You are on page 1of 21

Afasia, Afraksia dan Agnosia

Tangan dan Otak yang Dominan


Hampir 90% orang yang dominan tangan kanan, mereka
memiliki kemampuan motorik yang lebih baik dengan tangan
kanan dan cenderung menggunakan tangan kanan dalam
melakukan tugas motorik yang komplek seperti menulis atau
melempar bola. Lebih dari 95% orang yang dominan tangan
kanan memproses bahasa pada hemisfer kiri(cerebral kiri yang
dominan), jika

terjadi

kerusakan pada

hemisfer kiri

akan

menyebabkan afasia. Sekitar 10% penduduk cenderung dominan


menggunakan tangan kiri. Hampir setengah dari orang yang
dominan tangan kiri memiliki kemampuan bahasa yang dominan
di cerebral kiri dan setengah lainnya cenderung dominan
cerebral kanan. Umumnya, hemisper orang yang dominan
tangan

kiri

tampaknya

kurang

menonjol,

karena

secara

pengamatan, ketika mereka terkena afasia maka cenderung


ringan atau dapat diatasi dibandingkan dengan yang dominan
tangan kanan
Afasia : Definisi dan Latar Belakang Sejarah
Afasia adalah gangguan berbahasa yang tidak dapat dijelaskan
dengan gangguan artikulasi atau hilangnya respon sensori.
Kelainan

bicara

akibat

sekunder

dari

paresis,

spastisitas,

inkordinasi, gerakan abnormal atau disponia bukan merupakan


apasia, dan kesulitan membaca akibat penglihatan yang kurang
bukan merupakan aleksia. Afasia merupakan gangguan fungsi
kortikal

yang

lebih

tinggi

diakibatkan

rusaknya

cerebral.

Meskipun afasia bisa terjadi secara terpisah, terutama setelah


trauma kepala atau stroke, afasia sering merupakan ciri dari
penyakit demensia seperti Alzheimer dan afasia yang parah

biasanya memiliki gangguan kognitif tambahan yang tidak


berhubungan dengan bahasa.
Penelitian modern afasia dimulai pada tahun 1860 an
dengan deskrpsi yang dilakukan oleh Broca tantang lesi hemisfer
kiri pada pasien dengan gangguan berbahasa. Meskipun detail
dari pemeriksaaan neurologinya masih sedikit dan lesinya yang
besar (termasuk lobus frontal, temporal dan insula). Laporan
Broca ini tidak hanya menunjukkan bahwa berbahasa yang
biasanya diproses di hemisfer kiri tetapi juga diproses di frontal
pars opercularis sinistra (area Broca) yang merupakan pusat
bahasa, kerusakan pada lokasi tersebut dapat menimbulkan
afasia (Gambar 30-1).
Satu dekade kemudian, Wernicke mendeskripsikan infark
pada girus temporal superior bagian posterior pada pasien
dengan gangguan pemahaman berbicara. Analog terhadap area
Broca, region opercular posterior

(area Wernicke) dianggap

sebagai pusat untuk pemahaman berbicara. Wernicke juga


menyebabkan kesulitan dalam penamaan dan pengulangan
untuk lesi yang berada pada alur deep white matter yang
menghubungkan area Wernicke dan Broca (fasikulus arkuata)
dan disebut gangguan yang dihasilkan afasia yang dikonduksi.
Laporan ini disertai dengan korelasi klinis dan anatomi
yang

banyak

bahwa

usaha

untuk

mendefinisikan

pusat

kemampuan berbahasa tidak hanya seperti membaca dan


menulis

tetapi

juga

disertakan

kemampuan

nonlanguage

cognitive (akhir tahun 1920- an, Henschen mengklaim ada pusat


untuk ekspresi musik dan penerimaan, dengan pusat yang
terpisah untuk bermain violin). Awalnya keraguan terhadapa
kompartementalisasi

tersebut

diekspresikan

oleh

Hughling

Jackson, yang menekankan bahwa kehilangan fungsi setelah


terjadinya lesi tidak harus diartikan bahwa kerusakan dari suatu
area di otak merupakan pusat untuk fungsi tertentu. Kontroversi

ini terjadi antara mereka yang berusaha untuk mengerti bahasa


dengan berfokus pada lokalisasi anatomis dan mereka yang
menekankan pada psikologis atau linguistik, hingga hari ini, dan
akibatnya terjadi keragaman yang membingungkan klasifikasi
aphasia. Di Amerika Serikat, terdapat suatu klasifikasi yang
merujuk pada beberapa dokumen medis dan neurologis yang
disebut Geschwind.
Kelebihan sistem Geschwind bagi para klinisi
terlihatnya

patofisiologi

dan

menggunakan

bahasa

berupa
yang

sederhana, walaupun tergantung pada kemudahan menilai


gejala, tanda serta definisi subtipe afasia yang relatif tidak
ambigu. Pendekatan Geschwind itu baik untuk

skrining di

samping tempat tidur pasien dalam waktu singkat dibandingkan


pengujian yang lebih formal seperti menggunakan Boston
Diagnostic

Aphasia

Examination,

sehingga

penggunaan

Geschwind dapat dikatakan kerja praktis, malah neuropsikologi


atau validitas linguistik pun masih belum pasti.
Pemeriksaan Pasien
Penilaian bahasa terdiri dari 6 bagian: ekspresi verbal, pemahaman mendengar,
penamaan, pengulangan kata, menulis, dan membaca. Kelainan dalam satu
lingkup jelas mempengaruhi strategi yang dipakai untuk menguji orang lain. Sama
halnya pada pasien dengan abnormalitas mental tak terkait bahasa (penurunan
kesadaran, delirium, skizofrenia, dan demensia) dapat membuat penilaian bahasa
menjadi sulit bahkan tidak mungin. Sebaliknya, penilaian memori atau kognisi
menjadi tidak mungkin jika terdapat afasia. Secara garis besar berdasarkan
anggapan bahwa pasien kooperatif dan bahasa pasien terganggu. Ringkasan
berikutnya didasarkan pada asumsi bahwa pasien kooperatif dan bahasa yang
terganggu tidak ada kaitannya dengan kelainan mental yang ada.
Salah satu cara menilai ekspresi verbal dengan mengajukan pertanyaan
atau meminta komentar yang dirancang untuk memperoleh balasan dengan
kalimat yang lengkap.Fluency adalah jumlah kata yang diproduksi dalam waktu

