You are on page 1of 43

LAPORAN PBL SISTEM ONKOLOGI

Tutor : dr. Prabowo,Sp.PA


Disusun oleh :
KELOMPOK 2

Badai Ardyana Arimbi Putri

(2013730129)

Bayu Setyo nugroho

(2013730130)

Deni nelissa

(2013730133)

Dikara Novirman Prayuliana

(2013730136)

Megi Annisa Rahmah

(2013730152)

Putri Dina Indrisia

(2013730165)

Putri noviarin irhamna

(2013730166)

RR.Hestin DP

(2013730172)

Shella Arditha

(2013730178)

Shila Rubianti p

(2013730179)

Virni tiana aprielia

(2013730186)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


PENDIDIKAN DOKTEFAKULTAS
KESEHATAN
DAN KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
JAKARTA

PROGRAM
STUDI
MUHAMMADIYAH
JAKARTA
PENDIDIKAN
DOKTER
DAN
KEDOKTERAN
2016-2017

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan ridhoNya sehingga kelompok 2 bisa menyelesaikan laporan PBL pertama untuk modul pertama
pada sistem Onkologi.
Dalam penyusunan laporan ini, berdasarkan hasil brainstorming kelompok 2, dan mengacu
pada buku-buku serta website di internet. Masalah yang menyangkut pada skenario pada
modul ini , kami kemukakan dalam pembahasan laporan yang telah disusun.
Dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dr. Prabowo sebagai pembimbing
kelompok 2 atas tutorial pertama yang membantu pada saat diskusi kelompok kami, sehingga
dapat terselesaikannya laporan PBL pertama ini.
Akhir kata, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dengan suatu harapan
yang tinggi, semoga laporan yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.
Wassalam.wr.wb
Jakarta, 2 Januari 2015

Kelompok 2

BAB I
PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penyakitpenyakit dengan gejala pada DISFAGIA, patogenensis, patofisiologi, cara diagnosis

dan

penanganan penyakit-penyakit tersebut.

SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
A. Membuat arti dan definisi disfagia
B. Menyebutkan dan menjelaskan tumor jinak dan ganas penyebab /degenerasi DISFAGIA.
C. Menjelaskan patogenesis terjadinya DISFAGIA,
a. Menjelaskan struktur anatomi pencernaan / GI Tract bagian atas
D. Menjelaskan cara diagnosis penyakit-penyakit dengan disfagia
E. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk membantu menegakkan
diagnosis keganasan dan lain-lain kelainan yang menyebabkan disfagia
a.

Menggambarkan perubahan

histopatologi pada bermacam-macam

penyakit tumor

pencernaan,
b. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang apa saja yang digunakan untuk mendeteksi
penyakit tersebut.
F. Menyebutkan stadium kanker pada pencernaan dengan menggunakan sistem TNM
G. Menjelaskan cara penanganan neoplasma jinak dan ganas
H. Menjelaskan terapi utama dan tambahan pada tumor jinak maupun ganas
I.

Mengetahui prognosis kanker pencernaan.

Skenario 2
Seorang perempuan usia 30 tahun,belum menikah mengeluh setiap makan muntah setelah 1-2
jam seperti apa yang sudah dimakan.Makanan cair lebih susah ditelan daripada makanan
padat.Berat badan tidak menurun.

Kata/Kalimat Sulit : Kata/Kalimat Kunci

Perempuan, 30 tahun
Tiap makan muntah setelah 1-2 jam
Konsistensi muntah sama seperti yang dimakan
Susah menelan makanan cair daripada padat
BB tidak menurun

Mind Map

Rumusan Masalah

1.Jelaskan definisi dan etiologi dysphagia


2.Jelaskan patofisiologi dysphagia
3.Jelaskan alur diagnosis pada scenario
4.Jelaskan penyakit-penyakit dengan gejala dysphagia
5.Jelaskan perbedaan tumor jinak dan tumor ganas
6.Jelaskan stadium kanker pada pencernaan menggunakan system TNM
7.Jelaskan mekanisme muntah pada scenario
8.Jelaskan mengapa pasien lebih sulit menelan makanan cair dari pada makanan padat
9.Jelaskan mengenai DD 1
10.Jelaskan mengenai DD 2
11.Jelaskan mengenai DD 3

BAB II

PEMBAHASAN

1 Jelaskan Definisi dan Etiologi Disfagia!


DEFINISI
Disfagia adalah sensasi gangguan passase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh
sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/dada atau makanan terasa tidak turun ke
lambung. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V hal 442)

Etiologi
Disfagia Mekanis
1. Luminal
a. Bolus yang besar
b. Benda asing
2. Penyempitan Interinsik
a. Keadaan inflamasi yang menyebabkan edema dan pembengkakan
Stomatitis
Faringitis, epiglottis
Esophagitis
i. Virus
ii. Bakteri
iii. Fungus
iiii. Penyakit bulosa mukokutaneus
v. Cedera kaustik, kimia, termal
b. Selaput dan cincin
Faring (sindroma plummer-vinson)
Esofagus (kongenital, inflamasi)
Cincin mukosa esofagus distal (cincin schatzki)

c. Striktur benigna
Peptic
Ditimbulkan oleh bahan kaustik dan pil
Inflamasi (penyakit Crohn, candida, lesi mukokutaneus)
Iskemia
Pascaoperasi, pascairadiasi
kongenital
d. Tumor-tumor maligna
Karsinoma primer
i. Karsinoma sel skuamosa
ii. Adenokarsinoma
iii. Karsinosarkoma
iiii. Pseudosarkoma
v. Limfoma
vi. Melanoma
vii. Sarcoma kaposi
Karsinoma metastatik
e. Tumor-tumor benigna

3. Kompresi Eksterinsik
a. Spondylitis vertebra
b. Osteofil vertebra
c. Abses dan massa retrofaring
d. Pembesaran kelenjar tiroid
e. Diverticulum zenker

f. Kompresi vaskuler
i. Arteri subklavia aberan kanan
ii. Aorta sisi kanan
iii. Pembesaran atrium kiri
iiii. Aneurisma aorta
g. Massa mediastinum posterior
h. Tumor pankrea, pankreatitis
i. Hematoma dan fibrosis pascavagotomi

Disfagia Motorik (neuromuskuler)


1. Kesulitan dalam memulai reflex menelan
a. Lesi oral dan paralisis lidah
b. Anastesia orofaring
c. Penurunan produksi saliva (sindroma sjogren)
d. Lesi pada komponen sensorik nervus vagus dan glosofaringeus
e. Lesi pada pusat menelan
2. Kelainan pada otot lurik faring dan esofagus
a. Kelemahan otot
i. Lesi lower motor neuron (paralisis bulbar)
Cerebrovascular accident
Penyakit motor neuron
Poliomyelitis, sindroma postpolio
Polyneuritis
Amiotrofik lateral sclerosis
Disotonomia familial

ii. Neuromuscular
Miastenia gravis
iii. Kelainan otot
Polimiositis
Dermatomiositis
Miopati (distrofi, miotonik, miopati okulofaringeus)
b. Kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutia

3. Kelainan pada otot esofagus


a. Paralisis korpus esofagus yang menyebabkan kontraksi yang lemah
b. Kontraksi dengan awitan simultan atau gangguan inhibisi deglutisi
i. Korpus esofagus
Spasme esofagus yang difus
Akalasia (insentif)
Varian spasme esofagus yang difus
ii. Sfingter esofagus bagian bawah
Primer
Sekunder: penyakit chagas, karsinoma, limfoma, sindroma pseudoobstruksi intestinal
neuropati, toksin dan obat-obatan.
c. Cincin muskuler (kontraktif) esofagus bagian bawah

2. Jelaskan patofisiologi dari disfagia !

PATOFISIOLOGI DISFAGIA
Transportasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan gerakan menelan tergantung pada
(1) ukuran bolus makanan yang ditelan, (2) diameter lumen lintasan untuk gerakan menelan, (3)
kontraksi peristaltik, dan (4) inhibisi deglutisi, termasuk relaksasi normal yang disebabkan oleh
bolus makanan yang berukuran besar atau oleh penyempitan lumen disebut disfagia mekanis,
sementara disfagia yang terjadi akibat inkoordinasi atau kelemahan kontraksi peristaltik atau
akibat inhibisi deglutasi dinamakan disfagia motorik.
Disfagia mekanis
Disfagia mekanis dapat disebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar, penyempitan intrinsik
atau kompres ekstrinsik lumen esofagus dapat mengembang hingga mencapai diameter 4 cm
karena elastisitas dinding esofagus tersebut. Kalau esofagus tidak mampu berdilatasi hingga
melebihi diameter 2,5 cm, gejala disfagia dapat terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat kalau
diameter esofagus tidak bisa mengembang hingga diatas 1,3 cm. Lesi yang melingkar lebih
sering menimbulkan gejala disfagia daripada lesi yang mengenai sebagian dari lingkaran dinding
esofagus saja, mengingat segmen yang tidak terkena tetap mempertahankan kemampuannya
untuk mengadakan distensi. Penyebab yang sering ditemukan adalah (1) karsinoma, (2) lesi
peptik serta striktur bernigna lainnya, dan (3) cincin pada esofagus bagian bawah.
Disfagia motorik
Disfagia motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai gerakan menelan atau
abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat inhibisi deglutisi yang disebabkan oleh penyakit
pada otot lurik atau otot polos esofagus.
Penyakit pada otot lurik meliputi faring, sfingter esofagus bagian atas dan esofagus pars
proksimal. Otot lurik dipersarafi oleh komponen somatik nervus vagus dengan badan-badan del
lower motor neuron yang terletak dalam nukleus ambigus. Neuron-neuron ini bekerja kolinergik
serta eksitatorik dan merupakan satu-satunya faktor penentu aktivitas otot tersebut. Gerakan
peristaltik paa segmen otot lurik disebabkan oleh aktivasi sentral sekuensial neuron-neuron yang
menginervasi otot-otot pada tingkat yang berbeda-beda di sepanjang esofagus. Disfagia motorik
faring terjadi akibat kelaina neuromuskuler yang menyebabkan paralisis otot, kontraksi

nonperistaltik simultan atau tertutupnya lubang pada sfingter atas disebabkan oleh paralisis
goniohioid dan otot suprahioid lai atau hilangnya inhibisi deglutif otot krikofaringeus. Karena
setiap sisi faring diinervensi oleh saraf ipsilateral, lesi neuron motor yang terjadi hanya pada satu
sisi menyebabkan paralisis faring unilatral. Meskipun lesi otot lurik juga mengenai bagian
servikal esofagus, manifestasi klinis gangguan fungsi mengalihkan manifestasi akibat terkenanya
esofagus.
Penyakit-penyakit pada segmen otot polos meliputi esofagus pars torakal dan sfingter esofagus
bagian bawah. Otot polos diinervasi oleh komponen parasimpatis serabut-serabut saraf
praganglion nervus vagus dan neuron-neuron pascaganglion dalam ganglia mienterika. Serabutserabut saraf ini memberikan pengaruh inhibisi yang dominan pada sfingter esofaus bagian
bawah dan menyebabkan inhibisi yang diikuti oleh kontraksi pada korpus esofagus. Peristalsis
dalam segmen ini disebabkan oleh mekanisme neuromuskuler pada dinding esofagus sendiri.
Disfagia terjadi kalau kontraksi peristaltiknya lemah atau kalau terdapat nonperistaltik atau kalau
sfingter distal tidak dapat membuka dengan normal. Hilangnya kekuatan kontraktil terjadi akibat
kelemahan otot, seperti pada skleroderma, atau akibat hilangnya neuron mienterik, seperti pada
akalasia. Penyebab kontraksi nonperistaltik, secara tipikal terlihat pada spasme esofagus difus,
tidak dimengerti. Kerusakan inhibisi deglutif sfingter esofagus bawah disertai dengan defek pada
saraf inhibisi terdapat sfingter, dan merupakan penyebab utama disfagia pada akalasia.
Penyebab penting adalah paralisis faring, akalasia krikofaringeal, skleroderma, akalasia, spasme
esofagus difus dan gangguan motorik yang terkait.

3.Jelaskan alur diagnosis dysphagia.

Anamnesis

Apakah terdapat kesulitan dalam menelan makanan cair maupun padat? Bagaimana awal
timbul dan perkembangannya? (sulit menelan cairan sekaligus padat sejak awal

menunjukkan adanya gangguan motilitas)


Adakah kesulitan melakukan gerakan menelan? (pertimbangan kelumpuhan bulbar)
Adakah nyeri menelan (odinofagia)? (pertimbangkan keganasan atau esophagitis)
Adakah tonjolan pada leher atau mendenguk? (pertimbangkan kantung faring)
Dimana pasien merasa ada benda tersangkut?
Adakah batuk atau tercekik saat menelan? (ini menunjukan penyebab neuromuscular)
Pernahkah ada penurunan berat badan?
Adakah tanda-tanda kelemahan tubuh dibagian manapun?
Adakah hematemesis, muntah, atau regurgitasi?

Riwayat penyakit dahulu

Adakah riwayat ulkus, penyakit sistemik (misalnya scleroderma), atau gangguan

neurologis (misalnya mistenia gravis)?


Adakah riwayat operasi untuk refluks (misalnya fundoplikasi)?

Obat-obatan

Apakah pasien mengkonsumsi obat seperti inhibitor pompa proton?


Apakah pasien mengkonsumsi obat yang mungkin menyebabkan eksaserbasi esophagitis

(misalnya OAINS)?
Tanyakan mengenai riwayat merokok dan alcohol pada pasien.

Pemeriksaan Fisik

Apakah pasien menderita sakit ringan atau berat?


Adakah tanda-tanda anemia, limfadenopati, atau icterus?
Adakah tanda-tanda penurunan berat badan?
Adakah kelainan leher? Adakah struma?
Lakukan pemeriksaan mulut dan lidah
Pertimbangkan pemeriksaan spesialis tht untuk faring dan laring
Adakah tanda-tanda gangguan kardiovaskular atau pernapasan?
Cari tanda-tanda aspirasi
Adakah massa abdomen? Adakah hepatomegaly atau nyeri tekan epigastrium?

Lakukan pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan yang lengkap perlu dilakukan dengan


penekanan khusus pada setiap gejala-gejala kelemahan otot, fasikulasi, lidah, dan reflex

muntah
Perhatikan saat pasien menelan cairan. Adakah tersedak, batuk, atau pembesaran leher?

