Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997
MODIFIKASI FAKTOR SUHU DAN
WAKTU PADA METODA PENETAPAN
KADAR ABU
Endang Nugraha
Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002
PENDAHULUAN
Bahan organik akan hilang dengan pembakaran suhu tinggi dan menyi-
sakan bahan an-organik yang disebut abu. Kandungan abu perlu diketahui dari
setiap bahan, karena kandungan abu dapat menentukan kualitas bahan dan
kemumian bahan serta untuk analisis silika dan analisis lanjutan unsur-unsur
hara logam mineral (lihat Gambar 1)
Kandungan abu yang berwama putih keabu-abuan adalah hasil
pembakaran yang sempuma, yaitu dengan menggunakan suhu pembakaran
antara 550°C sampai 600°C. Pada penetapan kadar abu selalu digunakan
bahan atau materi yang sudah diketahui kandungan abunya sebagai kontrol
atau standar analisa, sehingga faktor kesalahan dalam metoda analisis abu
bisa terdeteksi sedini mungkin, apabila hasil kandungan abu yang didapat
tidak memuaskan atau tidak sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Begitu
pula diperlukan kewaspadaan dalam menentukan suhu yang digunakan,
karena suhu yang teramat tinggi lebih dari 600°C bisa _mengakibatkan
hilangnya kandungan alkali dan karbon dioksida dari senyawa karbonat (Close
dan Menke, 1986)
Untuk analisis kandungan abu pada bahan selain hijauan, diperlukan
periakuan khusus, begitu pula pada bahan-bahan tertentu yang mengandung
kadar lemak tinggi, bahan-bahan minyak atau molases perlu ada penambahan
zat khusus yang tidak mengandung abu guna menghindari terjadi bumping
(bahan/contoh naik dan meluber hingga meleleh keluar dari cawan yang
digunakan) (Close dan Menke, 1986).
Waktu atau lama pengabuan juga harus diperhatikan untuk menghasil-
kan abu yang baik dan waktu yang efisien. Oleh sebab itu dalam tulisan ini
dilakukan pengamatan dan modifikasi suhu dan waktu pada metoda penetap-
an kadar abu.
121Lokakarya Fungsional Non Peneit 1997
Bahan Materi Pakan Ternak
(Homogen)
|» |Kadar Air
Bahan Kering
Kandungan
Organik
’
Abu
(An-Organik)
—_— ¥ ———.
eral Silika Makro Mineral
Gambar 1. Penetapan analisis proksimat
PRINSIP DASAR
Bahan/contoh dibakar pada suhu tertentu sehingga semua bahan
organik menguap. Bahan an-organik yang tidak terbakar/teruapkan itulah yang
dinamakan abu.
Alat-alat yang digunakan
Tannur yang mempunyai suhu 0 - 1050°C atau 0 - 1200°C merk Carbolite
. Cawan porselen merk Pyrex
Desikator merk Pyrex Brand
Gegep/alat pemindah cawan
. Neraca timbang merk Mettler H33AR
Alat giling merk Hammer
e-earngse
Botol contoh ukuran 1000 ml
122Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997
h. Pinggan/loyang contoh
i. Oven merk Watson Victor Ltd.
MATERI DAN METODE
Materi bahan yang digunakan ada tiga jenis bahan, yaitu bahan standar
yang didatangkan dari Amerika (AAFCO) antara lain daun Orchad, sel
jaringan Orchad dan hati sapi. Bahan standar lokal yang dipersiapkan adalah
Tumput gajah dan bahan contoh yang dianalisis adalah tepung ikan, kotoran
ayam dan jagung
41, Persiapan bahan standar lokal
Rumput gajah dari kebun percobaan Balitnak Ciawi diambil bagian
batang dan daunnya, kemudian dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil
sekitar 10 cm, selanjutnya dipanaskan pada suhu 85°C selama semalam.
Kemudian digiling dengan menggunakan gilingan rumput. Hasil gilingan
berukuran antara 0,02 mm hingga 0,05 mm, selanjutnya dimasukkan ke dalam
botol contoh yang mempunyai tutup dan disimpan dalam lemari pendingin
beku.
2.Persiapan bahan/contoh kering yang akan dianalisis
Bahan/contoh yang sudah digiling dimasukkan ke oven pada suhu 85°C
selama semalam hingga bebas kandungan air.
3 Penetapan Kadar Abu :
Terlebih dahulu cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 85°C selama
semalam, didinginkan dalam desikator hingga mencapai suhu ruangan baru
kemudian ditimbang bobot kosongnya (G). Kurang lebih 2,000 gram bahan
standar/contoh kering ditimbang ke dalam cawan yang sudah diketahui
bobotnya (W). Cawan yang sudah berisi contoh ditempatkan ke dalam tanur
dan dibakar pada suhu 550°C selama 16 jam (Cara A), dan suhu 600°C
selama 3 jam (Cara B). Bahan yang telah dibakar didinginkan dalam desikator
sampai suhu kamar. Kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca
timbang (C).