tertentu, normalnya lebih dari 50 kata per menit. Kesulitan dalam menemukan
kata dapat menciptakan ketidaklancaran serta keragu-raguan, tetapi pengecualian
pada pasien dengan anomia berat, mereka biasanya dapat memproduksi beberapa
kata atau suku kata secara berurutan pada tingkat yang normal. Sebaliknya, cara
berbicara Afasia Broca adalah berbicara yang tidak lancar dan parah secara
konsisten sulit dalam pencarian kata dan sering ditandai dengan panjangnya
penundaan fase inisiasi dan keraguan antara kata dan suku kata.
Salah satu cara menilai ekspresi verbal dengan mengajukan pertanyaan
atau meminta komentar yang dirancang untuk memperoleh balasan dengan
kalimat yang lengkap.Fluency adalah jumlah kata yang diproduksi dalam waktu
tertentu, normalnya lebih dari 50 kata per menit. Kesulitan dalam menemukan
kata dapat menciptakan ketidaklancaran serta keragu-raguan, tetapi pengecualian
pada pasien dengan anomia berat, mereka biasanya dapat memproduksi beberapa
kata atau suku kata secara berurutan pada tingkat yang normal. Sebaliknya, cara
berbicara Afasia Broca adalah berbicara yang tidak lancar dan parah secara
konsisten sulit dalam pencarian kata dan sering ditandai dengan panjangnya
penundaan fase inisiasi dan keraguan antara kata dan suku kata.
Prosodi merujuk pada aspek musikal dari berbicara, termasuk ritme, aksen,
dan pitch. Hal tersebut memberikan mereka karakteristik spesial dalam berbahasa
dan logat. Terdapat beberapa macam prosody yang memberikan karakteristik
kualitas emosi berbicara (sedih, senang, marah) dipercaya tergantung pada proses
yang terjadi di hemisfer kanan. Prosody juga memberikan propotional
information (contohnya: pitch inflextion yang memberikan karakteristik kalimat
sebagai introgatif atau seperti pada bahasa Cina atau Thailand dimana cara
penyampaian memiliki arti dari sebuah kata).
Istilah parafasia menggambarkan kesalahan mensubstitusi kata secara
tidak disengaja. Terdapat 2 tipe parafasia. Pada tipe literal atau parafasia fonemik,
kata diproduksi menyerupai kata yang dimaksudkan tapi mengandung satu atau
lebih silabel yang disubtitusi (misalnya hosicle dan hospital). Ketika perubahan
ini memiliki karakteristik dari kata yang sebenarnya disebut neologism, terkadang
dibuat dengan cerdik (misalnya: nork sebuah kata yang merupakan kombinasi dari
knife dan fork), mereka tidak spesifik jika dikelompokkan kedalam aphasia, dan

juga terjadi pada pembicaraan pasien psikotik. Pada tipe lisan atau parafasia
semantik, kata-kata yang diucapkan tidak sesuai dengan yang diinginkan,
penggantian kata secara semantik mirip dengan kata yang diinginkan (contoh
hotel untuk hospital). Pada beberapa pasien, kesalahan parafasia sesekali terdapat
dalam percakapannya. Pada yang lainnya, mereka hampir mengganti semuanya,
seperti percakapan yang disebut jargon.
Bahkan sekali pun parafasia tidak ada, isi pembicaraan afasia mungkin
sulit untuk dipahami. Keterbatasan kosa kata yang parah dapat menyebabkan
logore, tetapi cenderung terlihat seperti pembicaraan yang kosong daripada
kesulitan dalam pemilihan kata. Sebagai contoh, jawaban untuk pertanyaan,
"Mengapa kamu ada di rumah sakit? 'Pergi," Yah, itu ketika saya melakukan itu,
bahwa mereka mengatakan saya harus disini, jadi saya di sini. Istilah
paragrammatism

merujuk

dipertahankannya

sintaksis

di

tengah-tengah

pembicaran pada hal keterbatasan semantik. Sebaliknya, sintaksis atau hubungan


kata (misalnya preposisi, kata penghubung, kata kepunyaan, kata kerja) kadangkadang tampak tak normal atau tidak pada pasien afasia. Khususnya pada afasia
Broca seperti berbicara, pengurangan pengucapan kata benda dan kata kerja,
disebut agramatik atau telegramatik.
Beberapa

pasien,

terutama

dengan

afasia

Broca,

menunjukkan keterbatasan berbicara dan tidak lancar serta tidak


proposional namun dapat menngekspresikan perasaannya secara
lancar. Dissosiasi seperti itu membuat Jackson mempostulatkan
bahwa berbicara yang tidak proposional (misalnya ramah tama
dan makian) merupakan proses pada hemisfer yang tidak
dominan. Terkadang afasia berbicara kebanyakan terbatas pada
satu kalimat tunggal, klise atau bahkan silabel, sehingga disebut
ucapan berkurang (recurrent utterance).
Pada
pemahaman

penilaian

ekspresi

auditori

verbal,

pasien,

jika

pemeriksa
terdapat

menilai

gangguan,

pemeriksaan selanjutnya harus direstrukturisasi. Pemahaman


auditori yang abnormal dan mencolok dapat terlihat ketika
mengubah

pembicaraan

tertutup

dan

terbuka

menjadi

pemeriksaan spesifik. Bahkan kelainan pemahaman auditori


dapat

ringan

atau

berat

atau

menjadi

lebih

berat

saat

pemeriksaan sedang berlangsung.


