You are on page 1of 49

BAB VI

PENENTUAN KADAR PROTEIN

6.1

Pengantar

Dasar pertimbangan analisis kadar protein:


Penentuan aktivitas biologi. Contohnya enzim
proteolitik dalam pengempukan daging, pektinase
dalam pematangan buah, inhibitor trypsin dalam
biji polong-polongan adalah protein.
Pemeriksaan sifat fungsional (menentukan sifatsifatnya secara biokimia, fisiologis, rheologis,
ensimatis)
Perlabelan kandungan nutrisi (kualitas protein
dari sudut gizi)

Analisis protein diperlukan untuk mengetahui:


Total kandungan protein
Komposisi asam amino
Kandungan dari bagian protein dalam suatu
campurannya
Kandungan protein selama isolasi dan
pemurnian
Non protein bernitrogen
Nilai nutrisi (digestibilitas/cerna, efisiensi
protein rasio, atau kandungan nitrogen) dari
protein.

Sifat-sifat fungsional protein dalam sistem pangan


mempengaruhi pengolahan, penyimpanan dan
penyajiannya.
Secara umum sifat-sifat fungsional protein terutama
adalah:
Sifat-sifat sensori atau organoleptik, misalnya warna,
tekstur, bau dan cita rasa
Hidrasi, dispersibilitas, kelarutan, dan pengembangan
Sifat tegangan permukaan terutama dalam proses
emulsifikasi, pembentukan buih, dan penyerapan
termasuk penyerapan lemak.
Sifat-sifat reologi termasuk gelasi dan teksturisasi.
Sifat-sifat lainnya, misalnya adesif, kohesif,
pembentukan adonan , film, serat.

Protein dapat digambarkan sebagai


komponen yang lebih reaktif dibanding
komponen lain dalam bahan pangan.
Senyawa ini dapat bereaksi dengan gulagula pereduksi, lemak, dan produk
oksidasi, polifenol dan komponen bahan
makanan lainnya.
Reaksi-reaksi ini dapat menyebabkan
turunnya nilai gizi, timbulnya warna
coklat, pembentukan citarasa tertentu
yang kadang-kadang disertai dengan
keracunan.

Interaksi penting karena sifat-sifat protein dalam bahan


pangan dijelaskan dalam Tabel 6.1 sebagai berikut:

6.2. Metoda Analisis Kadar Protein Total

Protein adalah polimer dari asam amino. Ada 20 jenis asam amino
terdapat secara alami dalam protein. Protein dibedakan berdasarkan
jenis, jumlah dan susunan dari asam-asam amino yang diikatnya,
sehingga berbeda dalam struktur molekul, nilai nutrisi dan sifat
fiskokimianya.
Protein tersusun atas unsure-unsur C, H, O, N, S dan dalam keadaan
kompleks ada unsur P.
Seorang ahli analisis makanan penting untuk mengetahui kandungan
protein total, jenis molekul penyusunnya dan sifat-sifat fungsional
dalam makanan.
Penentuan jumlah protein total umumnya dilakukan berdasarkan
penentuan secara empiris (tidak langsung) dari kandungan N yang ada
dalam bahan. Penentuan secara langsung (absolute) misalnya dengan
pemisahan, pemurnian, dan penimbahan protein. Cara ini lebih tepat
dan baik, akan tetapi sukar dan lama, memerlukan keterampilan tinggi
dan mahal (contohnya nilai gizi protein tertentu, susunan asam amino,
dan aktivitas ensimatis).

Penentuan secara empiris dari N yang dikandung, contohnya


dengan cara Kjeldahl. Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah
diketahui (dengan berbagai cara) maka jumlah protein dapat
ditentukan dengan :
Jumlah N x 100/16
Jumlah N x 6.25

atau

Angka 16 diperoleh dimana umumnya protein alamiah


mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni)
Untuk campuran senyawa protein yang belum diketahui unsur
penyusunnya digunakan faktor 6.25 Sedangkan faktor perkalian
yang sudah diketahui, contohnya
5.70 untuk protein gandum
6.38 untuk protein susu
5.55 untuk gelatin (kolagen yang terlarut)

Penentuan protein berdasarkan jumlah N ini adalah cara kasar,


karena selain protein juga terdapat senyawa N yang bukan protein,
contoh urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino,
amida, purin dan pirimidin.

