Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Akalasia esofagus adalah gangguan motorik pada otot polos esofagus, yangmemiliki
karakteristik berupa kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi dan tidak adanya
gerakan peristaltik pada esofagus. 1,2
Akalasia dideskripsikan pertama kali pada tahun 1672 oleh Sir ThomasWillis. Pada
tahun 1881, von Mikulicz mendeskripsikan penyakit ini sebagai suatu kardiospasme, di mana
gejalanya lebih disebabkan oleh suatu gangguan fungsional daripada suatu gangguan mekanik.
Pada tahun 1929, Hurt dan Rake menyatakan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh
kegagalan spinchter esofagus bawah untuk berelaksasi. Mereka lalu menyebutnya
sebagai akalasia, kata dari bahasaYunani yang berarti gagal untuk berelaksasi. 2,3
Insiden akalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orangper tahun,
dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Akalasia esofagus lebih sering terjadi pada orang
dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-anak, penyakit ini juga sangat jarang
ditemukan, dan secara genetik tidak ditemukan hubungan. Kurang dari 5% dari kasus terjadi
pada anak-anak, di mana mengenai anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan,
dengan rasio 6:1. 2,4,5
Penyakit ini relatif jarang dijumpai. Dari data Divisi Gastroenterologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM didapatkan 48 kasus dalam kurun
waktu 5 tahun (1984-1988). Sebagian besar kasus terjadi pada umur pertengahan
dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama. 6
Gejala awal penyakit ini terselubung karena itu pasien baru berobat setelah
stadium lanjut. Terdapat beberapa pilihan diagnosis seperti manometri, barium
esofagogram, esofagoduodenoskopi, CT-scan esophagus dan akhir-akhir ini
manometri resolusi tinggi dapat mengklasifikasikan akalasia menjadi berbagai
tipe. Pilihan terapi akalasia antara lain intervensi farmakologi, terapi endoskopi,
bedah minimal dan radikal.7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Esofagus
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan dan menyalurkanmakanan dari
rongga mulut ke lambung. Dalam perjalanannya dari faring menujugaster, esofagus melalui tiga
kompartemen, yaitu leher, toraks dan abdomen.Esofagus yang berada di leher adalah sepanjang
lima sentimeter dan berjalan diantara trakea dan kolumna vertebralis, serta selanjutnya memasuki
rongga torakssetinggi manubrium sterni. 8
Di dalam rongga dada, esofagus berada di mediastinum posterior mulai dibelakang
lengkung aorta dan membelok ke kiri dari trakea di belakang bronkuscabang utama kiri,
kemudian agak membelok ke kanan beberapa sentimeter padaarea subcarinal dan kembali
membelok ke kiri dan depan aorta torakalis, dan masuk ke dalam rongga perut melalui hiatus
esofagus dari diafragma dan berakhir di kardialambung. Panjang esofagus yang berada di rongga
perut berkisar dua sampai empatsentimeter. Diameter rata-rata esofagus pada orang dewasa
sekitar 2,5 sentimeter. 8,9
Otot esofagus sepertiga bagian atas adalah otot serat lintang yangberhubungan erat
dengan otot-otot faring, sedangkan dua pertiga bagian bawahadalah otot polos yang terdiri atas
otot sirkular dan otot longitudinal sepertiditemukan pada saluran cerna lainnya. 8,9
Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifatspinchter,
terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring dan esofagus, yaitu tempat
peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada
bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta danbronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak
bersifat spinchter. 8,9
Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas dariesofagus yang
berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari arteri tiroideainferior, beberapa cabang
arteri bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta.Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut
mendapat darah dari arteri frenikainferior kiri dan cabang arteri gastrika kiri. 8,9
Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esofagus. Di esofagus bagian atas
dan tengah, aliran vena dari pleksus esofagus berjalan melalui venaesofagus ke vena azygos dan
vena hemiazygos untuk kemudian masuk ke vena cavasuperior. Di esofagus bagian bawah,
semua pembuluh vena masuk ke dalam venakoronaria, yaitu cabang vena porta sehingga terjadi
hubungan langsung antarasirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian bawah melalui
vena lambung tersebut. Hubungan ini yang menyebabkan timbulnya varises esofagus bila
terjadi bendungan vena porta. 8,9
B. Fisiologi Esofagus
Motilitas yang berkaitan dengan esofagus adalah menelan. Menelan dimulaiketika suatu