Penilaian pemahaman auditori

sebaiknya berdasarkan

perkataan yang diucapkan pasien sendiri. Jawaban yang salah


terhadap pertanyaan dapat menandakan sebuah kesalahan
parafasik daripada kegagalan dalam memahami pertanyaan.
Meminta

pasien

berpontensial

untuk

mengikuti

menimbulkan

kalimat

ambiguitas.

yang
Jika

diucapkan
kalimatnya

sederhana atau rumit yang diikuti dan pemeriksa mengabaikan


isyarat non verbal, hal ini dapat dianggap mengerti. Kegagalan
dalam mengikuti perkataan, dapat memiliki penjelasan yang
berbeda (missal paralisis, apraxia, nyeri atau negatifisme).
Metode yang lebih dapat dipercaya dari pemeriksaaan
pemahaman berbicara adalah menanyakan pertanyaan yang
jawabannya ya atau tidak. Bahkan pasien yang kemampuan
berbicaranya
mengucapkan

sangat
ya

terbatas

atau

tidak

yang

mereka

biasanya

tidak

bisa

mengindikasikan

persetujuan atau penolakan. Jawaban yang benar harus diketahui


oleh keduanya baik pasien dan pemeriksa. Kegagalan dalam
mengidentifikasi publice fugure, dapat menandakan kehilangan
memori

atau

ketetarikan

daripada

gangguan

pemahaman

berbicara. Pertanyaan yang sesuai contohnya apakah nama mu


Jones? atau (jika pasien bisa melihat) apakah saya memakai
topi?. Konten informasi dari pertanyaan dapat ditingkatkan terus
menerus (missal apakah aku sedang memakai dasi berbagaris
merah?).
Pasien juga dapat diminta untuk menunjukkan objek atau
bagian tubuh tertentu. Disabilitas motorik seperti apraxia tidak
memiliki kecenderungan terhadap gangguan tersebut daripada
mengikuti kalimat. Bahkan pertanyaan dapat dibuat lebih rumit
(missal dimana flapon atau dari mana kita masuk ruangan

ini?). variasi dari tes token bergantung pada indentifikasi dari


peningkatan informasi yang terkandung di dalam gambar,
perlihatkan susunan gambar, pasien mungkin pertama kali
diperintahkan untuk menunjukkan lingkaran (bukan persegi),
kemudian menunjukkan pada lingkaran besar ( bukan yang
kecil), kemudian menunjukkan yang berwarna merah (bukan
biru).
Strategi ini dapat mendeteksi gangguan semantik. Ketika
pembicaraan yang keluar abnormal, pemahaman semantic,
sintatik atau pemahaman relasi bisa dibedakan. Pemahaman
sintatik atau relasi bisa dinilai (pada pasien dengan kemampuan
motorik yang adekuat) dengan manipulasi objek. Pertama
mengidentifikasi, katakan sisir, pulpen,

dan kunci, pasien

diminta untuk meletakkan kunci di atas sisir, atau sisir di antara


kunci dan pulpen. Jika tidak, pasien dapat diberikan sebuah
kalimat seperti suaminya bibinya tom bermata biru kemudian
pasien ditanyakan apakah orang yang bermata biru laki-laki
atau perempuan?.
Kemampuan penyebutan nama dinilai pada pasien yang
penglihatannya adekuat dengan memperlihatkan kepada pasien
objek, bagian tubuh, warna, atau gambar (confrontation naming).
Pasien dengan gangguan penglihatan dapat ditanya bagian
tubuh yang disentuh atau nama dari sebuah diskripsi (misal apa
warna dari rumput?). pasien dengan gangguan pemahaman
pendengaran tidak dapat memahami tugas yang diberikan.
Variasi

respon

yang

abnormal

mengindikasikan

anomia.

Beberapa pasien menghasilkan parafasia verbal atau literal yang


dapat diperbaiki atau tidak oleh dirinya sendiri. Usaha untuk
mencari kata yang benar (tip of the tongue phenomenon), pasien
tersebut meskipun tidak mampu mengucapkan dengan kata kata
mereka sendiri, mereka dapat memilih kata dari daftar bicara
atau dikatakannya dengan benar setelah diucapkan terlebih

dahulu oleh orang lain. Beberapa pasien lebih cenderung


mendeskripsikan objek dari pada menyebutkan nama (misalnya,
benda yang kamu pakai di leher). Terkadang, pasien anomik
mengatakan saya tidak tahu atau saya lupa.
Pengulangan diperiksa dengan cara meminta pasien untuk
mengulang beberapa kalimat (missal hari ini hari yang cerah).
Secara sintaksis kalimat yang dimuat sangat sulit (misal, jika dia
datang, aku akan keluar). (frase seperti jika tidak, dan atau
tetapi dipertimbangkan cocok untuk mengidentifikasi kesulitan
dengan sintaksis. Pernyataan tersebut meragukan, karena meskipun kata-kata
semua preposisi atau konjugasi, mereka tidak sedang digunakan dalam arti
syntatical. Selain itu, jika kalimat tidak dikenal atau tidak masuk akal bagi pasien
sulit untuk mengulanginya yang mungkin tidak ada hubungannya dengan afasia.
Kesalahan pengulangan paling sering terdiri dari substitusi parafasik.
Tes menulis dapat dimulai dengan menulis namanya, jika tidak
berhasil, tes yang lebih rumit pun akan gagal. Namun, menulis satu nama tidak
selalu bergantung pada pengolahan bahasa, pada banyak orang didapatkan dengan
belajar motorik atau melakukan suatu tindakan seperti melakukan ayunan golf.
Oleh karena itu kita harus mendikte kalimat, kata, huruf atau menulis spontan
seperti apa yang dilihatnya di ruangan. Hemiparese kanan tidak membutuhkan tes
semacam ini, memang aneh, mereka menulis dengan tangan kirinya, dan tes disini
merupakan

kemampuan

berbahasa,

bukan

keahlian

menulis.

