You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi sekarang di Indonesia adalah Malnutrisi yaitu gizi buruk
atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan
masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara
berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan
kematian pada ibu hamil dan balita (Krisnansari, Diah, 2010). Menurut
Supariasa et al (2002) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang
kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang
rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, termasuk masalah kurang energi
dan protein (KEP) yang merupakan masalah gizi utama di Indonesia
( Departemen Kesehatan Republik Indonesia, [ Depkes RI], 2000). KEP dapat
mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak. Faktor yang tidak kalah
pentingnya untuk diketahui adanya perubahan-perubahan organik yang
permanen seperti pada jantung, pankreas, hati dan sebagainya yang dapat
memperpendek umurnya. Selain itu dapat menurunkan produktifitas kerja dan
derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. Pada anakanak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit

terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan


(Almatsier, 2009).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Provinsi Kalimantan
Selatan prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2010 sebanyak
16,8% gizi kurang dan 6% gizi buruk, kemudian pada tahun 2013 meningkat
menjadi 19,2% gizi kurang dan 8,2% gizi buruk. Provinsi kalimantan selatan
telah melebihi prevalensi angka KEP secara nasional yaitu lebih dari (15,5%)
balita yang mengalami KEP, hal ini menunjukkan tingginya angka KEP di
Provinsi Kalimantan Selatan (Riskesdas, 2013).
Penelitian Fitri Kurnia Rahim (2013) tentang Faktor Risiko Underweight
Balita Umur 7-59 Bulan di wilayah kerja Puskesmas Leuwimunding,
Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka, menunjukkan terdapat
hubungan tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi sejalan
dengan penelitian sebelumnya yaitu terdapat hubungan antara tingkat asupan
energi dan protein dengan kejadian KEP. Kekurangan Energi Protein ini dapat
diatasi diantaranya dengan mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
sumber energi seperti pisang dan protein tinggi seperti telur, ikan dan lain-lain
Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi serta sebagai sumber
energi karena mengandung karbohidrat, vitamin A dan B ( AAK, 1999).
Menurut Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 100 gram Pisang Kepok (Musa
paradisiaca formatypica) dapat menyumbang energi sebanyak 109 kkal
(PERSAGI, 2009).

Produksi pisang di Indonesia pada tahun 2010 telah mencapai 5,8 juta ton
dan menyumbang 30% dari produksi buah nasional (Kuntarsih, 2012). Namun
karena sifatnya yang klimaterik atau termasuk buah yang bersifat mudah rusak
setelah dipanen maka diperlukan penanganan alternatif bagi pisang agar dapat
mempertahankan nilai jualnya. Salah satunya dengan pembuatan tepung
pisang. Terdapat beberapa keuntungan setelah pisang diolah lebih lanjut
menjadi tepung antara lain yaitu lebih tahan disimpan, memudahkan dalam
pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk
olahan, dapat memberikan nilai tambah, dapat meningkatkan nilai gizi melalui
proses fortifikasi selama pengolahan, serta menciptakan peluang usaha untuk
pengembangan agro industri (Badan Litbang Pertanian, 2013). Selain itu
dengan pengolahan pisang lebih lanjut dapat meningkatkan nilai ekonomi dan
mengatasi turunnya harga jual bila tiba musim panen (Sukmaya et al., 2010).
Disamping itu tepung pisang merupakan salah satu alternatif produk setengah
jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan dapat

diolah menjadi

biskuit, brownies pisang, dan lain-lain.


Penelitian Silfia tentang Pengaruh Substitusi Tepung Pisang Pada
Pembuatan Brownies Terhadap Sifat Kimia Dan Penerimaan Organoleptik
Penelitian, pembuatan brownies pisang dilakukan dengan perlakuan
perbandingan tepung pisang dengan tepung terigu. Persentasi tepung pisang
yang digunakan adalah 100%, 75%, 50%, 25%, dan kontrol. Produk kemudian
dianalisis kadar serat kasar, air, protein, dan uji organoleptik terhadap rasa,

aroma, dan tekstur . Pada persentasi tepung pisang 100% dimana kadar serat
kasar, air dan uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan tekstur merupakan
hasil yang terbaik tetapi pada kadar protein Perlakuan 100% penggunaan
tepung pisang menghasilkan kadar protein paling rendah yaitu (11.87%)
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Untuk menambah kandungan protein
pada brownies tepung pisang, dengan penambahan pangan ikan lele yang
tinggi akan protein.
Sumber protein hewani dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi ikan. Ikan
merupakan sumber pangan yang relatif ekonomis jika dibandingkan dengan
sumber protein hewani lainnya. Ikan sebagai bahan makanan telah
diidentifikasi sebagai pangan yang memiliki keunggulan tertentu. Keunggulan
utama produk ikan adalah nilai cerna protein ikan sangat tinggi (lebih dari
90%) sehingga ikan mudah untuk dicerna karena daging ikan lebih lembut
dibandingkan dengan hewani lainnya. Selain kaya akan protein yang bermutu
tinggi, vitamin yang banyak tedapat pada ikan adalah vitamin yang larut
lemak (vitamin A dan D). Ikan mengandung asam lemak tak jenuh.
Dibandingkan dengan lemak hewani lainnya, lemak ikan sangat sedikit
mengandung kolesterol. Hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan karena
kolesterol yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan
pembuluh darah dan penyakit jantung koroner (Astawan, 2008c).
Ikan lele (Clarias spp.) merupakan ikan air tawar yang telah diprogramkan
oleh pemerintah dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat
melalui Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang

dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Mahyuddin 2007).


