You are on page 1of 19

19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat
tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam.
Bila gas atau uap bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih,
maka gas atau uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut.
Permukaan padatan disebut sebagai adsorben, sedangkan gas atau uap disebut
sebagai adsorbat. Semua padatan dapat menyerap gas atau uap pada permukaan.
Banyak gas yang teradsorpsi yang bergantung pada suhu dan tekanan gas serta
luas permukaan padatan. Padatan yang paling efisien adalah padatan yang sangat
porous seperti arang dan butiran padatan yang sangat halus (Bird,T., 1993).
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan
cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan
padatan, baik fasa gas atau fasa larutan kedalam permukaannya. Akibatnya
konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fasa
gas zat terlarut dalam larutan. Pada adsorpsi interaksi antara adsorben dengan
adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben (Tandy,E., 2012).

Gambar 2.1. Ilustrasi proses Adsorpsi

Universitas Sumatera Utara

20

Beberapa tahun belakangan ini proses adsorpsi banyak mendapatkan


perhatian, seperti proses penyimpanan gas yang sedang banyak dikembangkan.
Teknologi ini tentu dapat membantu masalah penggunaan energi terbarukan yang
masih terkendala dalam hal transportasi dan penyimpanan. Pentingnya proses ini
menjadi pemicu dilakukannya banyak penelitian mengenai proses adsorpsi mulai
dari segi mekanisme sampai dengan pengembangan adsorben yang digunakan
dalam proses adsorpsi (Sudibandriyo, 2011).

2.1.1 Jenis Jenis Adsorpsi

Berdasarkan Interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,


adsorpsi dibagi menjadi 2 yaitu :

2.1.1.1 Adsorpsi Fisika

Adsorpsi Fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals. Pada adsorpsi fisika,
gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul pada permukaan
padatan (Intermolekuler) lebih kecil dari pada gaya tarik menarik antar molekul
fluida tersebut sehingga gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan
adsorben relatif lemah pada adsorpsi fisika, adsorbat tidak terikat kuat dengan
permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian
permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh
adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya . Keseimbangan antara
permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat
reversibel. Adsorpsi fisika memiliki kegunaan dalam hal penentuan luas
permukaan dan ukuran pori.

2.1.1.2 Adsorpsi Kimia

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia yang terbentuk antara molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan kimia dapat berupa ikatan
kovalen/ion. Ikatan yang terbentuk kuat sehingga spesi aslinya tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

21

ditentukan. Karena kuatnya ikatan kimia yang terbentuk maka adsorbat tidak
mudah terdesorpsi. Adsorpsi kimia diawali dengan adsorpsi fisik dimana adsorbat
mendekat kepermukaan adsorben melalui gaya Van der Waals / Ikatan Hidrogen
kemudian melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia yang biasa
merupakan ikatan kovalen (Shofa, 2012).

2.1.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi yaitu :

2.1.2.1 Jenis Adsorbat

Ukuran molekul adsorbat

Ukuran molekul adsorbat yang sesuai merupakan hal yang penting agar proses
adsorpsi dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah
molekul-molekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter
pori adsorben.

Kepolaran zat

Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan
dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama.
Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul yang
kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi . Pada kondisi dengan
diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.

2.1.2.2 Suhu

Pada saat molekul-molekul adsorbat menempel pada permukaan adsorben terjadi


pembebasan sejumlah energi sehingga adsorpsi digolongkan bersifat eksoterm.
Bila suhu rendah maka kemampuan adsorpsi meningkat sehingga adsorbat
bertambah.

Universitas Sumatera Utara

22

2.1.2.3 Tekanan Adsorbat

Pada adsorpsi fisika bila tekanan adsorbat meningkat jumlah molekul adsorbat
akan bertambah namun, pada adsorpsi kimia jumlah molekul adsorbat akan
berkurang bila tekanan adsorbat meningkat.

