You are on page 1of 21

1

BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah penimbunan cairan didalam rongga pleura
akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan
pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.
Akibat adanya cairan yang cukup banyak dalam

rongga

pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan di samping itu juga
menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk
jantung. Hal ini mengakibatkan insufisiensi pernafasan dan juga
dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.
Penatalaksanaan hal tersebut dapat dilakukan dengan
tindakan invasive untuk mengeluarkan udara atau cairan yaitu
dengan menggunakan Water Sealed drainage (WSD).
Water sealed drainage (WSD) adalah sistem drainase yang
kedap air (water sealed) untuk mengalirkan udara dan/atau cairan
dari

rongga

pleura.

Tujuan

pemasangan

WSD

adalah

untuk

membuat tekanan intra pleura yang positif menjadi negatif kembali.


WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan
menggunakan pipa penghubung
negatif

rongga

tersebut.

untuk mempertahankan tekanan


WSD

bertujuan

untuk

mengalirkan/drainase udara atau cairan dari rongga pleura,dan


mengembangkan kembali paru yang kolaps.2
Penggunaan WSD pertama kali diperkenalkan pada tahun
1875, dan penggunaan masal pertama pada tahun 1917 ketika
terjadi endemik influenza. WSD dalam bentuk modern telah
digunakan sejak tahun 1916 ketika Kenyon menggambarkan sebuah
siphon metode untuk terapi hemotoraks akibat trauma.3

BAB II
ISI
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Sebelum memahami lebih jauh mengenai kelainan atau penyakit di
dinding toraks dan pleura, ada baiknya memahami anatomi dan fisiologi
dari dinding toraks serta pleura. Semua organ tubuh yang terletak atau
melalui rongga toraks harus dianggap sebagai organ vital, karena cedera
toraks berbeda dengan cedera ekstremitas. Ancaman kematian pada
cedera toraks sangat tinggi. Secara objektif harus dikenali anatomi serta
fisiologi mengenai toraks dan pleura. Seperti diketahui, dada berisi organ
vital paru dan jantung. Pernapasan dapat berlangsung dengan bantuan
gerak dinding dada. Dinding dada sendiri tersusun dari tulang dan
jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah 10 pasang
tulang iga yang berakhir dianterior dalam segmen tulang rawan dan 2
pasang yang melayang, 12 columna vertebralis torakalis, sternum, tulang
klavikula dan skapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada
adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah interkostalis
dan torakalis interna. Muskulus pectoralis mayor dan minor merupakan
muskulus utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi,
trapezius, rhomboideus dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk
lapisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus pectoralis
mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior. Inspirasi terjadi karena
kontraksi otot pernapasan, yaitu m.interkostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap
masuk melalui trakea dan bronkus.2
Jaringan paru sendiri terdiri dari jutaan alveolus yang dapat
mengembang

dan

mengempis.

mengecilnya rongga dada.

Tergantung

mengembang

atau

Dinding dada yang mengembang akan

menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke

alveolus. Sebaliknya bila m.interkostalis melemas, dinding dada akan


mengecil kembali dan udara terdorong keluar.

Sementara itu, karena

tekanan intra abdomen, diafragma akan naik ketika tidak berkontrasi.


Ketiga faktor ini, yaitu lenturnya dinding toraks, kekenyalan jaringan paru,
dan tekanan intra abdomen menyebabkan ekspirasi jika otot interkostal
dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi.
Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif.2,3

Gambar 1. Anatomi Rongga Toraks dan Fisiologi Pernapasan

Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja,


ventilasi paru dapat dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru
mengembang
toraks.