6.2.1. Metoda Kjeldahl

Metoda Kjeldahl telah dikembangkan pada


1883 oleh Johann Kjeldahl.
Prinsip dengan cara ini adalah makanan
didestruksi/didigesti dengan asam kuat untuk
melepaskan nitrogennya yang dapat
ditentukan secara titrasi. Jumlah protein yang
ada dihitung dari konsentrasi nitrogen yang
ada dalam makanan.
Metoda Kjeldahl secara konvensional dibagi
atas 3 tahap yaitu destruksi (digesti),
netralisasi, dan titrasi.

1. Tahap Digesti

Makanan yang dianalisis ditimbang dalam digestion


flask kemudian didestruksi dengan pemanasan
yang berisi asam sulfat pekat (agen pengoksidasi)
sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya.
Elemen karbon, hydrogen teroksidasi menjadi CO,
CO2, dan H2O. Gas ammonia yang terbentuk akan
diikat dalam larutan asam membentuk ion
amonium (NH4+) yang berikatan dengan ion sulfat
(SO42-) sehingga berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi ditambahkan
katalisator berupa Na2SO4 dan HgO (20:1) supaya
titik didih asam sulfat dipertinggi. Gunning
menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4.

Bahan mengandung lemak, lebih baik


dipisahkan terlebih dahulu lemaknya, sebab
waktu destruksi menjadi lama. Asam sulfat yang
diperlukan untuk 1 g protein adalah 9 g, untuk 1
g lemak = 17.8 g asam sulfat, dan untuk 1 g
karbohidrat = 7.3 g. Sampel 0.4 3.5 g
umumnya menggunakan 10 ml (18.4 gram)
asam sulfat.
Katalis lain seperti Co, Se, Ti atau Hg untuk
mempercepat reaksi.
Secara umum reaksi destruksi/digesti:
N(food) (NH4)2SO4

2. Tahap Destilasi

Pada tahap ini ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia


(NH3) dengan penamabahan NaOH sampai alkalis dan
dipanaskan.
Supaya destilasi tidak superheating atau terjadinya
pemercikan cairan dan gelembung gas yang besar maka
dapat ditambahkan logam zink (Zn).
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
dalam larutan asam standar (misalnya dengan HCl atau
asam borat 4% dalam jumlah berlebih).
Supaya kontak antara asam dengan ammonia lebih baik,
maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam
mungkin dalam asam.
Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka
diberi indikator BCG + MR atau PP. Destilasi diakhiri bila
semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai
destilat tidak bereaksi basa.

3. Tahap Titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam
klorida maka sisa HCl yang tidak bereaksi
dengan ammonia dititrasi dengan NaOH
standar (0.1 N). Akhir titrasi ditandai dengan
tepat perubahan warna menjadi merah muda
dari PP dan tidak hilang selama 30 detik.
Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel
merupakan jumlah ekivalen nitrogen.
Mol HCl = mol NH3 = mol N dalam sampel

Apabila penampung destilat digunakan asam


borat, maka banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi
menggunakan HCl 0.1 N dengan indicator (BCG +
MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna larutan dari biru menjadi merah muda.
Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko
merupakan jumlah ekivalen nitrogen.
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + Na2SO4 + 2H2O
NH3 + H3BO3 NH4 + H2BO3 H2BO3- + H+ H3BO3

Setelah diperoleh %N, penentuan


kadar protein menurut Kjeldahl
adalah sebagai berikut:

Dimana Fk = Faktor perkalian atau


faktor koreksi

Kelebihan Metoda Kjeldahl:


Metoda ini sudah telah banyak digunakan secara internasional
(aplicable) dan masih dijadikan sebagai standar metoda untuk
perbandingan terhadap metoda-metoda lain yang ada.
Metoda ini universal (boleh digunakan untuk semua bahan),
sederhana, ketelitian tinggi dan keterulangannya baik untuk
penentuan kadar protein dalam bahan makanan.
Telah dikembangkan dan dimodifikasi (metoda mikro Kjedahl)
untuk mengukur mikrogram jumlah dari protein.
Kelemahan Metoda Kjeldahl:
Tidak memberikan pengukuran protein yang sebenarnya,
sebab banyak kandungan nitrogen dalam bahan makanan
selain protein. Perbedaan protein bahan memerlukan
perbedaan faktor koreksi, sebab susunan asam aminonya
yang berbeda.
Penggunaan asam sulfat pekat pada temperatur tinggi sangat
berbahaya (korosif) untuk hal tersebut perlu digunakan
katalis. Metoda ini memerlukan waktu yang lama(lebih 2 jam).