bolus secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulutmenuju faring. Tekanan bolus
di faring merangsang reseptor tekanan di faring yangkemudian mengirim impuls aferen ke pusat
menelan di medula. Pusat menelankemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang
terlibat dalam prosesmenelan. Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none yang
terprogram secaras ekuensial dengan berbagai respons dipicu dalam suatu rangkaian waktu
spesifik; jadi, sejumlah aktivitas yang sangat terkoordinasi dipicu dalam pola
teratur selamaperiode waktu tertentu untuk melaksanakan tindakan menelan. Menelan
dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses tersebut tidak dapat dihentikan. 10
Menelan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap orofaring dan tahap esofagus.Tahap
orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan bolus darimulut melalui faring
dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring sewaktu menelan,bolus masuk ke saluran lain yang
berhubungan dengan faring. Dengan kata lain,makanan harus dicegah untuk kembali ke mulut,
masuk ke saluran hidung, dan masuk ke trakea. Semua ini dilaksanakan melalui berbagai
aktivitas terkoordinasi sebagai berikut. 10
1. Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah menekan langitlangit
2. Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehinggasaluran hidung
tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.
3. Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupanerat pita
suara melintasi lubang faring, atau glotis. Bagian awal trakea adalah laring, tempat pita
suara terentang di dalamnya. Selama menelan, pita suara melaksanakan fungsi yang tidak
berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot-otot laring menyebabkan pita suara merapat erat
satu sama lain, sehingga pintumasuk glotis tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu
lembaran kecil jaringan ikat, epiglotis, tertekan ke belakang menutupi glotis
yang menambah proteksi untuk mencegah makanan masuk ke saluran pernapasan.
4. Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasanterhambat secara
singkat sehingga individu tidak mencoba melakukan usaha yang sia-sia untuk bernapas.
5. Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke
dalam esofagus
D. Gejala Klinis
Pasien dengan akalasia esofagus biasanya memiliki riwayat berupa disfagia yang bersifat
intermitten, baik ketika menelan makanan padat maupun makanan cair, yang diperburuk dengan
stress emosional atau cara makan yang terburu-buru. Disfagia ketika menelan makanan
cairmerupakan manifestasi klinis yang pertama terjadi. Regurgitasi makanan dapat terjadi karena
terdapat retensi sejumlah besar makanan pada esofagus yang berdilatasi. Regurgitasi ini sering
terjadi pada malam hari karena posisi pasien yang telentang ketika tidur, dan hal ini berpotensi
menyebabkan suatu pneumonia aspirasi. Kadang-kadang, makanan dapat tertinggal pada
esofagus (sebelum bagian yang menyempit) dan biasanya pasien mengatasi hal ini dengan
minum air dalam jumlah yang besar agar meningkatkan tekanan pada esofagus dan
memaksamakanan untuk melaluinya dan masuk ke lambung. Nyeri dada retrosternal yang
berat dapat terjadi karena adanya tekanan yang tinggi pada esofagus, dan paradokter sering
mendiagnosis nyeri ini sebagai nyeri yang berasal dari jantung. Gejala heartburn-like chest
pain juga ditemukan pada beberapa penderita akalasia esofagus, mungkin disebabkan karena
adanya asam laktat yang terbentuk dari fermentasi sisa-sisa makanan pada lumen esofagus. Pada
penderita akalasia esofagus, kehilangan berat badan mungkin saja terjadi karena pasien berusaha
mengurangi makannya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri didaerah
retrosternal. Jika kehilangan berat badan terjadi dengan cepat, dapatdipikirkan suatu keganasan
sebagai penyebab akalasia esofagus. 1,4,11,12
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan radiologi,pemeriksaan
manometrik esofagus, dan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium untuk menegakkan diagnosis akalasia esofagus,seringkali tidak dilakukan karena
tidak memiliki kontribusi yang bermakna. 2,12
1. Pemeriksaan radiologi
Secara sederhana, foto toraks dapat menunjukkan bahwa seseorang dicurigaimenderita
akalasia esofagus. Pada akalasia esofagus, foto toraksmenunjukkan pelebaran mediastinum
yang berasal dari esofagus yangberdilatasi dan tidak adanya gelembung udara yang normal
pada lambung,karena kontraksi spinchter esofagus bawah mencegah udara untuk masuk
kedalam lambung. 13
esofagus
adalah
pemeriksaan
yang
terbaik
(gold
standar)
b. Tidak ada peristaltik yang ditandai dengan tidak adanya kontraksi esofagussecara
simultan sebagai reaksi dari proses menelan.