didalam

Kekuatan

toraks

tiupan

harus

bersamaan
melebihi

dengan

mengembangnya

kelenturan

dinding

dada,

kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen. Hal ini dilakukan


pada ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan napas
buatan mulut ke mulut.1,2
Sementara rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga
ini dibatasi oleh pleura viseralis dan parietalis. Pleura viseralis melekat
langsung pada paru-paru. Sedangkan pleura paritealis merupakan selaput
paru yang melekat langsung pada dinding dada. Pleura visceralis dan
parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang
disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit
cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut. Adanya lubang di
dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk ke
rongga pleura, sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan
paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding toraks dan diafragma. Hal
ini terjadi pada pneumotoraks yang akan dibahas lebih lanjut setelah ini.1,2

Gambar 2. Anatomi Pleura

2.2. Efusi Pleura

2.2.1. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura
akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan yang berlebihan dari
permukaan pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara
selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara permukaan
viseral dan parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya
mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan
tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai
pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernafasan.
Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan
hidrostatik, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sehingga cairan ini
diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20%) mengalir ke pembuluh limf sehingga pasase cairan disini
mencapai 1 liter seharinya.

1,2

Efusi pleura terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorpsi


terganggu, misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan
osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung).
Atas dasar kejadiannya, efusi pleura dibedakan atas transudat dan
eksudat.

Transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding

kapiler yang utuh). Misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan
vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis karena tekanan
osmotik koloid yang menurun. Eksudat (ekstravasasi cairan kedalam

jaringan atau kavitas) dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan
infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein
dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah
putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil
sehingga berat jenisnya rendah.1,2
Bagan 1. Efusi Pleura
Transudat (protein < 30 gram/L;BJ < 1015)
Gagal jantung
Peninggian tekanan
Sirosis

hidrostatik
Tekanan osmotik koloid

hepatis
Eksudat (protein >
Keganasan

Infeksi

rendah
30 gram/L; BJ >1015)
Obstruksi limf dan vena
Permeabilitas
kapiler

Penyakit

meningkat
Reaksi inflamasi

Kolagen
Infark Paru

Kerusakan kapiler

2.2.2. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi,
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2
faktor, yaitu :1,2

1. Infeksi
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh afek primer
sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Penyakit ini
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Pergeseran antara kedua pleura yang meradang menyebabkan
nyeri. Suhu badan mungkin hanya subfebril, kadang ada demam.

Diagnosis pleuritis tuberkulosa ditegakkan dengan pungsi untuk


pemeriksaan kuman basil tahan asam dan, jika perlu, dengan
torakoskopi

untuk

biopsi

pleura.

Pada

penanganannya

selain

diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga istirahat dan kalau perlu


pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak
dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke
sisi yang sehat. Penanganan yang baik memberikan prognosis yang
baik, pada fungsi paru-paru maupun penyakitnya.
Radang parenkim paru

yang disebut pneumonitis, dapat

menimbulkan reaksi radang di pleura, maka cairan peluranya dapat


pula terinfeksi. Abses paru akan menimbulkan efusi pleura jika
sebagian pleura terangsang.
Perforasi

esofagus

langsung

ke

rongga

pleura

akan

menyebabkan pleuritis, sedangkan perforasi ke mediastinum akan


menyebabkan infeksi mediastinum (mediastinitis). Tetapi akibat
reaksi jaringan sekitarnya, timbul cairan di rongga pleura. Cairan ini
dapat terinfeksi. Abses subfrenik atau infeksi subfrenik sering
disebabkan oleh E.coli yang menjalar dan menembus diafragma dan
menyebar ke rongga pleura sehingga mungkin menimbulkan efusi
sebagai reaksi inflamasi atau infeksi.
2. Non Infeksi
Tumor pleura jarang disertai efusi pleura. Karsinoma paru dapat
mengakibatkan

cairan

dirongga

jika

tumor

menembus

atau

mendekati pleura kanan dapat menimbulkan bendungan aliran vena


atau limf. Tumor sekunder sering ditemukan di permukaan pleura
viseral maupun parietalis, sering dalam bentuk taburan metastase
yang banyak diseluruh permukaan, sehingga dinamai karsinosis
pleura

atau,

karsinomatosa.

