Professional Documents
Culture Documents
bapak dengan anak yang bertolak dari prinsip father knows best yang
melahirkan hubungan yang bersifat paternalistik34
Dalam hubungan ini kedudukan dokter dengan pasien tidak sederajat
yaitu kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien karena dokter dianggap
mengetahui tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit dan
penyembuhannya. Sedangkan pasien tidak tahu apa-apa tentang hal itu sehingga
pasien menyerahkan nasibnya sepenuhnya di tangan dokter. Hubungan hukum
timbul bila pasien menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang
dirasakannya
membahayakan
kesehatannya.
Keadaan
psikobiologisnya
memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit, dan dalam hal ini dokterlah yang
dianggapnya mampu menolongnya, dan memberikan bantuan pertolongan. Jadi,
kedudukan dokter dianggap lebih tinggi oleh pasien, dan peranannya lebih
penting daripada pasien.
Sebaliknya, dokter berdasarkan prinsip father knows best dalam
hubungan paternatistik ini akan mengupayakan untuk bertindak sebagai bapak
yang baik, yang secara cermat, hati-hati untuk menyembuhkan pasien. Dalam
mengupayakan kesembuhan pasien ini, dokter dibekali oleh Lafal Sumpah dan
Kode Etik Kedokteran Indonesia.Pola hubungan vertikal yang melahirkan sifat
paternalistik dokter terhadap pasien ini mengandung baik dampak positif
maupun dampak negatif. Dampak positif pola vertikal yang melahirkan konsep
hubungan paternalistik ini sangat membantu pasien, dalam hal pasien awam
terhadap penyakitnya. Sebaliknya dapat juga timbul
34
IbidHal 30-33
aspek
hukum
horisontal
kontraktual
yang
bersifat
Bertens, K. Dokumen Etika dan Hukum Kedokteran. Universitas Atmajaya , Jakarta 2001, Hal.
10
bertindak, orang dewasa yang tidak cakap untuk bertindak, yang memerlukan
persetujuan dari pengampunya, anak yang berada di bawah umur yang
memerlukan persetujuan dari orang tuanya atau walinya.Di Indonesia ada
berbagai peraturan yang menyebutkan batasan usia dewasa diantaranya :
1) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 dikatakan
bahwa belum dewasa ialah mereka yang belum mencapai umur genap
21 tahun dan tidak / belum menikah. Berarti dewasa ialah telah berusia
21 tahun atau telah
menikah walaupun belum berusia 21 tahun, bila perkawinannya pecah
sebelum umur 21 tahun, tidak kembali dan keadaan belum dewasa.
2; Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 47 ayat (1),
menyatakan bahwa anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama
mereka tidak dicabut dari kekuasannya. Ayat (2), menyatakan bahwa orang
tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan
di luar pengadilan. Kemudian pasal 50 ayat (1), menyatakan bahwa anak
yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di
bawah kekuasaan wali. Ayat (2), menyatakan bahwa perwalian ini mengenai
pribadi anak maupun harta bendanya.
3; Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XIV yang disebarluaskan berdasarkan
instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 tentang
Pemeliharaan Anak pasal 98 tercantum :
36
Hasil wawancara dengan dr. Imelda Liana Ritonga, SKp, MPd, MN, beliau merupakan
wakil Direktur Administrasi dan Keuangan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia
Medan
maka
informed
consent
dilakukan
secara
tertulis
dan
dari segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak
diijinkan oleh pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum)
terhadap kemungkinan akibat yang tak terduga dan bersifat negatif.Yang tidak
boleh dilupakan adalah dalam memberikan informasi tidak boleh bersifat
memperdaya, menekan atau menciptakan ketakutan sebab ketiga hal itu akan
membuat persetujuan yang diberikan menjadi cacat hukum. Sudah seharusnya
informasi diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medis tertentu,
sebab hanya ia sendiri yang tahu persis mengenai kondisi pasien dan segala
seluk beluk dari tindakan medis yang akan dilakukan. Memang dapat
didelegasikan kepada dokter lain atau perawat, namun jika terjadi kesalahan
dalam memberikan informasi maka yang harus bertanggung jawab atas
kesalahan itu adalah dokter yang melakukan tindakan medis. Lagi pula dalam
proses mendapatkan persetujuan pasien, tidak menutup kemungkinan terjadi
diskusi sehingga memerlukan pemahaman yang memadai dari pihak yang
memberikan informasi.