Contoh Soal:

Tepung kedelai dianalisis untuk kadar proteinnya secara


duplikat. Hasil data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Kadar air = 8%
Berat sampel no. 1 = 1.015 g
Berat sampel no. 2 = 1.025 g
Normalitas HCl untuk titrasi = 0.1142
HCl yang digunakan untuk sampel no. 1 =22.0 ml
HCl yang digunakan untuk sampel no. 2 =22.5 ml
HCl yang digunakan untuk blanko =0.2 ml
Hitunglah kadar protein baik dalam basis basah maupun
basis kering, dengan asumsi protein kedelai mengandung
17.5% nitrogen!

6.2.2. Metoda Dumas


(Pembakaran)
Teknik
ini dikenalkan Dumas dengan metoda Kjeldahl

sebagai standar metoda acuan untuk analisis protein dari


bahan makanan yang dikenal cepat.
Prinsip : Sampel dibakar pada suhu 900oC dengan oksigen.
Tujuan pembakaran adalah melepaskan CO2, H2O dan N2.
CO2 dan H2O dilepaskan dan diabsobsi setelah melewati
kolom-kolom khusus. Kandungan nitrogen diukur dari gas
yang diabsorbsi kolom dengan detector penghantar panas
(thermal conductivity detector). Kolom akan memisahkan
nitrogen dari aliran gas yang mengandung CO2 dan H2O.
Instrumen dikalibrasi dengan analisis bahan murni yang
konsentrasi nitrogennya diketahui, seperti EDTA (=9.59%
N). Sehingga sinyal dari detector dapat dikonversikan ke
dalam kandungan nitrogen. Seperti halnya metoda Kjeldahl
yang perlu mengkonversi nitrogen dalam sampel ke
kandungan protein, dengan menggunakan faktor yang
tergantung pada kandungan asam amino dari protein.

Keuntungan dan Kekurangan


Keuntungan: lebih cepat dari metoda Kjeldahl (dibawah
4 menit per pengukuran dibanding 1-2 jam dengan
Kjeldahl). Tidak memerlukan bahan kimia dan katalis
yang toksik. Secara otomatis alatnya dan banyak
sampel dapat dianalis dan mudah penggunaannya.
Kekurangan: Biaya awal yang tinggi. Cara ini tidak
memberikan pengukuran yang sebenarnya dari protein,
karena semua nitrogen dalam bahan makanan tidak
semuanya membentuk protein. Perbedaan protein
memerlukan faktor koreksi sebab perbedaan
kandungan asam amino. Sampel yang kecil menyulitkan
untuk memperoleh suatu contoh yang mewakili.

6.2.3. Metoda menggunakan Spektroskopi UVvisible


Protein dapat membentuk senyawa kompleks
berwarna dengan reagen. Intensitas warna
dapat ditentukan dengan spektroskopi UVvisible.
Prinsip umum: Hukum Lambert Beer

A = abc
Dimana:
A= absorbans
a= absorptivitas
b= tebal kuvet
c= konsentrasi

Keuntungan dan Kekurangan


Keuntungan: Teknik UV-visible techniques cepat dan
sederhana, sensitive untuk konesntrasi protein yang
rendah.
Kekurangan: Untuk teknik UV-visibel diperlukan larutan
yang jernih (transparan) yang tidak terkontaminasi.
Untuk larutan yang jernih larutan perlu
dihomogenisasi, ekstrasi pelarut, sentrifugasi, filtrasi.
Terkadang secara kuanitatif sukar untuk mengekstrak
protein tertentu dalam makanan yang berbentuk
agregat atau terikat secara kovalen dengan komponen
lain. Absorbans tergantung pada tipe protein yang
dianalisis karena perbedaan susunan asam amino.

6.2.3.1. Metoda Biuret


Warna purple-violet dihasilkan ketika ion cupric
(Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptide dalam
kondisi alkali. Reagen Biuret sudah dikomerialkan
di pasaran. Reagen dicampur larutan protein lalu
dibiarkan 15-30 menit sebelum dibaca
absorbansnya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak ada
interferensi dari material yang diabsorbsi pada
panjang gelombang yang lebih rendah.
Kekurangan: Teknik ini kurang sensitive dibanding
metoda UV-Visibel.untuk protein tertentu yang
disebabkan gugus spesifik dari protein.

