You are on page 1of 31

REFERAT

HUBUNGAN HIPERTENSI DAN STROKE

Oleh:
RIZKIYANI ASTUTI
G0007224

Pembimbing:
Dr. dr. Bambang Purwanto, SpPD-KGH-FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
Otak merupakan salah satu target organ pada hipertensi, di samping jantung dan
ginjal. Pada hipertensi dapat terjadi perubahan patologik pada pembuluh darah otak,
perubahan ini akan mengganggu perfusi darah ke otak, yang pada gilirannya akan
menimbulkan kelainan pada jaringan otak. Manifestasi dari kelainan ini dalam klinik dikenal
sebagai Cerebrovascular Disease (CVD) atau Stroke (setyopranoto, 2011).
Pada awal abad ke 21, stroke merupakan penyebab utama dari kematian dan
kecacatan di seluruh dunia. Stroke didefinisikan sebagai penurunan sitem syaraf secara tibatiba selama 24 jam tanpa adanya penyebab lainnya selain kelainan vaskuler. Hingga sekitar
50% stroke diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi merupakan faktor
resiko utama yang dapat dimodifikasi. Resiko terjadinya stroke dapat dilihat dari hubungan
antara kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik pada pria dan wanita dari semua
kalangan usia, dimana tekanan darah sistolik lebih berpengaruh. Insidensi stroke meningkat
sekitar 25% setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg, dan tekanan diastolik lebih dari 110
mmHg. Baik stroke iskemik maupun hemoragik memiliki hubungan yang kuat dengan
hipertensi. Setiap kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya stroke iskemik dan
hemoragik meningkat 2,23 3,18 kali (Abro dkk, 2012).
Data epidemiologi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor risiko
yang paling panting pada stroke, baik tekanan sistolik maupun diastolik mempunyai peranan
yang sama terhadap kemungkinan timbulnya stroke, diketahui pula bahwa insiden stroke
meningkat sejalan dengan tingginya tekanan darah, di samping itu tekanan darah yang tetap
tinggi pada penderita stroke berpengaruh buruk terhadap prognosa jangka panjang, baik
(terhadap kemungkinan terjadinya stroke ulang atau kematian jangka panjang pasca stroke)
(Cachofeira, 2009).
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan
penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa disadari penderita
mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal. Gejalagejala akibat hipertensi seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan
darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna (Roger, 2011).

Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan


alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan atau penggunaan
obat jangka panjang (Roger, 2011).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertensi didefinisikan oleh joint national committee on detection, evaluation and
treatment of high blood pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikatagorikan
sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai
akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali dan seringkali dapat diperbaiki
(Setyopranoto, 2011).
Cerebravasaular Disease (CVD) atau stroke adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya penurunan sitem syaraf secara tiba-tiba selama 24 jam. Stroke
disebabkan oleh gangguan pada aliran darah ke otak baik karena penyumbatan pembuluh
darah (stroke iskemik) atau pecahnya pem buluh darah yang menyebabkan perdarahan
pada otak dan daerah di sekitarnya (stroke hemoragik). Sekitar 87% dari semua jenis
stroke adalah stroke iskemik. Dan 13% adalah stroke hemmoragik (Moheet, 2011)
B. Klasifikasi Stroke5,8,12,13
Stroke dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu, stroke perdarahan dan stroke
iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada stroke
hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak, sedangkan
pada stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu area di otak
dengan kebutuhan. oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari stroke dapat
dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai strategi penanganan
yang berbeda (Japardi, 2005).
1. Stroke Hemoragik
Diakibatkan karena pecahnya suatu mikroaneurisma dari Charcot atau etat crible di
otak. Dapat dibedakan berdasarkan:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan langsung ke jaringan otak atau disebut perdarahan parenkim otak.
3

Perdarahan intraparenkim spontan (non-traumatik) paling sering terjadi pada usia


pertengahan dan lanjut, dengan insiden puncak pada usia sekitar 60 tahun. Sebagian besar
disebabkan oleh ruptur sebuah pembuluh intraparenkim kecil. Penyebab mendasar yang
paling sering menyebabkan perdarahan parenkim otak primer adalah hipertensi yang
menyebabkan lebih dari 50% kasus perdarahan dan secara klinis bermakna. Sebaliknya,
perdarahan otak merupakan penyebab sekitar 15% kematian pada pasien dengan
hipertensi kronis.
Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak ruptur atau
pecah, sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak, dan kadang menyebabkan
otak tertekan karena adanya penambahan volume cairan. Pada orang dengan hipertensi
kronis terjadi proses degeneratif pada otot dan unsur elastik dari dinding arteri. Perubahan
degeneratif ini dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, dapat membentuk
penggembungan-penggembungan kecil setempat yang disebut aneurisma CharcotBourchard. Aneurisma ini merupakan suatu locus minorus resisten (LMR). Pada lonjakan
tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu marah, saat aktivitas yang mengeluarkan
tenaga banyak, mengejan dan sebagainya, dapat menyebabkan pecahnya LMR ini. Oleh
karena itu stroke hemoragik dikenal juga sebagai "Stress Stroke"
Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intracranial akibat efek
masa hematom. Tidak seperti infark, yang meningkatkan tekanan intracranial secara
perlahan ketika edema sitotoksik yang menyertainya bertambah berat, perdarahan
intracranial meningkatkan tekanan intracranial dengan sangat cepat. (Japardi, 2005)
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Penyebab tersering dari perdarahan ini adalah ruptumya aneurisma arterial yang
terletak di dasar otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan
permukaan piamater. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma,
angiopati amiloid, dan penggunaan obat. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan
perdarahan yang akan langsung berhubungan dengan LCS, sehingga secara cepat dapat
menyebabkan peningkatan TIK. Jika perdarahan berlanjut dapat mengarah ke koma yang
dalam maupun kematian. Perdarahan subarakhnoid yang bukan karena aneurisma sering
berkembang dalam waktu yang lama.
Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan letak dan
ukuran. Pada PIS aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di dalam parenkim otak dan
aneurisma ini kecil. Sedangkan aneurisma pada perdarahan subarakhnoid muncul dari
arteri-arteri diluar parenkim dan aneurisma ini mempunyai ukuran lebih besar (Japardi,
4

2005).