dengan
Cairan

nama
yang

yang
biasanya

kurang
cukup

tepat,
banyak,

pleuritis
sering

kelihatan sedikit merah karena tercampur darah (serosanguinus),


tetapi kadang efusi ganas ini merupakan cairan jernih kekuningan.
Sering metastasis berasal dari kanker paru, payudara, limfoma

maligna, tetapi juga kanker lain tidak jarang merupakan keganasan


pleura.
Gagal jantung kongestif akan menyebabkan bendungan vena
sehingga cairan keluar dari kapiler vena dan timbul efusi pleura.
Demikian juga pada perikarditis konstriktiva yang akan berakibat
bendungan vena sistemik karena yang tertekan adalah v.kava
superior dan v.kava inferior.
Keganasan suprarenal, karsinoma gaster, dan karsinoma hati
juga dapat menimbulkan bendungan vena dan limf, atau karena
infeksi ke pleura menyebabkan karsinosis pleura. Ini menunjukkan
bahwa penyakit sudah lanjut.
Hipertensi portal atau hipoalbuminemia pada sirosis hati,
sindroma nefrosis karena gagal ginjal, dan miksudema pada
hipotiroidisme juga biasanya disertai efusi pleura. Patogenenesis
efusi pleura pada meigs sindrom tidak diketahui pasti. Mungkin
terjadi bendungan aliran limf atau bendungan aliran cairan melalui
lobang diafragma. Pada infark paru biasanya terjadi radang sebagai
reaksi

terhadap

jaringan

nekrosis,

tetapi

tidak

tertutup

kemungkinan adanya infeksi sekunder.

2.2.3. Diagnosis
Diagnosis

dapat

ditegakan

dengan

anamnesa

yang

baik,

permeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium


atas cairan torakosentesis. Cairan di rongga pleura dapat menyebabkan
sesak napas dan kemampuan fisik yang menurun tergantung dari jumlah
cairan serta kecepatan timbulnya cairan. Makin banyak cairan makin jelas
sesaknya, makin cepat terbentuknya cairan makin cepat dan jelas pula
timbulnya keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak,
fremitus vokal menurun, atau menghilang, dan bising napas juga akan
menurun atau menghilang. Pemeriksaan fisik ini sangat terbantu oleh
pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas sinus frenikostalis yang
hilang dan gambaran cairan yang melengkung. Bila pada penderita yang
diperiksa dalam sikap tegak ditemukan cairan atau pada gambaran

radiologi lengkung diafragma hilang. Biasanya cairan berjumlah sekurangkurangnya 300 ml.2,6
Cairan pleura dapat diperiksa untuk menentukan berat jenis, kadar
protein, kadar glukosa, dan gambaran sitologinya. Pada infeksi biakan
cairan pleura biasanya positif dan umumnya menentukan diagnosa.
Demikian juga pemeriksaan sitologi biasanya positif pada kanker primer
atau

sekunder.

Cairan

kilotoraks

dapat

dikenal

dari

tampilannya.

Walaupun kadang ada nanah empiema yang mirip kilus.2,8

Gambar 15. Efusi Pleura

2.2.4. Pengobatan
Pengobatan efusi ditujukan kepada penyebabnya. Aspirasi sedapat
mungkin dihindari karena tidak akan berhasil jika penyebabnya tidak
ditiadakan. Tambahan lagi, bahwa aspirasi eksudat menyebabkan tubuh
kehilangan banyak protein. Walaupun demikian, aspirasi diperlukan untuk
menegakan diagnosis, demikian juga jika penderita terlalu terganggu oleh
efusi yang banyak. Pada efusi akibat keganasan tentu harus dipikirkan
pengobatannya.