UV-Visible Spectrofotometer

6.2.3.2. Metoda Lowry


Metoda Lowry mengkombinasikan reagen Biuret dengan
reagen lain (Reagen Folin-Ciocalteau phenol) melalui
suatu reaksi dengan residu tyrosine and tryptophan
dalam protein. Reaksinya memberikan warna yang kebirubiruan yang dapat terbaca antara 500 -750 nm.
Konsentrasi protein tinggi ada pada puncak sekitar 500
nm dan konsentrasi protein rendah pada sekitar 750 nm.
Metoda ini lebih sensitive untuk konsentrasi protein yang
rendah dari pada metoda Biuret.

6.2.3.3. Metoda Pengecatan (Dye Binding)

Ion bermuatan negatif (anion) dari suatu celupan ditambahkan ke


suatu larutan protein pada pH yang sesuai sehingga proteinprotein bermuatan positif ( yaitu. <titik isoelektrik). Protein-protein
membentuk satu kompleks yang tak mampu larut dengan celupan
oleh karena gaya atraksi tarikan elektrostatik antara molekulmolekul, tetapi celupan yang tidak terikat tetap dapat larut.
Celupan anion mengikat kelompok kation dari residu asam amino
(histidin, arginin dan lysin) untuk membebaskan teminal amino.
Jumlah celupan yang tak terikat dalam larutan diperoleh setelah
kompleks protein-celupan dilepaskan melalui sentrifugasi. Jumlah
protein yang ada dalam larutan asal menunjukkan jumlah celupan
(dye) yang terikat dimana:
dyebound = dyeinitial - dyefree.

6.2.3.4. Metoda Turbidimetri

Molekul-molekul protein yang secara normal dapat larut di


dalam larutan dapat dibuat dengan pengendapan dengan
bahan kimia tertentu seperti asam trikloroasetat (3-10%),
asam sulfosalicylic.dan potassium ferricyanida.
Pengendapan protein menyebabkan larutan mengendap.
Sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan dengan
mengukur derajat endapan (degree of turbidity).
Keuntungan: Cepat (15 menit). Tidak mengukur nitrogen
non protein selain asam nukleat.
Kekurangan: Perbedaan protein maka kecepatan
pengendapan berbeda. Derajat pengendapan berbeda
untuk tiap reagen. Asam nukleat juga terendapkan dengan
reagen asam.

6.2.3.5. Metoda Asam Bicinchoninic (BCA : Bicinchoninic Acid)

Metoda ini berdasarkan bahwa protein mereduksi ion cupric menjadi


ion cuprous dibawah kondisi alkali. Ion kompleks cuprous dengan
reagen BCA (Bicinchoninic Acid) yang berwarna hijau apel
menbentuk warna purple. Intensitas warna yang terbentuk
menunjukkan konsentrasi protein.
Metoda BCA telah digunakan dalam isolasi dan pemurnian protein.

Keuntungan:
Sensitivitas dapat dibandingkan dengan metoda Lowry, sensitivitas
micro metoda BCA (0.5-10 g) sedikit lebih baik dari metoda Lowry.
Proses pencampuran dengan sekali campur lebih mudah dibanding
metoda Lowry.
Reagen BCA lebih stabil dari reagen Lowry
Detergen non ionic dan bufer garam tidak menginterferensi dalam
reaksinya.
Konsentrasi medium dari reagen denaturasi (Guanidine-HCl 4 M atau
urea 3 M) tidak menginterferensi.

Kekurangan:
Warna tidak stabil dengan waktu. Analis harus teliti dan cermat
mengontrol waktu untuk pembacaan absorbans.
Gula reduksi dapat menginterferensi lebih besar dibanding metoda
Lowry. Juga konsentrasi yang tinggi dari garam ammonium sulfat
dapat menginterferensi.
Variasi warna dari beberapa protein adalah sama dengan metoda
Lowry.
Respon dari absorbans terhadap konsentrasi tidak liniear.
6.2.3.6. Metoda Absorpsi Ultraviolet (UV) 280 nm

Prinsip pengukuran langsung pada 280nm: Tryptophan dan tyrosine


diabsorbsi kuat pada 280 nm. Kandungan tryptophan dan tyrosine
dari beberapa protein tetap konstan diabsorbsi larutannya pada 280
nm, sehingga dapat digunakan untuk penentuan konsentrasinya.
Keuntungan; metoda ini sederhana, tidak menggunakan reagen
yang khusus dan tidak merusak.
Kekurangan utama: asam nukleat juga diabsorbsi pada 280 nm,
sehingga menginterferensi penentuan kadar protein.