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan, ialah:
Darah
Urine
Faces
Fungsi hati
SGOT/SGPT

Fungsi ginjal
Gula darah
Kolesterol
Fungsi hemostatic
Protein serum

Fosfatase alkali
Fosfatase asam
Elektrolit serom
LDH
Lain-lain

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan mekanik :
Penunjang
1. Barium Swallow
(Esofagogram)

Kegunaan
Menilai anatomi dan fs otot faring/esofagus, deteksi
sumbatan o/k tumor, striktur,web, akalasia,
divertikulum

1. CT Scan
2. MRI

Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada


Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke, degeneratif
proses diotak
Menilai keadaan dan pergerakan otot laring

1. Laringoskopi direk
2. Esofagoskopi
3. Endoskopi ultrasound

Menilai lumen esofagus, biopsi


Menilai lesi submukosa

Pemeriksaan penunjang utk menilai fungsi menelan :


Penunjang

Kegunaan

1.

Modified barium swallow

Menilai keadaan kedua sfingter esofagus,

2.

Leksible fiber optic

faringoskop
3.

Video floroscopy recording

4.

Scintigraphy

menganalisatransfer dysphagia
Menilai pergerakan faring dan laring

Sda

Menilai gangguan orofaring, esofagus, pengosongan


5.

EMG

6.

Manometri

7.

pHmetri 24 jam

lambung dan GERD (Gastroesophageal refluks


disease)
Menilai defisiensi fungsi saraf kranial
Menilai gangguan motilitas peristaltik
Pemeriksaan fefluks esofagitis

4. PENYAKIT PENYAKIT DENGAN GEJALA DISFAGIA


a) Akalasia
Akalasia adalah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasi dan peristaltik
esophagus berkurang, karena diduga karena terjadi inkoordinasi neuromuskuler. Akibatnya
bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut mega-esofagus.
Gejala

Disfagia, merupakan keluhan utama. Disfaga dapat terjadi tiba-tiba setelah menelan atau
ada gangguan emosi. Biasanya cairan lebih sukar ditelan daripada makanna padat.

Regurgitasi

Nyeri di daerah substernal

Penurunan berat badan

b) Tumor Esofagus
- Tumor Jinak
Biasanya jarang ditemukan. Umumnya ditemukan pada usia muda dan gejala gejala
yang ditimbulkannya terjadi secara perlahan jika dibandingkan dengan tumor ganas
esofagus.
Gejala
Tidak ada gejala khas dari tumor jinak esofagus
Gejala sumbatan akan timbul jika ukuran tumor besar
Disfagia terjadi secara lambat tergantung dari stadium tumor
Rasa tidak enak di epigastrium dan substernal (kadang)
Rasa penuh dan sakit yang menjalar ke punggung dan bahu
Muntah
Mual
Regurgitasi
-

Tumor Ganas
Tumor ganas esofagus secara histologik digolongkan menjadi karsinoma sel
skuamosa, adenokarsinoma, karsinosarkoma dan sarkoma. Karsinoma sel skuamosa
merupakan tumor ganas esofagus yang paling sering ditemukan.
Etiologi
Beberapa faktor yang erat hubungan dengan timbulnya kaesinoma esofagus adalah
makanan yang mengandung zat yang bersifat karsinogenik, misal : alkohol, tembakau
Gejala
- Disfagia yang progresif
- regurgitasi
- penurunan berat badan
- suara parau

batuk
sesak napas

c) Divertikulum Esofagus
Divertikulum esofagus merupakan kantong yang terdapat di lumen esofagus.
Etiologi
-

Divertikulum faringoesofagus disebabkan karena gangguan motilitas esofagus, kelainan

kongenital atau kelemahan yang didapat pada dinding otot hipofaring atau esofagus.
Divertikulum parabronkial disebabkan oleh kelainan kongenital atal tuberkulosis kelenjar

limfa mediastinum.
Divertikulum epifrenik diduga akibat kelemahan dinding otot secara kongenital

Gejala

Retensi makanan
Disfagia terjadi jika ada spasme esofagus
Regurgitasi setelah minum atau makan pada malam hari (kadang)
Nyeri epigastrik
Anoreksia
Penurunan berat badan

d) Faringitis
Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis.
Gejala dan tanda
- Demam
- Rinorea
- Mual
- Nyeri tenggorok
- Disfagia
Faringitis Fungal

Candida dapat tumbuh di mokosa rongga mulut dan faring.


Gejala dan Tanda
- Nyeri tenggorok
- Disfagia

e) Trauma Laring
Trauma pada aring dapat berupa trauma tumpul atau tajam akibat luka sayatan, lika tusuk,
dan luka tembak. Trauma tumpul pada daerah leherselain dapat merusak struktur laring juga
menyebabkan cedera pada jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh darah, dll.
Etiologi
Trauma mekanik eksternal ( trauma tumpul, trauma tajam) dan trauma mekanik internal

(akibat endoskopi, pemasangan pipa nasogaster)


Trauma akibat luka bakar oleh panas ( gas atau cairan yang panas), kimia (cairan alkohol,

amoniak, natrium hipoklorit yang terhirup)


Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher
Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebih, misal : menjerit keras, berteriak,
atau bernyanyi dengan suara keras.

Gejala
-

Suara serak atau hilang


Disfagia
Nyeri menelan

5.Jelaskan perbedaan tumor jinak dan ganas!


Neoplasma
Definisi
Neoplasia didefinisikan sebagai perkembangan massa jaringan abnormal yang tidak
responsive terhadap mekanisme control pertumbuhan normal.Neoplasma adalah suatu kelompok
atau rumpun sel neoplastic..istilah ini biasanya sinonim dengan tumor.Istilah neoplasma benigna
mengacu pada sel-sel neoplastic yang tifak menginvasi jaringan sekitar dan tidak
bermetastasis.Metastasis didefinisikan sebagai kemampuan sel kanker untuk menyusup dan
membangun pertumbuhan pada area tubuh lain yang jauh dari asalnya.Istilah neoplasma maligna
mengacu pada sel-sel neoplastic yang tumbuh dengan menginvasi jaringan sekitar dan
mempunyai kemampuan untuk bermetastasis pada jaringan reseptif.Semua neoplasma maligna

diklasifikasikan sebagai kanker dan kemudian


jaringannya.Suatu tumor bisa benigna atau maligna.

digambarkan

sesuai

dengan

asal

Neoplasma benigna
Neoplasma benigna terdiri dari sel sel yang serupa dengan struktur pada sel asalnya.Selsel neoplasma benigna ini lebih kohesif daripada pada neoplasma maligna.Pertumbuhan terjadi
dari bagian tengah massa benigna,biasanya mengakibatkan batas tegas.
Tumor benigna menimbulkan efek-efeknya berupa obstruksi,tekanan,dan sekresi.Tumor benigna
di dalam ruang tertutup seperti tengkorak dapat menimbulkan gangguan serius yang dapat
menimbulkan kematian.Obstruksi usus dapat diakibatkan dari pertumbuhan tumor benigna dalam
lokasi tersebut.

Neoplasma maligna
Neoplasma maligna mempunyai struktur selular atipikal,dengan pembelahan dan
kromosom nuclear abnormal.Sel maligna kehilangan diferensiasinya atau menyerupai sel
asalnya.Sel tumor tidak kohesif,dan akibatnya pola pertumbuhan tidak teratur;tidak ada kapsul
yang terbentuk,dan perbedaan separasi dari jaringan sekitar sulit terlihat.

