You are on page 1of 21

Resume buku Prof Amsal Bahtiar.

BAB I
RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
A. Ilmu Sebagai Objek Kajian Filsafat
Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan
sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat difikirkan bisa menjadi
objek filsafat apabila selalu dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai
kebenaran. Louis Kattsoff menyebutkan bahwa lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya
yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui
manusia, Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu berpangkal pada pemikiran
keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan menurut sistem, sementara itu Mulder (1966)
menjelaskan bahwa
tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempat-tempatnya dalam
dunia akan menghadapi beberapa persoalan yang begitu penting, sehingga persoalan-persoalan
itu boleh diberi nama persoalan-persoalan pokok yaitu : 1) Adakah Allah dan siapakan Allah
itu ?, 2) apa dan siapakah manusia ?, dan 3) Apakah hakekat dari segala realitas, apakah
maknanya, dan apakah intisarinya ?. Lebih jauh E.C. Ewing dalam bukunya Fundamental
Questions of Philosophy (1962) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat
(secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind
(pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and
Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism
(serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan).
Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat
baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandang nya terhadap masalah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut pandang dan
kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli membagi objek filsafat ke
dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah objek yang secara wujudnya
dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir, sedangkan obyek formal adalah
objek yang menyangkut sudut pandang dalam melihat obyek material tertentu.
Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala
sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu :
1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat
ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian
objek material filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan
oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir
terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu pada sudut
pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.
B. Pengertian Filsafat Ilmu
1) Pengertian Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata philo berarti cinta dan sophia
yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R. Pudjawijatna (1963 : 1) Filo artinya cinta
dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang
diinginkannya itu . Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan

a.
b.
c.
d.

mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan
mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan. Sutan Takdir Alisjahbana (1981) menyatakan
bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia yang telah tiba di tingkat
berfikir, yang berfilsafat. Guna lebih memahami mengenai makna filsafat berikut ini akan
dikemukakan definisi filsafat yang dikemukakan oleh para akhli :
a) Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 347 Sebelum Masehi
mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, serta pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli.
b) Aristoteles (382 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik dan estetika. Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki sebab
dan asas segala benda.
c) Cicero (106 43 S.M). filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan
usaha-usaha mencapai hal tersebut.
d) Al Farabi (870 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinidikan Filsafat sebagai ilmu
pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
e) Immanuel Kant (1724 1804). Mendefinisikan Filsafat sebagai ilmu pokok dan pangkal
segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu :
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama ( sampai dimanakah pengharapan kita)
d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia).
f) H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat mengandung
pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus dan tertentu saja,
bahkan lebih-lebih mengenai sifat hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara hidup yang
seharusnya kita selenggarakan di dunia ini.
g) Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan beberapa
pengertian filsafat yaitu :
Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap terhadap kehidupan
dan alam semesta).
Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalahsuatu metode
berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah).
d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian sistem berfikir)

2) Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima yalamuyang berarti
tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagaiIdroku syai bi
haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan
dengan kata science, sedang pengetahuan denganknowledge. Dalam bahasa Indonesia kata
science(berasal dari bahasa lati dari kataScio, Scire yang berarti tahu) umumnya
diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini
akan dikemukakan beberapa pengertian :

Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of
fact (An English readers dictionary)
Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment (Websters
super New School and Office Dictionary)
Science is the complete and consistent description of facts and experience in the simplest
possible term(Karl Pearson)
Science is a sistematized knowledge derives from observation, study, and experimentation
carried on in order to determinethe nature or principles of what being studied (Ashley
Montagu)
Science is the system of mans knowledge on nature, society and thought. It reflect the world
in concepts, categories and laws, the correctness and truth of which are verified by practical
experience(V. Avanasyev)
sementara itu The Liang Gie menyatakan dilihat dari ruang lingkupnya pengertian ilmu adalah
sebagai berikut :
Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah yang
dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya.
Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok soal
tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus.
3) Pengertian Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan dengan atau
tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini
dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus,
namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu,
maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang
istilah tersebut.
Para ahli telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut pandangnya
masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna pemahaman yang
komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi
filsafat ilmu :
The philosophy of science is a part of philosophy which attempts to do for science what
philosophy in general does for the whole of human experience (Peter Caws)
The philosophy of science attemt, first, to elucidate the elements involved in the process of
scientific inquiry-observational procedures, patterns of argument, methods of representation and
calculation, metaphysical presupposition, and so on, and then to evaluate the grounds of their
validity from the points of view of formal logic, practical methodology anf metaphysics (Steven
R. Toulmin).
Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise as a whole (L. White Beck).
Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic study of the nature of
science, especially of its methods, its concepts and presupposition, and its place in the general
scheme of intelectual discipline (A.C. Benyamin).
Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific theories, and the relations
between experiment and theory, i.e of scientific method (Michael V. Berry).

Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa akhli tentang makna


filsafat ilmu. Peter Caw memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat yang
kegiatannya menelaah ilmu dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia, Steven R.
Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan
metafisik guna menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan
metodologi praktis serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai
kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu itu sendiri secara
keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juka dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah
mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan
eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah metodologi dalam kajian
filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi umum disiplin intelektual
(keilmuan).
C. Tujuan Filsafat Ilmu
Tujuan Filsafat ilmu adalah :
1.
Memahami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeleuruh kita dapat memahami
sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2.
Memahami sejatah pertumbuhan, perkembangan dan pertumbuhan ilmu diberbagai
bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara histories.
3.
Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam memahami studi di perguruan
tingggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmian dan non ilmiah.
4.
Mendorong pada calon ilmuwan untuk konsisten dalam mendalalmi ilmu dan
mengembangkannya.
5.
Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
A. Landasan Ilmu pada Zaman Yunani
1. Thales (624-546 SM); ia digelari sebagai bapak Filsafat karena orang yang mula-mula berfilsafat
dan mempertanyakan Apa sebenarnya asal-usul semesta ini ?. pertanyaan ini dijawab dengan
rasional. Maka dari pernyataan Thales tersebut bahwa di berdasarkan pada rasional bukan pada
mitos atau mistis.
2. Anaximandros (610-540 SM); ia bependapat bahwa esesnsi dari alam adalah sutu hal yang tidak
dapat dirasakan oleh pancaindra.
3. Heraklitos (540-480 SM); ia manyatak bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah
bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api.
4. Parminides (515-440 SM); menurut dia realitas merupakan keseluruhan yang bersatu tidak
bergerak dan tidak berubah.
5. Phitagoras (580-500 SM); ia berpendapat bahwa segala sesuatu atau realitas dapat diukur dengan
bilangan dan bersifat rasional.

6. Tokoh Sofis : Protagoras dan Gorgias, mereka berpendapat bahwa manusia merupakan ukuran
kebenaran dan ukuran kebenaran itu bersifat relative sesuai dengan waktu dan peruabahan alam
atau juga disebut dengan teori relativisme.
7. Socrates, Plato dan Aristoteles; mereka menentang segala teori kebenaran yang diunngkapkan
oleh kaum sofis. Menurut mereka terdapat kebenaran bjektif yang bersumber kepada manusia.
Mereka berusaha menyeimbangkan antara filsafat dan ilmu pengatahuan yang nantinya akan
berkembang pesat menjadi beberapa objek kajian ilmiah.
B. Perkembangan Ilmu Zaman Islam
Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran rasionalis. Ia cukup berjasa dalam
membangkitkan kembali rasionalisme di barat. Muhammad Baqir Shadr memasukkannya ke
dalam kaum rasionalis. Ia termasuk pemikir yang pernah mengalami skeptisme akan
pengetahuan dan realita, namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang meyakini realita.
Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan pengetahuan. Ia mencari dasar
keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa dan kota Paris. Dia mendapatkan bahwa yang menjadi
dasar atau alat keyakinan dan pengetahuannya adalah indra dan akal. Ternyata keduanya masih
perlu didiskusikan, artinya keduanya tidak memberika hal yang pasti dan meyakinkan. Lantas dia
berpikir bahwa segala sesuatu bisa diragukan, tetapi ia tidak bisa meragukan akan pikirannya.
Dengan kata lain ia meyakini dan mengetahui bahwa dirinya ragu-ragu dan berpikir.
Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi keyakinan dan pengetahuannya adalah Saya
berpikir (baca : ragu-ragu), maka saya ada .
Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme kategoris bentuk pertama, namun tanpa
menyebutkan premis mayor. Saya berpikir, setiap yang berpikir ada, maka saya ada.
Dalam dunia Islam adalah Imam al Ghazzali yang pernah skeptis terhadap realita, namun iapun
selamat dan menjadi pemikir besar dalam filsafat dan tashawwuf. Perkataannya yang populer
adalah Keraguan adalah kendaraan yang mengantarkan seseorang ke keyakinan .
Filusuf Ilahi Mulla Shadra ra. berkata, Sesungguhnya ruh manusia jika lepas dari badan dan
berhijrah menuju Tuhannya untuk menyaksikan tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga ruh
itu bersih dari kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak padanya
cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya yang sangat tinggi. Cahaya itu
jika menguat dan mensubstansi, maka ia menjadi substansi yang qudsi, yang dalam istilah
hikmah teoritis oleh para ahli hikmat disebut dengan akal efektif dan dalam istilah syariat
kenabian disebut ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang kuat, maka terpancar di dalamnya
-yakni ruh manusia yang suci- rahasia-rahasia yang ada di bumi dan di langit dan akan tampak
darinya hakikat-hakikat segala sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya sensual mata (alhissi)
gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata jika tidak terhalang tabir. Tabir di sini
-dalam pembahasan ini- adalah pengaruh-pengaruh alam tabiat dan kesibukan-kesibukan dunia,
karena hati dan ruh -sesuai dengan bentuk ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk menerima
cahaya hikmah dan iman jika tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti kekufuran,
atau tabir yang menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang berkaitan dengannya
Kemudian beliau melanjutkan, Jika jiwa berpaling dari ajakan-ajakan tabiat dan kegelapankegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan dirinya kepada Alhaq dan alam malakut, maka jiwa
itu akan berhubungan dengan kebahagiaan yang sangat tinggi dan akan tampak padanya rahasia
alam malakut dan terpantul padanya kesucian (qudsi) Lahut . (al-Asfar al-Arbaah jilid 7
halaman 24-25).
C. Kemajuan Ilmu Zaman Renaissance dan Modern

