Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue
tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam
kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)
2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian
akibat DBD, khususnya pada anak. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu manifestasi
simptomatik dari infeksi oleh virus dengue berupa demam akut yang memenuhi
kriteria WHO untuk DBD.6
Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut (gambar 1):
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam Dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7
hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri
retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie
atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue
positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam
dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama.
3. Demam Berdarah Dengue (dengan atau tanpa renjatan) dengan gejala
klinis sama dengan Demam Dengue tetapi ditambah adanya bukti plasma
dengan
koinfeksi,
komorbiditas
atau
komplikasi
syok
lebih
jelas
mediator
vasoaktif
yang
kemudian
menyebabkan
peningkatan
Gambar 3: Spektrum
Manifestasi dan Gejala
Klinis DHF6
relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia
umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi
dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. 5 Pada DBD yang disertai
manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat
dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara
tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi
virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu
yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena
keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan
deteksi
materi
transcriptionpolymerase
genetik
chain
virus
reaction
melalui
pemeriksaan
reverse
(RT-PCR).
Pemeriksaan
RT-PCR
memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami
kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.
ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan USG.12
2.7 Diagnosis
Diagnosis Berdasarkan kriteria WHO 2011, diagnosis DF dan DHF
ditegakkan bila kriteria ini terpenuhi:6
Diagnosa Probable:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari. Disertai minimal 2 atau
lebih gejala:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
sakit kepala
nyeri retro orbital
nyeri otot
nyeri tulang/ sendi
ruam
manifestasi perdarahan
10
g. leukopenia 5000/mm3
h. trombositopenia <150 000/mm3
i. peningkatan hematokrit (5 10%)
dan minimal adanya salah satu dari:
-
Diagnosa Confirmed
Kasus Probable dengan minimal satu kriteria dibawah ini:
1. Isolasi virus dengue dari serum, CSS atau sampel otopsi.
2. Peningkatan 4 kali lipat atau lebih IgG serum (dengan tes inhibisi
haemaglutinasi) atau peningkatan IgM
3. Antibodi spesifik terhadap virus dengue. Deteksi virus atau antigen
Dengue pada organ, serum atau cairan serebrospinal dengan cara
imunohistokimiawi
4. Imunofluoresen atau enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
5. Deteksi genomik sequens virus dengue dengan reaksi reverse
transcription-polymerase.
Diagosa DHF bila:
Semua kriteria dibawah ini terpenuhi:
1. Demam akut dengan onset durasi 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, yang ditunjukkan dengan salah satu diantaranya:
tes tourniquet positif, petekie, ekimosis atau purpura, perdarahan dari
mukosa, traktus gastrointestinal, lokasi injeksi, atau lokasi lain.
3. Hitung trombosit 100 000 sel/mm3
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb: Peningkatan hematokrit
>20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin. Penurunan
hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi
pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
11
mengindikasikan
adanya
infeksi
virus
dengue.
Adanya
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai
apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap
kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun
asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan
meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan
dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu
yang mengiritasi saluran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan
antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama
penatalaksanaan DHF mengikuti protokol yang mengacu pada protokol WHO.
Protokol ini terbagi dalam beberapa kategori, sebagai berikut:
13
14
15
16
2.10
Prognosis
17
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Ayah
Ibu
Alamat
Tanggal masuk
Ruangan
: An. Diko
: 10 Bulan 17 hari
: Laki-laki
: Islam
: Tn. Andri Hermawan, 27 tahun, Eratex
: Ny. Risti Purnawati, 22 tahun, IRT
: Jalan Lumajang no 5, Sumber Taman
: 2 Juni 2015 (21.10 WIB)
: Mawar Kelas II
3.2 SUBJEKTIF
Keluhan utama: Panas
Riwayat penyakit sekarang (RPS):
- Panas sejak minggu pagi (3 hari lalu), naik turun, turun dengan konsumsi
-
dan darah.
Kencing seperti biasa, tidak berkurang, jernih, tidak merah.