Menulis

menggunakan tangan kiri tidak menjelaskan kenapa terjadi kesalahan dalam


pengejaan atau substitusi parafasik. Jika kemampuan menulisnya abnormal,
pasien dapat diminta untuk mengeja secara keras, mengetik atau menggunakan
huruf anagram. Abnormalitas yang didapatkan pada tes menunjukkan bahwa
gangguan mempengaruhi lebih dari sekedar mekanisme menulis, dengan kata lain
bukan hanya produksi huruf tetapi juga pemilihan huruf. Beberapa pasien dengan
agrafia yang berat dapat menulis spontan dengan cara didikte.
Sejumlah kelanian pola menulis telah digambarkan seperti pada grafia
lexical terdapat gangguan pengejaan kata tak beraturan secara orthograpihca dan
kemampuan mengeja huruf beraturan dan tak beraturan secara phonological tak

terganggu. Pada agrafiaphonologic terjadi kebalikannya. Agrafia murni tanpa


gangguan bahasa lainnya dapat terjadi pada pasien dengan ensefalopati metabolik
dan lesi fokal yang mengenai lobus frontal, parietal atau temporal. Agrafia sering
ditemukan pada pasien afasia dan mungkin menjadi gejala sisa yang tampak
setelah pemulihan kemampuan berbahasa.
Aspek membaca dites dengan 2 hal yaitu secara oral dan pemahaman.
Dengan menggunakan cetakan tulisan yang besar (karena beberapa pasien kadang
menyalahkan kesulitan membaca karena gangguan pengelihatan), pasien
membaca kalimat, kata, dan huruf dengan keras. Tes pemahaman membaca dapat
dijalankan secara bersamaan dengan tes pemahaman mendengar. Perintah tertulis
yang melibatkan tindakan sering berhasil dilaksanakan pasien dibandingkan
dengan perintal secara oral dan pertanyaan tidak atau iya atau permintaan
identifikasi suatu objek dapat juga dituliskan.
Perbedaan kemampuan membaca secara oral, dan pemahaman membaca
dapat berbeda mencolok. Beberapa pasien mengerti apa yang mereka baca
walaupun terjadi disintergrasi kemampuan membaca bahkan paralexia yang tidak
dimengerti. Pasien lainnya dapat membaca dengan keras dengan akurasi yang
tepat namun tidak mengerti sedikit atau bahkan semua yang dia baca. Istilah deep
dyslexia merujuk kepada kehilangan kemampuan untuk membaca dengan keras
secara phonetical dengan pemahaman semantik yang masih relatif baik. Seperti
beberapa pasien membuat paralexic substitution ketika membaca dengan keras
dan mungkin terlihat mereka tidak memahami apa yang mereka baca namun
mereka dapat mencocokkan kata yang terlihat tidak dimengerti dengan gambar
yang sesuai dengan benar. Sebaliknya, pasien dengan surface dyslexia dapat
membaca secara phonetical baik kata beraturan maupun tak beraturan, tetapi tidak
paham apa yang mereka baca.
Sindrom Afasia
Penilaian bicara spontan, pemahaman bicara, penamaan, pengulangan, menulis,
dan membaca memungkinkan untuk menentukan tidak hanya adanya afasia tetapi
juga subtipenya, perkiraan lokasi lesi dan sebagian keterbatasan fungsional
pasien. Jika dilihat dari subtipe afasia, terdapat 2 konsep dalam pikiran. Pertama,

variabel-variabel yang mendefinisikan subtipe ini sulit untuk dinilai seperti istilah
mild, moderet, severe dan penentuan kelompok sebagian pasien benar-benar
mewakili serangkaian poin dari penilaian (beberapa investigasi menilai bahwa
60% afasia tidak dapat disubklasifikasikan ke semua tipe kelompok apapun,
sehingga dimasukkan dalam sebutan sindrom klasik). Kedua, Klasifikasi berikut
ini berbeda dari aspek terminologi dan interpretasi patofisiologinya, walaupun
demikian gejala klinis menunjukkan kesamaan untuk penulis yang berbeda.
Afasia Broca dikarakteristikkan dengan pembicaraan yang tidak fasih dan
tidak prosodi sehingga terlihat tidak normal serta mudah dikenali sekalipun pasien
hanya berbicara bahasa asing. Pasien sering disartria, penyampaian yang sulit,
pengucapan yang tidak sempurna, dan kalimat yang tidak dipahami karena
kombinasi distorsi artikulasi dan paraphasic subtstitution. Aspek berbicara, sejauh
ini dapat diterima, mungkin agrammatic dengan emosi yang relatif meluap
disertai pengulangan kata. Pasien terlihat sadar bahwa dia sulit berbicara dan
sering terlihat stres.
Aspek menulis biasanya terganggu, setidaknya seperti berbicara dan
mungkin tidak bisa sama sekali. Pasien mungkin menggenggam pena tetapi tidak
mencoba untuk menggunakannya. Aspek pemahaman bicara dan membaca masih
ada tetapi tidak begitu baik. Kekeliruan biasanya dapat didemonstrasikan dengan
tes spesifik dan hampir semua pasien afasia Broca mempunyai kesulitan
memahami kalimat kompleks secara syntatix. Ketika pengulangan relatif baik
dibandingkan

dengan

bicara

afasia

spontan,

terkadang

disebut

transcortical motor aphasia, lesi yang bertanggung jawab telah


diamati baik di superior atau inferio pars opercularis. Secara
independen, afasik Broca memiliki kemampuan bernyanyi baik
dengan kata-kata atau tanpa kata-kata.
Afasia Broca menyiratkan keterlibatan (meskipun tidak
ekslusif)

struktur

lobus

frontal.

Ciri-ciri

sindrom

yang

berhubungan dengan pars opercularis (area Broca) meski telah


berabad-abad,

masih

belum

jelas.

Satu

laporan

yang

menghubungkan ketidakfasihan bicara dengan lesi berada di


subcallosal fasciculus dan periventicular white matter di bawah

area sensori motor cortex yang mewakili mulut. Pada bebrapa


kasus,

keterlibatan

lobus

frontal

yang

terhitung

dalam

pengamatan, kebanyakan pasien dengan afasia sedang sampai


berat

hemisfer

kanan.

Mereka

juga

sering

menderita

buccolingual apraxia.
Jika

lesi

prerolandik,

perirolandik,

atau

subrolandik

menyebabkan hilangnya prosodi dan tidak fasihnya berbahasa


pada afasia Broca, menyelamatkan daerah tersebut dapat
mempertahankan kefasihan dan prosodi. Hal ini merupakan
denominator

umum

dari

beberapa

subtype

afasia

yang

disebabkan lesi yang terbatas pada lobus parietal atau temporal.