2.1.2.4 Karakteristik Adsorben

Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan karakteristik penting


adsorben. Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan semakin kecil ukuran
pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi. Sehingga jumlah molekul
yang teradsorpsi akan bertambah. Selain itu kemurnian adsorben juga merupakan
karakterisasi yang utama dimana pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang
lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik.

2.1.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Adsorpsi

2.1.3.1 Temperatur

Oleh karena proses adsorpsi adalah proses yang eksotermis, maka adsorpsi akan
berkurang pada temperatur lebih tinggi. Jika terdapat reaksi antara kontaminan
yang teradsorpsi dan permukaan adsorben antara 2 atau lebih kontaminan kimia
tersebut maka laju reaksinya akan meningkat pada temperatur yang lebih tinggi.

2.1.3.2 Kelembapan

Uap air mudah diadsorpsi oleh jenis adsorben polar sehingga kelembapan yang
tinggi dapat mempengaruhi dan mengurangi kemampuan adsorben tersebut untuk
mengadsorpsi kontaminan.

Universitas Sumatera Utara

23

2.1.3.3 Laju Alir Pengambilan Sampel

Jika terlalu tinggi laju alir dapat mengurangi efisiensi adsorpsi

2.1.3.4 Adanya Kontaminan Lain

Adanya kontaminan lain dapat mengurangi efisiensi adsorpsi karena adanya


kompetisi antar kontaminan tersebut pada bagian adsorpsi. Reaksi antar
senyawaan juga mungkin terjadi, sehingga diperoleh hasil konsentrasi yang lebih
rendah yang seharusnya (Lestari,F., 2009).

2.1.4 Adsorpsi Zat Terlarut oleh Zat Padat

Penyerapan zat dari larutan, mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat.
Penyerapan bersifat selektif yang diserap hanya zat terlarut oleh pelarut. Bila
didalam suatu larutan terdapat 2 buah zat ataupun lebih maka zat yang satu akan
diserap lebih kuat dibanding zat yang lain.
Zat yang dapat menurunkan tegangan permukaan maka lebih kuat diserap.
Makin kompleks zat terlarut makin kuat diserap oleh adsorben. Makin tinggi
temperatur, maka makin kecil daya serap. Namun pengaruh temperatur tidak
sebesar pada adsorpsi gas (Sukardjo, 1995).

2.1.5 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi adalah hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fase


fluida dan konsentrasi di dalam partikel adsorben pada suhu tertentu. Ada
beberapa isoterm adsorpsi yang diketahui seperti model isoterm Langmuir,
Freundlich dan juga model isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller (BET).

Universitas Sumatera Utara

24

2.1.5.1 Isoterm Langmuir

Pada isoterm ini secara teoritis menganggap bahwa hanya sebuah monolayer gas
yang teradsorbsi, selain itu adsorpsi molekul zat terlarut terlokalisasi, yaitu sekali
adsorpsi, molekul-molekul ini tidak dapat bergerak disekeliling permukaaan
padatan. Selain pernyataan di atas isoterm ini juga mengasumsikan bahwa panas
adsorbsi, adsorpsi, tidak bergantung pada luas permukaan yang ditutupi gas.

Persamaan Isoterm Adsorpsi Langmuir :

Dimana :

C = konsentrasi zat terlarut pada saat kesetimbangan


q = masa zat terlarut diadsorpsi per masa adsorben
= Konstanta adsorpsi yang didapat dari percobaan (intersept)
qo = daya adsorpsi maksimum

2.1.5.2 Isoterm Freundlich

Pada Isoterm ini persamaan diturunkan secara empirik, dengan asumsi bahwa
penyerapan terjadi multicomponent. Persamaan dapat diturunkan dari adsorpsi zat
padat dalam air atau solid-aquos system. (Sheindorf.M., 1980). Bentuk
persamaannya yaitu :

Dimana :

= k C1/n

= Jumlah zat yang diserap

= Berat adsorben

= Konsentrasi zat setelah adsorpsi

n dan k = Konstanta yang diperoleh dari percobaan


Jika persamaan diatas dilogaritmakan maka :

