You are on page 1of 9

CHAPTER 10 EXPENSES

LO 1 EXPENSES DEFINED
Menurut Framework, expense adalah penurunan economic benefits berbentuk outflow
atau depletion (penggunaan) dari suatu asset, atau terbentuknya liabilitas yang
mengakibatkan berkurangnya equity selain dikarenakan adanya distribusi untuk
partisipasi dari banyak pihak di dalam komponen ekuitas. Pada Framework juga
dinyatakan bahwa loss secara nature tidak berbeda dengan expense-expense lainnya
karena sama-sama menurunkan economic benefits dari suatu aset.

Change in assets and liabilities


Framework menyatakan bahwa terjadinya suatu expense akan berdampak terhadap
penurunan nilai dari suatu aset maupun peningkatan nilai dari suatu liabilitas. Namun
pendefinisian expense tersebut terlalu bersifat umum, pada dasarnya akan lebih cocok
untuk mengkorelasikan expense suatu perusahaan dengan aktivitas penggunaan
resource dalam rangka mendukung kegiatan yang membentuk profit.

Expenses and costs


Prinsip yang harus diingat dalam mendefinisikan expense adalah no cost, no
expense. Yakni ketika kita sebagai entitas tidak mengeluarkan biaya dalam
memperoleh suatu manfaat maka kita tidak perlu mengakui adanya expense dari
manfaat yang kita peroleh tersebut. Terkadang, expense didefinisikan juga sebagai
expired cost.

LO 2 EXPENSE RECOGNITION
Ada dua kriteria yang harus dipenuhi dalam expense recognition yaitu:
1. Adanya probabilitas bahwa akan ada future economic benefits yang terlibat
dalam item tersebut akan mengalir dari atau kepada entitas bisnis kita.
Expense dikatakan probable karena pada umumnya kita berada di lingkungan
yang penuh dengan uncertainty. Untuk memastikan probabilitas tersebut maka kita
harus membuat degree of uncertainty. Degree oof uncertainty ini juga harus
memenuhi karakteristik prudence (kehati-hatian dalam menetapkan degree
probabilitas dalam melakukan judgement yang dibutuhkan dalam mengestimasi
keadaan yang kondisinya uncertain) dan neutrality (free from bias).

2. Item tersebut harus memiliki cost atau value yang dapat diukur secara
reliable. Pengukuran yang reliable maksudnya adalah ketika pengukuran
membutuhkan estimasi, maka harus ada bukti yang cukup untuk mendukung
validitas dari estimasi tersebut. Misalnya untuk mengakui suatu item sebagai
expense maka bukti yang valid adalah adanya penurunan pada nilai suatu aset atau
kenaikan nilai liabilitas.

LO 3 EXPENSE MEASUREMENT
Pengukuran Beban
Pengertiannya adalah pengukuran beban dalam periode saat ini, beberapa
keputusan diperlukan untuk membuat bagaimana beban seharusnya dialokasikan di
masa depan yang dihasilkan dari pendapatan. Ada beberapa standar akuntansi yang
menyediakan petunjuk pada persoalan tersebut, namun menawarkan beberapa metode
dari beban dan proporsionalan pendapatan.
Alokasi beban
Satu pendekatan untuk mengukur beban adalah untuk mengalokasikan pada
periode dimana mereka berada. Proses matching berhubungan dengan kekonsistenan
atau terhubungnya pengakuan pendapatan dan beban yang dihasilkan langsung dan
secara tergabung dari transaksi atau kejadian yang lainnya.
Matching secara benar merupakan tugas yang susah, dan berkait dengan
keputusan yang besar di bagian akuntan. Akuntan tersebut harus mengidentifikasikan
asset yang mana yang terpakai dan jumlah yang seharusnya di hapus terhadap
pendapatan untuk suatu periode.
Konsept matching adalah kepentingan yang kritis di dalam akuntansi historical
cost. Hal tersebut menyediak petunjuk para akuntan dalam memutuskan biaya yang
mana seharusnya dibebankan dan di matchkan terhadap revenue untuk periode
tersebut, dan biaya yang mana dianggap masih berlaku. Untuk mengatasi masalahmasalah yang terlibat dengan menentukan dan mengukur biaya yang akan dibebankan
dan di carried forward, terdapatnya tiga metode dasar dari matching yang secara
umum, yaitu:

Associating cost and effect

Systematic and rational allocation

Immediate recognition

Yang pertama adalah jalan yang paling ideal, dimana yang kedua dan ketiga ketika
yang pertama tidak dapat digunakan.
1. Associating cause and effect
Akuntan memutuskan dimana beberapa barang dan jasa digunakan harus
memiliki pertolongan dalam pembuatan pendapatan pada suatu periode. Pendapatan
dari menjual produk biasanya berhubungan dengan biaya dari produk yang dijual
tersebut. Tidak adanya biaya dari seuatu penjualan jika tidak adanya pendapatan.
Contohnya adalah long term contracts.
Akuntan tidak secara langsung menghubungkan biaya dengan pendapatan,
namun menyamakannya dengan biaya interval waktu.
Systematic and allocation procedure
Pengasosiasian cause dan effect tidak dapat digunakan untuk semua beban.
Ketika tidak dapat diterapkan, terdapat suatu alternative untuk menggunakan
systematic dan prosedur alokasi rasional. Proses matching dimulai dengan
pengasosiasian bebang dengan beberapa segmen waktu.
IAS 16/AASB 16 PPE menerjemahkan depresiasi sebagai alokasi sistematis
dari jumlah yang dapat didepresiasi dari suatu asset pada umur penggunaanya.
Depresiasi adalah fenomena yang terjadi dan beban yang dicatat adalah reflek
keuangan.
Depresiasi merupakan penurunan dalam nilai suatu asset, penurunan nilai
biasanya dikarenakan penurunan harga nilai pasar. Penurunan tersebut dapat
didasarkan karena faktor fisik dan ekonomis.
Alokasi biaya adalah konsep matching yang menjunjung terhadap prosedur
yang bervariasi. Idea ini adalah untuk menemukan beberapa metode yang kurang
lebih berhubung dengan patter dari jasa atau benefit yang disediakan oleh asset untuk
periode masa depan.
Terdapat tiga bentuk share based payment, yakni:

Equity settled share-based payments

Cash-settled share-based payments

Other transactions

2. Alokasi Sistematis dan Rasional


Sesuai dengan prinsip penandingan (matching principle), beban untuk suatu
periode ditentukan dengan mengaitkannya dengan pendapatan tertentu atau dengan
periode tertentu.. Beban diakui :

jika terdapat hubungan langsung atau sebab akibat dengan penjualan produk
atau penyerahan jasa,

pada periode terjadinya, yakni pada saat kas dikeluarkan jika tidak terdapat
hub. Langsung atau sebab akibat dengan penjualan produk atau jasa,
Namun jika 2 syarat itu tidak terpenuhi, maka prosedur alokasi yang sistematis

dan rasional yang digunakan. Tujuannya adalah untuk mengalokasikan biaya kepada
periode-periode yang menerima manfaat (dikonsumsi atau kedaluwarsa). Salah satu
contoh implementasi alokasi yang sistematis dan rasional adalah depresiasi.
IAS 16/AASB 116 tentang Property, Plant and Equipment mendefinisikan
depresiasi sebagai alokasi sistematis dari jumlah yang dapat didepresiasikan dari
suatu aset selama masa manfaatnya (par.6). IAS 16/AASB 116 par.60 juga
menyatakan bahwa metode depresiasi yang digunakan harus mencerminkan pola
dimana manfaat ekonomi aset di masa depan diharapkan diterima/dikonsumsi. Jadi,
penyusutan adalah proses alokasi, bukan penilaian. Alokasi sendiri diartikan sebagai
proses pembagian nilai awal dan penerapan bagian-bagian nilai tersebut ke dalam
periode-periode. Kerasionalan metode pemisahan ini diartikan bahwa pemisahan
tersebut harus dikaitkan dengan manfaat yang diharapkan dalam tiap pemisahan.
Secara umum depresiasi dapat dilihat sebagai fenomena nyata yang terjadi,
dimana pencatatannya sebagai beban adalah efek moneternya. Secara umum akuntan
melihat depresiasi sebagai penurunan nilai aset yang biasanya juga berarti
penurunan harga pasar yang dikarenakan (1) faktor fisik seperti keausan dan
penurunan daya guna karena pemakaian, dan (2) faktor ekonomi misalnya keusangan.
Akan tetapi pemakaian dan keusangan tidak dapat diukur dengan normal dan tidak
ada jejak hubungan antara alokasi dengan pendapatan atau periode pembebanan
penyusutan. Penyusutan, karenanya , didefinisikan sebagai suatu alokasi rasional dan
sistematis atas biaya ke periode-periode aset dianggap dipakai.