c. Tanda klasik akalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yangtinggi pada
spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat lebih besar
dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media saat istirahat
(relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)
dimasukkan
sampai
mukosa
kira-kira
1-2
cm
di
atas
Pneumatic dilation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun. Suatu
balon dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang bertujuan untuk
merupturkan serat otot dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan
awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% pada 10 tahun
kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilakukan dilatasi. Rasio terjadinya perforasi
sekitar 5%. Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk
penutupanperforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri.Insidens
dari refluks gastroesophageal yang abnormal adalah sekitar 25%.Pasien yang gagal
dalam penanganan pneumatic dilation biasanya diterapi dengan miotomi Heller. 2
yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan tindakan dilatasi,
operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (esofagektomi).2
G. Prognosis Akalasia
Prognosis akalasia esofagus bergantung pada durasi penyakit dan banyak sedikitnya
gangguan motilitas. Semakin singkat durasi penyakit dan semakin sedikitgangguan motilitasnya,
maka prognosis untuk kembali ke ukuran esofagus yangnormal setelah pembedahan (miotomi
Heller) memberikan hasil yang sangat baik.Apabila tersedia ahli bedah, pembedahan
memberikan hasil yang lebih baik dalammenghilangkan gejala pada sebagian besar pasien, dan
memberikan hasil yang lebih baik daripada tindakan pneumatic dilation. Obat-obatan dan
toksin botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien yang tidak dapat menjalani
pneumatic dilation dan laparoskopik miotomi Heller. 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al,editors.
Harrisons principles of internal medicine 17th ed. New York: McGraw Hill,Health
Professions Division; 2008.2.
2. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2015 March 15].
Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/169974
3. Williams VA, Peters JH. Achalasia of the esophagus: a surgical disease. American College
of Surgeons 2009; 208: 151.4.
4. Paterson WG, Goyal RK, Habib FI. Esophageal motility disorders [online]. 2006[cited
2015 March 15].
Available from: URL:http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo20.html
5. Fernandez PM, Lucio LAG, Pollachi F. Esophageal achalasia of unknown etiologyin
children. Jornal de Pediatria 2004; 80: 524
6. HA Fuad Bakry F . Akalasia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta :
InternaPublishing; 2009. p.488
7. Andree Kurniawan, Marcellus Simadibrata, Prima Yuriandro, et al. Approach
for Diagnostic and Treatment of Achalasia. The Indonesian Journal of
Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy Volume 14, Number
2, August 2013
8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran
9.
Elsevier;2007. p. 192-8
10. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. h.548-50
11. Kumar P, Clark M. Gastrointestinal disease-motility disorder. In: Kumar P, Clark M,
editors. Clinical medicine 6th edition. Philadelphia: Elsevier-Saunders; 2009. p.277-8.11.
12. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,
hidung, tenggorok, kepala, dan leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. h. 290
13. Spechler SJ. Esophageal disorders. In: Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine 3rd
edition. USA: WebMD Inc; 2007