You are on page 1of 9

AGAMA HINDU

PERAN AGAMA HINDU DALAM MENCEGAH TINDAKAN


KORUPSI

Oleh:
Nama

Ni Putu Ratih Purnamawati

NIM

1313041053

Jurusan

Pendidikan Biologi

Kelas

1C

No Absen

19

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


SINGARAJA
2013

PERAN AGAMA HINDU DALAM MENCEGAH TINDAKAN


KORUPSI

Korupsi, memang sudah tidak menjadi sesuatu yang langka di


telinga kita, bahkan hal ini sudah dianggap biasa di Indonesia. Bahkan kasus
korupsi semakin menjamur dan tak terhitung jumlahnya, meskipun sudah
ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tapi tetap saja tidak bisa
menekan jumlah para koruptor yang ada, bahkan semakin melunjak tajam.
Korupsi seperti suatu budaya yang memang sangat melekat pada masyarakat
sehingga sulit untuk dihentikan, ini patut menjadi perhatian yang serius bagi
kita semua.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin : Corruption dan Corruptus
yang mempunyai arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan
menghina, atau memfitnah. Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan
curang, dapat disuap, dan tidak bermoral, adapun menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang
negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun
orang lain. Sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan
Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yang
dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan
yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya.
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan
beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum korupsi bertujuan mendapatkan
keuntungan pribadi atau kelompok. Faktor-faktor secara umum yang
menyebabkan seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu, ketiadaan atau
kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi
ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi,
kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika, kurangnya pendidikan,
adanya banyak kemiskinan, tidak adanya tindakan hukum yang tegas,
struktur pemerintahan.

Seperti yang kita ketahui, korupsi pasti mempunyai dampak negatif,


terutama bagi perekonomian negara. Sebab, uang yang dibayarkan ke
pemerintah dalam bentuk pajak tidak teralokasikan kepada penyediaan
barang publik dengan semestinya. Sebaliknya, dana tersebut mengalir ke
kantong pengusaha dan oknum pemerintah. Akibatnya, kuantitas dan
kualitas pelayanan publik lebih rendah daripada seharusnya. Berikut
beberapa dampak dari tindakan korupsi yaitu, kesejahteraan umum negara
menjadi terganggu, mempersulit demokrasi, menghambat investasi dan
pertumbuhan ekonomi, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan
pemerintah dalam menjalankan program pembangunan, korupsi berdampak
pada penurunan kualitas moral dan akhlak, mempersulit pembangunan
ekonomi, serta korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan
dan kesenjangan pendapatan.
Korupsi tidak hanya terjadi pada lembaga pemerintahan atau
pejabat-pejabat negara yang sarat akan politik, tapi korupsi juga dapat
terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang kerap kita jumpai, seperti :
1. Dalam pengurusan surat keterangan diri, diantaranya dalam
pembuatan KTP, SIM, ataupun KK. Biasanya diminta biaya yang
bervariasi sesuai kecepatan yang diinginkan. Dalam mengurus
KTP misalnya, biasanya ada biaya yang tak terduga dengan dalih
sumbangan sukarela sekitar Rp 20.000 sampai dengan Rp
100.000.
2. Mengurus surat tanah, biasanya ada biaya lain yang sangat besar.
Tanpa biaya besar tersebut maka urusan bisa bertahun-tahun.
Dalam pengurusan tanah ini sangat banyak terjadi bahwa tanah
dicatatkan kepada notaris telah terjadi jual beli dengan harga
jauh dibawah harga, dengan tujuan untuk mengurangi besaran
pajak yang harus dibayar. Biaya tambahan sudah dimulai dari
saat penguran tanah di lapangan, berlanjut ke RT, Kelurahan,
Kecamatan, sampai ke badan pertanahan.
3. Dalam perekrutan tenaga honor atau CPNS, biasanya cenderung
ada kolusi yang terjadi, terlebih pada saat kewenangan kelulusan