18
Kesan makanan dan minuman : anak tidak suka minum susu lebih suka
minum air, nafsu makan kurang.
Riwayat kehamilan ibu: Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit
berat dan kontrol secara teratur ke bidan. Usia kehamilan 9 bulan.
Riwayat kelahiran: Anak lahir normal di bidan. Tidak ada riwayat KPD,
menangis setelah dilakukan hisapan lendir, BBL 2,5 kg.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:
Anak laki-laki 10 bulan, berat badan 7 kg, panjang badan 69 cm.
Perkembangan: senyum 2 bulan, mengangkat kepala 4 bulan, duduk 6 bulan,
merangkak 8 bulan, berjalan dituntun 9 bulan.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur.
3.3 OBJEKTIF
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 120 x/menit
RR
: 35 x/menit
Suhu
: 39,7 oC
Berat badan
: 7 kg
Panjang badan
: 69 cm
Status gizi
BB/PB = 87,5 %
Interpretasi : Kurang
Kepala
19
Leher
Dada
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Genetalia
Ekstremitas
Jenis
o
I.
1
2
3
4
5
1
1
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hasil
Hemoglobin
10,9
PCV
32
Trombosit
50.000
Leukosit
4.360
Diff.Count
-/1/33/62/4
II.
Glukosa Darah
Gula Darah Acak
116
III.
Imunoserologi
CRP
Positif titer 6
Nilai Normal
3.4 ASSESSMENT
Diagnosis: Rhinitis
Vomiting
Dehidrasi sedang
Mild Malnutrition
Dengue Fever dd Dengue Hemorrhagic Fever
3.5 PLANNING
Terapi:
Rehidrasi : IVFD RL 490 cc dalam 3 jam maintenance Assering
700cc/24 jam
Sanmol injeksi 3 x 70 mg
20
21
FOLLOW UP
3 Juni 2015
Sakit hari ke: 4
4 Juni 2015
Sakit hari ke: 5
Subjektif
Keluarga mengatakan BAB cair 6x
dalam semalam Lendir (-) Darah (-).
Panas (+) Batuk grok-grok (+) Pilek
(-) Muntah 1x tadi malam Sesak (-)
BAK + , jernih
Makan/minum -/ + banyak
Subjektif
Keluarga mengatakan BAB cair 3x
sehari cair + ampas warna kuning
Lendir (-) Darah (-). Panas (+) Batuk
grok-grok (+) Pilek (-) Muntah 1x
Sesak (-) Anak rewel, menangis terus.
BAK + , jernih
Makan/minum -/+
Objektif
KU: lemah
Kesadaran: CM
Suhu: 40oC
RR: 29 x/menit
HR: 109 x/menit
Objektif
KU: lemah
Kesadaran: CM
Suhu: 37oC
RR: 27 x/menit
HR: 106 x/menit
K/L: a/i/c/d: -/-/-/Pembesaran KGB PCH Dada: simetris, retraksi Pulmo: vesikuler, wh -, rh Jantung: S1 S2 tunggal, murmur Abdomen: ascites -, met -, bising usus
+, hepar dan lien tidak teraba, turgor
baik
Genitalia: DBN
Ektremitas: akral hangat, oedema -,
CRT < 2 detik. Ptekie Cruris D & S
Status neurologis: GCS 456, kaku
kudukPemeriksaan Lab
-
Assessment
Rhinitis
Dengue Fever dd DHF
Diare Cair Akut
Mild Malnutrition
Planning
Terapi:
Bed rest
Assering 700cc/24 jam
Sanmol injeksi 4 x 70 mg
Ambroxol syr 3 dd cth
Zinc tablet 1 dd tab I
Curvit syrup 1 dd cth
Oralit sacc dalam 100cc air
tiap kali BAB
Makan dan minum ditingkatkan
Diagnosa: DL ulang, LFT, SE
Monitoring:
Tanda tanda vital (Suhu, akral)
Frekuensi BAB
Hematokrit
22
5 Juni 2015
Sakit hari ke: 6
Subjektif
Keluarga mengatakan Panas (-) Batuk(-)
Pilek (-) Muntah (-) Sesak (-)
BAK +, jernih. BAB (-) Anak rewel,
menangis terus dari kemarin.