Ditinjau dari nilai gizinya, ikan lele memiliki kandungan protein tinggi. Selain
itu ikan lele mengandung leusin dan lisin yang sangat diperlukan oleh tubuh
karena merupakan asam amino esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan,
perbaikan jaringan, membantu penyerapan kalsium, dan memelihara masa
tumbuh anak agar tidak terlalu berlemak. Disamping itu, ikan lele
mengandung fosfor cukup banyak (Siregar, dkk. 2011).
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi perikanan yang
sangat besar baik perikanan laut maupun perikanan darat. Hingga saat ini
perkembangan di bidang perikanan sangat pesat terutama untuk perikanan
darat. Banyak jenis ikan darat yang dibudidayakan secara massal, salah
satunya adalah ikan lele dumbo . Proyeksi lele dalam negeri meningkat selama
kurun waktu 5 tahun (2005 2009), produksi lele meningkat cukup signifikan
dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 32%. Tahun 2008 produksi
mencapai 114.371 ton dan tahun 2009 produksinya meningkat hampir 75%
menjadi sekitar 200 ribu ton. Bahkan sebagai salah satu komoditi minapolitan,
produksi lele sampai tahun 2014 akan digenjot dengan rata rata pertumbuhan
per tahunnya mencapai 35% (Anonim, 2010). Berdasarkan komposisi ikan
lele dan proyeksi ikan lele tersebut, maka perlu dicoba ikan lele ditambahkan
pada pembuatan brownies, sehingga menghasilkan brownies sebagai
diversifikasi pangan dan upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan.
Pada penelitian machmud, dkk (2012) tentang pengkayaan protein dari
surimi lele dumbo terhadap tingkat kesukaan, dengan penambahan surimi lele

dumbo pada pembuatan brownies mendapatkan hasil bahwa brownies dengan


penambahan surimi lele dumbo sebesar 10% adalah yang paling disukai oleh
panelis, sedangkan pada penelitian Ressa Adlina (2015) tentang Pengaruh
Proses Pemanggangan dan Pengukusan Terhadap Kadar Protein Dan Daya
Terima Brownies Ikan Gabus, hasil penelitian didapatkan uji kadar protein
pada perlakuan pemanggangan adalah 12,6% dan pengukusan 7,46%. Uji daya
terima pada warna, aroma dan tekstur nilai produk yang lebih disukai adalah
pada erlakuan pemanggangan, sedangkan pada uji daya terima rasa lebih
panelis pada perlakuan pengukusan. Pembuatan produk brownies waktu yang
dibutuhkan harus tepat 30 menit. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
melakukan penelitian tentang pengaruh proporsi tepung pisang kepok dan ikan
lele dumbo pada brownies panggang, sehingga diperoleh brownies yang enak
dan baik untuk di konsumsi serta daat mengurangi penggunaan tepung terigu
impor.
Brownies merupakan perpaduan antara kue kering dan cake, serta
termasuk dalam kategori bar cookies ( kue kering potong). Brownies memiliki
tampilan dan citarasa yang beragam, variasi ini membuat kue brownies sangat
digemari (Lenny, 2007). Brownies adalah salah satu makanan jajanan yang
disukai anak-anak. Dan merupakan salah satu kue yang trend dan favorit
banyak orang. Brownies sudah sejak lama dikenal masyarakat sebagai jajanan
yang cukup mengenyangkan dan juga sering menggantikan menu sarapan pagi
dan bekal sekolah anak. Tidak seperti jajanan atau kue tradisional yang ratarata hanya mampu bertahan sehari dan kemudian basi, brownies dapat

bertahan dua sampai tiga hari tanpa bahan pengawet. Membuat brownies
relatif mudah, pemulapun dapat belajar dalam waktu singkat. Cukup
mengikuti resep dan teknik pembuatan yang tepat maka langsung bisa
menguasai pembuatan brownies. Asalkan ada kemauan dan berusaha. Bahanbahannya juga mudah didapat dan bisa dibuat dengan peralatan yang
sederhana (Sufi, 2009).
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh proporsi tepung pisang kepok dan Masalah pada
penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kadar mineral total pada biskuit
tersubstitusi tepung biji labu kuning dengan proses penepungan yang berbeda.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar
mineral total pada biskuit tersubtitusi tepung biji labu kuning dengan
proses penepungan yang berbeda.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kadar mineral total biskuit tersubtitusi tepung biji
labu kuning dengan proses penepungan yang berbeda.
b. Menganalisis perbedaan kadar mineral total biskuit tersubtitusi tepung
biji labu kuning dengan proses penepungan yang berbeda.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada pembaca dalam pemanfaatan biji labu
kuning sebagai tepung yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan produk
pangan.
2. Memberikan informasi kepada pembaca dalam pengolahan biskuit dengan
pemanfaatan tepung biji labu kuning.
3. Dapat membantu dalam penganekaragaman serta pemanfaatan pangan.
4. Meningkatkan pemanfaatan biji labu kuning.

You might also like