Kemajuan ilmu pada masa Renaisance tidak dapat dilepaskan dari kecemerlangan peradaban
Islam pada masa Dinasti Umayyah berkuasa di Andalusia (Spanyol) dan hampir mnguasai
seluruh daratan dan lautan Eropa pada saat itu. Ibn Rusyd adalh tokoh Bapak Filsafat Islam
Modern yang menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
pada masa renaissance ini.
Pada masa renaissance banyak ditemukan berbagai teori, alat dan bahan yang memudahkan
manusia untuk mengetahui tentang alam dan sekitarnya. Seperti ditetapkannya bahwa bentuk
bumi ini bulat, bagaimana persinggungan antara satu planet dengan plent yang lain, bagaimana
tentang teori penciptaan bumi dan galaksi Bima Sakti.
Adapaun perkembangan yang paling mutakhir pada masa modern ialah ditemukannya berbagai
alat yang dapat mempermudah aktivitas manusia, seperti mesin pembuat benang, mesin uap,
telegraf, telepon dan sebagainya.
Dari perkembangan imu pada masa modrn ini semuanya bermula pad filsafat, dan induk dari
sebuah ilmu pengetahun itu sendiri adalah filsafat, meskipun pada perkembangannya filsafat itu
sendiripun merupakan sebuah ilmu, dan dibedakan dalam beberapa bidang kajian filsafat.
D. Kemajuan Ilmu Zaman Kontemporer
Dalam bab terdahulu telah dikemukakan ciri-ciri dari suatu ilmu, ciri-ciri tersebut pada
prinsipnya merupakan suatu yang normatif dalam suatu disiplin keilmuan. Namun dalam
perkembangannya ilmu khususnya teknologi sebagai aplikasi dari ilmu telah banyak mengalami
perubahan yang sangata cepat, perubahan ini berdampak pada pandangan masyarakat tentang
hakekat ilmu, perolehan ilmu, serta manfaatnya bagi masyarakat, sehingga ilmu cenderung
dianggap sebagai satu-satunya kebenaran dalam mendasari berbagai kebijakan kemasyarakatan,
serta telah menjadi dasar penting yang mempengaruhi penentuan prilaku manusia. Keadaan ini
berakibat pada karakterisasi ciri ilmu modern, adapun ciri-ciri tersebut adalah :
1. Bertumpu pada paradigma positivisme. Ciri ini terlihat dari pengembangan ilmu dan teknologi
yang kurang memperhatikan aspek nilai baik etis maupun agamis, karena memang salah satu
aksioma positivisme adalah value free yang mendorong tumbuhnya prinsip science for science.
2. Mendorong pada tumbuhnya sikap hedonisme dan konsumerisme. Berbagai pengembangan ilmu
dan teknologi selalu mengacu pada upaya untuk meningkatkan kenikmatan hidup , meskipun hal
itu dapat mendorong gersangnya ruhani manusia akibat makin memasyarakatnya budaya
konsumerisme yang terus dipupuk oleh media teknologi modern seperti iklan besar-besaran
yang dapat menciptakan kebutuhan semu yang oleh Herbert Marcuse didefinisikan sebagai
kebutuhan yang ditanamkan ke dalam masing-masing individu demi kepentingan sosial tertentu
dalam represinya (M. Sastrapatedja, 1982 : 125)
3. Perkembangannya sangat cepat . Pencapaian sain ddan teknologi modern menunjukan
percepatan yang menakjubkan , berubah tidak dalam waktu tahunan lagi bahkan mungkin dalam
hitungan hari, ini jelas sangat berbeda denngan perkembangan iptek sebelumnya yang kalau
menurut Alfin Tofler dari gelombang pertama (revolusi pertanian) memerlukan waktu ribuan
tahun untuk mencapai gelombang ke dua (revolusi industri, dimana sebagaimana diketahui
gelombang tersebut terjadi akibat pencapaian sains dan teknologi.
4. Bersifat eksploitatif terhadap lingkungan. Berbagai kerusakan lingkungan hidupdewasa ini tidak
terlepas dari pencapaian iptek yang kurang memperhatikan dampak lingkungan.

BAB III
PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN
A. Defenisi dan Jenis Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge dalam
encyclopedia of philosopy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar (knowledge is justified true belief) sedangkan secara terminology menurut Drs sidi gazalba
pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu, pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi
fikiran dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari hasil usaha manusia untuk
tahu, dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan
yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Burhanudin salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada 4 yaitu :
1.

Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common
sense, dan sering diartikan sebagai good sense.

2.

Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science yang diartikan sebagai
pengetahuan yang kuantitatif dan objektif.

3.

Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat
kontemplatif dan spekulatif, pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan
kedalaman kajian tentang sesuatu.

4.

Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat utusannya,
pengetahuan agama bersifat mutlak dn wajib diyakini oleh parapemeluk agama.
Dari sejumlah pengertian yang ada sering ditemukan kerancuan antara pengertian pengetahuan
dan ilmu, kedua kata tersebut dianggap memiliki kesamaan arti bahkan ilmu dan pengetahuan
terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang mengandung arti tersendiri. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan.
Pengetahuan terbagi menjadi 2 yaitu prailmiahdan ilmiah, pengetahuan pra ilmiah adalah
pengetahuan yang belum memiliki syarat syarat ilmiah pada umumnya, sebaliknya pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang harus memilki syarat syarat ilmiah. Syarat syarat yang dimiliki
oleh pengetahuan ilmiah adalah : harus memiliki objek tertentu (formal dan material) dan harus
bersistem (runtut) selain itu pengetahuan ilmiah harus memiliki metode tertentu dengan sifatnya
yang umum, metodenya berupa metode deduksi, induksi dan analisis.

B. Hakikat dan Sumber Pengetahuan


Hakikat pengetahuan yang meliputi apa itu pengetahuan dan bagaimana memperoleh
pengetahuan tersebut.
Ada 2 teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu yaitu :
a. Realisme, teori ini mempunyai pandangan yang realistis terhadap alam pengetahuan, ajaran
realism percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara ada hal hal yang hanya terdapat didalam
dan tentang dirinya sendiri serta yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
b. Idealisme, ajaran idealism menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar
benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil, premis pokok yang diajukan oleh idealism