Ada sebagian dokter menganggap bahwa informed consent merupakan
sarana yang dapat membebaskan mereka dari tanggung jawab hukum jika
terjadi malpraktek. Anggapan seperti ini keliru besar dan menyesatkan
mengingat malpraktek adalah masalah lain yang erat kaitannya dengan
pelaksanaan pelayanan medis yang tidak sesuai dengan standar. Meskipun
sudah mengantongi informed consent tetapi jika pelaksanaannya tidak sesuai
standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi.
Dari sudut hukum pidana informed consent harus dipenuhi hal ini
pasien yang belum dewasa atau yang ditaruh di bawah pengampuan agar
diberikan kepada orang tua, curator atau walinya.
Pada prinsipnya, persyaratan untuk memperoleh informed consent dalam
tindakan medis tertentu tidak dibedakan dengan Informed consent yang
diperlukan dalam suatu eksperimen. Hanya saja, dalam eksperimen suatu
penelitian baik yang bersifat terapeutik maupun non-terapeutik yang
menggunakan pasien sebagai naracoba, maka informed consent harus lebih
dipertajam, sebab menyangkut perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, pencegahan terjadinya paksaan dan kesesatan serta penyalahgunaan
keadaan.
B. Hak Dan Kewajiban Rumah Sakit Dan Pasien
Dalam kehidupan sehari-hari pelayanan kesehatan dapat terbagi 2 kategori yaitu:
1; Pelayanan perseorangan,yaitu pelayanan yang di lakukan oleh
instansi swastamisalnya klinik swasta,rmah sakit swasta dokter
praktek swasta.
2; Pelayanan masyarakat,yaitu upaya yang dilakukan oleh pihak
pemerintah melalui departemen kesehatan.39
keperawatan
5; Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
39
6; Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
7; Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di
rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya,
sepengetahuan dokter yang merawat.
8; Pasien berhak atas "privacy" dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
9; Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :penyakit yang diderita
tindakan medik apa yang hendak dilakukan kemungkinan penyakit sebagai
akibat tindakan tsb sebut dan tindakan untuk mengatasinyaalternatif terapi
lainnya prognosanva, perkiraan biaya pengobatan.
10; Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
11; Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya
dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
12; Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13; Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14; Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
Hasil wawancara dengan dr. Imelda Liana Ritonga, SKp, MPd, MN, beliau merupakan
wakil Direktur Administrasi dan Keuangan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia
Medan
2;
3;
41
Hasil wawancara dengan dr. Imelda Liana Ritonga, SKp, MPd, MN, beliau merupakan
wakil Direktur Administrasi dan Keuangan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia
Medan 4 2 Amelyn F. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Grafikatama jaya,Jakarta ,1991,
Hal. 43
wajib
senantiasa
memberikan
wajib
belajar,
pelayanan
yang
meningkatkan
berkualitas,
pengetahuannya,
yang
menyimpang
dari
standar
profesi
atau
keyakinannya).
3; Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, profesi dan
etika.
4; Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien
tidak
diakibatkan
oleh
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan.
11; Hak untuk memilih barang dan/atau jasa (pasal 4 ayat b) : dalam keadaan
darurat untuk keselamatan pasien, dokter dapat memberikan jasa pelayanan
kesehatan, meskipun tidak dipilih oleh pasien.
12; Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur (pasal 4 ayat c) : dalam
keadaan tertentu untuk kepentingan pasien, dokter dapat menahan sebagian
atau keseluruhan informasi tersebut.
13; Dokter dapat menolak pasien yang tidak dalam keadaan gawat darurat yang
datang diluar jam bicara.
C.Tanggung Jawab Hukum Dokter / Rumah SakitTerhadap Pasien
1.Tanggung Jawab Dokter
a. Tanggung Jawab Etis
Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah
Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter.Kode etik adalah
pedoman perilaku.Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 / Men.Kes/SK/X/1983.Kode Etik
Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan International Code
of Medical Ethics dengan landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil
Samil, Ratna Suprapti. Etika Kedokteran Indonesia. FK UI, Jakarta 1994, Hal. 35
pendidikan
yang
sesuai
dengan
bidang
keahlian
yang
pendidikan rendah, karena telah diberi informasi tetapi dia tidak bisa
menangkap dengan baik.