Klasifikasi dari subtife ini berdasarkan pada pemehaman bicara
dan pengulangan.
Afasia ditandai dengan kefasihan, bicara prosodi dan
gangguan sedang atau berat dari pemahaman pendengaran dan
pengulangan disebut Wernickes aphasia. Lesi ini sering berada
pada area yang awalnya dideskripsikan oleh Wernicke, yang
bernama girus temporal superior posterior. Bicara biasanya
lancar tetapi tidak selalu disertai verbalisasi parafasik, terutama
tipe literal. Ketika penderita afasia mengucapkan logat tertentu.
Kefasihan dan prosodi membuat seolah suara tersebut terdengar
normal, sehingga jika pasien berbicara bahasa asing, afasia
dapat tidak bisa dikenali. Bahkan pasien dengan afasia Wernicke
yang berat sering tidak merasakan bahwa mereka memiliki
keterbatasan (anosognosia) dan terdapat asfek paralinguistic
bicara (misalnya berhenti saat pemeriksan mulai berbicara), ikut
serta dalam percekapan yang panjang, terlihat tidak peduli
bahwa mereka tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan
kepada mereka atau mereka membuat orang lain tidak mengerti
apa yang mereka bicarakan. Ketika diuji dalam penyebutan
nama, menulis dan membaca hasilnya sangat terganggu pada
penderita afasia Wernicke, berarti tipenya sudah sangat berat.

Ketika kefasihan, prosodi, dan pengulangan paling banyak


terganggu daripada pemahaman pendengaran berarti pasien
memiliki afasia konduksi. Wernick dan Geschwind berpendapat
bahwa lesi yang bertanggung jawab terhadap gangguan ini
berada

pada

fasiculus

arcuata.

Sedangkan

penelitian

lain

cenderung menemukan korelasi yang lebih besar antara gejala


dengan lesi yang berada di lobus parietal bagian inferior
( supramarginal dan angular gyri). Pasien dengan afasia konduksi
biasanya memiliki gangguan dalam penyebutan nama dan
menulis. Kemampuan membaca bervariasi, biasanya mendekati
pemahaman

membaca

normal

dengan

membaca

dengan

paraleksia.
Afasia anomik terdiri dari bicara prosodi yang fasih,
pemahaman
mendekati

auditori
normal.

dan

pengulangan

Kesulitan

yang

yang

paling

normal

terlihat

atau

adalah

pemilihan kata yang biasanya terlihat saat bicara spontan


(terkadang terlihat begitu parah sehingga meragukan kefasihan
berbicaranya), konfrontasi, penyebutan nama, dan menulis.
Keterbatasan kosa kata menyebabkan bicara yang berbelit-belit,
terpotong, kosong dan panjang. Gejala parafasia semantik sering
terjadi sedangkan parafasia literal dan neologisme jarang.
Kemampuan

membacanya

bervariasi.

Ketiak

anomianya

merupakan tipe tip of the tounge, maka digunakan istilah afasia


amnestik.

Istilah

ini

membuat

rancu

karena

menyiratkan

terdapat disfungsi memori, padahal pada pasien tipe afasia ini


memorinya normal dan keterbalikan dengan gangguan amnestik
berat (misal sindrom Korsakoff) yang memiliki kemampuan
penamaan yang normal. Afasia anomik sedikit ditemukan dan
merupakan akibat dari subtype afasia parah lainnya (misal
wernick)

dan

sering

disertai

dengan

penyakit

demensia

(misalnya Alzheimer). Ketika afasia anomik disertai dengan


stroke atau trauma, fokal lesi sering terdapat di lobus parietal

inferior. Pasien seperti ini biasanya terdapat agrafia, aleksia,


syndrome Gerstmann. Afasia anomik dapat disertai kerusakan
pada bagian bahasa

atau bahkan area hemisfer yang bukan

untuk fungsi bahasa.


Orang dengan afasia sensori transkortikal menghasilkan
bicara prosodi dan fasih, kemampuan pengulangannya sesuai
dengan kemampuan pemahamannya. Lesi yang bertanggung
jawab ialah di parieto-occipital. Afasia transkortikal semsori juga
disertai lesi di thalamus posterior.
Seperti bisa diprediksi secara anatomi, sindrom afasia
posterior ditandai oleh bicara yang prosodi dan fasih disertai
dengan hemparesis yang sedikit atau tidak ada. Homonymous
heminopia dan kehilangan sensori bervariasi.
Istilah afasia ekspresif biasanya juga disebut dengan afasia Broca dan
afasia receptive juga dikenal sebagai afasia Wernick. Istilah itu dapat disalah
artikan (menyesatkan): Pernyataan bahwa afasia Wernick yang berat sama seperti
afasia Broca.
Biasanya penderita afasia tiba-tiba terkena serangan seperti bisu dan
memiliki nilai lokalisasi yang kecil (bukan tanda utama nonfluent). Apakah apasia
itu parah atau ringan, biasanya afasia berlangsung selama beberapa hari untuk
menjadi bisu total.
Suptipe afasia dibahas sejauh mengikuti kerusakan daerah periopercular
tertentu yang tersebar; seringkali mereka mengakibatkan tersumbatnya/kemacetan
cabang dari arteri otak tengah. Ketika kerusakan meluas kepada perioperculum,
Hasil dari afasia bisa/dapat memperoleh beberapa ciri campuran (contohnya, Tipe
Broca sulit dalam kemampuan berbicara). Bila parah, Afasia campuran disebut
juga afasia global. Penamaan, pengulangan, menulis dan membaca juga terganggu
berat. Biasanya disebabkan oleh lesi yang luas yang merusak (misalnya infraksi di
seluruh arteri tengah serebral territory, cedera kepala besar, cerebral neoplasma,
hemiparesis/ gangguan motorik, gangguan sensorik dan gangguan penglihatan
(hemianopsia/pandangan kabur homonym). Afasia global biasanya disertai oleh
hemiplegia, kehilangan sensor, dan homonymous hemianopia. (Afasia global