Jenis-jenis Aneurisma:
Aneurisma sakular (berry)
Ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial. Aneurisma ini terbentuk pada lesi
pada dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan
structural (biasanya congenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri
media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat
berasalanya arteri oftalmika atau arteri komunikasn posterior (30%) dan basilar tip (10%)
Aneurisma Fusiformis
Pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk gelondong) disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Struktur ini
biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan atau hipertensi, dan hanya sedikit yang
menjadi sumber perdarahan. Aliran yan lambat pada aneurisma

fusiformis

dapat

mempercepat pembentukan bekuan intra-aneurisma, terutama pada sisi-sisinya, dengan


akibat stroke emboli atau tersumbatnya pembuluh darah perforans oleh perluasan
thrombus secara langsung

Gambar 1. Jenis-jenis aneurisma (Moheet, 2011)


2. Stroke Infark
Pada keadaan normal, aliran darah ke otak adalah 58 ml/ 100 gr jaringan otak/ menit.
Bila hal ini turun sampai 1 8 mU/100 gram jaringan otak setiap menit maka aktivitas
5

listrik neuron terhenti tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih
reversibel. Penurunan aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan
otak mati, yang sering disebut sebagai infrak. Jadi, infark otak timbul karena iskemik otak
yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang ireversibel.
Perjalanan klinis pasien dengan stroke infrak akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak, seperti yang dijelaskan di atas. Menurut
Setyopranoto (2011) perjalanan klinis ini akan dapat mengklasifikasikan iskemik serebral
menjadi 4, yaitu :
a. Transient ischemic Attack (TIA), adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal
serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus
atau emboli. Berdasarkan definisi stroke yang sudah dibahas di atas, maka TIA ini
sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang dari 24
jam
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).
Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang, hanya saja
waktu berlangsungnya lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai 21 hari. Jika
pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya sehingga pada TIA diagnosis
ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka pada RIND ini ada kemungkinan
dokter dapat mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam
waktu 24-48 jam. Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological
Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari.
3. Stroke In Evolusion (progressing stroke)
Pada bentuk ini gejala / tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang
bersifat ringan menjadi lebih berat.
4. Complete Stroke Non Haemmorhagic
Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah
menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-macam,
tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.
D Patofisiologi
1. Endotel2
Menurut Cachofeira (2011) endotel adalah lapisan sel epitelial yang berasal dari
mesoderm yang membatasi dinding pembuluh darah dan dinding pembuluh limfe. Endotel
6

terletak di antara sirkulasi darah dan pembuluh darah. Fungsi utama endotel adalah : 1.
mengatur

tonus

pembuluhdarah,

2.

mengatur

adesi

lekosit

dan

inflamasi,

dan

3.mempertahankan keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis. Fungsi endotel ini


dilakukan oleh substansi-substansi khusus yang dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu
Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRFs) dan Endothelium Derived Contrcting
Factors (EDCFs)
EDRFs
Substansi yang tergolong EDRFs adalah : nitric oxide (NO), prostasiklin, dan faktor
relaksasi hiperpolarisasi (Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor, EDHF). NO
merupakan EDRFs terpenting yang terbentuk dari transformasi asam amino L-arginin
menjadi sitrulin melalui jalur L-arginine-nitric oxide dengan bantuan enzim NO sintetase
(NOS). NO diproduksi atas pengaruh asetilkolin, bradikinin, serotonin, dan bertindak sebagai
reseptor endotel spesifik. NOS diaktivasi oleh adanya robekan pada pembuluh darah dan
estrogen, sebaliknya aktivasi NOS dihambat oleh asam amino dalam sirkulasi dan oleh
ADMA (asymmetrical dimethylarginine).
Pada pembuluh darah, sintesis NO mempengaruhi tonus pembuluh darah sehingga
berperan pada pengaturan tekanan darah, selain itu pada sistem saraf pusat NO merupakan
neurotransmiter yang menjalankan beberapa fungsi termasuk pembentukan ingatan.
Prostasiklin dihasilkan endotel sebagai respons adanya shear stress dan hipoksia. Prostasiklin
meningkatkan cAMP pada otot polos dan trombosit. NO dan prostasiklin secara sinergistik
menghambat agregasi trombosit sehingga dengan adanya kedua zat ini terjadilah
penghambatan aktivasi trombosit secara maksimal
EDCFs
Endotel juga menghasilkan faktor kontraksi yang disebut EDCFs seperti ET-1
(endotelin-1), tromboksan A2 (TXA2), prostaglandin H2 (PGH2) , dan angiotensin II.
Pembuluh darah intramiokard lebih sensitif terhadap efek vasokontriksi ET-1 daripada arteri
koronaria, sehingga endotel berperan penting dalam pengaturan aliran darah koroner. Hingga
kini terdapat 3 isoform endotelin, yaitu : endotelin-1, endotelin-2, dan endotelin-3. Telah
ditemukan dua reseptor endotelin, yaitu reseptor ETA dan ETB. Reseptor ETB berperan
dalam pembentukan NO dan prostasiklin, hal ini menjelaskan mengapa endotelin memiliki
efek vasodilatasi sesaat.
ET-1 menyebabkan vasodilatasi pada konsentrasi rendah dan terus-menerus
menimbulkan kontraksi pada konsentrasi tinggi sehingga dapat menyebabkan iskemi, aritmi
dan kematian (otot) jantung. Angiotensin II menyebabkan proliferasi dan migrasi sel otot
7

polos melalui reseptor AT1, selain itu angiotensin II memproduksi vasokonstriktor poten dan
menyebabkan retensi garam dan air. Hal ini merupakan komponen utama dalam patogenesis
berbagai penyakit vaskuler seperti hipertensi. Pada keadaan tertentu seperti penuaan,
menopause, dan keadaan patologis seperti hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, sel
endotel teraktivasi untuk menghasilkan faktor konstriksi seperti EDCF (TXA2, PGH2) dan
radikal bebas yang menghambat efek relaksasi NO.
Radikal bebas dapat menghambat fungsi endotel dengan menyebabkan rusaknya NO.
Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada endotel inilah
yang disebut disfungsi endotel. Sumber lain menyebutkan disfungsi endotel merupakan
perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan availabilitas NO, sehingga
disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan endotel yang berarti terjadinya kerusakan
anatomi endotel.
Target fungsionil sel Fungsi spesifik
endotel
Lumen
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
Endotelin
NO
Angiotensin II
Bradikinin
ET-1
Thromboxane A2
PGH2
Pertumbuhan
Stimulasi
Inhibisi
Platelet Derivated Growth Factor NO
Fibroblas Growth Factor
PGF
IGF-1
TGF
Endotelin
Angiotensin II
Inflamasi
Proinflamasi
Adhesion molecules
VCAM, ICAM
Hemostasis
Anti-koagulan
Antirombotik
Trombomodulin
Prostacyclin
Glikosaminaglikan
TPA
Dermatin sulfat
NO
Tabel 1. Pengaturan fungsi oleh endotel (Cachofeira, 2011)
2. Hipertensi dan disfungsi endotel
Apabila ditinjau secara sederhana maka tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor
penting yaitu :
a. Curah jantung
b. Tahanan perifer.
Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf simpatis untuk
8