Makan/minum -/ + air putih,susu tidak
mau. Muncul ruam di tangan dan kaki
sejak kemarin malam. Kaki terlihat
bengkak.
Objektif
KU: cukup
Kesadaran: CM
Suhu: 36,4oC
RR: 35 x/menit
HR: 120 x/menit
K/L: a/i/c/d: -/-/-/Palpebra oedema +
Pembesaran KGB - PCH Dada: simetris, retraksi Pulmo: vesikuler, wh -, rh Jantung: S1 S2 tunggal, murmur Abdomen: ascites -, met -, bising usus
+, hepar dan lien tidak teraba, turgor
baik
Genitalia: DBN
Ektremitas: akral hangat, oedema -,
CRT < 2 detik. Ptekial Rash cruris D &
S, antebrachii D & S
Status neurologis: GCS 456
Pemeriksaan Lab
Hb : 11,1 g/dl
Hct : 33%
Leukosit 8530/mm3
Trombosit : 28.000/mm3
Ig G Anti Dengue : Negatif
Ig M Anti Dengue : Positif
Assessment
Dengue Fever dd DHF
Mild Malnutrition
Planning
Terapi:
Bed rest
Assering 700cc/24 jam
Sanmol injeksi 4 x 70 mg (bila
Suhu 38C)
Zinc tablet 1 dd tab I
Curvit syrup 1 dd cth
Trolit 2 x 1 sacc
Makan dan minum ditingkatkan
Diagnosa: DL ulang
Monitoring:
Tanda tanda vital (Suhu, akral)
Hematokrit
Tanda kebocoran plasma
Frekuensi BAB
Hematokrit
Tanda kebocoran plasma
6 Juni 2015
Sakit hari ke: 7
7 Juni 2015
Sakit hari ke: 8
Subjektif
Keluarga mengatakan Panas (-) Batuk
(-) Pilek (-) Muntah (-) Sesak (-)
BAK +, jernih. BAB +, lembek warna
kuning. Makan/minum +/+ Ruam di
tangan dan kaki berkurang. Bengkak
berkurang
Objektif
KU: cukup
Kesadaran: CM
Suhu: 37,7oC
RR: 35 x/menit
HR: 110 x/menit
Subjektif
Keluarga mengatakan Panas (-) Batuk
(-) Pilek (-) Muntah (-) Sesak (-)
BAK +, jernih. BAB +.
Makan/minum +/+ Ruam di tangan
dan kaki semakin berkurang. Bengkak
berkurang
Objektif
KU: lemah
Kesadaran: CM
Suhu: 37oC
RR: 27 x/menit
HR: 106 x/menit
Assessment
DHF Grade II
Mild Malnutrition
Planning
Terapi:
Bed rest
Aff infus
Sanmol injeksi 4 x 70 mg (bila
Suhu 38C)
Zinc tablet 1 dd tab I
Curvit syrup 1 dd cth
Trolit 2 x 1 sacc
Makan dan minum ditingkatkan
Diagnosa: DL ulang
Monitoring:
Tanda tanda vital (Suhu, akral)
Hematokrit
Tanda kebocoran plasma
Assessment
DHF Grade II
Mild Malnutrition
Planning
Terapi:
Zinc tablet 1 dd tab I
Curvit syrup 1 dd cth
Trolit 2 x 1 sacc
Makan dan minum seperti biasa
Diagnosa: Monitoring: DL ulang
Pemeriksaan Lab
DL
Hb : 9,4 g/dl
Hct : 27%
Leukosit: 11990/mm3
Trombosit: 47.000/mm3
Eritrosit : 4,0 juta/L
23
Tanggal 7 Juni 2015: anak dibawa keluar rumah sakit dengan pulang paksa
24
Gambar 11: Ptekial rash (ruam konvalesen) pada cruris dextra dan sinistra
pada hari panas ke-6
25
panas ke-8
26
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. RESUME
Bayi laki-laki, 10 bulan 17 hari, diibawa ke IGD RSUD Dr. Moh.