dengan sedikit atau tidaknya gangguan motorik dapat berupa lesi terpisah dari
Area Broca dan Area Wernicke, seperti yang terdapat pada pasien stroke emboli).
Afasia global dengan pengulangan yang baik disebut juga Afasia Trankortikal
Campuran. Seperti biasanya pasien mengulang apa yang mereka dengar dalam
mode komplusif (echolalia) dan kadang-kadang walaupun mereka tidak
mempunyai kemampuan berbicara, mereka bertanya dengan membuat tatabahasa
yang benar, Bagaimana kabarmu hari ini? pasien akan menjawab, Bagaimana
kabarku hari ini?) pasien lain dapat menyelesaikan klise atau peribahasa familiar
atau, setelah memulai dengan isyarat, berhasil menceritakan/mengatakan tentang
"bicara serial," seperti hari dalam seminggu. Sebagian memperagakan dgn cara yg
memperagakan bernyanyi, dengan atau tanpa kata-kata.
Dalam kasus otopsi dari afasia trankortikal campuran, terdapat infark
korteks serebri mengelilingi area bahasa periopacular, yang mana diri mereka
utuh. Tujuan formulasi dari afasia transkortikal itu ialah mereka memutuskan area
periopercular language dari pengistirahatan otak, kecacatan keluaran suara,
pemahaman bicara atau keduanya tidak didapat diulangi hingga mempertahankan
Area Wernicke, arcuate fasciculus dan Area Broca. Adanya kesepakatan formulasi
itu, Geschwind menghubungkan afasia trankortikal campuran sebagai Afasia
Isolasi. Tentu saja, tidak ada orang yang setuju.
Berbagai gangguan dalam bahasa tidaklah mudah untuk cocok ke dalam
gambaran sebelumnya. Apemia atau anarthria mengacu ke pembicara dari tipe
Broca tetapi tanpa keabnormalan bahasa yang lain sering terlihat pada Afasia
Broca, termasuk agraphia (ketidakmampuan dalam menulis). Gangguan ini
cenderung terjadi pada bicara dari pada bahasa. Lesi dipercaya di bagian frontal,
tapi apakah melibatkan peripercularis, bagian putih mendalam atau struktur yang
lain masih menjadi kontroversial.
Analoginya, penderita tidak tuli tetapi tidak mengerti apa yang didengar
(pure word deafness) mengacu kepada hilangnya pemahaman dalam bicara tanpa
keabnormalan bahasa yang biasanya menyertai Afasia Wernicke, termasuk
hilangnya kemampuan membaca dan paraphasia. Suara nonverbal (seperti suara
trompet, bunyi telpon atau anjing menggonggong) dapat diidentifikasi. Sindrom
langka, lesi uniteral atau bilateral telah melibatkan serat penghubung dari kedua

korteks pendengaran (Heschl gyrus) yang lebih mendominani gabungan korteks


pengdengaran (Area Wernicke). Apa yang didengar terputus dari area bahasa
periopercular yang mana mereka sebenarnya terhubung kepada jalur penglihatan.
Purealexia atau alexia tanpa agraphia menggambarkan kehilangan
kemampuan dalam membaca dari tidak adanya ciri aphasia yang lain. Pasien
dapat menulis secara spontan atau didekte tapi kemudian tidak dapat membaca
apa yang ia tulis. Seringkali merupakan hasil kemacetanyang terjadi dari arteri
serebri posterior kiri, syndrome terebut (dengan occipital lobe kanan) biasanya
dari hemisper kiri. (ketika heminopia homonym tidak ada, lesi diperkirakan
memutuskan kedua korteks visual dari bahasa area hemisperia kiri) Terkadang,
Pasien dengan purealexia biasanya membaca setiap huruf secara perlahan. Kerap
kali, anomia warna terjadi.
Kerusakan uniteral atau bilateral dari lobus frontal (area suplementari
motoric dan cingulate gyrus) dapat menyebabkan sulitnya menginisialkan dan
mempertahankan bicara dan menulis. Apakah gangguan bahasa dapat dikatakan
aphasia masih diragukan; parapasia biasanya tidak terjadi dan pasien seringkali
abulia (brediphernia, tanpa inisiatif).
Sindrom gerstmann meliputi agraphia, acalculia, left-right confussion,
dan finger agnosia (gagal untuk mengenali, bukan sekedar nama). Spekulasi yang
belum terselesaikan telah dibahas kenapa ciri-ciri terkadang saling terkait. Lesi
yang bertanggung jawab biasanya mengenai lobus parietal bagian inferior yang
dominan terhadap fungsi bahasa.
Apraksia
Istilah apraksia masih menjadi masalah karena selama bertahuntahun digunakan untuk fenomena yang berbeda dikarenakan
memiliki arti yang luas. Afraksia merujuk kepada gangguan
aktivitas motorik yang tidak dapat dijelaskan oleh kelemahan,
inkordinasi,

tonus

pergerakan,

demensia,

Kegagalan

dalam

yang

abnormal,
afasia

melakukan

atau

bradikinesia,
kordinasi

tindakan

sama

gangguan

yang

buruk.

sekali

bukan

apractic. Aprctic harus dilakukan secara tidak benar. bagian dari

tindakan mungkin dihilangkan, urutannya yang salah, atau salah


berorientasi dalam ruang. Beberapa atau seluruh komponen dari
tindakan dilakukan secara tidak tepat. Heiman dan Rothi
menunjukkan 4 tipe pemeriksaan : 1. Gesture (perlihatkan saya
cara

kamu

melakukannya..),

2.

meniru

(perhatikan

bagaimana saya. Kemudian kamu ulangi), 3. Menggunakan


objek (ini ada sebuah.. perlihatkan saya bagaimana kamu
akan

menggunakannnya)

dan

4.

meniru

pemeriksa

menggunakan objek. Pemeriksaan termasuk gesture lengan


(misal melambaikan tangan), manipulasi lengan (misal membuka
pintu dengan kunci), gesture buccofacial (misal menjulurkan
lidah), manifulasi buccofacial (misal meniup korek api) dan serial
tindakan (misal melipat surat, meletakkannya di dalam amplop,
menempelkan amplop dan menstempelnya).
Liepmann mengklasifikasikan apraxia sebagai ideational,
ideomotor,

dan

limb-kinetic.