mengeluarkan NE (norepinefrin). Pelepasan NE ini sendiri akan menyebabkan terjadinya


reaksi ligand-reseptor, yang mana NE sebagai ligand dapat melekat pada reseptor di
pembuluh darah (1), ginjal(1), jantung(1). Pada pembuluh darah (1) akan terjadi reaksi
vasokonstriksi sehingga endotel-endotel di pembuluh darah merapat dan menyebabkan
resistensi perifer meningkat & otomatis tekanan darah juga ikut meningkat. Hal tersebut
menyebabkan hipertensi, jika sel endotel ini terus terpapar oleh tekanan darah yang tinggi
terus menerus maka akan menyebabkan sel endotel menjadi disfungsi, NO ( nitrit oxite)
yang biasa diproduksi oleh sel endotel menjadi berkurang sehingga sel endotel tidak dapat
relaksasi dan akan terjadi terus vasokonstriksi, dan permeabelitasnya menjadi berkurang
sehingga lama kelamaan dapat menimbulkan terjadinya arterosklerosis (Cachofeira, 2011).
Pada jantung adanya NE akan meningkatkan heart rate & kontraksi dari jantung yang
mana dapat meningkatkan cardiac output (COP), COP ini sendiri akan menyebabkan
resistensi perifer pada pembuluh darah sama halnya pada saat kejadian NE yag berikatan
dengan reseptor (1) di pembuluh darah, jadi hal ini juga dapat menyebabkan arterosklerosis.
Pada reseptornya di ginjal, NE akan menyebabkan aktifasi sekresi renin meningkat, dan kita
tahu renin akan menstimulasi perubahan angiotensin menjadi angiotensin I, angiotensin I
akan berubah menjadi angiotensin II yang berpengaruh vasokonstriksi pada pembuluh darah,
pada Pituitari Posterior akan merangsang pengeluaran ADH, dan ADH berperan dalam retensi
air, pada adrenal cortex angiotensin merangsang pengeluaran aldosteron yag berperan sebagai
retensi air & Na. akibat retensi air & Na akan meningkatkan blood volume, yg akhirnya
berpengaruh pada venous return yang meningkat dan juga CO (Savoia dkk, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endotel pada hipertensi esensial
disebabkan oleh penurunan availabilitas NO. Pendapat lain menyatakan bahwa hipertensi
esensial berhubungan dengan perubahan fungsi dan morfologi endotel menyebabkan
peningkatan volume sel sehingga endotel mencembung ke dalam lumen. Pada pembuluh
darah yang hipertensi, interaksi antara endotel dengan trombosit dan monosit meningkat.
Pendapat lain tentang mekanisme terjadinya kerusakan NO adalah produksi stres oksidatif.
Stres oksidatif yang berupa ROS (Reactive Oxygen Species) terutama anion superoksida ini
dapat bergabung dan menghancurkan peroksinitrat yang menghasilkan NO, sehingga terjadi
efek negatif terhadap struktur dan fungsi pembuluh darah (Cachofeira, 2011).

Gambar 2. Hipertensi dan disfungsi endotel Setyopranoto (2011)


OBESITAS

PANJANG
PEMBULUH
DARAH

ROKOK,
INTAKE
LEMAK,
KOLESTE
ROL

JARANG
OLAH
RRAGA

STRESS
PSIKOLOGI

NO

AKTIVITAS
SIMPATIS

STRESS
OKSIDATIF
SEL
ENDOTHEL

NE

1 PD

1 GINJAL

1
JANTUNG

DISFUNGSI
ENDOTHEL

SEKRESI
RENIN

KONTRAKSI

HR

ESV

MEDIATOR
VASODILATASI <
VASOKONTRIKSI

ANG

ANG
I
ANG
II

VASOKONTRIKSI

PD

PITUITARI
POSTERIOR

ADRENAL
CORTEX

RESISTENSI
PERIFER

INTAKE Na+

ADH

ALDOSTERON

TD

ECV

RETENSI
H2O

RETENSI
NA+, H2O

HIPERTENSI

PERUBAH
AN
ENDOTHE
L
DISFUNG
SI
ENDOTHE
L

BLOOD
VOLUME

COP

VENOUS
RETURN

ATHEROSCLEROSIS

STROKE
VOLUME

10

Gambar 3. Perubahan sel otot polos pembuluh darah pada hipertensi


3. Disfungsi endothel dan arteriosclerosis
Arteriosklerosis adalah sekelompok kelainan pembuluh darah yang ditandai oleh
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Lesi awal dari atherosklerosis Secara patologi
anatomi, terdapat tiga jenis Arteriosclerosis, yaitu:
1. Atheroslclerosis; ditandai oleh pembentukan ateroma (plak di tunika intima yang terdiri
dari lemak dan jaringan ikat)
2. Monckeberg's medial calcific sclerosis; yang ditandai dengan kalsifikasi tunika media
3. Arteriolosklerosis; ditandai oleh proliferasi atau penebalan dinding arteri kecil dan arteriol
Pada keadaan normal, endotelium menghalangi penetrasi molekul-molekul besar
seperti lipoprotein dengan densitas rendah dan sangat rendah (LDL, VLDL) ke dalam intima,
sedangkan lipoprotein dengan densitas yang lebih tinggi dengan molekul yang lebih kecil
dapat bergerak bebas ke dalam dan keluar intima. Sel-sel endotelium juga menghasilkan
prostasiklin (PGI2) dan oksida nitrit yang dapat mencegah penumpukan platelet (Savoia dkk,
2011).
Peninggian permeabilitas endotelium merupakan kelainan pertama akibat terjadinya
jejas arteri yang merupakan suatu respons non-spesifik yang disebabkan oleh virus, toksin,
kompleks imun, produk-produk yang dilepaskan oleh sel-sel darah putih atau platelet-platelet
yang teraktivasi, dan stress fisik yang tidak lazim. Hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya
peninggian konsentrasi lipoprotein dalam darah. Bila lipoprotein memasuki intima akibat
peninggian permeabilitas kapiler, maka senyawa protein utama dari LDL dan VLDL