Saleh dengan keluhan panas sejak 3 hari lalu, disertai batuk grok-grok dan
pilek dengan sekret warna bening. Panas naik turun, dengan penggunaan obat
penurun panas, namun kecenderungan panas tinggi. Panas muncul terlebih
dulu sebelum batuk dan pilek. Tidak ada sesak nafas dan sianosis. Muntah 2
kali saat akan dibawa ke IGD, isi muntahan air dan susu, tidak ada lendir
maupun darah. Nafsu makan menurun dan minum makin banyak, anak
terlihat haus terus menerus. BAK seperti biasa, warna kuning jernih, tidak
berbuih, tidak merah. Didapatkan mata cowong. BAB cair 2x sebelum
dibawa ke IGD cairan dan ampas, tidak ada lendir maupun darah. Riwayat
MRS sebelumnya tidak ada. Riwayat asma, sesak napas, alergi dan kejang
tidak didapatkan. Keluarga pasien tidak ada yang menderita sakit seperti ini,
tidak ada yang memiliki riwayat alergi, sesak napas, atau kejang. Namun,
tetangga pasien ada yang baru-baru ini dirawat di rumah sakit karena
menderita demam berdarah. Pasien sudah mendapat imunisasi dasar, hanya
imunisasi campak saja yang belum.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien cukup,
kesadaran compos mentis, nadi 120x/menit, RR 35x/menit, T ax 39.7oC. BB
7 kg dan PB 69 cm, dengan status gizi malnutrisi ringan (87,5%). Dari status
general terdapat kelainan pada mata yaitu mata cowong, didapatkan sekret
pada kedua hidung. Pembesaran KGB tidak didapatkan, faring tidak
hiperemi, jantung dan paru dalam batas normal, turgor baik, akral hangat dan
CRT < 2 detik.
Dari pemeriksaan penunjang yang menunjukkan kelainan adalah: Dari
hasil lab darah lengkap (2/6/2015) didapatkan penurunan leukosit yaitu
4360/mm3 (leukopenia) dan penurunan trombosit yaitu 50.000/mm3
(trombositopenia). Dengan Hb 10,9 g/dl dan Hematokrit 32%.
27
28.000/mm3,
penurunan
hematokrit
menjadi
33%,
hasil
28
4.2. DISKUSI
Pada pasien keluhan panas sejak 3 hari, panas naik turun, dengan
penggunaan obat penurun panas, namun kecenderungan panas tinggi. Hal ini
sesuai dengan perjalanan klinis DF maupun DHF yaitu demam mendadak
tinggi selama 2-7 hari. Demam pada penderita DF maupun DHF juga
memiliki kecenderungan terus tinggi. Menurut PPM IDAI biasanya panas
disertai lesu, tidak mau makan dan muntah, juga dapat ditemukan diare
kadang-kadang, serta ditemukan nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut.13
Hal ini sesuai dengan keadaan klinis yang didapatkan pada pasien, yaitu
didapatkan muntah 2x sebelum dibawa ke IGD dan nafsu makan pasien
cenderung menurun. Pada pasien juga didapatkan diare selama 3 hari awal
pasien di RS, dengan frekuensi yang cukup sering 3-6x, yang sesuai pula
degan manifestasi klinis Demam Dengue. Selain demam, diare, mual serta
nafsu makan menurun, pada pasien didapatkan pula batuk dan pilek dengan
sekret jernih. Gejala non spesifik seperti batuk pilek dan diare berturut-turut
dapat tampak pada sekitar 39% dan 28% anak dengan IVD.9 Demam
didapatkan pada 100% bayi penderita infeksi dengue, baik, DF maupun
DHF.9 Penurunan nafsu makan juga dapat merupakan manifestasi dari DHF
pada bayi ditemukan pada 38% dari penelitian di Nicaragua9. Namun
presentase gejala klinis non spesifik ini ditemukan bervariasi pada berbagai
penelitian yang dilakukan di berbagai tempat. Pada penelitian Husada di
Surabaya didapatkan demam, diare, dan hepatomegali merupakan gejala dan
tanda klinik yang sering.5 Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita
akan menimbulkan viremia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan
complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi virus pengaktifan
tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin,
trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga
terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia. Data tahun 2000
menyebutkan
klinik yang paling banyak didapatkan pada bayi dengan DBD di luar kriteria
WHO.5 Dari data ini dapat dilihat bahwa manifestasi awal DHF pada bayi
29
mungkin non spesifik dan dapat menyerupai gejala infeksi saluran nafas atas,
ataupun
gangguan
gastrointestinal
berupa
diare.