6.2.3.7. Metoda Ninhydrin

Asam amino, ammonia dan kelompok amin primer dalam protein,


ketika dididihkan pada buffer pH 5.5 dengan adanya ninhydrin dan
hidridantin membentuk warna purple dari Ruhemann. Biasanya
ditambahkan etanol atau propanol, pembacaan absorbans pada 570
nm.
Teknik ini digunakan luas untuk penentuan protein dalam makanan.
Metoda ini dapat digunakan untuk menentukan hidrolisis ikatan
peptide selama pemrosesan makanan dan menentukan jumlah asam
amino.
Keuntungan; cepat dibanding Kjeldahl.
Kekurangan: Adanya sejumlah kecil asam-asam amino, peptide, amin
primer dan ammonia menyebabkan over estimasi dari kadar protein.
Precisi kurang, Warna bervariasi dengan perbedaan asam amino,
Standar kurva kalibrasi harus disiapkan untuk setiap saat.

6.2.4. Metoda dengan Titrasi Formol

Prinsip metoda ini adalah pembentukan dimethilol dari


larutan protein dengan NaOH dan formalin. Gugus dimethiol
terbentuk karena gugus amino terikat dan tidak akan
mempengaruhi reaksi antara gugus karboksil (asam)
dengan basa NaOH sehingga titik akhir titrasi dapat
diperoleh. Indikator yang digunakan adalah phelolftalein,
pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna menjadi
warna merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
Metoda ini baik untuk penentuan proses terjadinya
pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan
protein.

6.2.5. Teknik-Teknik dengan Instrumentasi lain

6.2.5.1 Pengukuran Berdasarkan Sifatsifat Fisis Bahan


Densitas

Densitas protein lebih besar dari pada


komponen makanan lain, sehingga
semakin meningkat densitas makanan
maka kadar protein semakin tinggi.
Indeks Refraksi

Indeks refraksi suatu larutan cairan


meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi protein.

6.2.5.2. Pengukuran Adsorpsi dari Radiasi

UV-visible
Konsentrasi protein dapat ditentukan menggunakan absorbannya pada
radiasi ultraviolet-visible (lihat metoda di atas untuk UV-visible).
Infra Merah (Infrared)
Infrared: Teknik IR dapat digunakan untuk penentuan konsentrasi protein
dalam makanan. Protein mengabsorbsi IR dikarenakan sifat vibrasi
molekulnya (stretching dan bending) untuk gugus fungsi tertentu
bersama rantai polipeptidanya. Pengukuran absorbans dari radiasi pada
panjang gelombang tertentu dapat digunakan untuk menentukan kadar
protein.
Keuntungan: teknik ini berguna untuk penentuan protein secara online
dan cepat. Sedikit preparasi sampel dan nondestruktif.
Kekurangan: harga tinggi (mahal) dan diperlukan kalibrasi yang lebih
banyak.
Resonansi Magnetik Inti (NMR : Nuclear Magnetic Resonance)
Spektroskopi magnetic inti (NMR) dapat digunakan untuk penentuan
protein dengan pengukuran luas area dari spektra geser kimia NMR yang
berhubungan dengan fraksi protein dalam bahan.

6.2.6. Perbandingan Metoda

Untuk aplikasi bagi seorang ahli pangan, metoda analisis protein


digunakan berdasarkan informasi dan tujuannya, misanya untuk
legalisasi atau labeling, atau kualiti control. Faktor lain yang perlu
dipertimbangkan adalah sensitivitas dan kecepatan analisis.
Dalam hal aplikasi; metoda Kjeldahl dan metoda Dumas telah
banyak digunakan untuk aplikasi analisis makanan yang lebih
luas. Akan tetapi sejumlah kecil dengan metoda spektroskopi UVvisibel juga dikenal luas.
Untuk kualiti control, metoda harus lebih berguna, cepat dan
sederhana, untuk itu teknik IR lebih baik. Untuk studi lab bagi
protein yang murni seringkali metoda UV-Visibel lebih disukai,
karena cepat, reliable, dan sensitive untuk konsentrasi protein
yang rendah.
Dalam hal preparasi sampel, metoda Kjeldahl, Dumas,dan IR
memerlukan sedikit preparasi sampel. Setelah sampel makanan
sudah terpilih dapat diuji secara langsung. Metoda UV-visibel
dapat digunakan untuk preparasi sampel yang lebih banyak.
Biasanya protein diekstrasi dari bahan lalu dilarutkan dalam
bentuk larutan yang transparan (jernih) dengan jalan
homogenasi, ekstraksi pelarut, filtrasi dan sentrifugasi. Ada
kalanya sukar untuk mengisolasi protein yang terikat secara kuat
pada komponen bahan lain dalam makanan.