11

(apolipoprotein B) berikatan dengan glikosoaminoglikan, terutama dermatan sulfat sehingga


lipoprotein menumpuk di dalam intima (Savoia dkk, 2011).
Kemudian, LDL tersebut diubah oleh sel-sel sekitarnya (teroksidasi) dan ditangkap
oleh reseptor yang ada pada makrofag (scavenger cells). Selanjutnya, terjadi perubahanperubahan kimia dari LDL dan menghasilkan monocyte chemotactic factor yang merupakan
sitotoksik terhadap sel-sel endotelium. monosit akan masuk sampai ke dasar tunika intima
dan kemudian berubah jadi makrofag.

Makrofag bermigrasi sambil memfagosit LDL

yang tertimbun dan terbentuklah sel foam / sel sabun yang berisi droplet-droplet lipid dan
menyebabkan permukaan endothelium menjadi tidak rata. Selanjutnya, terjadi peninggian
permeabilitas endotel terhadap lipid. Limfosit T juga terlibat (kemotaksis monosit dan
penetrasi intima juga merupakan awal dari abnormalitas). 11
Kerusakan endotel juga merangsang platelet-platelet untuk bertumpuk, degranulasi,
dan menghasilkan adenosin difosfat serta tromboksan A2. Adenosin difosfat dan tromboksan
A2 selanjutnya menyebabkan penumpukan platelet. Platelet-platelet, sel endotelium,
makrofag, dan limfosit T menghasilkan cytokines like colony stimulating factors, insulin like
growth factor-1, TGF-, interleukin-1, and tumor nekrosis factor. Semua ini bekerja
menghasilkan suatu faktor yang diketahui sebagai platelet derived growth factor (PDGF)
yang menyebabkan sel-sel otot polos terpisah, masuk ke dalam intima dan mengambil
lipoprotein untuk membentuk sel busa, menghasilkan elastin dan kolagen, kemudian
membentuk plak fibrosa. . Selain migrasi makrofag, terjadi migrasi SMCs (Smooth Muscle
Cells) dari tunica media vasa menuju tunica intima yang menimbulkan akumulasi matriks.
Adanya akumulasi matriks ekstra selular misalnya serabut serabut hialin, kolagen, elastin,
dan fibrosa yang diproduksi oleh SMCs akan menimbulkan kalsifikasi dan fibrosis plak
ateroma sehingga elastisitas dan diameter pembuluh darah berkurang.11

12

Gambar 4. Proses pembentukan sel foam (Savoia dkk, 2011).

Gambar 5. Mekanisme atherosclerosis

13

Gambar 6. Atherosclerosis (Setyopranoto, 2011)


4. Hubungan hipertensi dan stroke
Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak orang
dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat keadaan istirahat,
dan darah dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang intracranial. ADO secara ketat
meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata aliran ADO dipertahankan 50 ml per 100
gram jaringan otak per menit pada manusia dewasa.2
Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal karena terlalu
banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga dapat menekan dan merusak
jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan menyebabkan suplai darah yang tidak
adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran darah ke otak di bawah 18-20 ml per 100 gram otak
permenit dan kematian jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemical cascade atau yang
disebut sebagai iskemik cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, yang
lebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.2
ADO ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas darah, kemampuan pembuluh
darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang ditentukan oleh tekanan darah dan
tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral mempunyai kemampuan untuk mengubah
aliran darah dengan cara mengubah diameter lumen pembuluh darah, proses ini disebut
dengan autoregulasi. Konstriksi pembuluh darah akan terjadi bila tekanan darah meningkat
dan akan berdilatasi bila tekanan darah menurun.11
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada pembuluh
darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke yang timbul akibat
hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran patologi dan kliniknya
berbeda13. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis, a vertebrobasilaris atau arteri di
basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya
adalah stroke iskemik. Di sini peranan hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di
samping faktor-faktor lain seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain.
Pembuluh darah kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam
jaringan otak, berukuran diameter 50200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh darah jenis
ini adalah spasme dan lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi akut seperti hipertensi
maligna, dan manifestasi kliniknya adalah Infark lakunar. Lipohialinosis juga terjadi pada

14

hipertensi kronik, pembuluh darah dengan lipohialinosis ini dapat mengalami mikro
aneurisma yang dapat pecah dan terjadi Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan
aterosklerosis, pada lipohialinosis hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab
satu-satunya (Thuillez, 205).

Gambar 7. Pengaruh hipertensi pada pembuluh darah otak


c. Patogenesis stroke iskemik
Terdapat 3 mekanisme patofisiologi utama yang mendasari terjadinya stroke iskemik
meliputi penyakit pembuluh darah besar (aterosklerosis), penyakit pembuluh darah kecil
(arteriosklerosis) dan adanya emboli (kardioembolik). Pada stroke iskemia terdapat gangguan
suplai darah ke otak baik disebabkan oleh pembentukan trombus atau emboli. Kurangnya
aliran darah serebral menyebabkan hipoperfusi jaringan, hipoksia jaringan dan kematian sel
otak.5
Hilangnya perfusi ke otak dalam beberapa detik sampai menit menyebabkan
terjadinya cascade iskemik yang menyebabkan gambaran pusat sentral area infark
irreversible yang dikelilingi area penumbra (potensial reversibel). Saat ada gangguan aliran
darah ke otak otomatis otak akan kekurangan asupan O2 dan glukosa untuk proses fosforilasi
oksidatif. Terjadilah proses oksidasi anaerob yang menghasilkan asam laktat. Otak
mengalami asidosis, akibatnya terjadi denaturasi protein, influks Ca 2+ , udem glial, dan
terjadi produksi radikal bebas.5
Gangguan vaskularisasi otak secara mendadak misalnya karena iskemi dapat
menyebabkan hilangnya sel-sel otak pada inti daerah iskemi secara mendadak, daerah inti ini
dikelilingi oleh daerah yang masih berpotensi untuk mengalami kematian juga, daerah ini
yang dikenal sebagai penumbra atau daerah peri-infrak. Potensi penumbra yang masih
dimungkinkan untuk mengalami rejuvenasi atau terselamatkan dari kematian inilah yang

