You are on page 1of 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di
Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan
dan gizi adalah kalsium. Kekurangan asupan kalsium dapat menyebabkan
penyakit Osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
berkurangnya kepadatan tulang dan kerusakan mikro jaringan tulang yang
mengakibatkan tulang rapuh dan mudah patah (Siagian, 2004).
Menurut Data Riskesdas 2010 , status gizi anak umur 6 -12 tahun adalah
bahwa secara nasional prevalensi kependekan pada anak umur 6 -12 tahun adalah
35,6 persen yang terdiri dari 15,1 persen sangat pendek dan 20 persen pendek.
Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang memiliki peran
penting dalam tubuh. Kekurangan kalsium pada anak dan remaja dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan, proses pengerasan tulang menjadi
terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan kalsium pada
kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu pengkeroposan tulang
(Almatsier, 2004). Sekitar 99% Kalsium berada pada jaringan tulang dan gigi,
sisanya berada di darah dan sel-sel tubuh (Anonim, 2012).

Sumber kalsium dapat diperoleh melalui bahan makanan kaya kalsium


seperti keju, susu, es krim, dan brokoli (Proverawati dan Kusumawati, 2010).
Bahan makanan tersebut ditinjau dari segi ekonomi cukup mahal. Almatsier
(2004), mengkonsumsi ikan dengan tulangnya merupakan salah satu sumber
kalsium yang baik, sehingga tulang ikan mempunyai potensi sebagai alternatif
bahan makanan kaya kalsium. Selama ini tulang ikan hanya menjadi limbah
perikanan dapat mencemari lingkungan. Tulang ikan dapat dimanfaatkan setelah
diolah menjadi tepung tulang ikan.
Salah satu ikan yang dapat dimanfaatkan tulangnya menjadi tepung tulang
ikan adalah ikan lele. lkan lele adalah jenis ikan air tawar yang paling banyak
diminati serta dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Olahan ikan lele
mempunyai rasa yang enak dan kandungan gizinya cukup tinggi. Kandungan gizi
dalam ikan lele dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti sumber energi, protein,
lemak, kalsium (Ca), fosfor (P), zat besi (Fe), natrium, tiamin (B1), riboflavin
(B2) dan niasin (Azhar,2006).
Pisang kepok (Musa paradisiacal formatypica) merupakan produk yang
cukup perspektif dalam pengembangan sumber pangan lokal karena pisang dapat
tumbuh di sembarang tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia, namun
cepat rusak setelah lepas panen karena melalui proses klimaterik yaitu proses
kematangan, untuk mengatasi untuk mengatasi kerusakan tersebut maka dapat
diolah menjadi tepung.
Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses

menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah


karbohidrat (17,2%-38%). Produksi tepung pisang nasional mencapai 4.384.384
ton (BPS, 2010) dengan nilai ekonomi sebesar Rp 6.5 triliun. Produksi tersebut
sebagian besar dipanen dari pertanaman kebun rakyat seluas 269.000 ha. Karena
keterbatasan teknologi yang dimiliki, hasil panen hanya dapat dipasarkan dalam
bentuk tandan buah segar. Selain keuntungan yang tidak terlalu besar, terkadang
petani juga menghadapi kendala dalam penanganan pasca panen buah pisang,
terutama selama masa penyimpanan dan pengangkutan. Tidak sedikit dari hasil
panen tersebut mengalami cacat fisiologis (busuk, penyet, terpotong, dan lainlain) yang akhirnya menurunkan kuantitas dan kualitas buah pisang tersebut.
(Anonim, 2008). Disamping itu tepung pisang merupakan salah satu alternatif
produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah
dicampur (dibuat tepung komposit) diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan
lebih cepat dimasak sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis
(Widowati, dan Darmajati 2001). Selain itu juga dapat diolah menjadi biskuit,
brownies, dan lain-lain.
Brownies merupakan salah satu jenis cake yang berwarna cokelat
kehitaman. Brownies ada dua macam yaitu brownies kukus dan brownies oven
sama seperti cake. Tekstur brownies lebih padat dari pada cake karena brownies
tidak membutuhkan pengembangan yang tinggi (Sulistiyo, 2006). Tepung yang
biasa digunakan dalam pembuatan brownies, adalah tepung terigu. Untuk
mengurangi penggunaan tepung terigu maka pada pembuatan brownies di
tambahkan tepung tulang ikan lele dan tepung pisang kepok.

You might also like