Kadang

juga

perlu

dipertimbangkan

melakukan

pleurodesis, yang antara lain dengan pemberian talkum,

tetrasiklin,

bleomisin, atau sediaan sklerotik lain.2


2.3
Water Seal Drainage (WSD)
2.3.1 Definisi
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura
dengan

menggunakan

pipa

penghubung

untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam

10

keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan


hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrikan.2
Tabel.1 Perubahan Tekanan Rongga Pleura4
Tekanan
Atmosfir
Intrapulmon

Istirahat
760
760

Inspirasi
760
757

Ekspirasi
760
763

er
Intrapleural

756

750

756

2.3.2 Tujuan2,5
1 Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderitanya jatuh dalam syok.
2 Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang berkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga mechanic of
breathing dapat kembali seperti yang seharusnya.
3 Preventif :
Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga mechanic of breathing tetap baik.
2.3.3 Indikasi Pemasangan WSD2,3,5
1. Pneumotoraks
o Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
o Luka tusuk tembus
o Klem dada yang terlalu lama
o Kerusakan selang dada pada sistem drainase
2. Hemotoraks :
o
Robekan pleura
o
Kelebihan antikoagulan
o
Pasca bedah toraks
3. Hemopneumotoraks
4. Torakotomi :
o Lobektomi
o Pneumoktomi
5. Efusi pleura
6. Empiema
7. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
8. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
2.3.4 Kontra Indikasi Pemasangan WSD2

11

1.

Hematotoraks

masif

yang

belum

mendapat

penggantian

cairan/darah
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
3. Perlekatan pleura yang luas.
2.3.5 Tempat Pemasangan WSD2,4
1. Bagian Apeks paru
Yaitu pada anterolateral intercosta 1-2 garis midclavicula yang
berfungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.
2. Bagian Basal
Yaitu pada posterolateral intercosta 5-6 atau ke 8-9 garis midaxilaris yang berfungsi untuk mengeluarkan cairan (darah, pus)
dari rongga pleura.

2.3.6 Jenis-jenis WSD


Ada beberapa jenis sistem WSD : sistem gravitasi satu dan
dua botol, sistem pengisapan dua dan tiga botol, dan sistem unit
disposabel.2,4

12

1. WSD dengan sistem satu botol


Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien simple pneumotoraks. Terdiri dari botol dengan penutup
segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi
dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Cairan atau udara masuk
melalui saluran pengumpul, yang berakhir di dalam air steril
(penyegel). Udara keluar dari air menuju ventilasi udara; cairan
tetap di dalam botol. Sistem satu botol bergantung pada
gravitasi dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.2
Jenis ini mempunyai 2 fungsi, sebagai penampung dan botol
penampung. Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung
selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke
dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru.2,4

2. WSD dengan sistem 2 botol


Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan
drainage dan botol ke-2 botol water seal. Botol 1 dihubungkan
dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa

13

udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang


di botol 2 yang berisi water seal. Dapat dihubungkan dengan
suction control. Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke
botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol
2.2,4
Prinsip kerja sama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan
cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara
dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD. Biasanya
digunakan untuk mengatasi hemotoraks, hemopneumotoraks,
efusi pleura. Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu
level. Sistem ini menggunakan gravitasi dan tekanan ekspirasi
positif untuk drainase.2,4

3. WSD dengan sistem 3 botol


Pada WSD 3 botol terdapat sebuah botol pengumpul (1),
sebuah

botol

water

seal

(2),

dan

sebuah

botol

kontrol

pengisapan (3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan sistem dua


botol kecuali bahwa botol 2 disambungkan ke botol 3. Botol 3
mempunyai

sebuah

selang

kontrol

manometer

dibawah

permukaan air steril. Kedalaman selang dibawah permukaan air


ini menentukan besarnya pengisapan pada rongga pleura. Botol

14

kontrol pengisapan mempunyai saluan lain yang digunakan


untuk pengisapan. Sistem ini menggunakan tekanan ekspirasi
positif, gravitas, dan pengisapan untuk drainase. Botol ke-3
mempunyai

selang

Tube

pendek

diatas

batas

air

dihubungkan dengan tube pada botol ke dua; Tube pendek lain


dihubungkan dengan suction; Tube di tengah yang panjang
sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer.4