ada di pemerintah kabupaten. Pada saat kewenangan dipegang


propinsi dan terlebih oleh pemerintah pusat korupsi menurun
karena keterbatasan akses dari daerah kepenentu kelulusan di
pusat, hanya pihak tertentu saja yang bisa berkolusi dalam hal
kelulusan peserta CPNS.
4. Pada saat pendaftaran Siswa Baru di Sekolah atau Perguruan
Tinggi, biasanya ada biaya tambahan sangat besar dalam proses
pendaftaran murid baru. Bayar uang gedung, bayar uang pakaian,
bayar uang buku, bayar uang copy formulir, bayar biaya kegiatan
pengenalan lingkungan, dan banyak lagi biaya-biaya lain.
Ditambah lagi jika anak lulus melalui pintu belakang, dalam arti
lulus karena di bantu guru, kepala sekolah, tata usaha dan lain
sebagainya orang dalam di sekolahan, maka biaya akan semakin
membengkak.
5. Pada saat lelang proyek, biasanya selalu terjadi kolusi dalam
pelelangan. Diumumkan terbuka tapi pemenangnya sebenarnya
sudah dapat di ketahui sebelum lelang itu sendiri di
lakukan.Pemenang lelang terkadang bukanlah penawar harga
terendah tetapi penawar yang bisa memberikan fee tertinggi
kepada panitia lelang dan instansi.
6. Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang
bisa terjadi mulai dari proses lelang, proses pelaksanaan proyek
sampai kepada masalah pelaporan.
7. Dalam pelaksanaan proyek biasanya sangat banyak korupsi yang
bisa terjadi mulai dari proses lelang, proses pelaksanaan proyek
sampai kepada masalah pelaporan.
Sangat banyak lagi bentuk korupsi yang biasa kita temui di
kehidupan sehari-hari kita, namun cukuplah kiranya contoh sedikit
itu menjelaskan pada kita bahwa sekalipun petinggi Negara
menyatakan tekad untuk senantiasa memberantas korupsi, namun
kenyataannya korupsi itu sendiri masih tetap berlangsung waktu
demi waktu.

Perilaku koruptor yang sebagai manusia biasa menunjukkan dua


muka yang berbeda pada saat yang bersamaan, yakni bermuka ramah
dengan tetap menjalankan ibadah agama disertai amal baik tapi disatu pihak
mereka menjalankan perbuatan tak terpujinya, yaitu korupsi. Sebenarnya
keadaan seperti ini sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari, kapanpun
dan dimanapun kita berada. Suatu pertanyaan yang kadang-kadang
membosankan namun tetap menarik adalah mengapa orang-orang yang
beragama tersebut sampai hati melakukan tindak korupsi, padahal agama
apa pun melarang penganutnya untuk korupsi termasuk agama Hindu.
Pertanyaan ini merupakan salah satu dari sekian banyak aspek pembicaraan
mengenai korupsi, karena korupsi tetap berlangsung meskipun pemerintah
terus melakukan langkah untuk memberantas korupsi.
Sejak beberapa tahun terakhir tidak sedikit wacana yang sudah
dilontarkan terkait dengan peranan agama dan organisasi keagamaan dalam
hubungan pemberantasan korupsi. Menurut Syed Hossein Alatas, pakar
sosiologi korupsi Singapura, sepanjang sejarah Asia tokoh-tokoh agama
mempunyai peranan yang penting dalam menjinakkan korupsi. Namun,
sementara para pengamat berpendapat bahwa peranan para pemimpin
organisasi keagamaan selama ini kurang efektif karena tidak disertai
implementasinya. Apa yang mereka lakukan selama ini baru sebatas wacana
dan paling tinggi berupa kebulatan tekad. Kelebihannya, mereka adalah
tokoh-tokoh yang relatif bersih dan tidak mempunyai pamrih tertentu
apalagi mengarah kepada kekuasaan. Namun, kelemahannya mereka tidak
mempunyai aparat sebagaimana halnya dengan negara yang dapat
melakukan tindak nyata untuk mengusut dan menjatuhkan sanksi hukuman
terhadap kaum koruptor. Karena itu, peranan agama terhadap pemberantasan
korupsi selama ini lebih efektif dititikberatkan pada peren individual
penganut agama itu sendiri. Kembali kepada peran individual agama adalah
sejauh mana peranan ajaran agama dapat mencegah tindak korupsi pada diri
seseorang.