adalah jiwa mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta, idealism tidak mengingkari
adanya materi, namun materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat.
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan, persoalnnya dari mana pengetahuan itu diperoleh
atau lewat apa pengetahuan itu diperoleh, dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber
pengetahuan antara lain :
a. Empirisme, menurut aliran ini manusia mendapatkan pengetahuan dari pengalamannya, manusia
bisa mendapatkan nya melalui indera, pengetahuan inderawi bersifat parsial, itu disebabkan
adanya perbedaan antara indera yang satu dengan yang lain, sehingga john locke (1632-1704)
bapa empiris britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong). Jadi dalam
empirisme sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diterima
oleh indera, akal tidak banyak berfungsi kalaupun ada hanya sebatas ide yang kabur. Kelemahan
aliran ini adalah : indera terbatas, indera kadang menipu, objek yang menipu, berasal dari indera
dan objek sekaligus.
b. Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwaakal adalah dasar kepastian pengetahuan,
pengetahuan yang benar diperoleh melalui akal manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek. Bagi aliran ini kelemahan aliran empirisme yang disebabkan
kelemahan alat indera dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.
c. Intuisi, Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi,
kemampuan ini mirip dengan insting tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya,
kemampuan pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha. Menurutnya intuisi
bersifat lahiriah pengetahuan simbolis yang pada dasarnya bersifat analisis menyeluruh dan
mutlak dan tanpa dibantu penggambaran secara simbolis.
d. Wahyu, Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat
perantara para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah
payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan dengan jalan ini
merupakan kekhususan para nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia lainnya.
Bagi manusia tidak adajalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari
Nabi. Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian
selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu. Sedangkan ilmu pengetahuan
sebaliknya, yaitu dimulai mengkaji dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai
kepada kebenaran yang faktual.
C. Ukuran Kebenaran
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebanaran,
namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja, problem kebenaran inilah yang memacu
tumbuh dan berkembangnya epistimologi, telaah epistimologi terhadap kebenaran membawa kita
pada sebuah kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya 3 jenis yaitu kebenaran epistimologis,
kebenaran ontologis dan kebenaran semantik. Kebenaran epistimologis adalah kebenaran yang
berhubungan dengan pengetahuan manusia, kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran
sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan, kebenaran
dalam arti semantic adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan
bahasa.Dalam pembahasannya penulis membahas kebenaran epistimologis karena kebenaran

yang lainnya secara inheren akan masuk dalam kategori kebenaran epistimologis, teori yang
menjelaskan episyimologis adalah sebagai berikut :
1. Teori korespondensi, atau the correspondence theory of truth, menurut teori ini kebenaran itu
apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan
objek yang dituju oleh pernyataan itu. Suatu proposisi atau pengertian adalah benar apabila
terdapat suatu fakta yang diselaraskannya, yaitu apabila ia menyatakan apa adanya, kebenaran
adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang berselaras dengan realitas yang serasi dengan situasi
akal
2. Teori koherensi tentang kebenaran, atau teori konsistensi atau the consistence of truth yang
sering pula dinamakan the coherence of truth, menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan
antara antara putusan putusan itu sendiri dengan kata lain kebenaran ditegakkan atas hubungan
antara putusan yang baru itu dengan dengan putusan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan
akui kebenarannya terlebih dahulu.
3. Teori Fragmatisme tentang kebenaran, atu the fragmatic theory of truth. Menurut teori ini benar
tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata mata tergantung kepada azas manfaat, sesuatu
dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan
manfaat. Menurut teori ini suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia, teori hipotesa atau ide adalah
benar apabila ia membawa pada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik
apabila ia mempunyai nilai praktis, jadi kebenaran adalah sesuatu yang berlaku.
4. Agama sebagai teori kebenaran, Manusia sebagai makhluk pencarikebenaran salah satu cara
untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama, agama dengan karakteristiknya
sendiri memberikan jawaban atas persoalan asasi yang dipertanyakan manusia baik tentang alam,
manusia maupun tentang Tuhan, agama mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Dengan demikian suatu hal dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu
sebagai penentu kebenaran mutlak, oleh karena itu sangat wajar bila Imam Al Ghazali merasa
tidak puas dengan penemuan penemuan akalnya dalam mencari suatu kebenaran, akhirnya Al
Ghazali sampai kepada kebenaran dalam tasawuf, tasawuf lah yang menghilangkan keragu
raguan tentang segala sesuatu.
D. Klasifikasi dan Hierarki Ilmu
Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan ilmu yang tidak berguna.
Kategori ilmu yang berguna mereka kategorikan kepada ilmu ilmu duniawi seperti ilmu
kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin yang khusus mengenai ilmu
keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerologi (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan)
dimasukkan kedalam golongan cabang-cabang ilmu yang tidak beguna. Klasifikasi ini
memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme, karena wawasan Yang Kudus tidak
menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan dinuawi secara teoritis dan
praksis.
Sedangkan Al Ghazali secara filosofis membagi ilmu kedalam ilmu syariyah dan ilmuaqliyyah.
Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syariyyah. Begitu juga
Quthb Al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmydan ulum ghair hikmy. Ilmu
nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena dia menganggap ilmu
itu berkembang dalam satu peradaban yang memiliki syariah (hukum wahyu).

Sedangkan Dr Muhammad Al Bahi membagi ilmu dari sumbernya terbagi menjadi 2 yaitu ilmu
yang bersumber dari Tuhan dan ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu
kepada ilmu Qadim dan ilmu Hadis. Ilmu Qadim adalah ilmu Allah yang jelas sangat berbeda
dari ilmu Hadist yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.
Karena semua bentuk pengetahuan yang bersifat empiris, rasionalis, dan iluminasioris ketiganya
bersumber dari manusia yang bersifat relative. Relativitas itu tidak saja dari pemikiran tetapi juga
perangkat yang dimiliki oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan seperti panca indera, akal
dan wahyu. Oleh karena itu, hanya adanya wawasan Yang Kudus-lah yang membedakan
pemikiran Islam dengan Barat.