Dengan pemaknaan penyusutan sebagai alokasi nilai perolehan ke dalam masa


manfaat aset, maka praktik penyutan akan sangat dipengaruhi oleh:
(1) Metode alokasi
(2) Nilai yang dapat disusutkan, dan
(3) Nilai sisa
Metode alokasi yang sering dilakukan adalah metode garis lurus, unit
produksi, metode yang dipercepat dll.
Namun metode alokasi sistematis dan rasional tetap memiliki kelemahan,
yaitu sangat mengandalkan pada estimasi dan asumsi yang subjektif dan sewenangwenang. Salah satu contoh alokasi berbasiskan biaya yang subjektif dan sewenangwenang adalah amortisasi goodwill. Sebelum adopsi stndar IASB di 2005, banyak
entitas yang mengamortisasikan goodwill selama 20 tahun atau kurang, kebanyakan
berdasarkan metode garis lurus. Banyak yang berargumen bahwa goodwill tidak
mengalami penurunan nilai sehingga tidak perlu diamortisasi. Sejak 1 Januari 2005,
IFRS tidak mewajibkan goodwill diamortisasi. IFRS 3/AASB 3 Business
Combination par. 54 menyatakan bahwa setelah diakuisisi, goodwill yang diperoleh
melalui kombinasi bisnis diukur sesuai biaya perolehan dikurangi kerugian
impairment. Sehingga proses estimasi untuk menentukan amortisasi goodwill tidak
terlalu diperlukan.
Salah satu area lain dimana alokasi maz digunakan adalah yang berkenaan
dengan pembayaran berbasis saham (share-based payments). PSAK 53 Akuntansi
kompensasi berbasis saham mengatur hal ini. PSAK 53 melingkupi seluruh transaksi
pembayaran berbasis saham, yang didefinisikan sebagai berikut:

Equity-settled, Diselesaikan dengan instrumen ekuitas, entitas yang


menerima barang atau jasa yang dibayar dengan instrumen ekuitas
milik entitas (termasuk saham dan opsi saham)

Cash-settled, Diselesaikan dengan pembayaran kas, entitas yang


memperoleh barang atau jasa akan menimbulkan liabilitas kepada
pemasok barang atau jasa untuk suatu jumlah tertentu yang dihitung
berdasarkan harga (nilai) saham milik entitas atau instrumen ekuitas
entitas; dan

