Professional Documents
Culture Documents
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen,
tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil
tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel
darah merah (Price dan Wilson, 2006)
Tuberkulosis
(TB)
adalah
penyakit
infeksius,
yang
terutama
M. Tuberculosae
2.
Varian Asian
3.
Varian African I
4.
Varian African II
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan
dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan,
kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar, 2001).
Menurut Departemen Kesehatan (2006), cara penularan TB paru
adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
C. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.
D. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah bermingguminggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS)
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan
dahak
mikroskopis
merupakan
diagnosis
utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas
pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB
paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
pada
metode
pengambilan
bahan
pemeriksaan
dan
menjamin
kepatuhan
pasien
menelan
obat,
dilakukan
OAT
yang
digunakan
oleh
Program
Nasional
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE): Kategori Anak: 2HRZ/4HR
c. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
d. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan
ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
e. Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini
disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
f. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep
dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan
saluran pencernaan.
6. Keruskan parennkim paru berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim
paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut pada parenkim yang terinfeksi.
7. Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas,
menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk
mensuplay oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
H. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi
mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :
1. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan
disinfektan).
2. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
3. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki
ventilasi, sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.
4. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan
kotor (polusi).
5. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi
pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
adanya
proses
pengobatan
yang
lama
maka
akan
Perkusi
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : E4V5M6
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Nyeri
4. Hipertermi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Intoleransi aktivitas
7. Ansietas
C. Penyimpangan KDM
D. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Batasan Karakteristik
Subjektif
Dispnea
Objektif
a. Suara napas tambahan (misalnya rale, crackle, ronchi, dan wheezing)
b. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
c. Batuk tidak ada atau tidak efektif
d. Sianosis
e. Kesulitan untuk berbicara
f. Penurunan suara napas
g. Ortopnea
h. Gelisah
i. Sputum berlebihan
j. Mata terbelakak
Faktor yang Berhubungan
Lingkungan:Merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif
Obstruksi jalan napas: Spasme jalan napas, retensi sekret, mukus berlebih,
adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing di jalan napas, sekret di
bronki, dan eksudat di alveoli.
Fisiologis: Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, PPOK,
infeksi, asma, jalan napas alergik (trauma).
Hasil NOC
Pencegahan aspirasi: Tindakan personal untuk mencegah masuknya
cairan dan partikel padat ke dalam paru.
Aktivitas Lain
a. Anjurkan aktivitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
b. Anjurkan penggunaan spirometer insentif (Smith-Sims, 2001)
c. Jika pasien tidak mampu ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi
tempat tidur ke sisi tempat tidur yang lain sekurangnya setiap dua jam
sekali
d. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurunkan kecemasan dan menig\nkatkan kontrol diri
e. Berikan pasien dukungan emosi
f. Atur posisis pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
maksimal rongga dada (misalnya, bagian kepala tempat tidur
ditinggikan 45 o kecuali ada kontraindikasi
g. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret
h. Singkirkan atau tangani faktor penyebab, seperti nyeri, keletihan, dan
sekret yang kental.
2. Gangguan pertukaran gas
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Dispnea
b. Sakit kepla pada saat bangun tidur
c. Gangguan penglihatan
Objektif
a. GDA tidak normal
b. pH arteri tidak normal
c. Ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
d. Warna kulitn tidak normal
e. Konfusi
f.
Sianosis
g. CO2 menurun
h. Hiperkapnia
i.
Hiperkarbia
j.
Hipoksia
k. Hipoksemia
l.
m. Iritabilitas
n. Gelisah
o. Somnolen
p. Takikardia
Faktor yang Berhubungan
a. Perubahan membran kapiler alveolar
b. Ketidakseimbanagn perfusi ventilasi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Status pernapasan: Pertukaran Gas tidak akan terganggu yang
dibuktikan oleh indikator: (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Dispnea saat istirahat
Dispnea saat aktivitas berat
Gelisah, sianosis, dan somnolen
b. Status pernapasan: Ventilasi tidak akan terganggu yang dibuktikan oleh
indikator: (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan):
Frekuensi pernapasan
Irama pernapasan
Kedalaman inspirasi
Dispnea saat istirahat
Intervensi NIC
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Pasang mayo bila perlu
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
f. Barikan pelembab udara
g. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
h. Monitor respirasi dan status O2
i. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
j. Monitor suara nafas, seperti dengkur
k. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
l. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
m. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
n. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
o. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
3. Nyeri
Batasan Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga
sampai kaku
c. Perubahan selera makan
d. Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
e. Wajah topeng (nyeri)
f. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
g. Bukti nyeri yang dapat diamati
h. Berfokus pada diri sendiri
i. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak
menentu dan menyeringai)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu):
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
4. Hipertermi
Batasan Karakteristik
Objektif
a. Kulit merah
b. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
c. Frekuensi napas meningkat
d. Kejang atau konvulsi
e. Kulit teraba hangat
f. Takikardi
g. Takipneu
Faktor yang Berhubungan
a. Dehidrasi
b. Penyakit atau trauma
c. Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
d. Pakaian yang tidka tepat
e. Obat atau anastesia
f. Terpajan lingkungan yang panas (jangka panjang)
g. Aktivitas yang berlebihan
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. TTV dalam rentang normal
b. Pasien akan menunjukkan termoregulasi
c. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
d. Menjelaskan
tindakan
untuk
mencegah
atau
meminimalkan
Intervensi NIC
a. Pantau TTV
b. Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
c. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu
lingkungan
d. Regulasi suhu NIC:
Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan
Pantau warna kulit dan suhu
e. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter per hari
f. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas, keletihan
akibat panas)
g. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut
saja
h. Berikan kompres hangat untuk mengatasi demam
i. Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Kram abdomen
b. Nyeri abdomen
c. Menolak makan
d. Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Melaporkan perubahan sensasi rasa
f. Merasa cepat kenyang setelah mengomsumsi makanan
Objektif
a. Diare atau steatore
b. Bising usus hiperaktif
c. Kurangnya minat terhadap makanan
d. Membran mukosa pucat
e. Tonus otot buruk
f. Menolak untuk makan
g. Kelemahan otot untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang Berhubungan
a. Kesulitan mengunyah atau menelan
b. Intoleransi makanan
c. Faktor ekonomi
d. Kebutuhan metabolik tinggi
e. Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
f. Hilang nafsu makan
g. Mual dan muntah
h. Pengabaian oleh orang tua
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit
atau sedang menjalani pengobatan
b. Memperlihatkan status gizi yang adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
e. Melaporkan tingkat ekergi yang adekuat.