BAB IV
DASAR-DASAR ILMU
A. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Dalam
persoalan ontology orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari
segala yang ada ini ? pertama kali orang dihadapkan pada adanya 2 macam kenyataan, yang
pertama kenyataan yang berupa materi yang kedua kenyataan yang berupa rohani.
Term ontologi pertamakali dikenalkan oleh rodolf goclenius pada tahun 1636 M, untuk menamai
teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis, dalam perkembangannya Rudolf Wolf
membagi metafisika menjadi 2 yaitu metafisika umum dan metafisika khusus, metafisika umum
dimaksuidkan sebagai istilah lain ontology, dengan demikian metafisika umum atau ontology
adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
segala sesuatu yang ada, sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi,
psikologi dan teologi.
Didalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan pandangan pokok pemikiran
sebagai berikut :
a. Monoisme, paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari seluruh kenyataan hanyalah
satu saja, tidk mungkin dua, faham ini kemudian terbagi 2 yaitu : materialism yang menganggap
bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani aliran ini sering juga disebut naturalism,
yang kedua yaitu idealisme aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka
ragam itu semua berasal dari ruh yaitu sesuati yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
b. Dualisme, aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari 2 macam hakikat yaitu hakekat materi
dan hakekat ruhani , benda dan ruh, jasad dan spirit. Umumnya manusia tidak akan mengalami
kesulitan untuk menerima prinsip dualism ini, karena setiap kenyataan lahir dapat segera
ditangkap oleh panca indera kita, sedang kenyataan bathin dapat segera diakui adanya oleh akal
dan perasaan hidup.

c. Pluralime, paham ini berpandangan bahwa segenap bentuk merupakan kenyataan, prularisme
bertolak dari keseluruhan danmengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
d. Nihilisme, sebuah doktrin yang tidak mengakui validits alternative yang positif, istilah nihilism
sebenarnya sudah ada sejak yunani kuno.
e. Agnotisisme yaitu mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakekat benda, baik
hakekat materi maupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri
dan dapat kita kenal.
B. Epistimologi
Epistimologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian dan dasar dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera dan
lain lain meiliki metode tersendiri dalam teori pengetahuan diantaranya adalah :
a. Metode induktif, yaitu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil observasi
disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum, dalam induksi setelah diperoleh
pengetahuan, maka akan dipergunakan hal hal lain seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau
logam dipanaskan maka akan mengembang
b. Metode deduktif, yaitu metode yang menyimpulkan bahwa data data empiric diolah lebih lanjut
dalam suatu sistem pernyataan yang runtut, hal yang harus ada dalam metode deduktis adalah
perbandingan logis antara kesimpulan kesimpulan itu sendiri.
c.

Metode positivisme, metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual dan dan
positif, ia mengenyampingkan segala persoalan diluar yang ada sebagai fakta.menurut comte
perkembangan pemikiran manusia melaui 3 tahap yaitu, teologis, metafisis dan positif.

d. Metode kontemplatif, metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia
untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda beda,
harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi, pengetahuan yang
didapat melalui intuisi ini bias diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh
Al Ghazali.
e.

Metode dialektis, metode ini mula mula berarti metode Tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat namun plato mengartikannya sebagai diskusi logika.

C. Aksiologi
Pengertian aksiologi yang dikutip penulis berasal dari buku jujun s suriasumantri yang
berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Dari definisi mengenai aksiologi, terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai
nilai, niai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai, teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika. Makna etika dipakai dalam 2 bentuk arti, pertama etika
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan perbuatan
manusia, arti kedua etika merupakan suatu predikat yang dipakai untk membedakan hal hal,
perbuatan perbuatan atau manusia manusia yang lain.

Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation:
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik,
menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia
sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu
pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam mpemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material.

BAB V
SARANA ILMIAH
A. Bahasa
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada komunikasi. Sebagai sarana
komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti
berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
Unsur-unsur dalam bahasa :
Simbol-simbol : Things that stand for other things atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang
lain, jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu system simbol-simbol, hal tersebut mengandung
makna bahwa ucapan si pembicara di hubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun
kejadian dalam dunia praktis
Simbol-simbol vokal : bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama
berbagai organ atau alat tubh dengan system pernapasan
Simbol-simbol vokal arbitrer : arbitrer = mana suka misalnya untuk menyatkan jenis binatang
yang disebut Equus Caballu, orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis menyebutnya
Cheval dan orang Indonesia menyebutnya Kuda semuanya merupakan sejenis persetujuan yang

tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesame anggota masyarakat yang
memberi setiap makna tertentu.
Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer
Dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergau satu sama lainnya.
1. Fungsi Bahasa
Para pakar telah berselisih pendapat dalam hal fungsi bahasa. Aliran filsafat bahasa dan
psikolinguistikmelihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan
emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk
perubahan masyarakat.
Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai
berikut :

Fungsi Instrumental : penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti
makan, minum, dan sebagainya.

Fungsi Regulatoris : penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.

Fungsi Interaksional : penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara
seseorang dan orang lain.

Fungsi personal : seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.

Fungsi Heuristik : penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkap tabir fenomena dan
keinginan untuk mempelajarinya.

Fungsi Imajinatif : Penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan


gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).

Fungsi Representasional : pengunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan


serta menyampaikannya pada orang lain.

2. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah


Untuk dapat berpikir ilmiah, seseorang selayaknya menuasai criteria maupun langkah-langkah
dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal tersebut tujuan yang akan digapai akan terwujud.
Di samping menguasai langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana berupa bahasa,
logika matematika, dan statistika.
3. Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
Ada dua pengertian mendasar tentang bahasa agama

a. bahasa agama adalah kalam ilahi yang terabadikan ke dalam kitab suci.
b. Kedua, bahasa agama merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau
sebuah kelompok social.
Dengan kata lain, bahasa agama dalam konteks ke dua ini merupakan wacana keagamaan yang
dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk
serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci. Walaupun ada erbedaan antara kedua bahasa
ini namun keduanya merupkan sarana untuk menyampikan sesuatu dengan gaya bahasa yang
khas.
B. Matematika
Dalam abad ke-20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan matematika, baik
matematika sangat sederhana hanya menghitung satu, dua, tiga, maupun yang sampai sangat
rumit, misalnya perhitungan antariksa. Demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah
mempergunakan matematika, baik matematika sebagai pengembanagn aljabar maupun statistika.
Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi bahasa yang
berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan
1. Matematika Sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaain pernyataan
yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tampa itu maka matematika hanya
merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Dalam hal ini matematika mempunyai sifat yang
jelas, spesifik, dan informative dengan tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.
2. Matematika Sebagai Sarana Berpikir Deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat
dalam ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi-deduksi (penjabaran-penjabaran) pola
berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah maupun bidang lain yang
merupakan proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang
kebenarannya telah ditentukan. Misalnya: jika diketahui A termasuk dalam lingkungan B,
sedangkan B tidak ada hubungan dengan C, maka A tidak ada hubungan dengan C.
3. Matematika untuk Ilmu Alam dan Ilmu Sosial
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam matematika memberikan kontribusi yang cukup
besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan
penggunaan lambang-lambang bilangan untuk perhitungan dan pengukuran, di samping hal lain
seperti bahasa, metode, dan lainnya. Hal ini sesuai dengan objek ilmu alam, yaitu gejala-gejala
alam yang dapat diamati dan dilakukan penelaahan yang berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu
sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit dalam melakukan pengamatan,

di samping objek penelaahan yang tak berulang maka kontribusi matematika tidak
mengutamakan kepada lambang-lambang bilangan.
Adapun ilmu-ilmu sosial dapat ditandai oleh kenyataan bahwa kebanyakan dari masalah yang
digadapinya tidak mempunyai pengukuran yang mempergunakan bilangan dan pengertian
tentang ruang adalah sama sekali tidak relevan.
C. Statistik
1. Pengertian Statistik
Secara etimologi, kata statistic berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai
persamaan dengan dengan arti kata state (bahasa inggris), yang dalam bahasa Indonesia di
terjemahkan dengan Negara
Pada mulanya, kata statistic diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data), baik
berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif),
mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Namun
perkembangannya, arti kata statistic hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan
berwujud angka (data kuantitatif saja)

yang
yang
pada
yang

Dari segi terminologi, dewasa ini istilah statistik terkandung berbagai macam pengertian.

Pertama, istilah statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistic, yaitu kumpulan bahan
keterangan berupa angka atau bilangan.

Kedua, sebagai kegiatan statistik kadang atau kegiatan perstatistikan.

Ketiga, kadang juga dimaksudkan sebagai metode statistic yaitu cara-cara tertentu yang perlu
ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur menyajikan, menganalisis,
dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angkaitu dapat
berbicara atau dapat memberikan makna tertentu.

Keempat, istilah statistik dewasa ini juga dapat diberi pengertian sebagai ilmu statistik. Ilmu
statistik tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara
ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistik. Jadi statistika merupakan sekumpulan
metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu.

2. Sejarah Perkembangan Statistik


Statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika berkembang dengan sangat
cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang
berupa survei maupun eksperimen, dilakukan lebih cermat dan teliti dengan menggunakan
teknik-teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri

kegiatan dalam bidang penelitian sangat meningkat, baik kegiatan akademik maupun
pengambilan keputusan telah memberikan momentum yang baik untuk pendidikan statistika.
3. Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika, dan Statistika
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara deduktif dan berpikir
induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses logika deduktif dan
logika induktif.
Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir deduktif, sedangkan
statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini
saling berhubungan erat satu sama lain.
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang berkaitan erat dengan
komunikasi tidak terlepas dari bahasa. Seperti berpikir sistematis dalam menggapai ilmu dan
pengetahuan.
Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, maka seseorang tidak dapat
melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan teratur.
4. Tujuan Pengumpulan Data Statistik
Tujuan dari pengumpulan data statistika dapat dibagi ke dalam dua golongan besar :

Secara kasar dapat dirumuskan sebagai tujuan kegiatan praktis dan kegiatan kelimuan.

Kedua tujuan sebenarnya tidak mempunyai perbedaan yang hakiki karena kegiatan keilmuan
merupakan dasar dari kegiatan praktis.

Dalam bidang statistika, perbedaan yang penting dari kedua kegiatan ini dibentuk oleh
kenyataan bahwa dalam kegiatan praktis hakikat alternative yang sedang dipertimbangkan telah
diketahui, paling tidak secara prinsip, di mana konsekuensi dalam memilih salah satu dari
alternative tersebut dapat di exaluasi berdasarkan serangkaian perkembangan yang akan terjadi.