6. Jelaskan stadium kanker pada saluran pencernaan menggunakan sistem TNM (Tumor
Nodul Metastasis)
Stadium-stadium kanker
Umumnya keganasan penyakit kanker digolongkan ke dalam beberapa stadium. Beberapa hal
yang diperhatikan dalam menentukan stadium tersebut, adalah : lokasi tumor; apakah sudah
menyebar kepada organ/jaringan tertentu; dan apakah sudah mempengaruhi fungsi dari organorgan tubuh. Dokter akan melakukan diagnosa dalam menentukan stadium tersebut, penetapan
stadium tidak akan dilakukan sebelum dilakukan pengujian/test. Dengan mengetahui stadium
yang diderita pasien, dokter dapat menentukan tindakan terbaik dan membantu dalam prediksi
kemungkinan pemulihan/kesembuhan. Terdapat beberapa gambaran stadium untuk berbagai jenis
kanker yang berbeda.
SISTEM TNM
Sistem TNM merupakan sistem standar dalam menentukan stadium kanker. Pada sistem TNM,
kanker ditandai dengan kategori T, N dan M.

Stadium dalam TNM system, terdiri dari clinical stage (sebelum operasi pengambilan jaringan)
dan pathologic stage (sesudah operasi) yang ditandai dengan c atau p, contohnya cT3N1M0
atau pT2N0.
Kategori T (Tumor)
T menggambarkan tumor primer, dengan pembagian :

Tx berarti tumor tak terukur

T0 berarti tidak terdapat bukti bahwa tumor ada

Tis berarti kanker in situ (kanker belum menyebar ke jaringan sekitarnya)

T1, T2, T3, T4 berarti ukuran tumor dan level invasi kanker terhadap jaringan
sekitarnya.

Kategori N (Lymph Node)


N menggambarkan penyebaran kanker ke kelenjar getah bening setempat

Nx berarti penyebaran kanker ke kelenjar getah bening tak dapat dievaluasi /


ditentukan

N0 berarti kelenjar getah bening setempat tidak mengandung kanker

N1, N2, N3 menggambarkan ukuran, lokasi dan / atau jumlah kelenjar getah
bening yang terpengaruh.

Kategori M (Metastase)
M menggambarkan metastasis (penyebaran kanker ke tubuh bagian lain).

Mx berarti penyebaran kanker tidak dapat ditentukan.

M0 berarti tidak terdapat bukti bahwa metastasis ada

M1 berati penyebaran jauh kanker terdapat.

Setiap jenis kanker memiliki versi tersendiri dalam penentuan stadiumnya. Jadi, huruf dan angka
tidak selalu berati sama dengan jenis kanker lain. Misalnya, pada beberapa kanker, pembagian
stadium dapat dibagi lagi menjadi T3a dan T3b, sementara yang lain tidak memiliki kategori N3.
Dalam penentuan stadium ini, dokter memerlukan pemeriksaan penunjang seperti :
a.

pencitraan (sinar X, CT scan dan MRI) yang dapat memberikan informasi guna
menegakkan diagnosis, dan seberapa banyak kanker dalam tubuh serta di mana saja
letaknya..

b.

biopsi dapat memberikan informasi penegakan diagnosis dan stadium kanker.


Staging karsinoma esophagus didasarkan pada system TNM dari Union International
Contre Le Cancre (UICC)

STAGI

TUM

NOD

METASTA

NG

OR

UL

SIS

Stage 0

Tis

N0

M0

Stage I

T1

N0

M0

Stage

T2
T3

N0
N0

M0
M0

T1
T2

N0
N1

M0
M0

T3
T4

N1
M0
Any N M0

Any T

Any N M1

IIA
Stage
IIB
Stage
III
Stage
IV

(Dikutip dari Maingots abdominal operation)


Keterangan :

Tis : Tumor in situ (kanker belum menyebar ke jaringan sekitarnya)


T1 : Tumor pada lamina propria atau submucosa
T2 : Tumor invasi pada muskularis
T3 : Tumor invasi pada lapisan adventitia
T4 : Tumor invasi pada organ lain
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
N1 : Ada pembesaran kelenjar limfe regional
M0 : Tidak ada metastase
M1 : Ada metastase
Stadium kanker esofagus
Stadium 0: kanker esophagus awal, kanker yang terjadi hanya sebatas di bagian
keronkongan, tidak ada perubahan menjadi ganas pada jaringan lain, juga tidak

menyebar ke kelenjar getah bening.


Stadium 1: kanker telang menyerang ke bagian lain di bawah lapisan epidermis, sel
kanker muncul di lamina propria atau submukosa, tapi tidak menganggu otot. Kanker

tidak akan menyebar ke kelenjar getah bening atau organ lain.


Stadium 2: dapat menyebar kelenjar getah bening tapi tidak ke organ lain.
Stadium 3: kanker esophagus telah menyebar ke trakea yang berdekatan dengan
organ lain, tapi tidak mempengaruhi kelenjar getah bening yang terkait, tidak ada

metastasis yang jauh.


Stadium 4: kanker esophagus telah menyebar oleh darah ke organ lain seperti hati,
tulang, otak dan lain-lain.

7. Jelaskan mekanisme muntah!


A Muntah
Muntah merupakan suatu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya
sendiri dari isinya ketika hampirn semua bagian gastrointestinal teriritasi secara luas,
sangat mengembang atau bahkan terlalu terangsang. Sinyal sensoris yang
mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus, lambung dan bagian atas
usus halus. Impuls saraf kemudian ditranmisikan melalui serabut saraf aferen vagal
maupun saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di batang otak yang
semuanya bersama-sama disebut pusat muntah. Dari sini, impuls-impuls motorik
yang menyebabkan muntah sesungguhnua ditransmisikan dari pusat muntah melalui
jalur saraf kranialis V. VII. IX, X, XII ke traktus gastrointestinal bagian atas, melalui

saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke
diafragma dan otot abdomen.
Pada tahap awal, antiperistaltik mulai terjadi. Antiperistaltik berarti gerakan
peristaltik ke arah atas traktus pencernaan, bukannya ke arah bawah. Hal ini dapat
dimulai sampai sejau sejauh ileum di traktus intestinal. Sekali pusat muntah telah
cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama adalah (1)
bernapas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfringter esofagus
bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis untuk mencegah aliran muntah
memasuki paru, (4) pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior.
Kemudian datang kontraksi diafragma yang kuat kebawah bersama dengan kontraksi
semua otot dinding abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas
yang tinggi. Akhirnya sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap
membuat pengeluaran ke atas melalui esofagus.
B Muntah Kronis
Muntah yang kronis mengakibatkan berkurangnya asupan makanan dan
hilangnya getah lambung, bersamaan dengan hilangnya saliva yang tertelan,
minuman dan kadang-kadang sekresi usus halus. Akibatnya terjadi hipovolemia.
Pelepasan ADH yang dipicu oleh pusat muntah, mendorong retensi cairan.
Kehilangan NaCl yang berlebihan dan kehilangan H2O yang relatif kecil
menyebabkan hiponatremia yang semakin diperberat oleh meningkatnya eksresi
NACHO3 yang merupakan respon terhadap alkalosisi nonrespiratorik. Keadaan ini
akibat sel parietal lambung yang melepaskan 1 ion HCO3- untuk tiap ion H yang
disekresikan dalam lumen. Karena ion H+ akan hilang bersama muntah sehingga
tidak dapat digunakan lagi untuk menyangga HCO3- dalam duodenum, HCO3- akan
terakumulasi dalam tubuh. Alkalosis diperparah oleh hipokalemia , K+ yang hilang
melalui muntah (makanan, saliva dan getah lambung) dan urin. Hipovolemik
menyebabkan hiperaldosteronisme sehingga eksresi K+ meningkat akibat absorbsi
Na yang meningkat.