Transaksi dimana entitas menerima barang atau jasa dimana entitas

maupun pemasok barang atau jasa memiliki pilihan atas transaksi


tersebut untuk diselesaikan secara tunai (atau aset lain) atau
instrumen ekuitas.
PSAK 53 juga diterapkan untuk transfer oleh shareholders kepada pihak lain
(termasuk karyawan) yang telah mentransfer barang atau jasa lepada entitas.
Termasuk transfer instrumen ekuitas dari induk kepada entitas anak dimana entitas
menyediakan barang atau jasa. PSAK 53 juga diterapkan ketika entitas tidak
menerima barang atau jasa yang tidak dapat diidentifikasi secara khusus, namun
kondisi lain mengindikasikan bahwa barang atau jasa telah diterima.
Untuk pengakuannnya, Entitas harus mengakui barang atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam transaksi pembayaran berbasis saham pada saat memperoleh
barang atau pada saat jasa diterima. Entitas juga harus mengakui kenaikan nilai
ekuitas terkait jika barang atau jasa diterima dalam transaksi pembayaran berbasis
saham yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas, atau kenaikan nilai liabilitas jika
barang atau jasa diperoleh dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang
diselesaikan dengan kas. Ketika barang atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
transaksi pembayaran berbasis saham tidak memenuhi kualifikasi pengakuan sebagai
aset, maka barang atau jasa tersebut harus diakui sebagai beban.
Untuk pengukuran equity-settled share-base payment transactions (transaksi
pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas), entitas
harus mengukur barang atau jasa yang diterima, dan kenaikan ekuitas terkait, secara
langsung, pada nilai wajar barang atau jasa yang diterima, kecuali jika nilai wajar
tersebut tidak dapat diestimasi secara andal. Jika entitas tidak dapat mengestimasi
nilai wajar barang atau jasa yang diterima secara andal, maka entitas harus mengukur
nilai barang dan jasa tersebut, dan kenaikan ekuitas terkait, secara tidak langsung,
dengan mengacu pada nilai wajar instrumen ekuitas yang diberikan.
Untuk pengukuran Cash-settled share-based payment transactions (transaksi
pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan kas), entitas harus mengukur
barang atau jasa yang diperoleh dan liabilitas yang timbul sebesar nilai wajar
liabilitas. Sampai dengan liabilitas tersebut diselesaikan, entitas harus mengukur
kembali nilai wajar liabilitas pada setiap akhir periode pelaporan dan pada tanggal
penyelesaian, dimana setiap perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi
pada periode tersebut.

Sedangkan untuk pengukuran transaksi dengan karyawan, instrumen ekuitas


yang diberikan diukur pada nilai wajar pada tanggal pemberian. Tanggal pemberian
instrumen yang diukur pada nilai wajar diakui setelah vesting period. Untuk transaksi
dengan non-karyawan :

Barang atau jasa yang diperoleh entitas diukur pada nilai wajar pada tanggal
entitas memperoleh barang atau menerima jasa.

Jika nilai wajar barang atau jasa yang diterima tidak dapat diukur secara
handal, maka diukur dengan merujuk pada nilai wajar instrumen ekuitas yang
diberikan.

LO 4 CHALLENGES FOR ACCOUNTING STANDARD SETTERS


Matching
Bunyi dari theoretical framework untuk financial statement dapat berarti
bahwa antara balance sheet (statement dari financial position) dan income statement
mepresentasikan

informasi

dengan

karakteristik

dari

kerelevansian

dan

representational faithfulness. Framework bertugas untuk menyediakan definisi dan


kriteria pengakuan, untuk meningkatkan konsistensi antara standard.
Ditambah lagi, secara spesifik framework mengungkapkan bahwa konsep
matching tidak seharusnya diaplikasi pada salah satu cara untuk menizinkan
pengakuan terhadap items pada balance sheet yang bertemu dengan definisi dari asset
dan liabilities.
Conservatism
Konsep Matching membutuhkan penilaian yang baik dari keputusan dalam
menentukan apakah nilai dari biaya dapat dijalankan untuk masa depan atau pada
periode ini. hal ini sangat penting untuk pemintaan akuntan terhadap bukti objektif
untuk pengakuan dari revenue, tetapi terdapat kekurangan pada diskusi dari bukti
objektif dihubungkan untuk pengakuan ekspense. Satu alasan untuk lebih kurang
kebutuhan untuk bukti objective dalam peengakuan ekspense dibanding dengan
revenue adalah kovensi dari conservatism. konvensi memanggil untuk mencatat dari
ekspense, losses dan liabilities sesegera mungkin walaupun terdapatbukti yang lemah.
Beberapa pendapat yang conservatism didasarkan pada profitability dan
reability criteria yang terekspose dalam framework. syarat yang memungkinkan