Ideomotor

apraxia

meliputi

ketidakmampuan untuk belajar atau melakukan aktivitas motorik


komplek meskipun kemampuan eksekutif masih dimiliki. Pasien
menggambarkan secara akurat apa yang mereka ingin lakukan
dan

melakukan

secara

individu

dengan

benar

komponen

tindakan tersebut. Bahkan ketika mode stimulusnya diubah (dari


perintah melalui bicara menjadi stimulus visual), mereka bisa
melakukan

suatu

berpandangan

tindakan

bahwa

secara

ideomotor

keseluruhan.

apraxia

Liepmann

sebagai

sebuah

fungsional jika bukan sebuah diskoneksi anatomi antara gagasan


tindakan motorik dan eksekutifnya.
Ideomotor apraxia bisa didemonstrasikan dengan cara
meminta pasien untuk berpura-pura melakukan sebuah tindakan
belajar

seperti

menghidupkan

sebuah

korek

api

dan

memadamkannya. Tindakan yang dilakukan tetapi hasilnya tidak


benar. Pasien mampu untuk menggambarkan tindakan

dan

melakukan gerakan motorik secara individual. Ketika pasien

memegang objek asli (korek api) atau melihat pemeriksa


melakukan tindakan tersebutl. Pasien dapat melakukannya.
Berbeda dengan ideational apraxia, pasien tidak bisa
menggambarkan tindakan dan mempresentasikan objek yang
sebenarnya. Pasien mungkin malah merusak korek api tersebut.
Pad Limb-Kinetic apraxia, idenya dapat dimengerti tetapi tidak
dapat dilakukannya sendiri. Sepertinya lesinya mengenai apratus
eksekutif yang dapat mencegah performa motorik yang akurat.
Hal ini dapat dipertanyakan jika istilah apraksia cocok
untuk

tipe

ideational

dan

limb-kinetic.

Ideational

apraxia

biasanya akibat dari penyakit bihemisferik dan sering terkait


dengan demensia. Limb-kinetic apraxia merupakan bagian dari
ganggua motorik cerebral yang meliputi perubahan tonus,
kekuatan dan koordinasi. Satu subtype apraksia, yang disebut
gait

apraxia,

secara

bebas

dipakai

pada

beberapa

jenis

gangguan gait ketika kekuatan dan kordinasi masih didapatkan.


Istilah constructional apraxia pun tampaknya kurang tepat.
Ideomotor apraxia merupakan apa yang neurologi maksud
ketika

mereka

menggambarkan

sebuah

gangguan

sebagai

apratic. Hal ini sering mengenai lengan secara bilateral setelah


terdapat lesi pada lobus temporal atau parietal yang dominan
terhadap fungsi bahasa. Ideomotor apraxia juga bisa mengenai
lengan kiri pasien dengan oklusi arteri cerebral anterior kiri dan
kelemahan tungkai kanan ( sympathetic apraxia). Lesi yang
bertanggung jawab diperkirakan berada di corpus collosum
anterior dan memutuskan hubungan kortek motorik kanan dari
area abahasa hemisfer kiri atau dari motor engram. Subtipe
ideomotor apraxia, buccolingual apraxia, mengenai pergerakkan
bibir dan lidah dan sering disertai oleh afasia Broca.
Agnosia dan Gangguan Presepsi Spasial serta Manipulasi

Agnosia merupakan kegagalan dalam mengenali yang tidak bisa


dijelaskan oleh gangguan sensai primer (sentuhan, penglihatan,
pendengaran) atau gangguan kognitif. Ini digambarkan sebagai
persepsi yang tidak memiliki makna. Agnosia berbeda dengan
anomia pada pasien yang tidak bisa menyebutkan nama objek
yang

dihadapkan

atau

dipilih

dari

kelompok

atau

mencocokkannya berdasarkan kemiripan. Pada tactile agnosia


(astereognosis),

ambang

sentuhnya

normal, objek tidak dapat

diidentifikasi secara sentuhan. Beberapa pasien dengan agnosiatactile tidak biasa


mendeskribsikan dasar dari objek seperti kebulatan dan permukaan yang halus
(apperceptiveagnosia). Yang lain dapat mengidentiikasikan ciri utama tetapi tidak
bisa mengumpulkan ciri objek secara menyeluruh. (assosiativeagnosia).
Meskipun astereognosis bisa dikatakan gejala dari lesi peripheral (misalnya
proprioception atau 2-tanda diskriminasi) lesi seperti ini mempengaruhi
contralateral parietal sensory cortex atau area penggabungan.
Agnosia yang dibandingkan dengan adanya visual dan auditory spheres.
Adanya lesibilateral dapat saja terjadi dan visual agnosia dan auditor agnosia
jarang terjadi. Gangguan spasial atensi (simultanagnosia) kesulitan dalam
memahami arti dari keseluruhan adegan atau objek, meskipun setiap komponen
diterima dengan benar dan dikenali. Biasanya ciri ini dapat dikatakan sindrom
balint. Dikarenakan ketidakmampuan untuk melihat secara sukarela ke dalam
bagian visual peripheral, optic ataxia (kesalahan menunjuk objek dalam ruangan)
dan menurunkan pusat perhatian visual untuk ruang extravofeal. Biasanya pasien
memiliki lesi biparietal.
Prosopagnosia ialah ketidakmampuan terhadap mengenali wajah yang
familiar. Masalah seperti ini menjadi salah satu pusat perhatian; pengaruh pada
pasien dapat mengenali wajah sebagai wajah (atau anjing sebagai anjing) tetapi
tidak dapat mengidentifikasi yang mana. Hingga sekarang, pemeriksaan selurh
pasien di otopsi telah terlihat adanya lesi bilateral occipitotemporal; apakah itu
lesi unilateral bisa menyebabkan prosopagnosiatetapkontroversial.