8. Jelaskan mengapa pasien pada skenario lebih sulit menelan makanan cair dari pada
makanan padat?
Pada saat makanan padat berada didalam mulut, terjadi proses pencernaan mekanik oleh
gigi kita. Setelah makanan dikunyah, makanan akan berbentuk gumpalan yang kenyal yang dapat
disebut juga bolus. Bolus akan dihantarkan ke daerah faring oleh kontraksi dari lidah. Hal ini
dapat disebut juga respon yang volunteer atau secara sadar.
Setelah bolus berada di faring, bolus mengaktivasi respon sensoris di daerah faring. Hal
ini dapat membuat trakea tertutup dan esophagus terbuka. Sehingga makanan dapat tertelan
akibat reflen menelan. Hal ini dinamakan juga respon yang involunter atau tidak sadar.
Lain halnya dengan makanan cair. Ketika makanan cair masuk ke rongga mulut, tidak
akan terbentuk bolus yang kenyal. Sehingga ketika makanan cair tersebut masuk ke faring,
makanan cair tersebut tidak mengaktivasi respon sensoris di faring. Sehingga trakea tetap
terbuka dan esophagus tertutup.
Hal ini seringkali membuat kita menjadi tersedak. Akhirnya makanan tersebut
mengaktivasi reflek muntah yang berada di faring. Sehingga terjadilah muntah.

9. Jelaskan DD 1! (Achalasia Esophagus)


Achalasia Esophagus
Definisi
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama simple ectasia, kardiospasme,
megaesofagus, Dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu
gangguan neuromuskular. Istilah achalasia berarti gagal untuk mengendur dan merujuk pada
ketidakmampuan dari lower esophageal sphincter (cincin otot antara esophagus bagian bawah
dan lambung) untuk membuka dan membiarkan makanan lewat kedalam lambung. Kegagalan
relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan ini menyebabkan dilatasi bagian proksimal
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik.

Epidemiologi
Insiden achalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orang per tahun, dengan
rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Achalasia esofagus lebih sering terjadi pada orang
dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini juga sangat jarang
ditemukan, dan secara genetik tidak ditemukan hubungan. Kurang dari 5% dari kasus terjadi
pada anak-anak, di mana mengenai anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan,
dengan rasio 6:1.
Etiologi
Achalasia esofagus dapat terjadi secara primer (idiopatik) atau secara sekunder. Achalasia
esofagus primer diduga terjadi akibat tidak adanya seluruh atau sebagian sel

ganglion inhibitor pada pleksus Mienterikus (Auerbachs) pada esofagus. Hal ini mengakibatkan
ketidakseimbangan antara neuron eksitatorik dan neuron inhibitorik yang menyebabkan
spinchter esofagus bawah tidak dapat berelaksasi. Beberapa penelitian telah mencatat sejumlah
ganglion mienterik pada spesimen-spesimen penyakit esofagus dan menemukan adanya infiltrat
limfositik dan deposisi kolagen di dalam ganglion. Berdasarkan penemuan ini, agen-agen yang
dapat menyebabkan penyakit infeksi, seperti virus, dan beberapa mediator radang akibat respon
imunnya, diduga sebagai penyebab dari kehilangan ganglion, tetapi etiologi pastinya belum
diketahui.
Penyebab sekunder achalasia esofagus yang paling sering adalah penyakit Chagas, suatu
penyakit sistemik yang disebabkan oleh infestasi spesies protozoa, yaitu Trypanosoma cruzi,
yang ditansmisikan oleh seekor serangga, menginfeksi neuron intramural, dan menyebabkan
disfungsi otonom. Penyakit Chagas paling sering terjadi di Amerika Tengah dan Selatan, dan
diduga penyakit ini menjadi penyebab sekunder terbanyak dari achalasia esofagus. Selain itu,
penyebab sekunder dari achalasia esofagus dapat berupa malignansi (karsinoma lambung,
esofagus), postvagotomi, pseudo-obstruksi intestinal kronik tipe neuropatik, amiloidosis,
sarkoidosis, dan penyakit Anderson-Fabrey.

Patofisiologi
Teori utama yang dapat menjelaskan penyakit ini, antara lain:5

Terjadi abnormalitas neurogenik primer yang disertai dengan tidak berfungsinya neuron
inhibitorik dan terjadi degenerasi progresif dari ganglion sel

Terjadi defisiensi dari ganglion sel pleksus mienterik, dapat juga disebabkan oleh
Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD), penyakit Chagas, dan infeksi virus.

Abnormalitas motorik pada achalasia esofagus merupakan hasil dari penurunan fungsi pada
motor neuron yang terletak pada pleksus mienterikus intramural. Secara fungsional, kontraksi
spinchter esofagus diatur oleh pelepasan neurotransmitter eksitatorik (asetilkolin dan substansi P)
dan relaksasi spinchter esofagus diatur oleh pelepasan neurotransmitter inhibitorik (nitrit oksida
dan vasoactive intestinal peptide). Seseorang

yang menderita achalasia esofagus kehilangan ganglion sel inhibitori yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam transmisi neuron eksitatori dan inhibitori, sehingga mengakibatkan
timbulnya tekanan yang tinggi pada spinchter esofagus dan tidak dapat berelaksasi.

Gejala Klinik
Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi
dan sangat jarang pada usia lanjut.
Biasanya gejala yang ditemukan adalah disfagia yang merupakan keluhan utama dari
penderita Akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada
gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya
cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi
pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi
dan abses paru.
Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium
lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat
menyerupai serangan angina pektoris.
Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi makannya unruk
mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal.
Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan akibat
komplikasi dari retensi makanan.
Pada anak yang paling sering adalah muntah persisten.

GambaranPatologiAnatomi
Gambaran histopatologik akalasia ditandai dengan degenerasi ganglia pleksus auerbach
yang mengatur motilitas esofagus. Selain itu, terjadi dilatasi dan hipertrofi esofagus.
Tatalaksana
Sifat terapi pada achalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat
dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan konservatif, diltasi dan operatif.
1. Konservatif
a. Diet: diberikan makanan cair atau lunak dan yang hangat.
b. Psikoterapi: perlu memperhatikan faktor psikis dari si penderita.
c. Medis: Sedativa yang ringan, antikolinergik misalnya sufas atropin 0,5 - 1 mg untuk
Mengurangi spasme yang sakit, tapi tak mengendurkan sphincter, memberikan anastesi
Lokal pada mukosa, inhalasi amilnitrit atau gliserilnitrit 0,4 mg. Sublingual untuk
mengendurkan sphincter, tapi tidak menimbulkan peristaltik yang normal.
Terapi tersebut hanya bersifat temporer, dan tak memuaskan, oleh karena itu perlu dilatasi.
2. Dilatasi
Memakai busi (bougi) dari Hurst, yang terdiri atas busi dari karet, yang diisi dengan
Hg.Cara ini lebih banyak mengadakan dilatasi. Kadang-kadang menyebabkan
ruptura dari jaringan otot.
Dengan negus hydrostatic bag.