Oleh
karena
itu
30
dengan
lendir
jernih
pada
pasien,
lendir
yang
jernih
cenderung
31
darah
lengkap
untuk
menilai
adanya
leukopenia,
dehidrasi.
Pada
keadaan
dehidrasi
saja
dapat
ditemukan
32
hemokonstentrasi
dan
dehidrasi
dapat
menunjukkan
hasil
33
34
dengan gejala penyerta yang sering berupa gejala sistem pernafasan dan
gastrointestinal, serta dapat timbul ruam makulopapular. Namun infeksi
primer pada bayi di daerah endemis dengue lebih sering bermanifestasi berat
sebagai DHF dan kadang-kadang DF. Penelitian di dua rumah sakit di
Vietnam menjumpai proporsi infeksi primer hampir 100% diantaranya
menjadi DHF/DSS.5 Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa DHF/SSD
pada bayi biasanya timbul pada infeksi dengue primer dengan hipotesis
bahwa beratnya penyakit berhubungan dengan antibodi yang ditransmisikan
secara vertikal dari ibunya.5 Bayi di bawah usia 1 tahun yang pada keadaan
normal memperoleh antibodi IgG anti dengue dari ibunya, keadaan ini
menyebabkan bayi rentan mengalami DHF/DSS pada infeksi primer.
Menghilangnya antibodi yang diturunkan dari ibu tersebut terbukti
berhubungan dengan usia puncak IVD pada bayi, risiko DHF bayi muncul
apabila antibodi maternal mencapai kadar subneutralizing.5 Antibodi dengue
dari ibu akan didapatkan pada saat lahir di hampir semua bayi karena
prevalensi tinggi pada populasi dewasa (Balmaseda A et all, data tidak
dipublikasikan).9 Pada saat baru dilahirkan antibodi ibu melindungi bayi dari
infeksi virus dengue, namun selanjutnya setelah IgG dikatabolisasi sehingga
kadarnya terus menerus menurun, risiko mengalami DHF/DSS meningkat.
Antibodi yang diturunkan dari ibu akan menghilang pada 3, 4, 6, dan 9 bulan
bertut-turut 3%, 19%, 72%, dan 99%. Setelah mencapai usia satu tahun,
seluruh antibodi terhadap virus dengue yang didapat dari ibunya telah
musnah.5 Antibodi itu umumnya adalah IgG subklas 1 dan mempertahankan
spesisitasnya terhadap baik protein struktural maupun non struktural. IgG
subklas 1 mungkin juga berperan besar dalam aktivasi komplemen dan
terjadinya kebocoran plasma. Proses patogenesis yang dijumpai pada bayi
dengan infeksi virus dengue tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dengan model
secondary heterologue infection. Epidemiologi IVD sesuai kelompok umur
(termasuk patogenesis DBD pada bayi) lebih dijelaskan dengan konsep ADE
(antibody dependent enhancement). Derajat penyakit dalam presentasi klinis
IVD pada bayi sangat berhubungan dengan respon imun pejamu. Aktivasi
35
36
Terapi cairan pada DHF Grade I dan II menurut WHO adalah dengan
pemberian cairan awal 7ml/kgBB/jam bila tanda vital, Hb dan Hct stabil,
maka terapi cairan diturunkan menjadi berturut-turut 5ml/kgBB/jam dan
3ml/kgBB/jam. Menurut konsenus IDAI terbaru tentang terapi cairan pada
DHF yang stabil, terapi cairan rumatan dapat diturunkan hingga sebesar
1,5ml/kgBB/jam. Pemberian cairan dilakukan hingga 2x24 jam tanda vital,
Hb dan Hct stabil, tidak ada perdarahan aktif dan diuresis cukup. Bila dengan
terapi cairan awal terdapat perburukan ataupun tidak ada perbaikan secara
klinis, anak tetap gelisah, timbul distres nafas, frekuensi nadi meningkat,
diuresis kurang dan Hb serta Hct tetap tinggi makan terapi cairan dapat
dinaikkan menjadi 10-15ml/kgBB/jam. Bila dengan terapi cairan yang
dinaikkan masih terjadi perburukan klinis maka anak dapat di berikan terapi
cairan koloid ataupun transfusi darah segar sesuai indikasi. Terapi cairan pada
pasien memang tidak sesuai dengan pedoman terapi cairan WHO, namun hal
ini cukup beralasan, karena keadaan klinis pasien stabil dan tidak
menunjukkan tanda perlunya resusitasi cairan. Cairan awal yang dipilih
adalah cairan Kristaloid, dalam kasus ini yang dipilih adalah assering.