Log

log + log k

Universitas Sumatera Utara

25

2.1.5.3 Isoterm BET (Brunauer, Emmet, dan Teller)

Persamaan ini mengembangkan persamaan Langmuir, sehingga dapat digunakan


untuk adsorbsi multi molekuler pada permukaan padatan. Bentuk persaman ini
adalah:

()

(1)

Dimana : Po = tekanan uap jenuh


Vm = Kapasitas volume monolayer
C = konstanta

(Bird,T., 1993) .

Salah satu karakteristik karbon aktif yang berkualitas ialah memiliki luas
permukaan yang tinggi. Semakin besar luas permukaan karbon aktif, semakin
besar pula daya adsorpsinya. Luas permukaan suatu adsorben dapat diketahui
dengan alat pengukur luas permukaan yang menggunakan prinsip metode BET .
Pengukuran luas permukaan dengan model BET ini biasanya menggunakan
nitrogen sebagai adsorbat. Pengukuran ini didasarkan pada data adsorpsi isotermis
nitrogen pada suhu 77 K. Adsorpsi isotermis dengan prinsip BET merupakan jenis
isoterm fisis ( Shofa, 2012).

2.2 Adsorben

Adsorben merupakan bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung


terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu di dalam
partikelnya. Karena pori-porinya biasa kecil maka luas permukaan dalam
mencapai beberapa orde besaran lebih besar dari permukaan luar dan bisa sampai
2000 m2/gr. Dalam kebanyakan hal komponen yang diadsorpsi melekat
sedemikian kuat sehingga memungkinkan pemisahan komponen itu secara
menyeluruh dari fluida tanpa terlalu banyak adsorpsi terhadap komponen lain

Universitas Sumatera Utara

26

sehingga memungkinkan adsorbat yang dihasilkan dalam bentuk terkonsentrasi


atau hampir murni (Tandy,E., 2012).

2.2.1 Jenis jenis Adsorben

2.2.1.1 Adsorben Tidak Berpori (Non-Porous Sorbent)

Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit kristalin
seperti BaSO4 atau penghalusan padatan kristal. Luas permukaan spesifiknya kecil
tidak lebih dari 10 m2 /g dan umumnya antara 0,1 s/d 1 m2/g. Adsorben yang tidak
berpori seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam bergrafit (graphitized
Carbon Black) adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami
perlakuan khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.

2.2.1.2 Adsorben Berpori( Porous Sorbents)


Luas permukaan spesifik dsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000 m2/g.
Biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi
komponen. Adsorben ini umumnya benbentuk granular.
Klasifikasi pori menurut International Union of Pure and Applied Chemistry
(IUPAC) adalah :

Pori-pori berdiameter kecil (Mikropores d < 2 nm )

Pori-pori berdiameter sedang ( Mikropores 2 < d <50 nm)

Pori-pori berdiameter besar ( Makropores d > 50 nm )

2.2.2 Kriteria Adsorben untuk Menjadi Adsorben Komersil

Kriteria yang harus dipenuhi suatu adsorben untuk menjadi adsorben komersial
adalah :
1. Memiliki permukaan yang besar/unit massanya sehingga kapasitas
adsorpsinya akan semakin besar pula
2. Secara alamiah dapat berinteraksi dengan adsorbat pasangan

Universitas Sumatera Utara

27

3. Ketahanan struktur fisik yang tinggi


4. Mudah diperoleh, harga tidak mahal, tidak korosif dan tidak beracun
5. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi
6. Mudah dan ekonomis untuk diregenerasi ( Hendra,R., 2008).
Beberapa jenis adsorben berpori yang telah digunakan secara komersial antara
lain karbon aktif, zeolit, silika gel, activated alumina. Seperti pada gambar di
bawah ini :