Dalam hal sensitivitas; Kjeldahl, Dumas, biuret dan


pencelupan/pengecatan kurang sensitive disbanding UV,
Lowry, BCA.
UV-vis dapat mendeteksi kosentrasi rendah dari protein
pada 0.001% wt. Sensitivitas untuk metoda Dumas,
Kjeldahl dan IR sekitar 0.1% wt.
Dalam hal kecepatan; teknik IR dapat dilakukan analisis
cepat (<1 menit). Instrumen modern dari Dumas secara
otomatis dapat mengukur kurang dari 5 menit, dibandign
Kjeldahl yang memerlukan waktu 2 jam 30 menit.
Sedangkan untuk UV-visibel memerlukan beberapa jam
(tergantung tipe pencelupan yang digunakan), tetapi cara
ini dapat mengukur banyak sampel secara simultan.
Faktor lain yang penting adalah peralatan yang tersedia,
kemudahan pengoperasian, keakuratan, teknik yang
digunakan tidak destruktif.

6.3. Karakterisasi dan Pemisahan Protein

Protein dapat dipisahkan dan diisolasi secara


individual sehingga terpisah dari kompleks
campuran untuk dikarakterisasi.
Protein dipisahkan berdasarkan perbedaan
sifat fisiko kimia seprti, ukuran, muatan, sifat
adsorpsi, kelarutan dan stabilitas. Juga sifat
struktur dari jenis molekul protein perlu
dipertimbangkan.
Faktor kondisi lingkungan seperti, pH,
kekuatan ion, pelarut, temperature, dan lainlain juga berperan penting.

6.3.1. Metoda Berdasarkan Perbedaan Sifat-sifat Kelarutan (Solubilitas)

Kelarutan dari molekul protein ditentukan dari susunan asam


aminonya, sebab menentukan ukuran, sifat hidrofobisitas dan
muatan listriknya. Protein dapat diendapkan atau dilarutkan dengan
mengubah pH, kekuatan ion, konstanta dielektrik atau
temperatur dari larutan. Teknikpemisahan ini paling sering
digunakan untuk jumlah banyak sampel, sebab cepat tak mahal dan
tidak berpengaruh pada komponen bahan makanan lain. Cara-cara ini
merupakan prosedur tahap awal pemisahan, sebab umumnya dengan
cara ini kontaminasi suatu material akan mudah dipisahkan.

Salting Out

Protein diendapkan dari larutannya ketika konsentrasi garam melewati


tingkatan kritis yang dikenal salting out, disebabkan air yang terikat
pada garam-garam, untuk hal tersebut tidak cukup tersedia hidrat
untuk protein, sehingga protein mengendap. Ammonium sulfate
[(NH4)2SO4] umumnya digunakan sebab kelarutan dalam air tinggi,
garam lain juga dapat digunakan seperti NaCl dan KCl.
Endapan protein dapat dipisahkan dengan sentrifugasi. Tetapi
kontaminasi untuk konsentrasi garam yang tinggi menjadi masalah
yang harus dihilangkan dengan sebelumnya protein dilarutkan balik,
misalnya dengan dialysis atau ultrafiltrasi.

Pengendapan Isoelektrik

Titik isoelektrik (pI) protein adalah pH dimana jumlah muatan dari protein
adalah nol. Protein cenderung membentuk agregat dan mengendap pada
pI sebab tidak ada gaya tolak menolak (elektrostatik) terpisah satu sama
lain. Setiap protein mempunyai pI berbeda, disebabkan susunan asam
amino yang berbeda (sperti jumlah gugus anion dan kation). Untuk itu
protein dapat dipisahkan dengan mengatur pH larutan.