Pemakaiannya harus dengan bantuan rigid esophagoscope dengan kontrol visuel


langsung. Dilator dimasukkan dan diisi dengan 30 - 40 cc air.

Strack manual dilator.


Suatu alat dilator yang terbuat dari besi kawat dan dapat dibuka seperti dayung.
Sebelumnya si penderita diberi premedikasi dengan pethidin dan atropin, baru
dilakukan dilatasi.
Sippy pneumatic bag.
Untuk memasukkan kantongnya dapat dibantu dengan silk thread, yang dapat ditelan
Oleh si pasien kemudian tekanan dalam kantong dinaikkan sampai 300 mmHg

selama

3 menit.
Dilatasi dilakukan setiap hari selama 6 hari.
3. Tindakan Operatif
Dilakukan pada penderita yang berat dan terapi yang terdahulu tidak berhasil.
Pada penderita dengan komplikasi di paru harus dilakukan operasi.
Operasi yang dilakukan yaitu operasi heller, yaitu dilakukan penyatan di daerah
esophagostric junction.
Cara lain yaitu esofagogastronomi dan dilatasi digital dari bawah (Mickulics operation),
tetapi hasilnya kurang memuaskan.
Prognosis
Pasien akalasia mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan. Sehingga bila ditangani
secara dini, prognosis pasien baik. Komplikasi yang paling sering muncul pada akalasia yang
lama adalah karsinoma esofagus.
10. Jelaskan differential diagnosis 2 (karsinoma laring)!
A. Definisi

Tumor ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang ditandai dengan sebuah tumor
yang berasal dari epitel struktur laring (KamusSaku Mosby, 2008).
B. Epidemiologi
Kebanyakan (7090%) karsinoma laring ditemukan pada pria usia lanjut. Tipe glotik merupakan
6065%, supraglotik 30 35%, dan infraglotik hanya 5%. Merokok merupakan penyebab utama.
C. Etiologi
a. Asap rokok dan alcohol
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti.Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok
dan peminum alcohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi karsinoma laring.
Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya
karsinoma laring yang kuat adalah rokok, alcohol dan terpajan oleh sinar radioaktif.
b. Karsinogen lingkungan
Arsen (pabrik, obat serangga), asbes (lingkungan, pabrik, tambang), gas mustar (pabrik), serbuk
nikel (pabrik, lingkungan), polisiklik hidrokarbon (pabrik, lingkungan), vinil klorida (pabrik),
dan nitrosamin (makanan yang diawetkan, ikan asin).
c. Infeksi laring kronis
Kuman, rangsangan terus menerus (asap) menyebabkan radang kronis mukosa laring selanjutnya
terjadi hiperplasia, hiperkeratosis, leukoplakia, eritroplakia, sel atipik dan akhirnya menjadi sel
kanker.

d. Human papilloma virus (HPV)


Predileksi di korda vokalis. Awalnya tumbuh jaringan berupa papil-papil (papiloma) kemudian
terjadi perubahan maligna menjadi karsinoma verukosa (verrucous carcinoma).
e. Genetik
Interaksi faktor etiologi & host berbeda-beda tiap individu.Aktivasi pra karsinogen & inaktivasi
karsinogen amat bervariasi individual.

D. Lokasi terjadinya Kanker laring

Sobin (1997) dalam Lee (2003), laring dibagi menjadi 3 bagian yaitu supraglottis, glottis dan
subglottis. Masing-masing bagian laring memiliki subbagian yang telah ditentukan oleh UICC
(Union International Centre leCancer). Subbagian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Supraglottis
Tumor supraglottis ini terbatas mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas glottis termasuk
pita suara palsu dan ventrikel laring.
b. Glottis
Tumor glottis mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm di bawah tepi bebas
pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot intrinsik pita suara. Batas superior adalah
ventrikel laring. Oleh sebab itu, tumor glottis dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat
meluas ke subglottis sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior.
c. Subglottis
Tumor subglottis tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas
inferior krikoid. Tumor yang menyeberangi ventrikel dan mengenai pita suara asli dan pita suara
palsu ataupun meluas ke subglottis lebih dari 10 mm merupakan tumor ganas transglottis.

E. Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi karsinoma laring dapat digambarkan dalam skema berikiut ini:

Faktor predisposisi
(alkohol, rokok, radiasi)

proliferasi sel laring

Diferensiasi buruk sel laring

Ca. Laring

Metastase

Plica vocalis

Obstruksi jalan

supraglotik

napas

Suara parau

Obstruksi lumen

Mengiritasi sel

oesophagus

Afonia

laring

Disfagia

Gangg.

Infeksi

Komunikasi

verbal

Akumulasi sekret

Bersihan jalan
napas tak efektif,
stridor

F. Gejala klinis
1. Serak: Gejala utama Ca laring, merupakan gejala dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan
karena gangguan fungsi fonasi laring.Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik,
besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada
tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidakteraturan pita
suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligament
krikoaritenoid dan kadang-kadang menyerang saraf. Adanya tumor di pita suara akan
mengganggu gerak maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara

menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadangkadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau paralisis komplit. Hubungan antara
serak dengan tumor laring tergantung pada letak tumor. Apabila tumor laring tumbuh pada pita
suara asli, serak merupakan gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel
laring, dibagian bawah plika ventrikularis atau dibatas inferior pita suara, serak akan timbul
kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak
timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan
tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan
serak kecuali tumornya eksentif.
2. Suara bergumam (hot potato voice): fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam.
3. Dispnea dan stridor: Gejala yang disebabkan sumbatan jalan nafas dan dapat timbul pada tiap
tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh gangguan jalan nafas oleh massa tumor, penumpukan
kotoran atau secret maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik dan transglotik
terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi. Pada
umunya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
4. Nyeri tenggorok: keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang tajam.
5. Disfagia: Merupakan ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan sinus
piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas
postkrikoid.Rasa nyeri ketika menelan (odinofagia): menandakan adanya tumor ganas lanjut
yang mengenai struktur ekstra laring.
6. Batuk dan hemoptisis: Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul
dengan tertekanya hipofaring disertai secret yang mengalir ke dalam laring. Hemoptisis sering
terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
7. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang
menyerang kartilago tiroid dan perikondrium.