Dalam perspektif agama Hindu, korupsi adalah kondisi yang


terbangun karena melawan hukum kerja (rta), dimana koruptor ingin
mendapatkan sesuatu bukan dari hasil bekerja keras, sehingga merugikan
negara. Pada zaman Kali, dalam konsepsi Hindu orang jahat jumlahnya 3:1.
Artinya kalau ada 4 orang, maka ada tiga orang jahatnya dan hanya satu
orang yang baik. Oleh karena itu, tak pelak korupsi sudah kian menggurita,
dan beritanya telah menjadi konsumsi publik setiap hari. Korupsi umumnya
tentu terjadi karena tidak puasnya seseorang dengan harta atau disebut artha
dalam konsepsi Hindu yang menjadi bagian dari Catur Purusa Artha.
Korupsi, baik yang dilakukan sendiri-sendiri apalagi dilakukan
kolektif secara terang-terangan atau terselubung adalah perbuatan dosa yang
dalam filsafat Hindu melanggar Trikaya Parisudha, tiga hal utama yang
disucikan.
1. Kayika Parisudha (perbuatan yang disucikan):

Ahimsa (tidak membunuh/ menyakiti mahluk Tuhan)

Tan Paradara (tidak berzina)

Tan Mamandung (tidak mencuri)

2. Wacika Parisudha (ucapan yang disucikan):

Tan Ujar Apregas (tidak berkata-kata kasar)

Tan Ujar Ahala (tidak berkata-kata bohong/ membual)

Tan Ujar Pisuna (tidak memfitnah)

Satya Wacana (berkata jujur, apa adanya, menepati janji/ sumpah)

3. Manacika Parisudha (pikiran yang disucikan):

Tan Adengkya ri drwianing len (tidak dengki/ iri hati pada


kepunyaan orang lain)

Mamituhwa ri hananing karma-phala (percaya pada hukum Tuhan:


Karma-Phala, yaitu menerima buah/ hasil dari perbuatan)

Masih ri sarwa sattwa (kasih sayang kepada semua mahluk)

Korupsi paling tidak sudah melanggar empat dari sepuluh larangan


Hyang Widhi (Tuhan), yaitu: Tan Mamandung, Tan Ujar Ahala, Satya
Wacana, dan Mamituhwa ri hananing karma-phala. Seorang koruptor
dikatakan mamandung, karena mengambil atau menerima sesuatu yang
bukan hak-nya; dikatakan ujar ahala, karena berbohong; dikatakan tidak
satya wacana, karena melanggar sumpah jabatan; dan akhirnya para
koruptor adalah orang-orang yang pada hakekatnya tidak percaya pada
srada/ hukum Hyang Widhi: karma-phala. Permohonan ampun kepada
Tuhan Yang Maha Esa (Hyang Widhi) yang diucapkan ketika melakukan
Puja Trisandya, atas kesalahan-kesalahan Trikaya Parisudha, ada pada bait
keenam (terakhir):
OM KSANTAVYAH KAYIKA DOSAH, KSANTAVYAH WACIKA
MAMAH, KSANTAVYAH MANASA DOSAH, TAT PRAMADAT
KSAMASVAMAM, OM SANTI, SANTI, SANTI, OM
(O, Tuhan Yang Maha Kuasa, ampunilah perbuatan-perbuatan hamba yang
berdosa, ucapan-ucapan hamba yang berdosa, dan pikiran-pikiran hamba
yang berdosa, semoga semua diampuni-Nya, semoga bijaksana, aman dan
damai).
Kalimat-kalimat di atas tidak hanya berupa mohon pengampunan
saja, tetapi juga merupakan janji kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk
tidak

melakukan

pelanggaran-pelanggaran

Trikaya

Parisudha.