5. Statistika dan Cara Berpikir Induktif


Pengambilan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuag permasalahan
mengenai banyaknya kasus yang kita hadapi. Dalam hal ini statistikka memberikan jalan keluar
untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian
dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat
ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin besar contoh yang diambil, maka
makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
6. Peranan Statistika dalam Tahap-tahap Metode Keilmuan

Observasi. Ilmuwan melakukan observasi mengenai apa yang terjadi, mengumpilkan dan
mempelajari fakta yang berhubungan dengan masalah yang sedang di selidikinya. Peranan
statistika dalam hal ini, statistika dapat mengemukakan secara terperinci tentang analisis mana
yang akan dihasilkan dari observasi tersebut.
Hipotesis. Untuk menerangkan fakta yang diobservasi dugaan yang sudah ada dirumuskan dalam
sebuah hipotesis, atau teori, yang menggambarkan sebuah pola yang menurut anggapan
ditemukan dalam tata tersebut. Dalam tahap kedua ini, statistika membantu kita dalam
mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan menyajikan hasil observasi dalam mengembangkan
hipotesis
Ramalan. Dari hipotesis atau teori dikembangkanlah deduksi. Jika teori yang dikemukakan itu
memenuhi syarat deduksi akan merupakan sesuatu pengetahuan yang baru, yang belum diketahui
sebelumnya secara empiris, tetapi dideduksikan dari teori. Nilai dari suatu teori tergantung dari
kemampuan ilmuan yang menghasilkan pengetahuan baru tersebut. Fakta baru ini disebut
ramalan, bukan dalam pengertian menuju hari depan, namun menduga apa yang akan terjadi
berdasarkan syarat-syarat tertentu.
Pengujuan kebenaran. Ilmuwan lalu mengumpulkan fakta untuk menguji kebenaran ramalan
yang dikembangkan dari teori. Mulai thap ini, keseluruhan tahap-tahap sebelumnya berulang
seperti sebuah siklus. Jika teorinya didukung sebuah data, teori tersebut mengalami pengujian
dengan lebih berat, dengan jalan membuat lamaran yang lebih spesifik dan mempunyai
jangkauan lebih jauh, dimana ramalan ini kebenarannya diuji kembali sampai akhirnya ilmuwan
tersebut menemukan beberapa penyimpangan yang memerlukan beberapa perubahan dalam
teorinya.
7. Penerapan Statistika
Statistika diterapkan secara luas dalam hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang
managemen. Statistika diterapkan dalam penelitian pasar, penelitian produksi, kebijaksanaan
penanaman modal, control kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industry, ramalan
ekonomi, auditing, pemilihan risiko dalam pemberian kredit, dan masih banyak lagi. Singkatnya
statistika adalah alat yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah yang timbul dalam
penelaahan secara empiris hampir disemua bidang.
D. Logika
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu
berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh
lebih besar dari pada satu.
Hukum-hukum pikiran beserta mekanismenya dapat digunakan secara sadar dalam mengontrol
perjalanan pikiran yang sulit dan panjang itu.

1) Aturan Cara Berpikir yang Benar


Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat terlaksana. Untuk
berpikir baik, yakni berpikir benar, logis-dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:
a. Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini senantiasa menggerakkan
si pemikir untuk mencari, mengusut, meningkatkan mutu penalarannya; manggerakkan si
pemikir untuk senantiasa mewaspadai ruh-ruh yang akan menyelewengkannya dari yang
benar. Misalnya, menyederhanakan kenyataan, menyempitkan cakrawala/perspektif, berpikir
terkotak-kotak. Cinta terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan (jauh dari kemalasan,
jauh dari takut sulit, dan jauh dari kecerobohan) serta diwujudkan dengan kejujuran, yakni
disposisiatau sikap kejiwaan(dan pikiran) yang selalu siap sedia menerima kebenaran meskipun
berlawanan dengan prasangka dan keinginan/kecenderungan pribadi atau golongannya.
b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang Anda kerjakan
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh aktivitas intelek kita adalah
suatu usaha terus menerus mengejar kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan
tentang kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui
berbagai macam langkah dan kegiatan.
c. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang Anda katakan
Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran diungkapkan ke dalam kecermatan
kata-kata, karenanya kecermatan ungkapan pikiran ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak
boleh ditawar lagi. Anda senantiasa perlu menguasai ungkapan pikiran kedalam kata tersebut.
Waspadalah terhadap term-term ekuivokal (bentuk sama, tetapi arti berbeda), analogis (bentuk
sama, arti sebagian sama sebagian berbeda). Ketahuilah pula perbedaan kecil arti (nuansa) dari
hal-hal yang Anda katakan.
d. Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas berbeda. Tetapi banyak
kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai bentuk sama, namun tidak identik. Disinilah
perlu dibuat suatu distingsi, suatu pembedaan. Karena realitas begitu luas, perlu diadakan
pembagian ( klasifikasi). Peganglah suatu prinsip pembagian yang sama, jangan sampai Anda
menjumlahkan bagian atau aspek realitas prinsip klasifikasi yang sama.
e.

Cintailah definisi yang tepat


Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak ditangkap sebagaimana yang
akan diungkapkan atau yang dimaksudkan. Karenanya jangan segan membuat definisi. Definisi
artinya pembatasan, yakni membuat jelas batas-batas sesuatu. Hindari uraian-uraian yang tidak
jelas artinya.

f. Ketahuilah (dengan sadar) mengapa Anda menyimpulkan begini atau begitu


Anda harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan konsekuensikonsekuensi dari suatu penuturan (assertion), pernyataan, atau kesimpulan yang Anda buat. Jika
bahan yang ada tidak cukup atau kurang cukup untuk menarik kesimpulan, hendaknya orang

menahan diri untuk tidak membuat kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan


(membuat reserve) dalam kesimpulan.
g. Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah mengenali
jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran
(penalaran)
Dalam belajar logika Ilmiah (scientific) Anda tidak hanya mau tahu hukum-hukum, prinsipprinsip, bentuk-bentuk pikiran sekadar untuk tahu saja. Anda perlu juga;
1. Dalam praktik, menjadi cakap dan cekatan berpikir sesuai dengan hukum, prinsip, bentuk
berpikir yang betul, tanpa mengabaikan dialektika, yakni proses perubahan keadaan. Logika
ilmiah melengkapi dan mengantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis, yakni
berpikir secara menentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan berpikir yang baik.
2. Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam, nama-nama, sebab-sebab kesalahan
pemikiran, dan sanggup menghindari, juga menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan
dengan semestinya.
2) Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti panas atau dingin, hanyalah menempatkan objek tertentu
dalam sebuah kelas. Pertimbangan yang berdasarkan klasifikasi tentu saja lebih baik daripada tak
ada pertimbangan sama sekali. Misal; terdapat tiga puluh lima orang yang melamar pekerjaan
yang membutuhkan kemampuan tertentu, dan perusahaan yang akan menerima mempunyai
psikolog harus menetapkan cara-cara pelamar dalam memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Ahli psikologi tersebut membuat klasifikasi kasar berdasarkan keterampilan,
kemampuan dibidang matematika, stabilitas emosional, dan sebagainya. Ketiga puluh lima orang
tersebut dibandingkan dengan pengetahuan yang berdasarkan klasifikasi kuat, lemah dan sedang,
kemudian ditempatkan dalam urutan berdasarkan kemampuannya masing-masing.
3) Aturan Defenisi
Definisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap sesuatu yang
dikehendaki seseorang untuk memindahkannya kepada orang lain. Dengan kata lain menjelaskan
materi yang memungkinkan cendekiawan untuk membahas tentang hakikatnya.
Sedangkan pengertian definisi secara terminologi adalah sesuatu yang menguraikan
makna lafadz kulli yang menjelaskan karakteristik khusus pada diri individu. Penulis member
pengertian defenisi sebagai pengurai makna lafadz kullikarena lafadz juI tidak mempunyai
pengertian terminology dengan adanya perubahan karasteristik yang konsisten menyertainya.
Definisi yang baik adalah jami wa mani (menyeluruh dan membatasi). Hal ini sejalan dengan
kata definisi itu sendiri, yaitu definite (membatasi). Salah satu contoh yang sering di ungkapkan
adalah manusia adalah binatang yang berakal. Binatang adalah genus sedangkan berakal adalah
differensia, jadi defenisi yang valid dalam logika perlu batasan yang jelas antara objek-objek
yang didefenisikan.

BAB VI
TANTANGAN DAN MASA DEPAN ILMU
A. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusiaan
Kemajuan ilmu dan teknologi yang semula bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia,
tetapi kenyataannya teknologi telah menimbulkan keresahandan ketakutan baru bagi kehidupan
manusia ibarat cerita raja midas yang menginginkan setiap yang disentuhnya menjadi emas
ternyata ketika keinginan dikabulkan dia tidak smakin senang tetapi semakin gila.
Ternyata teknologi layar mampu membius manusia untuk tunduk kepada layar dan mengabaikan
yang lain. Jika manusia tidak sadar akan hal ini maka dia akan kesepian dan kehilangan sesuatu
yang
amat
penting
dalam
dirinya
yakni
kebersamaan
hubungn
kekeluargaan,dan,sosialyang,hangat.
Karena itu, wajar kemudian timbul kontroversi di berbagai negara apakah pengembanan
rekayasa genetik untuk manusia dibolehkan atau tidak. Bagi negara-negara liberal rekayasa
genetik untuk manusia diperbolehkan bahkan didukung oleh pemerintah sedangkan para negaranegara yang konserpatif pengembangan fekayasa yang menjurus kepada perubahan manusia
secara total amat ditentang. Pemusnahan embriao manusia tidak jadi diklon dianggap sebuah
bentuk kekejian yang tidak normal.
Bila memacu pada pengertian diatas, pengetahuan merupakan mengetahui sesuatu tanpa ada
ragu. Misalkan bila cuaca gelap pasti akan turun hujan. Pernyataan tersebut kita yakini tanpa
ragu walaupun orang yang kita anggap pintar akan mengatakan bila cuaca gelap pasti akan
panas. Kita akan tetap pada pendirian kita karena kita mengetahui hal tersebut tanpa ragu. Hal ini
yang disebut pengetahuan yang sebatas hanya mengetahui tanpa ragu (sekedar tahu), akan tetapi
berlanjut kepada timbul pernyataan mengapa hal itu bias terjadi atau penyebab dari hal itu.
Jawaban dari pertanyan atas peristiwa yang telah dicontohkan diatas, itu baru merupakan sebuah
ilmu.
Jadi
ilmu
itu
tidak
hanya
sebatas
tahu,
tapi
bagaimanakitamemahamidaripengetahuantersebut.
B. Agama, Ilmu dan Masa Depan Manusia
Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun pada sisi tertentu memiliki kesamaan.
Agama lebih mengedepankan moralitasdan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual) cenderung
ekslusif, dan subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru. Tidak perlu terikat dengan
etika progresif. Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan
setelah mati, sedangkan ilmu memberi ketenangandansekaligus, kemudahan, bagi
kehidupan,di,dunia.
Agama mendorong umatnya untuk menuntut ilmu hampir semua kitab suci menganjurkan
umatnya untuk mencari ilmu sebanyak mungkin. Adapun menurut ilmu, gempa bumi terjadi
akibat pergeseran lempengan bumi atau tersumbatnya lava gunung berapi oleh karena itu para
ilmuan harus mencari ilmu dan teknologi untuk mendektes, kapan gempa akan terjadi dan
bahkan kala perlu mencari cara mengatasinya.
Disini ilmu dan teknologi tidak harus dilihat dari aspek yang sempit, tetapi harus dilihat dari
tujuan jangka panjang dan untuk kepentingan kehidupan yang lebih abadi kalo visi ini yang

diyakini oleh para ilmuwan dan agamawan maka harapan kehidupan ke depan akan lebih cerah
dan sentosa tentu saja pemikiran-pemikiran seperti ini perlu dukungan dari berbagai pihak untuk
terwujudnya masa depan yang lebih cerah.

You might also like