam
Penyuluhan untuk Paisen/Keluarga:
a. Penggunaan teknik napas terkontrlo selama ktivitas, jika perlu
b. Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas
c. Pentingnya nutrisi yang baik
d. Penggunaan teknik relaksasi selama aktivitas
e. Instruksikan untuk menghemat energi (mis: menyimpan benda yang sering
digunakan di tempat yang mudah dijangkau)
f. Manajemen energi (NIC):

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 31

Ajarkan pada klien dan keluarga teknik perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi o2
Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Aktivitas Kolaboratif:
a. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas jika nyeri merupakan
salah stu faktor penyebab
b. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna
meningkatkan asupan makanan yang kaya energi
c. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan
berhubungan dengan penyakit jantung.
Aktivitas Lain:
a. Pantau TTV sebelum, selama, dan setelah aktivitas; hentikan
aktivitas jika TTV tidak dalam rentang normal
b. Identifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas
c. Bantu klien mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, dan
ambuasi sesuai toleran
7. Ansietas
Batasan Karakteristik
Perilaku
a. Penurunan produktivitas
b. Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa
hidup
c. Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan
lengan)

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 32

d. Gelisah
e. Memandang sekilas
f. Insomnia
g. Kontak mata buruk
h. Resah
i. Menyelidik dan tidak waspada
Afektif
a. Gelisah
b. Kesedihan yang mendalam
c. Distres
d. Ketakutan
e. Perasaan tidak adekuat
f. Fokus pada diri sendiri
g. Peningkatan kekhawatiran
h. Iritabilitas
i. Gugup
j. Gembira berlebihan
k. Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
l. Marah
m. Menyesal
n. Perasaan takut
o. Ketidakpastian
p. Khawatir
Fisiologis
a. Wajah tegang
b. Insomnia

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 33

c. Peningkatan keringat
d. Peningkatan ketegangan
e. Terguncang
f. Gemetar atau tremor di tangan
g. Suara bergetar
Parasimpatis
a. Nyeri abdomen
b. Penurunan tekanan darah
c. Penurunan nadi
d. Diare
e. Pingsan
f. Keletihan
g. Mual
h. Gangguan tidur
i. Kesemutan pada ekstremitas
j. Sering berkemih
k. Berkemih tidak lampias
l. Urgensi berkemih
Simpatis
a. Anoreksia
b. Eksitasi kardiovaskuler
c. Diare
d. Mulut kering
e. Wajah kemerahan
f. Jantung berdebar-debar
g. Peningkatan tekanan darah

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 34

h. Peningkatan nadi
i. Peningkatan refleks
j. Peningkatan pernapasan
k. Dilatasi pupil
l. Kesulitan bernapas
m. Vasokontriksi superfisial
n. Kedutan otot
o. Kelemahan
Kognitif
a. Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
b. Blocking pikiran
c. Konfusi
d. Penurunan lapang pandang
e. Kesulitan untuk berkonsentrasi
f. Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g. Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h. Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i. Fokus pada diri sendiri
j. Mudah lupa
k. Gangguan perhatian
l. Tenggelam dalam dunia sendiri
m. Melamun
n. Kecendruangan untuk menyalahkan orang lain
Faktor yang Berhubungan
a. Terpajan toksin
b. Hubungan keluarga/hereditas

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 35

c. Transmisi dan penularan interpersonal


d. Krisis situasi dan maturasi
e. Stres
f. Penyalahgunaan zat
g. Ancaman kematian
h. Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran,
lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
i. Ancaman terhadap konsep diri
j. Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang
esensial
k. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tujuan dan Kriteria Evaluasi NOC
a. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya
ringan sampai sedang
b. Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
c. Memiliki TTV dalam batas normal
d. Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami
kecemasan
Intervensi NIC
a.Kaji tingkat ansietas pasien
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian
kecemasan (ansetas) terdiri dari 14 item, meliputi:
1) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2) Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 36

3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal


sendiri dan takut pada binatang besar.
4) Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara
tidak stabil dan kedutan otot.
8) Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat serta merasa lemah.
9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras dan detak jantung hilang sekejap.
10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan
menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
12) Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,
bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
14) Perilaku

sewaktu

wawancara

gelisah,

jari-jari

gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat


dan napas pendek dan cepat.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 37

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai


dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Ringan / Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor
dan item 1-14 dengan hasil:
Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
Skor 21 27 = kecemasan sedang.
Skor 28 41 = kecemasan berat.
Skor 42 56 = panik.
b.

Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak


berhasil menurunkan ansietas di masa lalu

c.Berikan informasi tentnag gejala ansietas


d.

Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara


verbal pikiran dan aperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas

e.Yakinakan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara


verbal dan nonverbal secara bergantian
f. Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta
izinkan pasien untuk menangis

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 38

g.

Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak


di rumah sakit dan libatkan anak dalam permainan

h.

Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 39

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Asril. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC.
Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

2006.

Pedoman

Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI.


Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius.
Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Interna
Publishing.

Fitriani, S.Kep (70900115053) | 40

You might also like