Puja

Trisandya dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi menjelang fajar, siang dan
sore menjelang matahari terbenam. Dikumandangkan di radio, TV, PuraPura Kahyangan Tiga, di sekolah-sekolah sebelum memulai pelajaran, dll.,

maksudnya untuk mengingatkan kita semua mentaati sepuluh larangan/


perintah Tuhan itu. Fenomena yang terlihat adalah, kebanyakan masyarakat
melakukan Puja Trisandya sekadar sebagai ritual, tidak menghayati ayatdemi ayat, apalagi berusaha untuk melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Korupsi tidak hanya melanggar Dharma Agama seperti yang
dijelaskan di atas, tetapi juga melanggar Dharma Negara, kesetiaan dan
bhakti kepada Negara, Nusa-Bangsa. Korupsi adalah perbuatan amoral dari
kelompok yang sakit karena rongrongan Sad-Ripu dari dirinya sendiri.
Sad-Ripu yang berupa musuh-musuh utama umat manusia adalah sifat/
perilaku: mengumbar nafsu (kama), serakah (lobha), marah (kroda), mabuk
(mada), sombong (moha), dan cemburu/ dengki/ iri-hati (matsarya). SadRipu adalah wujud dari penggunaan Panca-Indra yang keliru.
Apabila indra-indra mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit tidak
digunakan di jalan Dharma maka sifat-sifat keraksasaan (Asura Sampad)
akan mengalahkan sifat-sifat kedewataan (Daivi Sampad) sehingga kata
hati yang jujur tertutup oleh tindakan yang dianggap benar untuk mencapai
pemenuhan material dengan segala cara, antara lain dalam bentuk korupsi.
Kelompok yang melakukan korupsi juga dinilai tidak sehat secara
psikologis, karena unsur-unsur kesehatan yang meliputi empat kategori
yaitu: spiritual, emosional, inteligensia, dan fisik, tidak terpenuhi lengkap.
Para koruptor tidak sehat dalam spiritual dan emosional, membuahkan
mental yang rendah mendorong perilaku yang tidak inteligensia atau tidak
berpikir bijaksana yang berwawasan jauh pada kepentingan Nusa-Bangsa.
Dalam tatanan sosial/ kemasyarakatan di mana status sosial
seseorang dinilai dari kecukupan benda-benda material, ditambah dengan
pola hidup yang cenderung konsumtif, tidaklah mustahil nilai-nilai moral
dan etika dikesampingkan. Situasi yang demikian menumbuhsuburkan
budaya korupsi, meniadakan rasa malu dan berdosa karena telah berbuat
menyimpang dari ajaran-ajaran Agama. Kehidupan para koruptor berada
dalam dua sisi penampilan pribadi. Di satu sisi bisa saja dia berlaku sebagai

pemimpin, eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menjadi harapan dan


panutan publik. Namun di sisi lain berlaku sebagai raksasa yang selalu haus
dengan limpahan benda-benda keduniawian, bahkan menilai dirinya sendiri
sebagai pantas mendapatkan imbalan tertentu atas pengabdiannya pada
Nusa-Bangsa.
Pendidikan agama sesungguhnya sangat penting guna mencegah
tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya
menangkap para koruptor, maka pendidikan akhlak dalam agama bisa
mencegah adanya koruptor. Agama merupakan salah satu hal yang sangat
berhubungan erat dengan kasus korupsi, karena agama merupakan dasar
dari segala kepercayaan dan keyakinan tiap individu. Dalam semua ajaran
agama, tidak ada yang mengajarkan umatnya untuk berlaku atau melakukan
tindakan korupsi. Namun pada kenyataannya, praktek korupsi sudah
menjadi kegiatan yang tidak asing, dan secara sadar atau tidak, terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sehari-hari seperti contohcontoh yang ada diatas.

You might also like