berarti keadaan pada masa yang akan datang seperti pengkonfirman dari loss dan
ekspense.
ACCOUNTING FOR EXPENSES Jim Martin
Pada tahun 2000, Public Oversight Board Panel menemukan terdapat tujuh
kesalahan pengungkapan transakasi dan Ekspense merupakan akun yang menempati
peringkat kedua setelah revenue. Sebelum kita melihat kesalahan pencatatan pada
akun ekspense mari kita melihat sifat dari ekspense itu sendiri. Ekspense menurut
Financial Acounting Standard Borad (FASB) didefinisikan sebagai arus keluar dari
penggunaan aset atau liabilities atau keduanya selama sebuah periode dari pengiriman
atau produksi barang, atau menyajikan servis. atau bisa dikatakan bahwa ekspense
adalah bentuk pengorbanan untuk mendapatkan revenue dimana pengorbanan tersebut
tidak mempunyai future benefit. Bentuk pengorbanan ini dapat berupa pengeluaran
kas seperti pembayaran tagihan listrik bulanan atau perjanjaian akan membayar
hutang dari produk yang telah dibeli. Seorang akuntan disini haruslah dapat
menidentifikasi mana pengorbanan yang memiliki future benefit atau yang tidak
seperti pembelian peralatan dimana terdapat dua hal yakni ketika peralatan tersebut
masih mempunyai future benefit seorang akuntan tidaklah harus mencatatnya sebagai
ekspense akan tetapi berbeda pula ketika peralatan tersebut sudah tidak mempunyai
future benefit sehingga akuntan tersebut haruslah mencatatnya sebagai ekspense. pada
beberapa kasus dimana terdapat pengorbanan yang memiliki manfaat untuk
kedepannya sehingga akuntan haruslah membagi porsi dari pengorbanan tersebut dan
kemudian menunda nilai tersebut untuk periode berikutnya.
Tipe Kesalahan dalam Expense
-

Improper deferral of ekspenditures


Kesalahan ini terjadi ketika perusahaan banyak yang tidak mencatat
pengorbanan yang tidak memiliki future benefit sebagai expense. kesalahan
yang sering terjadi yakni pada perhitungan operating expense. operating
ekspense terdiri dari tiga kategori yakni: selling, general and administrative
(G&A) dan research & development (R&D). Pengecualian untuk beberapa
kasus dimana seperti advertising Expense yang mempunyai future benefit
untuk penjualan kepada konsumen. hal ini dapat disikapi yakni dengan melihat
tingkatan dari future benefit yang perusahaan akan terima. terdapat situasi
dimana advertising expense dapat ditunda seperti:

a. ketika advertising terjadi diperuntukan untuk mendapatkan penjualan

kepada konsumen.
b. biaya yang ditimbulkan kita lihat dapat memberikan manfaat.

Berdasarkan SOP 93-7 dimana penundaan advertising cost harus mengikuti


recoverability test.
-

Impairment not recognized


Kesalahan yang terjadi yang berikutnya untuk expense adalah tidak dicatatnya
sebagai expense untuk impairment ketika impairment loss terjadi. hal ini
menimbulkan nilai overstated pada aset tersebut yang ternyata pengorbanan
yang perusahaan ketika membeli aset tersebut dimana pengorbanan tersebut
tidak memiliki future benefit lagi.

Netting and camouflaging expense.


Hal ini terjadi ketika nilai expense salah diklasifikasikan sehingga expense
tidak secara eksplisit tertera dalam pengurang income statement tetapi
langsung atau tidak terlihat dalam income statement dimana langsung
mengurangi gain yang didapat sehingga gain tersebut kecil dengan expense
yang kecil pula.

Improper charges to reserve accounts


Beberapa perusahaan melanggar GAAP dengan mengatur resere yang tidak
perlu untuk melindungi tak diperinci.GAAP melarang sebuah bisnis dari
membentuk reserve account untuk mengeneralkan sesuatu. GAAP juga
mensyaratkan perusahaan untuk secara langsung memperbaiki besaran dari
reserve kedalam pendapatan walaupun itu jelas.

You might also like