Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat
tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam.
Bila gas atau uap bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih,
maka gas atau uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut.
Permukaan padatan disebut sebagai adsorben, sedangkan gas atau uap disebut
sebagai adsorbat. Semua padatan dapat menyerap gas atau uap pada permukaan.
Banyak gas yang teradsorpsi yang bergantung pada suhu dan tekanan gas serta
luas permukaan padatan. Padatan yang paling efisien adalah padatan yang sangat
porous seperti arang dan butiran padatan yang sangat halus (Bird,T., 1993).
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan
cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan
padatan, baik fasa gas atau fasa larutan kedalam permukaannya. Akibatnya
konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa
gas zat terlarut dalam larutan. Pada adsorpsi interaksi antara adsorben dengan
adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben (Tandy,E., 2012).
20
Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi fisika,
gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan
padatan (Intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul
fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan
adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan
permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian
permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh
adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya . Keseimbangan antara
permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat
reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas
permukaan dan ukuran pori.
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan
kovalen/ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat
21
ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak
mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat
mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen
kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa
merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012).
Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah
molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter
pori adsorben.
Kepolaran zat
Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan
dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama.
Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang
kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi . Pada kondisi dengan
diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.
2.1.2.2 Suhu
22
Pada adsorpsi fisika bila tekanan adsorbat meningkat jumlah molekul adsorbat
akan bertambah namun, pada adsorpsi kimia jumlah molekul adsorbat akan
berkurang bila tekanan adsorbat meningkat.
2.1.3.1 Temperatur
Oleh karena proses adsorpsi adalah proses yang eksotermis, maka adsorpsi akan
berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara kontaminan
yang teradsorpsi dan permukaan adsorben antara 2 atau lebih kontaminan kimia
tersebut maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.
2.1.3.2 Kelembapan
Uap air mudah diadsorpsi oleh jenis adsorben polar sehingga kelembapan yang
tinggi dapat mempengaruhi dan mengurangi kemampuan adsorben tersebut untuk
mengadsorpsi kontaminan.
23
Penyerapan zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat.
Penyerapan bersifat selektif yang diserap hanya zat terlarut oleh pelarut. Bila
didalam suatu larutan terdapat 2 buah zat ataupun lebih maka zat yang satu akan
diserap lebih kuat dibanding zat yang lain.
Zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan maka lebih kuat diserap.
Makin kompleks zat terlarut makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi
temperatur, maka makin kecil daya serap. Namun pengaruh temperatur tidak
sebesar pada adsorpsi gas (Sukardjo, 1995).
24
Pada isoterm ini secara teoritis menganggap bahwa hanya sebuah monolayer gas
yang teradsorbsi, selain itu adsorpsi molekul zat terlarut terlokalisasi, yaitu sekali
adsorpsi, molekul-molekul ini tidak dapat bergerak disekeliling permukaaan
padatan. Selain pernyataan di atas isoterm ini juga mengasumsikan bahwa panas
adsorbsi, adsorpsi, tidak bergantung pada luas permukaan yang ditutupi gas.
Dimana :
Pada Isoterm ini persamaan diturunkan secara empirik, dengan asumsi bahwa
penyerapan terjadi multicomponent. Persamaan dapat diturunkan dari adsorpsi zat
padat dalam air atau solid-aquos system. (Sheindorf.M., 1980). Bentuk
persamaannya yaitu :
Dimana :
= k C1/n
= Berat adsorben
Log
log + log k
25
()
(1)
(Bird,T., 1993) .
Salah satu karakteristik karbon aktif yang berkualitas ialah memiliki luas
permukaan yang tinggi. Semakin besar luas permukaan karbon aktif, semakin
besar pula daya adsorpsinya. Luas permukaan suatu adsorben dapat diketahui
dengan alat pengukur luas permukaan yang menggunakan prinsip metode BET .
Pengukuran luas permukaan dengan model BET ini biasanya menggunakan
nitrogen sebagai adsorbat. Pengukuran ini didasarkan pada data adsorpsi isotermis
nitrogen pada suhu 77 K. Adsorpsi isotermis dengan prinsip BET merupakan jenis
isoterm fisis ( Shofa, 2012).
2.2 Adsorben
26
Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit kristalin
seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan spesifiknya kecil
tidak lebih dari 10 m2 /g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g. Adsorben yang tidak
berpori seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit (graphitized
Carbon Black) adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami
perlakuan khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.
Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial
adalah :
1. Memiliki permukaan yang besar/unit massanya sehingga kapasitas
adsorpsinya akan semakin besar pula
2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan
27
SILICA GEL
ZEOLIT
CARBON AKTIF
ALUMINA
28
29
Ukuran diameter pori untuk karbon fase cair umumnya mendekati atau lebih besar
dari 30 sedangkan untuk karbon fase gas umumnya diameter pori berukuran 10
sampai 25. Efektifitas karbon aktif biasanya ditentukan dengan test kimia yang
sesuai dimana test tersebut dapat menyerap di bawah kondisi standar. Untuk fase
gas biasanya digunakan CCl4 sedangkan untuk fase cair digunakan adsorpsi iodin
(Supeno,M., 2009).
Berdasarkan penggunaannya, karbon aktif terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif fasa cair
biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif fasa cair biasanya dibuat dari bahan yang
memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara, lignit, dan bahan yang
mengandung lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif jenis banyak
digunakan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair
misalnya untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam
berbahaya pada proses pengolahan air.
Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran/granula. Karbon aktif
jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih besar seperti
tempurung kelapa, batubara, cangkang kemiri, residu minyak bumi, karbon aktif
jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas hasil
pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx.
Pernyataan mengenai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
karbon aktif untuk masing-masing jenis yang disebutkan bukan merupakan suatu
keharusan, karena ada karbon aktif untuk fasa cair yang dibuat dari bahan yang
mempunyai densitas besar seperti tulang, kemudian dibuat dalam bentuk granula
dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Begitu pula dengan karbon aktif
30
yang digunakan untuk fasa uap dapat diperoleh dari bahan yang memiliki densitas
kecil, seperti serbuk gergaji.
31
2.3.3.1 Dehidrasi
Dehidrasi merupakan proses penghilangan air yang terdapat dalam bahan baku
karbon aktif dengan tujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi dan
dilakukan dengan cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari/
memanaskannya dalam oven.
2.3.3.2 Karbonisasi
32
2.3.3.3 Aktivasi
Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan dan daya adsorpsi
karbon aktif. Pada proses ini terjadi pelepasan hidrokarbon, tar, dan senyawa
organik yang melekat pada karbon tersebut. Proses aktifasi terdapat 2 jenis yaitu :
1. Aktivasi Fisika
Pada aktivasi secara fisika, karbon dipanaskan pada suhu sekitar 8001000oC dan dialirkan gas pengoksida seperti uap air air, oksigen/CO2. Gas
pengoksida akan bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon
monoksida dan hidrogen untuk gas pengoksida berupa uap air. Senyawasenyawa produk samping pun akan terlepas pada proses ini sehingga akan
memperluas pori dan meningkatkan daya adsorpsi. Klasifikasi karbon
dengan uap air dan CO2 terjadi melalui reaksi bersifat endotermis berikut
ini (Marsh, 2006).
C + H2O CO + H2 ( 117 kj/mol)
2. Aktivasi kimia
Pada cara ini proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan
kimia sebagai aktivating agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan
merendam arang kedalam larutan kimia seperti NaCl, ZnCl2 , KOH, KCl,
dll. Sehingga bahan kimia akan meresap dan membuka permukaan arang
yang semula tertutup oleh deposit tar (Tutik, 2001).
33
Pada proses aktivasi ini karbon atau arang dipanaskan dengan suhu
tinggi didalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas inert. Saat ini
terjadi proses lanjutan pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan
senyawa hidrokarbon sisa karbonisasi keluar dari permukaan karbon
sebagai akibat gas suhu tinggi dan adanya aliran gas inert, sehingga akan
dihasilkan karbon dengan luas permukaan yang cukup luas atau disebut
dengan arang aktif.
2.4. Kemiri
Kemiri dengan nama latin aleurites moluccana merupakan salah satu pohon
serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas didunia. Ini merupakan jenis asli
IndoMalaysia dan sudah diperkenalkan ke kepulauan Pasifik sejak
zaman
dahulu.
Pohon kemiri memiliki sifat beracun sehingga perlu kewaspadaan bila
ingin menggunakan bagian-bagian pohon lainnya untuk tujuan pengobatan atau
konsumsi. Kemiri (Aleurites moluccana) adalah tumbuhan yang bijinya
dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan
antar negara dikenal sebagai candleberry, indian walnut, serta candlenut.
Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak
dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat
dan dikenal sebagai tung oil.
Biji kemiri mempunyai tiga bagian, yaitu lapisan tipis pelapis biji,
cangkang kemiri, dan biji dalam kemiri. Bagian biji dalam kemiri yang berwarna
putih sangat banyak mempunyai manfaat diantaranya adalah sebagai bahan obatobatan tradisional, sebagai rempah-rempah, dan untuk perawatan rambut
khususnya untuk memanjangkan rambut. Didalam biji banyak sekali mengandung
kadar minyak, sedangkan bagian cangkang kemiri hanya menjadi sampah, tetapi
sebenarnya bagian cangkang ini sangat berguna. Cangkang kemiri memang
sedikit mengandung kadar minyak lemak (ketaren,1986).
Menurut realita yang ada limbah yang dihasilkan dari proses pemecahan
biji kemiri yang berupa cangkang kemiri ini belum terlalu banyak dimanfaatkan.
34
sebagai
trigliserida
yang
dalam
suhu
ruang
berbentuk
cair
35
2
3
4
5
6
7
Keadaan
Bau
Warna
Kadar Air dan bahan menguap
Persyaratan
Normal
Normal
Maks.0,15
Bilangan Asam
Bilangan Peroksida
Minyak Pelikan
Asam Linolenat ( C18:3 ) dalam %
Komposisi asam lemak minyak
Cemaran Logam
Kadmium(Cd)
Timbal (Pb)
Timah (Sn)
mg KOH/g
mek O2/Kg
-
Maks. 0,6
Maks. 10
Negatif
Maks.2
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Merkuri(Hg)
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
mg/kg
Maks. 0,2
Maks. 0,1
Maks. 40,0/
250,0
Maks. 0,05
Maks. 0,1
36
2.5.2
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
hidrolitik, baik enzimatik maupun nonenzimatik. Di antara kerusakan minyak
yang sering terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar
pengaruhnya terhadap cita rasa. Reaksi autoksidasi melibatkan pembentukan
radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi
rantai (Azeredo, 2004). Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain
peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan
minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida. Besarnya tingkat oksidasi
minyak dapat dinyatakan dengan perubahan peroxide value. Cara penentuan
angka peroksida dapat dilakukan dengan metode Hills dan Thiel atau dengan
metode iodin (Sudarmadji, 1989).
37