You are on page 1of 2

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penyakit-penyakit infeksi merupakan suatu masalah yang paling besar di
dunia. Sementara mortalitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired
immune Deficiency Syndrome (AIDS) itu sendiri menduduki peringkat kedua.
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
Negara di seluruh dunia. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis secara
bersamaan menyebabkan krisis kesehatan,krisis pembangunan Negara,krisis
ekonomi,pendidikan dan juga krisis kemanusiaan.Dengan kata lain HIV/AIDS
menyebabkan krisis multi dimensi.1,2
Telah diketahui sejak lama bahwa orang yang hidup dengan HIV, seperti
pasien lain dengan penyakit kronis, mungkin mengalami suatu bentuk gangguan
psikiatri (kejiwaan) selama perjalanan penyakitnya. Infeksi HIV dan gangguan
psikiatrik mempunyai hubungan yang kompleks,menjadi terinfeksi HIV akan
menyebabkan gangguan psikiatrik sebagai konsekuensi psikologis dari infeksi
atau karena efek dari virus HIV dalam otak. Perjalanan penyakit AIDS yang
progresif dan berakhir dengan kematian,serta penyebaran yang cepat , adanya
stigma dan diskriminasi terhadap penderita dapat menimbulkan keadaan stress dan
gangguan psikiatrik pada penderita tersebut. Penelitian menunjukan bahwa
prevalensi gangguan psikiatrik pada orang yang hidup dengan HIV/AIDS adalah
antara 30 60 %. Terdapat beberapa jenis gangguan psikiatrik atau psikopatologi
pada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) berdasarkan instrumen MINI ICD-10,
yaitu Gangguan Mood seperti depresi (68%), Gangguan Anxietas Menyeluruh
(41%), Gangguan Psikotik Tunggal (6%).ada beberapa referensi yang memasukan
juga demensia terkait HIV.2,3,5
Gangguan

psikiatri

pada

Odha

telah

dikaitkan

dengan

perilaku

disfungsional, termasuk hubungan seks tidak terlindung, dan penurunan dalam


mutu hidup. Lagi pula, kelainan ini mungkin mengganggu kemampuan pasien
untuk

memulai

dan

mematuhi

rejimen

antiretroviralnya

dan

mungkin

mengakibatkan kegagalan pengobatan. Dokter yang mengobati pasien dengan

infeksi HIV perlu menyadari permasalahan psikiatri dan psikososial yang rumit,
dan kadang kala tidak kentara, yang dihadapi pasien HIV. Penilaian psikiatri, yang
menilai kesejahteraan pasien saat itu dan risikonya terhadap masalah psikiatri di
masa mendatang, harus menjadi baku untuk setiap pasien yang terinfeksi HIV.
Sebagian besar penyakit psikiatri yang dialami dapat diobati dan, jika tidak
sembuh, setidaknya dikendalikan, dan ini merupakan kunci untuk mencapai
keberhasilan dalam pengobatan HIV dan memperbaiki mutu hidup pasien secara
keseluruhan. Di samping penilaian dan pengobatan psikiatri, tambahan
psikoterapi, konseling kerja sosial, dan dukungan sebaya mungkin bermanfaat
untuk menghadapi masalah pokok seperti penyalahgunaan narkoba atau alkohol
yang terus-menerus, ketunawismaan, dan pertengkaran keluarga, dan mungkin
membantu memperbaiki kepatuhan dan menurunkan perilaku berisiko.2

You might also like