Perhitungan Kadar Abu
Kadar abu = C-G x 100%
WwW
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari beberapa pengamatan yang dilakukan, ternyata dengan meng-
gunakan beberapa bahan standar internasional atau lokal diperoleh hasil abu
123,Lokakarya Fungsional Non Pensiti 1997
yang tidak banyak berbeda satu sama lain. Hal ini bisa dilihat dari hasil rata-
rata dan standar deviasi dengan 2 metoda pengabuan (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Hasil analisis kandungan abu yang dilakukan di laboratorium Balitnak
CARAA CARAB
T= 850°C , W= 16 jam T=600°C, W=3jam
denis bahan contoh Prosentase. RR Sdv Prosentase FR Sw
Abu Abu
1. Rumput Gajah 12,20 1220
12,50 12.45,
1280 12.60
1230 12,75
12,35 12,35
1290 1250 0,35 12901254 0,25
12,20 12,30
12,30 1230
12.85 1280
12.60 1270
2. Tepung tkan 23,00 29,05
2870 29.27 0,74 2890 2928084
30,10 29,90
3, Kotoran Ayam 24,90 24,20
23.90 2443 (0,50 2390 2443047
2450 24,60
4, Daun Orchad 8,30 835
8,40 8.30
8,20 835 013 8.20 833010
8.50 8,45
5. Sel jaringan Orchad 450 450
4,40 445 0,05 445 447 003
445 445
6. Hati Sapi 430 4,30 430
425 428 003 428 427 003
430 425
7. Jagung 1,30 133 (0,08 4,40 136 0,05
125 1130
135 135
1.40 1.40
temperatur; W= waktu; R= rata-rata; Sdv= standar deviasi
Keterangan
Analisis abu dari contoh standar internasional dengan 2 (dua) metoda
Pengabuan menghasilkan nilai kadar abu yang hampir sama, baik dari nilai
rata-rata maupun dari nilai standar deviasi. Nilai abu pada suhu 600°C dari
contoh bahan daun orchad, sel jaringan orchad, dan hati sapi masing-masing
8,35%, 4,47% dan 4,27%.
124Lokakarya Fungsional Non Penelt 1997
Tabel 2. Koefisien variasi beberapa bahan/contoh
Bahan contoh CARA A CARA B
1, Rumput gajah 2,80% 7,99%
2. Tepung Ikan 2,53% 1,84%
3. Kotoran Ayam 2,05% 1,92%
4. Daun Orhad 1,56% 1,20%
§. Sel jaringan Orchad 112% 0,07%
6. Hati sapi 0,70% 0,70%
7. Jagung 6.01% 3.68%
Pada standar lokal (rumput gajah) juga diperoleh nilai rata-rata abu
yang hampir sama (12,50%), tetapi bila dibandingkan dengan standar
internasional nilai koefisien variasi rumput gajah lebih besar dari standar
intemasional (2,8% dibanding dengan 1,56%) (lihat Tabel 2). Tetapi
persentase nilai ini masih di bawah 5%, sehingga untuk analisis selanjutnya
bahan standar lokal rumput gajah masih relevan dipakai sebagai kontrol.
Untuk analisis bahan contoh dengan kadar abu yang tinggi seperti
tepung ikan atau kotoran ayam diperoleh hasil abu rata-rata masing-masing
29,28% dan 24,43%. Dilihat dari nilai koefisien variasi ternyata pada suhu
600°C hasil abu lebih baik dari suhu 550°C, walau demikian keduanya bisa
dipakai pada penetapan kadar abu.
Untuk analisis bahan contoh dengan kadar abu yang rendah seperti
jagung diperoleh hasil abu rata-rata (1,36%) yang juga tidak berbeda pada
kedua cara tersebut di atas, dengan demikian kedua cara pengabuan tersebut
dapat dilakukan. Tetapi kalau mengamati segi waktu dan efisiensi energi listrik
yang digunakan, maka cara B (600°C, selama 3 jam) lebih baik dan lebih
efisien
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan temyata
penetapan kadar abu dengan suhu 600°C selama 3 jam lebih efisien.
DAFTAR BACAAN
Official Methods of Analysis of the Association of Official Agricultural
Chemists. 1965. 10th Edition. Published by the Association of Official
Agricultural Chemists, P.O. Box 540, Benyamin Franklin Station,
Washington 4, D.C.
125Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997
Close W, and KH. Menke. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition, A
Manual Prepared for the 3rd Hohenheim Course on Animal Nutrition in
the Tropics and Semi-Tropics 2nd Edition. University of Hohenheim.
The Institute of Animal Nutrition, 7000 Stuttgart 70 Federal Republic of
Germany.
Anggorodi, R. 1979. limu Makanan Ternak Umum, 102
Jhon, M.K. 1992, Anal, Chem, 44, 429
Fisheries and Food, U.K. 1974. The Analysis of Agricultural Materials.
Technical Bulletin, Ministry of Agriculture. No. 27, 30.
126