G. Diagnosis
a). Anamnesis
Gejala yang dapat diperoleh lewat anamnesa:

Suara parau
Sesak nafas dan stridor inspirasi
Nyeri pada tenggorok dan disfagia (tu supraglotis)
Batuk + darah (ulserasi tumor)
Berat badan turun

b). Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan. Pemeriksaan
ini meliputi penilaian saluran nafas jika pasien mengeluhkan sesak nafas, melihat kondisi pasien
apakah tampak sakit berat, serta menilai status nutrisi yang terlihat dari penurunan berat badan.
Selain itu juga untuk menilai status fisik untuk tindakan biopsi, pembedahan,radioterapi dan
kemoterapi (Concus et al, 2008; Lee, 2003 dan Sofyan, 2011). Pada saat kanker laring telah
dicurigai maka pemeriksaan kepala dan leher lengkap juga harus dilakukan, khususnya pada
laring dan leher. Kualitas suara juga perlu diperhatikan. Suara nafas bisa menunjukkan adanya
paralisis pita suara dan suara yang meredam adanya lesi di supraglottis (Concus et al, 2008).
a. Pemeriksaan Laring
Pemeriksaan laring dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan indirect
laryngoscopy (kaca laring) atau secara langsung dengan direct laryngoscopy Pemeriksaan ini
dilakukan untuk melihat batas yang irregular, warna, karakteristik dan mobilitas pita suara. Lesi
pada kanker laring akan tampak seperi kembang kol, lunak, ulseratif atau terdapat perubahan
warna mukosa.
Dalam Sofyan (2011), dengan pemeriksaan laringoskopi langsung kita dapat membedakan massa
tumor laring berdasarkan gambarannya yaitu sebagai berikut:
i) Tumor supraglottis akan tampak tepi tumor yang meninggi dan banyak bagian sentral yang
ulseratif atau kemerahan dan sering kali meluas.

ii) Tumor glottis akan tampak lebih proliferatif daripada ulseratif. Gambaran khas lesi
menyerupai kembang kol dan berwarna keputihan.
iii) Tumor subglottis akan tampak lebih difus dan memiliki ulkus yang superfisial dengan tepi
yang lebih tinggi.
b. Pemeriksan Leher
Pemeriksaan leher dilakukan dengan palpasi, hal ini untuk menentukan apakah terdapat
pembesaran kelenjar limfa dan metastasis tumor ke ekstra laring(Concus et al, 2008 dan Probst et
al, 2006). Palpasi dilakukan dengan sistematis dimulai dari submental berlanjut kearah angulus
mandibula, sepanjang muskulus sternokleimastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang saraf
assesorius. Pada saat pemeriksaan perlu diperhatikan mengenai lokasi, ukuran, batas, dan
mobilitas tumor.
c). Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan biopsi pada lesi laring dengan
laringoskop langsung. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai keganasan
dan membedakannya dengan lesi jinak atau lesi lain misalnya oleh karena infeksi bakteri, virus
dan jamur. Selain itu pemeriksaan biopsi ini juga dapat mengidentifikasi tipe
tumor dan diferensiasinya. Biopsi dilakukan diruang operasi dan pasien diberikan anestesi umum
serta diberi neuromuskular paralisis sebelum dilakukan operasi.

b. Pencitraan Toraks
Metastasis kanker laring pada awalnya adalah pada nodus servikal regional
setelah itu akan bermetastasis ke paru. Oleh karena itu, pasien dengan kanker
kepala dan leher harus dilakukan foto toraks rutin sekali atau dua kali dalam
setahun untuk evaluasi dan skrining metastasis tumor. Jika terdapat abnormalitas
yang signifikan maka computed tomography (CT) scan dada harus dilakukan
untuk konfirmasi lesi. Bronkoskopi dengan evaluasi apusan bronkial atau biopsi

transbronkial harus dilakukan jika dicurigai adanya lesi.

H. Penatalaksanaan Karsinoma Laring


a. Stadium I dikirim untuk radiasi, stadium 2 dan 3 untuk operasi dan stadium 4 operasi dengan
rekonstruksi atau radiasi
b. Terapi Radiasi
Pada pasien yang hanya mengalami satu pita suara yang sakit dan normalnya dapat
digerakkan. Terapi radiasi juga dapat digunakan secara proferatif untuk mengurangi ukuran
tumor.
c. Operasi : Laringektomi
1

Laringektomi parsial (Laringektomi-Tirotomi)


Laringektomi parsial direkomendasikan pada kanker area glotis tahap dini ketika
hanya satu pita suara yang terkena. Tindakan ini mempunyai mempunyai angka
penyembuhan yang sangat tinggi. Dalam operasi ini satu pita suara diangkat dan semua
struktur lainnya tetap utuh. Suara pasien kemungkinan akan menjadi parau. Jalan nafas
akan tetap utuh dan pasien seharusnya tidak memiliki kesulitan menelan.

Laringektomi supraglotis (horisontal)


Laringektomi supraglotis digunakan dalam penatalaksanaan tumor supraglotis.
Tulang hioid, glotis, dan pita suara palsu diangkat. Pita suara, kartilago krikoid, dan trakea
tetap utuh. Selama operasi, dilakukan diseksi leher radikal pada tempat yang sakit. Pasca
operasi pasien akan mengalami kesulitan menelan selama 2 minggu pertama. Keuntungan
utama operasi ini adalah bahwa suara akan kembali pulih seperti biasa. Masalah utamanya
adalah bahwa kanker tersebut akan kambuh.

Laringektomi total

Laringektomi total dilakukan ketika kanker meluas diluar pita suara. Lebih jauh ke
tulang hioid, epiglotis, kartilago krikoid, dan dua atau tiga cincin trakea diangkat. Lidah,
dinding faringeal, dan trakea ditinggalkan. Pasien tidak akan mempunyai suara lagi tetapi
fungsi menelan akan normal. Laringektomi total mengubah cara dimana aliran udara
digunakan untuk bernafas dan berbicara.
e.

Rehabilitasi khusus (voice rehabilitation), agar pasien dapat berbicara/ bersuara sehingga
dapat berkomunikasi secara verbal. Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan
pertolongan alat bantu suara yakni semacam vibrator yang ditempelkan di daerah
submandibula, ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophangeal speech)
melalui proses belajar.

I. Komplikasi Karsinoma Laring:


Adapun komplikasi tersebut diantaranya:
a. Gangguan vokal
b. Gangguan menelan
c. Kehilangan penciuman dan perasa
e. Gangguan saluran nafas
f. Kerusakan saraf cranial
g. Kerusakan vaskular
h. Fibrosis jaringan
i. Hipotiriodisme
j. Komplikasi lain seperti hematom dan infeksi.

J. Pencegahan Karsinoma Laring


Tahun 1991, peserta International Works on Perspectives on Secondary Prevention of
Laryngeal Cancer menyebutkan bahwa berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol serta
menghindari bahan-bahan karsinogenik dapat menurunkan terjadinya kanker laring.

11. Jelaskan diferensial diganosis 3 (karsinoma esofagus)!

Definisi
Kanker esofagus merupakan keganasan yang terjadi pada esofagus. Keganasan
yang paling sering menyerang adalah

jenis karsinoma epidermoid. Sedangkan jenis

lainnya leomiosarkoma, fibrosarkoma, atau melanoma malignum tapi sangat jarang


terjadi.
Etiologi
Banyak penelitian dan eksperimen tentang etiologi kanker esophagus, umumnya faktor berikut
dianngap berperan penting :
-

senyawa nitrosamine

Belakangan ini eksperimen membuktikan golongan nitrosamine yang dapat mencetuskan kanker
esophagus ada 20 jenis lebih. Zat itu terdapat di dalam makanan, sayuran tertentu dan air minum. Juga
dapat terbentuk di dalam maupun di luar tubuh misalnya di dalam sayur asam yang sering dikonsumsi
penduduk daerah Henan Linxian dll, kandungan nitrosamine sangat tinggi.
-

karsinogenesis fungi

Mengonsumsi makanan yang telah berubah karena fungi dapat mencetuskan lesi prekanker esophagus
dan gaster ataupun kanker skuamosa pada mencit dan tikus, dari bahan makanan tersebut dapat
dipisahkan berbagai jamur yang dapat mencetuskan tumor pada hewan, demikian fungi dan nitromisin
bersinergi dalam mencetuskan kanker.
-