SILICA GEL

ZEOLIT

CARBON AKTIF

ALUMINA

Gambar 2.2. Jenis-jenis adsorben

Universitas Sumatera Utara

28

2.3 Karbon Aktif

Karbon aktif secara komersial diketahui pertama kali karena penggunaannya


sebagai topeng uap pada perang dunia I. Namun, pada abad ke-15 sudah diketahui
bahwa karbon hasil dekompresiasi kayu dapat menyingkirkan bahan berwarna
dari pada abad ke-17. Penerapan secara komersil arang kayu digunakan dalam
sebuah pabrik gula di Inggris (Austin, 1996).
Karbon aktif merupakan adsorben terbaik dalam sistem adsorpsi. Ini
dikarenakan arang aktif memiliki luas permukaan yang besar dan daya adsorpsi
yang tinggi sehingga pemanfaatannya dapat optimal. Karbon aktif yang baik harus
memiliki luas permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya juga besar
(Prabowo, 2009).
Luas permukaan karbon aktif umumnya berkisar antara 3003000 m2/g
dan ini terkait dengan struktur pori pada karbon aktif tersebut. Karbon aktif adalah
material berpori dengan kandungan karbon 87%-97% dan sisanya berupa
hidrogen, oksigen, sulfur, dan material lain. Karbon aktif merupakan karbon yang
telah diaktivasi sehingga terjadi pengembangan struktur pori yang bergantung
pada metode aktivasi yang digunakan. Struktur pori menyebabkan ukuran molekul
teradsorpsi terbatas, sedangkan bila ukuran partikel tidak masalah, kuantitas
bahan yang diserap dibatasi oleh luas permukaan karbon aktif (Austin, 1996).
Perbedaan antara arang dan arang aktif adalah pada bagian permukaannya.
Bagian permukaan arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang
menghalangi keaktifannya, sementara bagian permukaan arang aktif relatif bebas
dari deposit dan permukaannya lebih luas serta poripori yang terbuka sehingga
dapat melakukan penyerapan.
Kemampuan adsorpsi arang aktif tidak hanya bergantung pada luas
permukaannya saja tetapi juga struktur dalam pori-pori arang aktif, karakteristik
permukan dan keberadaan grup fungsional pada permukaan pori (Wibowo,S.,
2011).

Universitas Sumatera Utara

29

2.3.1 Jenis jenis Karbon Aktif

Ukuran diameter pori untuk karbon fase cair umumnya mendekati atau lebih besar
dari 30 sedangkan untuk karbon fase gas umumnya diameter pori berukuran 10
sampai 25. Efektifitas karbon aktif biasanya ditentukan dengan test kimia yang
sesuai dimana test tersebut dapat menyerap di bawah kondisi standar. Untuk fase
gas biasanya digunakan CCl4 sedangkan untuk fase cair digunakan adsorpsi iodin
(Supeno,M., 2009).
Berdasarkan penggunaannya, karbon aktif terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

2.3.1.1 Karbon Aktif untuk Fasa Cair

Karbon aktif untuk fasa cair biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif fasa cair
biasanya berbentuk serbuk. Karbon aktif fasa cair biasanya dibuat dari bahan yang
memiliki berat jenis rendah seperti kayu, batu bara, lignit, dan bahan yang
mengandung lignin seperti limbah hasil pertanian. Karbon aktif jenis banyak
digunakan untuk pemurnian larutan dan penghilangan rasa dan bau pada zat cair
misalnya untuk penghilangan polutan berbahaya seperti gas amonia dan logam
berbahaya pada proses pengolahan air.