4. Sistem Unit Disposable2


Sistem unti disposable terdiri atas tiga ruangan : ruang
pengumpul dengan sub ruangan; ruang water seal; dan ruang
pengisapan. Ketinggian cairan diruang pengisapan menentukan
besarnya tekanan pengisapan yang diberikan kepada klien.
Konfigurasi yang tepat dari ruangan ini berbeda-beda sesuai
pabriknya. Pada beberapa alat, bila ruang pengumpul terisi oleh
drainase, ruang ini dapat diganti atau dipasang kembali tanpa
mengganggu keseluruhan sistem.

15

2.3.7 Komplikasi Pemasangan WSD3,4,5


1. Laserasi, mencederai organ (hepar, lien, diafragma)
2. Perdarahan
3. Empisema Subkutis
4. Tube terlepas
5. Infeksi
6. Tube tersumbat
2.3.8 Persiapan Pemasangan WSD2,4
Persiapan alat dan bahan meliputi :
1)
Trokar atau kateter toraks dengan nomor yang disesuaikan
dengan bahan yang
akan dialirkan, untuk udara nomor 18-20 dan untuk pus nomor
22-24.
2)
Kasa steril
3)
Plester
4)
Alkohol 70% dan bethadin 10%
5)
Spuit 5 cc sebanyak 2 buah
6)
Lidocain solusio injeksi untuk anestesi local sebanyak 5 ampul
7)
Botol WSD
8)
Satu buah meja dengan satu set bedah minor
9)
Duk steril
2.3.9 Prosedur Tindakan2
1. Posisi pasien dengan sisi yang sakit menghadap ke arah dokter
dengan disandarkan pada kemiringan 30o-60o, tangan sisi paru
2.

yang sakit diangkat ke atas kepala


Lakukan tindakan antiseptic menggunakan bethadin 10%
dilanjutkan dengan menggunakan alkohol 70% dengan gerakan
berputar ke arah luar, pasang duk steril dengan lubang tempat
di mana akan dilakukan insersi kateter

16

3.

Lakukan anestesi lokal lapis demi lapis dari kulit hingga pleura
parietal menggunakan lidocain solusio injeksi, jangan lupa
melakukan aspirasi sebelum mengeluarkan obat pada setiap
lapisan. Anestesi dilakukan pada daerah yang akan di pasang

4.

WSD atau pada intercostalis 4-5 anterior dari mid axillary line
Langsung lakukan punksi percobaan menggunakan spuit

5.

anestesi tersebut
Lakukan sayatan pada kulit memanjang sejajar intercostalis

6.
7.

lebih kurang 1 cm lalu buka secara tumpul sampai ke pleura


Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter
Satu tangan mendorong trokar dan tangan lainnya memfiksir
trokar untuk membatasi masuknya alat ke dalam rongga
pleura. Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, stilet
dicabut dan lubang trokar di tutup dengan ibu jari. Kateter yang
sudah diklem pada ujung distalnya di insersi secara cepat
melalui trokar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke
anteroapikal pada pneumotoraks dan posterobasal pada cairan
pleura/empiema. Trokar dilepas pada dinding dada. Kateter

8.

bagian distal dilepas dan trokar dikeluarkan.


Setelah trokar ditarik, hubungkan kateter dengan selang dan
masukkan ujung selang ke dalam botol WSD yang telah diberi
larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9% dan

9.

pastikan ujung selang terendam sepanjang dua cm.


Perhatikan adanya undulasi pada selang penghubung dan
terdapat cairan, darah dan pus yang dialirkan atau gelembung

udara pada botol WSD.


10. Fiksasi kateter dengan jahitan tabbac sac, lalu tutup dengan
kasa steril yang telah di beri bethadin dan fiksasi ke dinding
dada dengan plester.