Tujuan dan Kriteria Hasil menurut Wilkinson (2007)
e. Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal
f. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
g. Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering dengan makanan
yang bervariasi
h. Membantu pasien untuk makan
i. Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum
makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
6. Intoleransi aktivitas
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas
penghematan
energi
yang
dibuktikan
oleh
Intervensi NIC:
Pengkajian:
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
b. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
c. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas
d. Manajemen Energi NIC:
1) Tentukan penyebaba kelelahan
2) Pantau respons kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya
takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, dan pucat.
3) Pantau respons oksigen pasien (mis: denyut nadi, irama jantung,
dan frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas perawatan diri atau
aktivitas keperawatan
4) Pantauasupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi
yang adekuat
5) pantau dan dokumentasikan pola tidur dan lamanya waktu tidur
dalam jam
Penyuluhan untuk Paisen/Keluarga:
a. Penggunaan teknik napas terkontrlo selama ktivitas, jika perlu
b. Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas
c. Pentingnya nutrisi yang baik
d. Penggunaan teknik relaksasi selama aktivitas
e. Instruksikan untuk menghemat energi (mis: menyimpan benda yang sering
digunakan di tempat yang mudah dijangkau)
f. Manajemen energi (NIC):
Ajarkan pada klien dan keluarga teknik perawatan diri yang akan
meminimalkan konsumsi o2
Ajarkan pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Aktivitas Kolaboratif:
a. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas jika nyeri merupakan
salah stu faktor penyebab
b. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna
meningkatkan asupan makanan yang kaya energi
c. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan
berhubungan dengan penyakit jantung.
Aktivitas Lain:
a. Pantau TTV sebelum, selama, dan setelah aktivitas; hentikan
aktivitas jika TTV tidak dalam rentang normal
b. Identifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas
c. Bantu klien mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, dan
ambuasi sesuai toleran
7. Ansietas
Batasan Karakteristik
Perilaku
a. Penurunan produktivitas
b. Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa
hidup
c. Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan
lengan)
d. Gelisah
e. Memandang sekilas
f. Insomnia
g. Kontak mata buruk
h. Resah
i. Menyelidik dan tidak waspada
Afektif
a. Gelisah
b. Kesedihan yang mendalam
c. Distres
d. Ketakutan
e. Perasaan tidak adekuat
f. Fokus pada diri sendiri
g. Peningkatan kekhawatiran
h. Iritabilitas
i. Gugup
j. Gembira berlebihan
k. Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
l. Marah
m. Menyesal
n. Perasaan takut
o. Ketidakpastian
p. Khawatir
Fisiologis
a. Wajah tegang
b. Insomnia
c. Peningkatan keringat
d. Peningkatan ketegangan
e. Terguncang
f. Gemetar atau tremor di tangan
g. Suara bergetar
Parasimpatis
a. Nyeri abdomen
b. Penurunan tekanan darah
c. Penurunan nadi
d. Diare
e. Pingsan
f. Keletihan
g. Mual
h. Gangguan tidur
i. Kesemutan pada ekstremitas
j. Sering berkemih
k. Berkemih tidak lampias
l. Urgensi berkemih
Simpatis
a. Anoreksia
b. Eksitasi kardiovaskuler
c. Diare
d. Mulut kering
e. Wajah kemerahan
f. Jantung berdebar-debar
g. Peningkatan tekanan darah
h. Peningkatan nadi
i. Peningkatan refleks
j. Peningkatan pernapasan
k. Dilatasi pupil
l. Kesulitan bernapas
m. Vasokontriksi superfisial
n. Kedutan otot
o. Kelemahan
Kognitif
a. Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
b. Blocking pikiran
c. Konfusi
d. Penurunan lapang pandang
e. Kesulitan untuk berkonsentrasi
f. Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g. Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h. Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i. Fokus pada diri sendiri
j. Mudah lupa
k. Gangguan perhatian
l. Tenggelam dalam dunia sendiri
m. Melamun
n. Kecendruangan untuk menyalahkan orang lain
Faktor yang Berhubungan
a. Terpajan toksin
b. Hubungan keluarga/hereditas
sewaktu
wawancara
gelisah,
jari-jari
gemetar,
g.
h.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, Asril. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
2006.
Pedoman
Nasional