15

merangsang penelitian-penelitian tentang perubahan proses fisiologi yang terjadi beberapa


jam atau hari setelah stroke. Telah diketahui bahwa proses iskemi dan reperfusi mampu
merangsang produksi reactive oxygen species (ROS), disfungsi mitokondria dan pelepasan
glutamat yang akan diikuti oleh depolarisasi yang berulang dan mampu menyebabkan
perubahan kandungan elektrolit baik intra maupun ekstraseluler (kalsium, potasium, zinc).
Perubahan eksitabilitas saraf dan elektrolit yang terjadi secara mendadak pada fase awal
stroke dapat menyebabkan perubahan struktur saraf-saraf di daerah peri-infrak sehingga dapat
mempengaruhi ketahanan hidup saraf-saraf didaerah tersebut.5,9
Di sisi lain kekurangan O2 dan glukosa akan menyebabkan deplesi ATP sehingga
pompa Na-K-ATPase juga mengalami kegagalan. Hal ini akan menyebabkan proses
depolarisasi membran sehingga terjadilah Na influks. Na masuk ke intrasel dengan membawa
Cl- dan H2 0, akibatnya sel akan mengalami pembengkakan dan osmolisis. Terjadinya
depolarisasi sel dan pembengkakan sel akan menyebabkan glutamate keluar ke ruang
ekstraseluler. Hal ini akan memacu reseptor-reseptor glutamate pada
sel. Ada 2 bentuk reseptor glutamat yaitu:
1 . Reseptor metabotropik
Reseptor yang bergandengan dengan protein G dan memodulasi second messenger dalam sel,
seperti inositol tiophospat, kalsium, dan nukleotid siklik.
2. Reseptor ionotropik
Reseptor yang berhubungan dengan saluran ion membran. Reseptor ini dibagi lagi menjadi:
reseptor NMDA (N-methyl ID-aspartate ), AMPA ( al p h a-amino-3- h idroksi-5-met h yl-Daspartate), dan reseptor kainate.
Rangsangan

pada

setiap

reseptor

glutamat

ionotropik

akan

menyebabkan

depolarisasi membran oleh karena masuknya ion yang bermuatan positif dan secara tidak
langsung merangsang voltage gated calcium channel.5,9
Reseptor NMDA dapat memasukkan kalsium dan natrium ke dalam sel dan
rangsangan yang berlebihan akan menyebabkan kelebihan Ca2+ ke dalam neuron. Reseptor
AMPA-kainate berhubungan dengan saluran ion dan agak kurang permeable terhadap Ca2+.
Masuknya kalsium kedalam neuron dapat mengaktivasi nuclear enzymes, misalnya protein
kinase C, Ca Calmodulin / dependent protein kinase II, fosfolipase, nitrit oxide sintesa,
endonuklease, dan ornitin dekarboksilase. 5,13
Semuanya ini menyebabkan kerusakan sel membran dan struktur neuron lainnya
sehingga terjadi kematian sel. Radikal bebas, asam arakhidonat dan nitrit oksida yang timbul
karena proses di atas akan menimbulkan kerusakan neuron selanjutnya. Dalam beberapa jam
16

dan hari setelah serangan stroke, gen spesifik akan teraktivasi dan menyebabkan pelepasan
sitokin dan faktor-faktor lain yang menyebabkan inflamasi serta gangguan pada
mikrosirkulasi. Proses tersebut menyebabkan iskemik penumbra secara progresif semakin
memburuk dan kemudian bersatu dengan inti infark. Hal ini terjadi dalam beberapa jam
setelah onset stroke. Tujuan utama dari terapi akut iskemik stroke adalah menyelamatkan area
hipovolemia pada iskemik penumbra. Area hipovolemia bisa diselamatkan dengan
menghambat proses iskemik (neuronal protection) dengan menurunkan durasi iskemik
(memperbaiki aliran darah pada daerah yang iskemik)2

Gambar 8. Mekanisme kematian neuron pada stroke iskemik2

17

Gambar 9. Tempat-tempat terjadinya bekuan pemicu stroke iskemia. Bekuan darah dapat
terjadi di jantung, di sepanjang dinding pembuluh darah utama (aorta, carotid, basilar artery)
atau arteri kecil yang masuk ke dalam otak. Jika bekuan tersebut terletak dekat dengan bagian
yang mengalami infark maka disebut sebagai trombus; akan tetapi jika bekuan tersebut
bergerak ke otak dari sumber yang jauh maka disebut sebagai emboli. 13

Gambar 10. Area penumbra13

18

d. Stroke hemoragik
Pada stroke hemoragik, kematian neuron terjadi karena tiga hal berikut :
1. Efek Toksik Darah
Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitar
melalui efek masa dan komponen darah yang neorotoksik dan produk urainya.
2. Pelepasan agen-agen vasokonstriktor seperti serotonin, prostaglandin, dan darah yang
mengakibatkan terjadinya iskemi fokal dan akhirnya kematian neuron.
3. Peningkatan TIK karena penekanan terhadap jaringan yang dikelilingi hematoma sehingga
menyebabkan herniasi dan iskemia global. Mekanismenya sama seperti pada stroke iskemik.4

Gambar 11. Bagian-bagian otak yang umumnya mengalami stroke hemoragik. (1)
Percabangan kortikal dari arteri intrakranial utama, (2) Percabangan lentikulostriat,
(3) Percabangan termoperfolator, (4) Percabangan pontin paramedian, (5)
Percabangan arteri serebral utama

E.

Diagnosis
Diagnosis yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan riwayat medis pemeriksaan fisik

termasuk pemeriksaan neurologis untuk mengevaluasi tingkat kesadaran, sensasi, fungsi


(visual, motor, bahasa) dan menentukan penyebab, lokasi, dan luasnya stroke.
1.