Assering dipilih karena keunggulannya yaitu tidak mengandung laktat. Laktat
menimbulkan efek yang merugikan pada pasien infeksi Dengue, dalam kasus
ini DHF, karena metabolisme laktat yang terjadi pada hepar. Dimana pada
kasus ini telah terbukti adanya gangguan fungsi hepar dilihat dari nilai tes
fungsi hepar yang abnormal. Assering mengandung asam asetat yang
metabolismenya terjadi dalam otot sehingga tidak memberatkan fungsi hepar.
Selama terapi cairan pada DHF perlu dimonitor tanda bahaya berupa
kemungkinan terjadinya shock (akral dingin, tensi turun/tidak terukur, CRT
memanjang, pulse pressure melebar) yang memerlukan resusitasi cairan lebih
agresif. Perlu juga dimonitoring tanda-tanda overload terapi cairan yang
dapat bermanifestasi sebagai edema, atau ronki pada paru.
Pada pasien saat fase konvalesen didapatkan ruam ptekial pada tangan
serta kaki, yang lazim disebut dengan shoe and handglove like appearence.
Ruam pada pasien didapatkan mulai hari sakit ke-6 (5/6/2015) dimana ruam
37
antiodi spesifik yang terbentuk terhadap virus Dengue sehingga respon terhadap
infeksi belum memberikan gejala yang hebat. Infeksi sekunder oleh virus
Dengue biasanya memiliki manifestasi lebih berat daripada infeksi primer,
biasanya timbul sebagai DF ataupun DHF dan bila terdapat komorbid atau
koinfeksi dapat bermanifestasi sebagai Expanded Dengue Syndrome. Pada
laporan kasus infeksi pada By. Diko adalah infeksi primer namun memberikan
gejala klinis sebagai DHF, manifestasi infeksi primer pada bayi, anak maupun
dewasa seharusnya nampak sebagai demam yang tidak terdiferensiasi dari
infeksi viral lain. Namun bayi di daerah endemis Dengue seperti By. Diko
memiliki antibodi yang ditransmisikan secara vertikal dari ibunya. Karena
sebagian besar orang dewasa di daerah endemis memiliki antibodi terhadap virus
Dengue. Infeksi primer dan sekunder terhadap virus Dengue hanya dapat
dibedakan dengan melihat pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan serologis
dengan mengukur kadar Ig G dan Ig M anti dengue.
2. Pada kasua By. Diko, dikatakan mengalami infeksi primer yang ditandai dengan
Ig G anti dengue negatif pada pemeriksaan serologis dan Ig M positif. Pada
patogenesa dikatakan infeksi pada By.Diko sesuai konsep ADE yaitu terdapat
antibodi pada tubuh pasien dan antibodinya didapatkan dari transfer maternal,
seharusnya di dalam tubuhnya terdapat Ig G anti dengue, mengapa memberikan
hasil negatif?