1)
2)
3)
4)

2.3.10 PEDOMAN PENCABUTAN3,4,5


Kriteria pencabutan :
Sekret serous, tidak hemorage
Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam
Anak anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam
Paru mengembang dengan tanda :
Auskultasi suara napas vesikuler kiri dan kanan
Perkusi bunyi sonor kiri dan kanan

17

Fibrasi simetris kiri dan kanan


Foto toraks paru yang sakit sudah mengembang
Kondisi :
1. Pada trauma
Hemato/pneumothoraks yang sudah memenuhi kedua kriteria,
langsung dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).
2. Pada thorakotomi
Infeksi : klem dahulu 24 jam untuk mencegah resufflasi, bila baik
cabut
3. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsung di cabut (airtight)
4. Post pneumonektomi : hari ketiga bila mediastinum stabil (tak
perlu air-tight).
Alternatif :
1. Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20
2. Bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24 jam, tetap baik
lakukan pencabutan.
3. Bila tidak berhasil, tunggu sampai dua minggu, lakukan dekortikasi
4. Sekret lebih dari 200cc/24jam : curiga Chylo thorax (pastikan
dengan pemeriksaan laboratorium), pertahankan sampai dengan
empat minggu, bila tidak berhasil dilakukan torakotomi
5. Bila sekret kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.
2.3.11 Perawatan slang dan botol WSD/ Bullow drainage. 2,3,4
1. Penetapan slang.
Selang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan

tidak

terganggu

dengan

bergeraknya

pasien,

sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.


2. Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang
bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas
yang cedera.
3. Mendorong berkembangnya paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
4. Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,
jangan batuk waktu slang diklem.
5. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
6. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

18

7. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800


cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus
dilakukan

torakotomi.

bertambah/berkurang,

Jika

perhatikan

banyaknya
juga

secara

hisapan
bersamaan

keadaan pernapasan.
8. Observasi setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi
dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
9. Observasi banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
10. Perlu sering dicek, apakah tekanan negativ tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring
bagian operasi di bawah atau di cari penyebabnya misal : slang
tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak,
atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding
paru.
11. Perawatan slang dan botol WSD/ Bullow drainage.
12.
Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
13. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan
dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
14. Penggantian botol harus tertutup untuk mencegah udara
masuk yaitu mengklem slang pada dua tempat dengan kocher.
15.
Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan
sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
16. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja
diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
17. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatif dalam
rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena
kesalahan.

19

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura
akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan yang berlebihan dari
permukaan pleura. Pada kasus efusi pleura dapat dilakukan tindakan
sederhana seperti pemasangan WSD. Dengan ketepatan dan kecepatan
tindakan, secara tidak langsung akan menurunkan angka mortalitas
akibat kelainan ini.
WSD

merupakan

tindakan

invasive

yang

dilakukan

untuk

mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura dengan


menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif
rongga tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan
negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrikan.2
WSD bertujuan untuk mengalirkan/drainage udara atau cairan dari
rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut,

20

mengembangkan kembali paru yang kolaps, memasukkan obat ke dalam


rongga pleura, untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga
dada.2,5
Indikasi Pemasangan WSD adalah pada kasus pneumotoraks,
hemotoraks, hemopneumothorak, torakotomi, efusi pleura, empiema,
profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk, flail Chest yang
membutuhkan pemasangan ventilator.

2,3

DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmad KB. Toraks. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Jakarta : FKUI;
2006. Hlm 199-222.
2. Karnadihardja W. Dinding Toraks dan Pleura. Dalam : Sjamsuhidajat
R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta : EGC; 2004.
Hlm 403-9.
3. Grace PA, Borley N. Trauma Mayor. Dalam : At a Glance Ilmu Bedah.
Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga Medical Series; 2007. Hlm 88-90.
4. IKABI.

Trauma Toraks. Dalam : Advanced Trauma Life Support for

Doctors. USA : American College of Surgeon; 1997. Hlm 133-6.


5. Mancini

MC,

dkk.

Blunt

Chest

Trauma.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/ article/428723-overview. Pada tanggal

27 Oktober 2014.

21

You might also like