Tanda dan Gejala Stroke12


Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat

akut, tergantung dari area otak yang terkena, yaitu:


- Hemidefisit motorik
19

- Hemidefisit sensorik
- Penurunan kesadaran
- Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglossus (XII) yang bersifat sentral
- Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi
intelektual (demensia)
- Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
- Defisit batang otak
Gejala

Hemoragik

Iskemik

Permulaan serangan
Waktu serangan
Lokasi
Onset
Defisit fokal
Nyeri kepala
Muntah
Penurunan kesadaran
Kejang
Afasia
Hemiparesis
Rangsangan meningeal

Akut
Aktif
Kortikal
Menit/jam
Berat
++
+
+
+
++
++
+

Sub akut
Bangun pagi
Kortikal, sub kortikal
Pelan (jam/hari)
Ringan-berat
+, +, +,-

Tabel 2. Perbedaan klinis stroke iskemik dan hemoragik13


2.

Pemeriksaan laboratorium6
Tes darah (misalnya, hitung darah lengkap). Untuk sebagian besar, tes darah
membantu mencari penyakit yang diketahui meningkatkan risiko stroke, termasuk:
a. Kolesterol tinggi
b. Diabetes
c. Gangguan pembekuan darah

3.

Prosedur imaging3,4
Prosedur imaging (CT scan, MRI) membantu dokter menentukan jenis stroke dan
mengesampingkan kondisi lain, seperti infeksi dan tumor otak.
a. Computed Tomography Scan (CT Scan)
Teknik ini biasanya merupakan tes pertama yang dilakukan ketika pasien
20

datang ke gawat darurat rumah sakit dengan gejala stroke, bukan hanya karena dapat
dengan mudah mendeteksi perdarahan di dalam otak, tetapi juga karena dapat
dilakukan dengan cepat. Tes menggunakan dosis rendah sinar-X untuk menampilkan
gambar x-ray otak dan dapat menentukan apakah suatu stroke disebabkan oleh
penyumbatan (iskemia) atau pendarahan (hemoragik), ukuran dan lokasi infark. CT
scan biasanya tidak dapat menghasilkan gambar yang menunjukkan tanda-tanda
stroke iskemik sampai 6-12 jam setelah onset, jadi pengulangan

scan dapat

dilakukan.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat mendeteksi stroke dalam beberapa menit setelah onset. Gambaran
otak juga lebih bagus dibandingkan dengan gambar CT. Karena inilah, MRI adalah
uji preferensi dalam diagnosis stroke. Suatu jenis khusus yang disebut MRI
angiography resonansi magnetik,

atau MRA, memungkinkan dokter tepat

memvisualisasikan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah di otak.


Magnetic Resonance Imaging (MRI) - Perangkat ini menggunakan medan
magnet untuk mendeteksi perubahan halus dalam jaringan otak. MRI berguna ketika
stroke melibatkan pembuluh darah kecil.
c. Cerebral Angiography
Penggunakan tes ini dilakukan untuk memvisualisasikan pembuluh darah di
leher dan otak. Selama pengujian ini pewarna khusus yang dapat dilihat menggunakan
sinar-X disuntikkan ke dalam arteri karotis, yang membawa darah ke otak. Pada
seseorang yang memiliki sebagian atau obstruksi total salah satu pembuluh darah,
atau dalam pembuluh darah lainnya di dalam otak, sedikit atau tidak ada pewarna
dapat dilihat mengalir melewatinya.
Penyebab umum dari stroke adalah penyempitan arteri karotid, stenosis
karotis, yang biasanya merupakan hasil dari deposito kolesterol di sepanjang dinding
pembuluh darah. Kondisi ini juga dapat didiagnosis dengan tes yang disebut Duplex
Carotid, dimana gelombang suara digunakan untuk mengevaluasi aliran darah melalui
pembuluh darah. Tergantung dari tingkat penyempitan dan pada gejala dirasakan oleh
seseorang, pembedahan mungkin diperlukan untuk menghilangkan plak dari arteri
yang terkena. Cerebral angiography juga dapat membantu mendiagnosa aneurisma
maupun aterio-venous malformation yang terkait dengan stroke hemoragik
d. Electrocardiogram
Uji ini, untuk membantu dokter mengidentifikasi masalah dengan konduksi
21

listrik jantung.. Normalnya, jantung berdetak dalam pola, teratur berirama yang
mempromosikan aliran darah lancar ke otak dan organ tubuh lainnya. Tetapi ketika
hati telah cacat dalam konduksi listrik, pemukulan berhenti berirama dan dikatakan
menderita aritmia, atau detak jantung yang tidak teratur. Beberapa aritmia, seperti
fibrilasi atrium, menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam bilik jantung.
bekuan darah ini kadang-kadang bermigrasi ke otak dan menyebabkan stroke.
F.

Penatalaksanaan7
1. Stroke iskemik
a. Terapi umum
- Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil.
-

Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksisampai batas gula darah sewaktu 150
mg%dengan insulin drip intravena kontinu selama2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah< 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg,


diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500
mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per

hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin,

karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan


peroral jangka panjang.

22

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

b. Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia)
2. Stroke hemoragik
a. Terapi umum
- Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.
-

Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung


diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobat dengan
antibiotik spektrum luas.

b. Terapi khusus
-

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan


bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi.

Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin)


atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena.

c. Terapi lanjutan
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2. Penatalaksanaan komplikasi

23

3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara,


4erapi kognitif dan terapi okupasi
5. Prevensi sekunder
6. Edukasi keluarga untuk motivasi dukungan terhadap pasien
3. Terapi hipertensi pada stroke
a. Umum
1. Cara pengukuran.
a. Tekanan darah diukur paling sedikit 2 X dengan selang waktu 5 20v menit
pada sisi kiri dan kanan dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa
dalam posisi duduk.
b. Tekanan darah yang dipakai adalah tekanan darah yang lebih tinggi.
c. Tekanan darah arterial sistemik rerata adalah tekanan darah sistolik + dua

Obat

Dosis

Mula

Lama

Efek samping

Keterangan

kerja kerja
kali tekanan darah diastolik
dibagi tiga. [(sistolik+ 2.diastolik)] / 3.
20-80 mg iv
3-6 jam emergency
Nausea, pada stroke
Terutama
2.Labetalol
Jenis obat parenteral
untuk5-10
terapi hipertensi
akut: untuk
bolus setiap
10 menit atau
2 mg/menit,
infus kontinyu

menit

Nikardipin

5 15
mg/jam
infus kontinyu

5-15
menit

Sepanjang
infus
berjalan

Diltiazem

5-40 g/kg/
menit infus
kontinyu

5-10
menit

4 jam

Esmolol

200-500 ug/
kg/menit
untuk 4
menit.
selanjutnya
50-300 ug/kg/
menit iv

1-2
menit

10-20
menit

vomitus,
hipotensi, blok
atau gagal
jantung,
kerusakan hati,
bronkospasme
Takikardi