Bayi di bawah usia 1 tahun yang pada keadaan normal memperoleh antibodi IgG
anti dengue dari ibunya. Pada usia dini kelahiran Ig G didalam tubuh bayi akan
melindungi dirinya dari infeksi Dengue, akan tetapi seiring bertambahnya usia
anak kadar antibodi akan semankin turun dan akhirnya menghilang pada usia
diatas 1 tahub. Antibodi yang diturunkan dari ibu tersebut terbukti berhubungan
dengan usia puncak IVD pada bayi, risiko DHF bayi muncul apabila antibodi
maternal mencapai kadar subneutralizing, artinya proteksi pada infeksi dengue
sudah tidak optimal, malah antibodi ini akan mensensitisasi tubuh untuk sintesis
faktor-faktor inflamasi yang akan memberatkan gejala infeksi Dengue. Antibodi
dengue dari ibu akan didapatkan pada saat lahir di hampir semua bayi di daerah
endemis Dengue. Antibodi yang diturunkan dari ibu akan menghilang pada 3, 4,
39
6, dan 9 bulan bertut-turut 3%, 19%, 72%, dan 99%. Tingginya kadar antibodi
berhubungan dengan tingkat keparahan manifestasi infeksi virus Dengue,
kemungkinan bila terkena pada usia yang lebih awal dengan kadar antibodi yang
tinggi, manifestasinya pada bayi dapat lebih hebat. Salah satu cara membuktikan
transfer antibodi ini adalah mengecek kadar antibodi Ig G antidengue pada darah
ibu, hal ini dapat membuktikan bahwa kekebalan pada bayi berasal dari transfer
antibodi secara vertikal pada trimester III kehamilan.
3. Apa alasan memilih assering daripada RL sejak hari pertama pada By. Diko
padahal belum ada bukti gangguan hepar dan hasil tes fungsi hati baru ada pada
hari ke-6?
Assering dipilih sebagai cairan maintenace pada By. Diko walaupun belum ada
bukti gangguan hepar pada pasien adalah berdasarkan patogenesis dari virus
Dengue yang dapat menyerang sel-sel hepar terutama sel Kupffer yang dapat
dilihat dari hasil laboratorium sebagai peningkatan enzim hati. Assering dipilih
karena keunggulannya yaitu tidak mengandung laktat. Laktat menimbulkan efek
yang merugikan pada pasien infeksi Dengue karena metabolisme laktat yang
terjadi pada hepar. Assering mengandung asam asetat yang metabolismenya
terjadi dalam otot sehingga tidak memberatkan fungsi hepar.
4. Mengapa angka kejadian Demam Berdarah Dengue semakin tinggi sekarang
ini? Bagaimana pencegahan yang efektif?
Angka demam berdarah yang semakin tinggi dapat dikaitkan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan semakin padatnya lingkungan perumahan.
Hal ini mendukung semakin banyaknya transmisi virus Dengue. Selain itu
kemungkinan pencegahan yang dilakukan dimasyarakat kurang maksimal akibat
pengetahuan masyarakat tentang pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes
aegypti kurang memadai, walaupun 3M plus sudah banyak disosialisasikan.
Pencegahan yang efektif tidak hanya melibatkan masyarakat namun juga dinas
kesehatan, setiap kejadian Demam Berdarah seharusnya dilaporkan dan dinkes
seharusnya merespon dengan studi epidemiologis di daerah tersebut, salah
satunya dikaitkan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), yang seharusnya diatas
40
95%, bila ABJ dibawah 95% mengindikasikan untuk dilakukan tindakan fogging
dan abatisasi.
5. Bila seseorang mengalami SSD jumlah cairan yang diberikan kapan 10ml/kg
BB kapan 20ml/kg BB?