pola diet

Rangsangan fisik makanan seperti temperature, tekstur kasar, konsistensi keras, merokok, minum bir,
malnutrisi, dll, tampak memiliki kaitan tertentu dengan kejadian kanker esophagus.
-

kerentanan genetik

baik di daerah insiden tinggi maupun insiden rendah kanker esophagus dapat ditemukan keluarga
berinsiden tinggi kanker esophagus, ini menunjukkan terdapat fenomena agregasi familial yang jelas.
Tapi apakah fenomena ini disebabkan oleh faktor genetik ataukah karena anggota keluarga dalam

jangka waktu panjang menerima faktor karsinogen yang sama dari lingkungan, kini belum dapat
disimpulkan.
-

lesi prekanker esophagus

Esofagitis kronik, kelainan refluks, akalasia kardia, sindrom disfagia defisiensi besi, stenosis jaringan
parut, dapat mengarah ke keganasan.
Patologi
Penggolongan stadium klinis kanker esofagus
1. karsinoma superfisial esofagus : lesi hanya mengenai epitel, lamina propria atau
submukosa, belum mengenai tunika muskularis. Menurut pengamatan visual,
mikroskopik atas spesimen dapat dibagi lagi menjadi: tipe tersembunyi (dulu disebut tipe
planar), tipe erosi, tipe macular dan tipe papilar. Di antaranya tipe tersembunyi
merupakan lesi paling dini, semuanya termasuk karsinoma intra-epitel (in situ).
2. karsinoma esofagus stadium sedang dan lanjut secara klinis patologik dapat dibagi
menjadi :
(1) tipe medular : tumor tumbuh di dalam dinding esofagus, infiltratif, sehingga dinding
jelas menebal, mengenai semua atau sebagian besar lingkaran esofagus, lumen menjadi
sempit. Permukaan mukosa di atas dan bawah tumor tampak terangkat seperti bukit,
mukosa di tengah lesi sering mengalami ulserasi yang tidak merata kedalamnya, tapi
mukosa bagian lainnya relative intak. Tipe ini sering ditemukan, sering menunjukkan
invasi keluar yang jelas, prognosis terapi bedah relatif buruk.
(2) tipe fungasi : Tumor tampak berbentuk elip, pipih, sekelilingnya menimbul, batas
tegas. Kanker esofagus tipe fungasi juga agak sering ditemukan. Kepekaan terhadap
radiasi relatif tinggi, hasil radioterapi lebih baik.
(3) tipe ulseratif : tumor berupa cekungan tukak soliter berbatas tegas, tepinya kadang
kala agak timbul atau menggelantung.lesi umumnya tidak mengenai seluruh lingkar
esofagus. Kanker esofagus tipe ulseratif relatif jarang ditemukan.

(4) tipe konstriktif : tumor infiltrat dalam dinding esofagus, membentuk penyempitan
melingkar yang jelas. Tumor bersifat mengkerut sentripetal, sehingga mukosa esofagus di
atas dan di bawahnya tampak berkerut memancar. Penampang irisan tampak jaringan
tumor padat keras, fibrosis sangat menonjol. Tipe kanker esofagus ini agak jarang
ditemukan.
(5) tipe intraluminal : tipe ini kebanyakan adalah karsinoma skuamosa esofagus. Massa
tumor sangat besar, dan menonjol ke dalam lumen esofagus, lumen jelas membesar.
Manifestasi klinis
1. gejala kanker superfisial esofagus
Manifestasi utama berupa terasa tidak nyaman di balik tulang dada ketika makan, terasa
gesekan, sedikit nyeri atau terasa ada benda asing mengganjal. Gejala demikian sering
kali hanya muncul waktu menelan makanan, pada mulanya intermiten, kemudian secara
bertahap menjadi sering.
2. gejala stadium sedang lanjut
- disfagia progresif, yaitu pada mulanya waktu menelan makanan padat terasa hambatan
menelan, selanjutnya mengonsumsi makanan setengah padat atau bahkan cair pun timbul
gejala tersebut. Akhirnya dapat berkembang menjadi setetes air pun sulit lewat. Laju
progresi gejala ini bervariasi umumnya tipe fungasi, tipe intra4xluminal dan tipe ulseratif
lebih ringan dibandingkan tipe lainnya.
- muntah lendir merupakan gejala yang sering ditemukan juga.
- nyeri samar kontinu di dada dan/atau punggung juga sangat sering ditemukan. Jika nyeri
sangat hebat disertai demam, sering menjadi pertanda awal terjadi perforasi tumor.
- malnutrisi, dehidrasi, dan penurunan berat badan.

- di hati, paru, otak dan organ lain serta kelenjar limfe supraklavikular dapat terjadi
metastasis, akibatnya timbul ikterus, asites, gagal hati hingga koma, dispnea, anasarka
dan gejala lain.
Diagnosis
Bagi pasien usia di atas 40 tahun, waktu menelan terasa tak nyaman dan/atau terasa
benda asing mengganjal, terutama disfagia yang bersifat progresif, harus dipikirkan
kemungkinan penyakit ini, harus dibuat pemeriksaan barium dobel kontras esophagus
dan esofagoskopi atau gastroskopi. Setelah pemeriksaan tersebut, sebagian besar pasien
dapat ditegakkan diagnosisnya, bagi yang belum dapat didiagnosis, setelah terapi dan
observasi jangka pendek masih mencurigakan, dapat dipertimbangkan torakotomi atau
laparotomi eksploratif, agar peluang kuratif tidak terlewatkan.
Terapi
Terapi operasi
Terhadap kanker esophagus stadium 0,1, operasi merupakan metode terapi standar, dapat
membawa survival yang memuaskan. Pada sebagian besar pasien stadium II dan sebagian
stadium III, begitu diagnosis ditegakkan, bila kondisi umum pasien memungkinkan harus
diupayakan terapi operasi, survival 5 tahun masih dapat mencapai 20-30%.
Radioterapi
Dewasa ini dengan cara terapi tunggal operasi untuk kanker esophagus hasilnya kurang
memuaskan, hambatan utamanya adalah rekurensi dan metastasis tumor. Radioterapi preoperasi bertujuan membasmi atau menghambat sel tumor yang aktif, agar tumor primer
mengecil, invasi eksternal mereda, metastasis kelenjar limfe menurun, hingga
keberhasilan reseksi dan survival jangka panjang meningkat. Terapi kombinasi ini
khususnya sesuai untuk kanker esofagus stadium sedang dan lanjut. Radioterapi pasca
operasi sering kali digunakan untuk lokasi dengan tumor residif, karena sasarannya jelas

dapat digunakan medan radiasi lebih kecil dan dosis lebih besar, sehingga hasilnya lebih
pasti.
Kemoterapi
Kemoterapi obat tunggal hasilnya tidak memuaskan. Sejumlah besar data penelitian
menunjukkan: radioterapi dan kemoterapi serentak preoperasi dapat menurunkan stadium
lesi, meningkatkan angka eksisi operasi, berguna untuk mengendalikan lesi
mikrometastasis dan mengendalikan lesi lokal.

Daftar pustaka
Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2 . Jakarta : EGC.
Wan desen. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI
Tambayong,jan dr.2000.Patofisiologi.Jakarta:EGC

You might also like