Blok nodus AV, denyut


prematur
atrium,
terutama usia
lanjut
Hipotensi,
mual.

kegawat daruratan
hipertensi, kecuali
pada gagal jantung
akut
Larut dalam air,
tidak sensitif
terhadap cahaya,
vasodilatasi perifer
dengan tanpa
menurunkan
aktivitas pompa
jantung
Krisis hipertensi

24

Sifat khusus obat parenteral


a. Labetalol
Labetalol adalah gabungan penyekat alfa dan beta. Obat ini berguna dan aman untuk
kegawat daruratan hipertensi, tetapi tidak boleh diberikan pada penderita gagal
jantung akut atau blok jantung derajat 2 atau 3. Hati-hati pada cadangan jantung
lemah, asma atau riwayat spasme bronkus. Sediaan injeksi, belum beredar di
Indonesia.
b. Nikardipin.
Sediaan intravena dari preparat Dihydropyridine yang merupakan Ca channel blocker
(CCBs) yang di berikan secara infus kontinyu. Efek hemodinamik primer adalah
menimbulkan vasodilatasi perifer dengan mempertahankan atau peningkatkan
aktifitas pompa jantung. Sediaan yang larut dalam air dan tidak sensitif terhadap
cahaya sehingga baik untuk penggunaan intravena. Dari beberapa studi telah
dibuktikan bahwa nikardipin dengan pemberian infus langsung menurunkan tekanan
darah sistemik dan selanjutnya dapat dipertahankan pada level tekanan darah yang
diinginkan 24-26.
c. Diltiazem
Diltiazem adalah penyekat saluran kalsium, obat ini sebaiknya diberikan sebagai infus
kontinyu 5-40g/kg/menit daripada suntikan bolus (10 mg dilarutkan dalam 10 ml
salin disuntikkan dalam waktu 3-5 menit). Penurunan tekanan darah 27,3% dengan
infus kontinyu dan 7,5% dengan suntikan bolus. Kecepatan denyut nadi tidak berubah
dengan infus kontinyu, sedangkan pada suntikan bolus kecepatan nadi sedikit
berkurang dari 88 sampai 82 per menit. Obat ini tidak boleh diberikan pada blok sinoatrial, blok AV derajat 2 atau 3 dan wanita hamil.
e. Esmolol
Merupakan beta bloker kardioselektif relatif, dimetabolisme secara cepat oleh esterase
darah dan mempunyai half life pendek (90 menit) dan lama kerja kurang dari 30
menit. Dosis yang dianjurkan adalah 200-500ug /kg/menit untuk 4 menit, selanjutnya
50-300 ug /kg/ menit iv.

25

Jenis obat

Cara
pemberian

Mula
kerja

Lama
kerja

Dosis
dewasa

Frekuensi
pemberian

4.Nifedipin
Obat oral untuk
hipertensi3-6
urgensi
akut:
Oral terapi15-20
jam pada
10 stroke
mg
6 jam
-

menit
Obat Bukal
anti-hipertensi
5-10
menit

Kaptopril

Hipotensi,
nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal

10 mg

20-30
menit

6,25-25
mg
6,25-25
mg

30 menit

12 jam

Sedasi

8 jam

Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Hirsutisme,
effusi perikard.
Hipotensi
ortostatik,
gg. ejakulasi,
bronkospasme
gg. fungsi hati

4-6 jam

SL

15-30
menit
5 menit

Clonidin

Oral

30 menit

8-12 jam

Prazosin

Oral

15-30
menit

8 jam

0.1-0.2
mg
1-2 mg

Minoxidil

Oral

2 menit

12 jam

510mg

12 jam

Labetalol

Oral

2 menit

12 jam

20-80mg

12 jam

Jenis obat

Cara
pemberian

Mula
kerja

Lama
kerja

Dosis
dewasa

Frekuensi
pemberian

Efek samping

Nifedipin

Oral

10 mg

6 jam

10 mg

20-30
menit

6,25-25
mg
6,25-25
mg

30 menit

Hipotensi,
nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal

12 jam

Sedasi

8 jam

Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Hirsutisme,
effusi perikard.
Hipotensi
ortostatik,
gg. ejakulasi,
bronkospasme
gg. fungsi hati

Oral

tunggal
3-6 jam

Efek samping

2-3 jam

15-20
3-6 jam
menit
Obat anti-hipertensi
kombinasi
Bukal
3-6 jam
5-10
menit

Kaptopril

Oral

30 menit

4-6 jam

SL

15-30
menit
5 menit

Clonidin

Oral

30 menit

8-12 jam

Prazosin

Oral

15-30
menit

8 jam

0.1-0.2
mg
1-2 mg

Minoxidil

Oral

2 menit

12 jam

510mg

12 jam

Labetalol

Oral

2 menit

12 jam

20-80mg

12 jam

2-3 jam

30 menit

26

5. Terapi hipertensi pada stroke iskemik


- Sebagian besar ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik
akut, kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah sistolik
>220 mmHg atau diastolik >120 mmHg.
-

Sebagian ahli berpendapat obat-obat anti-hipertensi yang sudah ada sebelum


serangan stroke diteruskan pada fase awal stroke dan menunda pemberian obat
anti-hipertensi yang baru sampai dengan 7 10 hari pasca awal serangan stroke.

Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau >110 mmHg
bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi
emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain.

Jika tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik 121
140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1 2 menit. Dosis labetalol dapat
diulang atau digandakan setiap 10 20 menit sampai penurunan tekanan darah
yang memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis komulatif 300 mg yang
diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan
setiap 6 8 jam bila diperlukan. (Pilihan obat lain lihat tabel jenis-jenis obat untuk
terapi emergensi).

Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik 105120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan
intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian
tekanan darah tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit,
maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan.
Pengobatan alternatif yangmemuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg
setiap 6 jam atau 6,25 25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak
berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan labetalol i.v.
seperti cara diatas atau obat pilihan lainnya (urgensi).

Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20% - 25% dari
tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.