2.3.1.2 Karbon Aktif untuk Fasa Uap

Karbon aktif untuk fasa uap biasanya berbentuk butiran/granula. Karbon aktif
jenis ini biasanya dibuat dari bahan yang memiliki berat jenis lebih besar seperti
tempurung kelapa, batubara, cangkang kemiri, residu minyak bumi, karbon aktif
jenis ini digunakan dalam adsorpsi gas dan uap misalnya adsorpsi emisi gas hasil
pembakaran bahan bakar pada kendaraan seperti CO dan NOx.
Pernyataan mengenai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
karbon aktif untuk masing-masing jenis yang disebutkan bukan merupakan suatu
keharusan, karena ada karbon aktif untuk fasa cair yang dibuat dari bahan yang
mempunyai densitas besar seperti tulang, kemudian dibuat dalam bentuk granula
dan digunakan sebagai pemucat larutan gula. Begitu pula dengan karbon aktif

Universitas Sumatera Utara

30

yang digunakan untuk fasa uap dapat diperoleh dari bahan yang memiliki densitas
kecil, seperti serbuk gergaji.

2.3.2 Kegunaan Arang Aktif

2.3.2.1 Untuk Gas


1. Pemurnian gas
Desulfurisasi, menghilangkan gas racun, bau busuk, asap, menyerap racun
2. Pengolahan LNG
Desulfurisasi dan penyaringan berbagaibahan mentah dan reaksi gas
3. Katalisator
Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan vinil acetat
4. Lain- lain
Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan mobil

2.3.2.2 Untuk Zat Cair


1. Industri obat dan makanan
Menyaring dan menghilangkan warna, bau, dan rasa yang tidak enak pada
makanan
2. Minuman ringan dan minuman keras
Menghilangkan warna dan bau pada arak/minuman keras dan minuman
ringan
3. Kimia Perminyakan
Penyulingan bahan mentah, zat perantara
4. Pembersih air
Menyaring dan menghilangkan bau, warna dan zat pencemar dalam air
sebagai pelindung atau penukar resin dalam penyulingan air
5. Pembersih air buangan
Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemaran
6. Pelarut yang digunakan kembali
Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil asetat, dan lain-lain
(Kurniati,E., 2008).

Universitas Sumatera Utara

31

2.3.3 Proses Pembuatan Arang Aktif

2.3.3.1 Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses penghilangan air yang terdapat dalam bahan baku
karbon aktif dengan tujuan untuk menyempurnakan proses karbonisasi dan
dilakukan dengan cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari/
memanaskannya dalam oven.

2.3.3.2 Karbonisasi

Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu :


1. Pada suhu 100120oC terjadi penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai
terjadi peruraian selulosa. Destilat mengandung asam organik dan sedikit
metanol . Asam cuka terbentuk pada suhu 200270 oC.
2. Pada suhu 270310oC reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant, gas kayu dan
sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti
asam cuka dan metanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310500oC terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar
sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas
CO dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500-1000o C merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar
karbon (Sudrajat, 1994).
Karbonisasi dihentikan bila tidak mengeluarkan asap lagi. Penambahan
suhu memang diperlukan untuk mempercepat reaksi pembentukan pori, Namun
pembatasan suhu pun harus dilakukan. Suhu yang terlalu tinggi, seperti diatas
1000oC akan mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk sehingga dapat
menutupi pori-pori dan membuat luas permukaan berkurang serta daya adsorpsi
menurun.

Universitas Sumatera Utara

32

2.3.3.3 Aktivasi

Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan dan daya adsorpsi
karbon aktif. Pada proses ini terjadi pelepasan hidrokarbon, tar, dan senyawa
organik yang melekat pada karbon tersebut. Proses aktifasi terdapat 2 jenis yaitu :
1. Aktivasi Fisika
Pada aktivasi secara fisika, karbon dipanaskan pada suhu sekitar 8001000oC dan dialirkan gas pengoksida seperti uap air air, oksigen/CO2. Gas
pengoksida akan bereaksi dengan karbon dan melepaskan karbon
monoksida dan hidrogen untuk gas pengoksida berupa uap air. Senyawasenyawa produk samping pun akan terlepas pada proses ini sehingga akan
memperluas pori dan meningkatkan daya adsorpsi. Klasifikasi karbon
dengan uap air dan CO2 terjadi melalui reaksi bersifat endotermis berikut
ini (Marsh, 2006).
C + H2O CO + H2 ( 117 kj/mol)