Sesuai dengan tatalaksana SSD menurut WHO dapat diberikan cairan kristaloid
sejumlah 20 ml/kg secepatnya (biasanya dalam 30 menit) dan keadaan klinis
pasien dipantau apakah syok sudah teratasi atau pasien mengalami overload
cairan. Bila syok teratasi pemberian cairan diturunkan perjam menjadi 10, 7, 5,
3, 1.5ml/kg BB/jam. Bila syok tidak teratasi pemberian kristaloid sebanyak
20ml/kg BB secepatnya dapat diulang kembali dan bila perlu dapat ditambahkan
koloid atau plasma 10-20ml/kg BB. Tanda-tanda syok yang membaik yaitu CRT
< 2 detik, akral hangat, kering, merah, nadi kuat angkat, tekanan darah normal
dan terukur sesuai usia, tekanan nadi lebar. Sedangkan tanda-tanda overload
cairan dapat timbul sebagai odem (palpebra, ekstremitas), asites yang semakin
parah, efusi pleura dengan sesak yang bertambah, suara nafas ronki, juga dapat
muncul pada bayi dengan hepatomegali yang muncul mendadak. Tanda overload
cairan dan syok yang teratasi harus dimonitor, dan berdasarkan tanda-tanda ini
berapa kebutuhan cairan serta kapan harus memulai dan menghentikan resusitasi
diputuskan.
6. Apabila seorang anak yang sedang dirawat akibat menderita DF ataupun DHF
kemudian di tengah perjalanan penyakitnya pasien tersebut kembali digigit
nyamuk yang mengandung virus Dengue, apa yang akan terjadi terhadap
perjalanan klinis penyakitnya?
Apabila seseorang telah terinfeksi salah satu serotipe virus Dengue, maka akan
muncul kekebalan spesifik seumur hidup terhadap virus tersebut, namun tidak
memiliki kekebalan terhadap virus serotipe lain, hanya mendapatkan kekebalan
sementara saja terhadap serrotipe virus lain. Maka pada anak yang terinfeksi
virus Dengue, kemungkinan besar anak tersebut akan imun sementara waktu
terhadap infeksi Dengue serotipe lain, sehingga kemungkinan besar virus
serotipe lain tersebut tidak menimbulkan gejala klinis baru. Perjalanan klinis
41
pasien tersebut akan mengikuti perjalanan klinis infeksi virus Dengue yang
menginfeksinya di awal saja.
7. Pemeriksaan NS1 akan mulai positif sejak kapan? Apakah ada tempat untuk
pemeriksaan NS1 pada By. Diko?
Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.
Pengambilan sampel dan pemeriksaan NS1 dapat dilakukan sedini mungkin,
karena telah dapat dideteksi sejak hari pertama febris hingga maksimal hari ke 5
atau 6. NS1 (Nonstructural Protein 1) adalah produk glikoprotein yang
diproduksi oleh semua flavivirus dan esensial untuk replikasi dan viabilitas
virus. NS1 akan memberikan hasil positif sejak hari pertama febris. Pada By.
Diko sebenarnya masih dapat dilakukan pemeriksaan NS1 dan masih dapat
diharapkan hasil yang positif karena pasien datang pada hari ke 3 panas.
Pemeriksaan NS1 sebenarnya sangat bermanfaat pada By. Diko seandainya
dilakukan, sebab kecurigaan IVD pada By. Diko cukup besar karena adanya
tetangga pasien yang terdiagnosa DB pada sekitar 2 minggu sebelum pasien
sakit. Pemeriksaan NS1 bisa digunakan sebagai konfirmasi diagnosa dini pada
IVD.
42
43
BAB V
KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2001. Prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever: comprihensive guidelines. New Delhi.
Halaman 5-17.
2. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. 2007.Profil pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman tatalaksana klinis infeksi
dengue di sarana pelayanan kesehatan. Halaman19-34
4. Depkes. 2015. KLB demam berdarah dengue di Provinsi Jawa Timur dan
provinsi Sumatera Selatan. Data Bencana Dan Sumber Daya PKK diakses
dari http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/ 9 Juni 2015.
5. Husada, Dominicus,dkk. 2012. Profil Klinik Infeksi Virus Dengue pada
Bayi di Surabaya. Sari Pediatri , Vol. 13, No. 6, April 2012. Halaman 437444.
6. World Health Organization. 2011. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue
45
11. Kalayanaarooj
S,
Nimmannitya
S.
2004.Guidelines
for
Dengue
46