Fraksinasi Pelarut

Solubiliti protein tergantung pada tetapan konstanta dielektrik yang


berhubungan dengan interaksi elektrostatik antara muatan-muatan dari
gugus fungsi. Ketika tetapan dielektrik menurun interaksi muatan spesi
meningkat. Kondisi ini akan menurunkan solubility larutan protein sebab
kurang terionisasi, sehingga cukup terjadinya gaya repulse(tolak
menolak) antara molekul protein sehingga terjadi agregat. Tetapan
dielektrik dapat dikurangi dengan penambahan pelarut organic larut air
yaitu etanol atau aceton. Sejunlah pelarut organik diperlukan sampai
pengendapan terjadi sehingga protein terpisah, umumnya 5 60%.
Fraksinasi umumnya dilakukan pada 0oC atau di bawahnya untuk
menghindari denaturasi protein yang disebabkan meningkatnya
temperatur yang terjadi ketika pelarut organic dicampur dengan air.

Denaturasi dari Protein

Banyak protein terdenaturasi dan mengendap dalam


larutannya ketika dipanaskan pada temperatur tertentu atau
pada pH asam atau basa tinggi. Protein yang stabil pada
temperatur atau pH yang eksrim lebih mudah dipisahkan
dengan teknik ini sebab protein dapat diendapkan selama
protein masih tetap dalam larutannya.

6.3.2. Pemisahan berdasarkan Perbedaan Sifat Adsoprsi

Kromatografi adsorpsi dapat memisahkan protein dengan


selektif adsorpsi desorpsi pada matrik padat yang
ditempatkan pada kolom ketika campuranya dilewatkan.
Prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan afinitas dari
protein yang berbeda pada matrik padat.
Kromatografi afinitas dan penukar ion adalah 2 tipe
kromatografi adsopsi yang umum dipakai. Pemisahan protein
dapat dilakukan baik pada kolom terbuka atau kromatografi
cair tekanan tinggi.

6.3.3. Pemisahan berdasarkan Perbedaan Ukuran


Dialisis

Dialisis digunakan untuk pemisahan dalam larutan


menggunakan membrane semipermeabel yang
membolehkan molekul lebih kecil melewati dan mencegah
molekul lebih besar. Metoda ini relative lambat dengan
waktu sekitar 12 jam sampai selesai. Dialsis dilakukan
setelah larutan protein dipishkan dengan salting out.

Ultra Filtrasi

Larutan protein ditempatkan pada membrane


semipermeabel dan dilakukan pengepresan. Molekul kecil
melewati membrane dan molekul besar masih dalam
larutan. Teknik ini sama seperti dialisis tetapi menggunakan
tekanan.
Ultrafiltrasi digunakan untuk memekatkan larutan
protein,melepaskan garam, mengubah buffer atau
fraksinasi protein.

Dialisis

Kromatografi Size-Eklusi

Teknik ini dikenal sebagai gel filtrasi yang memisahkan protein


berdasarkan perbedaan ukuran. Larutan protein dituangkan ke
dalam kolom yang diisi beads porous yang dibuat dari crosslinked polymeric material seperti dextran atau agarose.
Molekul-molekul besar dari pori-pori dikeluarkan dan bergerak
cepat melalui kolom, dimana pergerakan molekul tersebut yang
masuk pori-pori diperlambat. Jadi molekul yang dielusikan ke
kolom akan terpisahkan berdasarkan penurunan ukuran sehingga
protein terpisah berdasarkan berat molekulnya.

6.3.4. Pemisahan dengan Elektroforesis

Elektroforesis didasarkan atas perbedaan migrasi dari muatan


molekul dalam larutan dalam suatu medan listrik. Teknik ini untuk
memisahkan protein berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan
muatannya. Jenis-jenis pemisahan elektroforesis adalah
elektroforesis tak berdenaturasi, berdenaturasi, dengan isoelektrik
terpusat, dan dua dimensi.

Filtrasi dan
Purifikasi Protein

6.3.5. Analisis Asam Amino


Analisis asam amino digunakan untuk
menentukan asam amino dan komposisi dari
protein.
Prinsipnya protein dihidrolisis dengan asam kuat
untuk melepaskan asam-asam amino, yang akan
dianalisis dengan teknik kromatografi, misalnya
kromatografi penukar ion, afinitas atau absorpsi.

Alat Kromatografi HPLC

The End

You might also like