C + CO2 2 CO ( 159 kj / mol )

Sedangkan aktivasi fisika dengan oksigen melalui reaksi bersifat


eksotermis berikut ini :
C + O2 CO2 ( -406 kj / mol )
Pada aktivasi fisika terjadi pengurangan massa karbon dalam
jumlah yang besar karena adanya pembentukan struktur karbon. Namun
pada aktivasi fisika seringkali terjadi kelebihan oksida eksternal sewaktu
gas pengoksida berdifusi pada karbon sehingga terjadi pengurangan
ukuran adsorben. Selain itu, reaksi sulit dikontrol (Shofa, 2012).

2. Aktivasi kimia
Pada cara ini proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan
kimia sebagai aktivating agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan
merendam arang kedalam larutan kimia seperti NaCl, ZnCl2 , KOH, KCl,
dll. Sehingga bahan kimia akan meresap dan membuka permukaan arang
yang semula tertutup oleh deposit tar (Tutik, 2001).

Universitas Sumatera Utara

33

Pada proses aktivasi ini karbon atau arang dipanaskan dengan suhu
tinggi didalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas inert. Saat ini
terjadi proses lanjutan pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan
senyawa hidrokarbon sisa karbonisasi keluar dari permukaan karbon
sebagai akibat gas suhu tinggi dan adanya aliran gas inert, sehingga akan
dihasilkan karbon dengan luas permukaan yang cukup luas atau disebut
dengan arang aktif.

2.4. Kemiri

Kemiri dengan nama latin aleurites moluccana merupakan salah satu pohon
serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas didunia. Ini merupakan jenis asli
IndoMalaysia dan sudah diperkenalkan ke kepulauan Pasifik sejak

zaman

dahulu.
Pohon kemiri memiliki sifat beracun sehingga perlu kewaspadaan bila
ingin menggunakan bagian-bagian pohon lainnya untuk tujuan pengobatan atau
konsumsi. Kemiri (Aleurites moluccana) adalah tumbuhan yang bijinya
dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Dalam perdagangan
antar negara dikenal sebagai candleberry, indian walnut, serta candlenut.
Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak
dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat
dan dikenal sebagai tung oil.
Biji kemiri mempunyai tiga bagian, yaitu lapisan tipis pelapis biji,
cangkang kemiri, dan biji dalam kemiri. Bagian biji dalam kemiri yang berwarna
putih sangat banyak mempunyai manfaat diantaranya adalah sebagai bahan obatobatan tradisional, sebagai rempah-rempah, dan untuk perawatan rambut
khususnya untuk memanjangkan rambut. Didalam biji banyak sekali mengandung
kadar minyak, sedangkan bagian cangkang kemiri hanya menjadi sampah, tetapi
sebenarnya bagian cangkang ini sangat berguna. Cangkang kemiri memang
sedikit mengandung kadar minyak lemak (ketaren,1986).
Menurut realita yang ada limbah yang dihasilkan dari proses pemecahan
biji kemiri yang berupa cangkang kemiri ini belum terlalu banyak dimanfaatkan.

Universitas Sumatera Utara

34

Sering terlihat bahwa segelintir orang memanfaatkannya untuk pengerasan jalan


yang banyak terlihat di sekitar kota Berastagi, ada yang memanfaatkannya sebagai
obat bahan bakar nyamuk, dan penemuan terbaru bahwa cangkang kemiri juga
dapat dibuat sebagai produk karbon aktif. Cangkang kemiri yang telah lama
terpendam di tanah dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk N, P dan K.
Adapun komposisi arang cangkang kemiri yaitu kadar air 5,34%, volatil 8,73%,
abu 9,56% dan karbon 76,31%.