3) Peralatan perawatan
Perlunya dipergunakan pemeriksaan dengan menggunakan peralatan
perawatan, apabila dari hasil pemeriksaan luar kurang didapatkan hasil yang
akurat sehingga diperlukan pemeriksaan menggunakan bantuan alat. Namun
dari jawaban responden bahwa tidak semua pasien bersedia untuk diperiksa
dengan menggunakan alat bantu (alat kedokteran canggih), hal ini terkait erat
dengan biaya yang harus dikeluarkan bagi pasien golongan ekonomi lemah.
pasien untuk mengobatinya. Dalam hal ini pasien akan membayar sejumlah
honorarium.
Sedangkan
dokter
sebenarnya
harus
melakukan
prestasi
perikatan
antara
dokter
dan
pasien
adalah
bersifat
inspaningsverbintenis.
b). Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena Perbuatan Melanggar
Hukum (onrechtmatige daad)
Tanggung
jawab
karena
kesalahan
merupakan
bentuk
klasik
1365, 1366, 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebagai berikut
(1). Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata
Pasien dapat menggugat seorang dokter oleh karena dokter tersebut telah
melakukan perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang diatur di dalam Pasal
1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa : Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian
tersebut.Undang-undang sama sekali tidak memberikan batasan tentang
perbuatan melawan hukum, yang harus ditafsirkan oleh peradilan. Semula
dimaksudkan segala sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang, jadi
suatu perbuatan melawan undang-undang. Akan tetapi sejak tahun 1919
yurisprudensi tetap telah memberikan pengertian yaitu setiap tindakan atau
kelalaian baik yang : (1) Melanggar hak orang lain (2) Bertentangan dengan
kewajiban hukum diri sendiri (3) Menyalahi pandangan etis yang umumnya
dianut (adat istiadat yang baik) (4) Tidak sesuai dengan kepatuhan dan
kecermatan sebagai persyaratan tentang diri dan benda orang seorang dalam
pergaulan hidup. Seorang dokter dapat dinyatakan melakukan kesalahan.Untuk
menentukan seorang pelaku perbuatan melanggar hukum harus membayar ganti
rugi, harus lah terdapat hubungan erat antara kesalahan dan kerugian yang
ditimbulkan.
(2). Berdasarkan Pasal 1366 KUHPerdata
Seorang dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar
hukum seperti tersebut di atas, dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga
menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal
1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang bunyinya sebagai berikut :
Setiap orang bertanggung
jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hatihatinya.
(3). Berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata
Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian
yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang
ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya.
(Pasal 1367 KUHPerdata).
Dengan demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 BW
mengatur mengenai pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau
yang memerintahkan sesuatu pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pada
pihak lain tersebut. Nuboer Arrest ini merupakan contoh yang tepat dalam hal
melakukan tindakan medis dalam suatu ikatan tim. Namun dari Arrest tersebut
hendaknya dapat dipetik beberapa pengertian untuk dapat mengikuti
permasalahannya lebih jauh.Apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1367
BW, maka terlebih dahulu perlu diadakan identifikasi mengenai sampai
seberapa jauh tanggung jawab perdata dari para dokter pembantu Prof. Nuboer
tersebut.Pertama-tama diketahui siapakah yang dimaksudkan dengan bawahan.
Adapun yang dimaksudkan dengan bawahan dalam arti yang dimaksud oleh Pasal
1367 BW adalah pihak-pihak yang tidak dapat bertindak secara mandiri dalam
hubungan dengan atasannya, karena memerlukan pengawasan atau petunjukpetunjuk lebih lanjut secara tertentu.Sehubungan dengan hal itu seorang dokter
harus bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh bawahannya yaitu
para perawat, bidan dan sebagainya. Kesalahan seorang perawat karena
menjalankan perintah dokter adalah tanggung jawab dokter.
2). Tanggung Jawab Hukum Dokter Dalam Bidang Hukum Pidana
Tanggung jawab pidana di sini timbul bila pertama-tama dapat
dibuktikan adanya kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa
atau kesalahan dalam cara-cara pengobatan atau perawatan.Dari segi hukum,
kesalahan / kelalaian akan selalu berkait dengan sifat melawan hukumnya suatu
perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab apabila dapat menginsafi
makna yang senyatanya dari perbuatannya, dapat menginsafi perbuatannya itu
tidak dipandang patut dalam pergaulan masyarakat dan mampu untuk
menentukan niat / kehendaknya dalam melakukan perbuatan tersebut.