6. Terapi hipertensi pada stroke hemoragik


27

- Pada stroke perdarahan intraserebral (PIS) dengan tekanan darah sangat tinggi
(tekanan darah sistolik > 220 mmHg, tekanan diastolik > 120 mmHg) harus
diturunkan sedini dan secepat mungkin, untuk membatasi pembentukan edema
vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan.
- Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko perdarahan ulang atau perdarahan
yang terus menerus, akan tetapi daerah otak sekitar hematom bertambah iskemik
karena autoregulasi pada daerah ini telah hilang. Atas dasar ini obat anti hipertensi
diberikan kalau tekanan sistolik > 180 mmHg atau tekanan diastolik > 100 mmHg.
- Dandapani et al. menganjurkan penurunan tekanan darah sedini mungkin pada
perdarahan intra serebral dengan tekanan darah arterial rerata >145 mmHg untuk
mencegah perdarahan ulang, pengurangan tekanan intrakranial dan edema otak serta
mencegah kerusakan organ akhir (end organ)
- Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg,
berikan nikardipin, diltiazem atau nimodipin (dosis dan cara pemberian lihat tabel
jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
- Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau
tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg :
a. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit
sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh labetalol drip 28 mg/menit atau;
b. Nicardipin 15-17
c. Diltiazem
d. Nimodipin 18
- Pada fase akut tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20% - 25% dari
tekanan darah arteri rerata.

28

BAB III
KESIMPULAN

Stroke merupakan penurunan sitem syaraf secara tiba- tiba selama 24 jam tanpa
adanya penyebab lainnya selain kelainan vaskuler. Hingga sekitar 50% stroke diakibatkan
oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi . Insidensi stroke meningkat sekitar 25%
setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg, dan tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg. Baik
stroke iskemik maupun hemoragik memiliki hubungan yang kuat dengan hipertensi. Setiap
kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya stroke iskemik dan hemoragik
meningkat 2,23 3,18 kali
Di Indonesia, menurut Survei Departemen Kesehatan RI tahun 2007 pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan
penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi
stroke rata-rata adalah 0,8%.
Mekanisme hipertensi dapat menyebabkan stroke sendiri terjadi melalui disfungsi
endotel yang menyebabkan aterosklerosis, lipohialinosis dan aneurisma pembuluh darah yang
didukung dengan faktor resiko lainnya antara lain diabetes mellitus, dislipidemia, dan gaya
hidup seperti kebiasaan merokok.
Diagnosis stroke didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan laboratorium untuk
melihat adanya faktor resiko stroke, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti CT-Scan,
MRI, Angiografi, dan EKG.
Penatalaksanaan stroke terdiri dari terapi pada fase akut, dan fase lanjutan yang
bertujuan mengurangi luka sistem syaraf yang sedang berlangsung dan menurunkan kematian
dan cacat jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi
sistem syaraf, dan mencegah berulangnya stroke.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. Abro, Alla-ud-Din, Muhammad Aslam Abbasi, Hafeezullah, Jawaid Sammo, Muzafar
Sheikh. 2007. Incident of Stroke In Context of Hypertension In Local Population.
Pak J Physiol 2007;3(2). www.pps.org.pk/PJP/3-2/08-Allouddin.pdf

(6 Maret

2012)
2. Cachofeira, Victoria, Mara Miana, Natalia de las Heras, Beatriz Martn-Fernndez,
Sandra Ballesteros, Gloria Balfagn, and Vicente Lahera. 2009. Inflammation: A
Link Between Hypertension and Atherosclerosis. Current Hypertension Reviews,
2009, 5, 40-48.

www.benthamscience.com/chr/sample/chr-5-1/D0005H.pdf (6

Maret 2012)
3. Chisholm-Burns, M.A., Wells B.G., Schwinghammer, T.L., Malone P.M., Kolesar J.M.,
Rotschafer, J.C., Dipiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy Principle and Practice.
McGraw-Hill Companies, USA.
4. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. 2008.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th Edition. McGraw-Hill
Companies, USA.
5. Japardi,

Iskandar.

2005.

Patofisiologi

Stroke

Infark

Akibat

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi31.pdf

Tromboemboli.
(6 Maret

2012)
6. Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J.,
Kradjan, W.A., Williams, B.R. 2009. Applied Therapeutics: The Clinical Use Of
Drugs. 9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA.
7. Misbach, Jusuf, Lumban Tobing, Teguh A.S, Salim Harris. 2007. Guidline Stroke
Perdossi 2007. www. //dc118.4shared.com/img/-DDtRwSP/preview.html (6 Maret
2012)
8. Moheet,

Asma.

2011.

Stroke.

www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/neurology/ische
mic-stroke (6 Maret 2012)
9. Nasution, Darulkutni. 2007. Strategi Pencegahan Stroke. http://dc118.4shared.com/img/30

DDtRwSP/preview.html (6 Maret 2012)


10. Roger, Veronique, et.al. 2011. Heart Disease and Stroke Statistic 2011 Update : A Report
From

the

American

Heart

Association.

http://circ.ahajournals.org/content/123/4/e18.full
11. Savoia, Carmine, Lidya Sada, Luigi Zezza. 2011. Vascular Inflammation and Endothelial
Dysfunction in Experimental Hypertension. International Journal of Hypertension
Volume

2011

(2011),

Article

ID

281240.

http://www.hindawi.com/journals/ijht/2011/281240/ (6 Maret 2012)


12. Setyopranoto,

Ismail.

2011.

Stroke:

Gejala

dan

Penatalaksanaan.

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf/05_185Stro
kegejalapenatalaksanaan.pdf. (6 Maret 2012)
13. Silvermen, I.E., Rymer, M.M. 2009. Ischemic Stroke An Atlas of Investigation and
Treatment. USA: Clinical Publishing
14. Tuomilehto, J. 2006. Hypertension Combined with Type 2 Diabetes Increases the Risk of
Stroke.

www.

escardio.

org/

communities/

councils/

ccp/

ejournal/

volume4/Pages/vol4n27.aspx (6 Maret 2012)


15. Thuillez, V. Richard. 2005. Targeting Endothelial Dysfunction In Hypertensive subjects.
Journal

of

Human

Hypertension

(2005)

19.

www.nature.com/jhh/journal/v19/n1s/full/1001889a.html (6 Maret 2012)


16. Wolfe, Charles. 2009. Incidence of Stroke in Europe at the Beginning of the 21st Century.
http://stroke.ahajournals.org/content/40/5/1557.short (6 Maret 2012)

31

You might also like