Gambar 2.3 cangkang kemiri

2.5 Minyak Goreng

Minyak goreng memang sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Makanan


yang di goreng biasanya lebih lezat dan gurih, tanpa membutuhkan tambahan
bumbu bermacam-macam. Dalam proses penggorengan minyak goreng berperan
sebagai media untuk perpindahan panas yang cepat dan merata pada permukaan
bahan yang digoreng (Yustinah, 2011).
Minyak memiliki titik didih yang tinggi sekitar 200o C maka biasa
dipergunakan untuk menggoreng makanan. Sehingga bahan yang digoreng akan
kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak
dan lemak juga memberikan rasa gurih yang spesifik. Secara umum minyak dapat
diartikan

sebagai

trigliserida

yang

dalam

suhu

ruang

berbentuk

cair

Universitas Sumatera Utara

35

(Sudarmadji.S., 1989). Standar Nasional Indonesia untuk minyak goreng


ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standard Nasional Indonesia Minyak Goreng


No Kriteria Uji
Satuan
1

2
3
4
5
6
7

Keadaan
Bau
Warna
Kadar Air dan bahan menguap

Persyaratan

Normal
Normal
Maks.0,15

Bilangan Asam
Bilangan Peroksida
Minyak Pelikan
Asam Linolenat ( C18:3 ) dalam %
Komposisi asam lemak minyak
Cemaran Logam
Kadmium(Cd)
Timbal (Pb)
Timah (Sn)

mg KOH/g
mek O2/Kg
-

Maks. 0,6
Maks. 10
Negatif
Maks.2

mg/kg
mg/kg
mg/kg

Merkuri(Hg)
Cemaran Arsen (As)

mg/kg
mg/kg

Maks. 0,2
Maks. 0,1
Maks. 40,0/
250,0
Maks. 0,05
Maks. 0,1

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 2013


2.5.1 Minyak Boreng Bekas ( Used Cooking Oil )

Selama proses penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang


disebabkan oleh panas, udara dan air sehingga mengakibatkan terjadinya oksidasi,
hidrolisis, dan polimerisasi. Reaksi oksidasi juga dapat terjadi selama masa
penyimpanan. Produk reaksi oksidasi minyak seperti peroksida, radikal bebas,
aldehid, keton, hidroperoksida polimer dan berbagai produk oksidasi minyak yang
lain dilaporkan memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan. Selama dipanaskan
minyak juga mengalami reaksi polimerisasi sehingga menjadi semakin kental
serta berbuih. Reaksi hidrolisis terjadi akibat interaksi antara air dengan lemak
yang menyebabkan putusnya beberapa asam lemak dari minyak menghasilkan
free fatty acid (FFA) dan gliserol (Yustinah, 2011).

Universitas Sumatera Utara

36

2.5.2

Penentuan Angka Peroksida

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
hidrolitik, baik enzimatik maupun nonenzimatik. Di antara kerusakan minyak
yang sering terjadi ternyata kerusakan karena autoksidasi yang paling besar
pengaruhnya terhadap cita rasa. Reaksi autoksidasi melibatkan pembentukan
radikal bebas yang sangat tidak stabil, yang merupakan inisiator terjadinya reaksi
rantai (Azeredo, 2004). Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain
peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan
minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida. Besarnya tingkat oksidasi
minyak dapat dinyatakan dengan perubahan peroxide value. Cara penentuan
angka peroksida dapat dilakukan dengan metode Hills dan Thiel atau dengan
metode iodin (Sudarmadji, 1989).

2.6 SEM (Scanning Electron Microscopy)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk


bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat
dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah untuk
mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya, SEM
menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar
elektron sekunder.
SEM menggunakan prinsip skanning yaitu berkas elektron diarahkan pada
titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain
pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada
permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali
dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak
lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan
memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan
ditangkap oleh detector dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh
merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga
dimensi.

Universitas Sumatera Utara

37

Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM,


pemakaiannya sangat terbatas tetapi memberikan informasi yang bermanfaat
mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 (Stevens, 2001).

Universitas Sumatera Utara

You might also like