Lesi posteriorcerebral bisa menyebabkab kesalahan warna (central


achromatopsia) salah satu dari hemianopia atau seluruh bidang visual. Lesi
Unilateral atau bilateral biasanya mempengaruhi inferiormedialoccipitallobe.
Biasanya hanya pada hemisphere kiri yang menjadi prosesor utama dari
bahasa (dan berhubungan dengan kemampuan analisis), jadi pada bagian kanan
hemisfer memproses informasi spasial. Lesi hemisfer kanan (khususnya parietal)
menyebabkan buruknya persepsi spatial dan manipulasi. Mungkin ini akan terjadi
kesulitan

dalam

membaca

peta

atau

mencari

tentang

jalan

keluar

(topographanosia), gambar salinan yang sederhana atau bentuk atau lukisan


dengan objek yang sederhana seperti bunga atau jam arloji (dapat dikatakan
Apraxiaconstructional atau apractagnosia). Menentukan bagian pakaian ke
belakang atau terbalik (dikatan sebagai dressingapraxia)
Bahkan lebih mengejutkan lagi ialah tekanan pasien dengan lesi hemisfer
kanan untuk mengabaikan sebagian fungsi kiri dari badan dia atau berarti atau
objek novel di bagian kiri extracorporeal (hemineglect). Pasien mungkin gagal
dalam mengenal hemiplegia (anosognia) atau bahkan untuk mengenali bagian
tubuhnya sendiri (asomtognosia), naluri, seperti contohnya orang lain merasakan
anggota tubuhnya lumpuh atau mengeluhkan bagian tubuhnya tidak dapat
dirasakan. Objek atau suara dalam ruangan kontralateral diabaikan dan perawatan
atau berpakaian dapat dibatasi dari bagian kanan badan. Diminta untuk membagi
2 garis, pasien menunjukan jalur garis ke tengah kanan. Menyalin gambar dapat
menghilangkan bagian kiri, dan gambaran muka arloji dapat memiliki seluruh
angka yang tersusun rapi di samping kanan. Sebagai afasia, ketika sindrom
semakin parah biasanya ada penambahan atas pelemahan kognitif. Tetapi itu tidak
cukup untuk menjelaskan gangguan spasial. Juga tidak pada hasil hemineglect
pada hemanopiahomonymus.
Perhitungan dan Musik
Gangguan perhitungan (acalculia memiliki beberapa tipe, termasuk alexia atau
agraphia untuk nomor, angka disorganisasi dan anarithmetria murni), acalculia
diikuti oleh lesi di salah satu hemisfere. Proses dasar perhitungan tampak dalam
otak sebelah kiri. Sama halnya music melibatkan kemampuan proses dari kedua

otak, dan dinamai amusia yaitu berupa kelainan yang mempengaruhi aspek baik
produksi atau menerima musik yang berhubungan dengan lesi pada otak kiri dan
kanan.
Pengobatan afasia
Pengobatan afasia dengan terapi wicara masih kontroversial. Apakah baik
membantu pasien , kebanyakan orang setuju akan terapi ini. Kurang jelas apakah
manfaat yang dirasakan adalah hasil dari strategi khusus yang dikerjakan atau
hasil dari dukungan psikologis umum dan apakah manfaat terdiri dari pemulihan
fungsi neuropsikologi, adaptasi dan penggunaan fungsi kompensasi atau hanya
dari peningkatan perhatian dan suasana hati. Teknik pengobatan diantaranya
berupa modalitas spesifik untuk menstimulus respon tertentu, terapi berorientasi
bahasa, terapi kelompok, pengobatan khusus linguistik, terapi komunikasi
fungsional, terapi intonasi melodi, terapi aksi visual, terapi elaborasi respon, dan
pendekatan terkomputerisasi. Penelitian ini termasuk uji klinis terkontrol acak,
kasus kontrol, kohort, uji coba tidak acak, dan laporan kasus.
Faktanya bahwa afasia (tidak seperti gangguan neurologi lainnya) dapat
membaik tampa pengobatan untuk berbulan-bulan bahkan tahunan sehingga
menimbulkan kebingungan dalam menilai keberhasilan terapi bicara. Suatu
penelitian yang pasien yang diikutsertakan ada yang dirawat dan ada yang tidak
dirawat, hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan selama 24
minggu waktu penelitian.

Penelitian yang lainnya, yang terdiri dari dua

kelompok. Kelompok pertama dilakukankan pengobatan selama 24 jam dan


kelompok kedua tidak dilakukan pengobatan 12 jam pertama dan baru dilakukan
pengobatan 12 jam berikutnya. Hasilnya kelompok pertama memiliki hasil
pengobatan yang lebih baik. Umumnya pengobatan untuk afasia dapat berhasil
terutama untuk usia muda dan derajat sedang atau lebih rendah.
Efikasi terapi bicara dipercaya oleh kebanyakan terapis merupakan refleksi
dari latihan dalam memaksimalkan fungsi yang masih ada. Fungsi bahasa yang
sembuh setelah stroke hemifer kiri terkadang hilang setelah muncul lesi baru pada
hemisfer kanan atau injeksi barbiturate intracarotis kanan dan setelah pulih dari
afasia Wernick, pasien menjalani pemeriksaan verbal sambil dilakukan PET
Scaning menunjukkan aktivasi dari girus temporal superior kanan. Peralihan

aktivasi dari hemisfer seperti diatas juga telah dibuktikan dengan menggunakan
MRI. Penelitian telah menunjukkan terjadinya peralihan fungsional pada hemisfer
bahasa.
Kemajuan teknologi sehingga dapat menunjukkan bahwa
pemulihan afasia jauh lebih dinamis daripada yang diduga
sebelumnya, dan tidak terlalu jauh untuk berpikir bahwa
rangsangan lingkungan dapat mempengaruhi plastisitas. terapi
wicara

dapat

melibatkan

lebih

dari

sekedar

hubungannya dengan area otak yang masih utuh.

membuat

You might also like