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai criminal malpractice
apabila memenuhi rumusan delik pidana yaitu : Perbuatan tersebut harus
merupakan perbuatan tercela dan dilakukan sikap batin yang salah yaitu berupa
kesengajaan, kecerobohan atau kelapaan. Kesalahan atau kelalaian tenaga
kesehatan dapat terjadi di bidang hukum pidana, diatur antara lain dalam : Pasal
263, 267, 294 ayat (2), 299,
304, 322, 344, 347, 348, 349, 351, 359, 360, 361, 531 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.47 Ada perbedaan penting antara tindak pidana biasa dengan
akibatnya,
sedangkan
pada
tindak
pidana
medis
adalah
pelanggaran
administrative
malpractice
jika
dokter
Sunarto Ady Wibowo, Pertanggung Jawaban Rumah Sakit Dalam Kontrak Terapeutik,
(Tesis, Fakultas Hukum, USU, Medan, 2005) Hal. 63
4 9 Ns. Taadi, Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, EGC Jakarta, 2009,
Hal. 11 -31
D.
terjadi akibat :
1;
2;
3;
Kesepakatan bersama
4;
Penarikan dokter secara resmi.
Pasien dapat secara sepihak mengakhiri hubungan dengan alasan apapun
dan kapan pun. Pengakhiran ini dapat dinyatakan secara langsung atau tidak
langsung oleh sikap pasien. Meskipun ditolak, dokter memiliki kewajiban untuk
mengingatkan pasien akan resiko bila menghentikan pengobatan. Seorang
dokter yang berhati-hati akan secara cermat mendokumentasikan dasar-dasar
dan hal-hal yang berhubungan dengan penolakan pasien untuk melindungi
dirinya bila ada klaim dari pasien. Hubungan dokter-pasien dapat berakhir bila
perawatan pasien telah secara tepat dan lengkap diserahkan kepada dokter
lainnya sehingga jasa dari dokter yang menyerahkan pasien tidak lagi
diperlukan dan kewajibannya untuk merawat pasien berakhir.
Sekali pelayanan diakhiri, umumnya dokter tidak memiliki kewajiban
untuk menyediakan pelayanan lanjutan atau membuat hubungan dokter-pasien
lagi. Meskipun demikian beberapa keputusan pengadilan telah memerintahkan
tanggung jawab tersebut dengan alasan bahwa dokter berada pada posisi yang
lebih baik dari pasien dalam hal mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
Jika selama perawatan dokter menyimpulkan bahwa ia tidak memiliki
pengetahuan atau ketrampilan yang kompeten untuk mengobati pasien atau
untuk alasan lain dan beranggapan bahwa pasien akan lebih baik bila ditangani
oleh dokter lain atau pada fasilitas lain, maka pasien harus diinformasikan.
Untuk praktisnya, pasien dengan mudahnya menyetujui keputusan dokternya
Hasil wawancara dengan dr. Imelda Liana Ritonga, SKp, MPd, MN, beliau merupakan
wakil Direktur Administrasi dan Keuangan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia
Medan
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ANTARA RUMAH SAKIT
UMUM IMELDA MEDAN DENGAN PASIEN OPERASI BEDAH CAESAR
A. Pengertian Sengketa Konsumen
Undang-undang nomor tahun 1999 tentang pelindungan konsumen tidak
memberikan
batasan
apakah
yang
dimaksud
dengan
sengketa
kebijakan
yang
baik
dalam
upaya
memberdayakan
pendukung
pengaduna
berupa
kwitansi,
faktur
Petugas
membuat
matrix
penyelesaian
pengaduan
konsumen
dilakukan paling lama tujuh hari kerja terhitung sejak konsumen menandatangi
lembar pengaduan konsumen.
Setelah tahapan ini dipenuhi oleh para pihak yang bersengkata, tahap
berikutnya adalah tahap mediasi. Pada tahap mediasi terdapat beberapa
ketentuanketentuan yang diatur sebagai berikut:Mediasi dipimpin oleh aparat
dinas yang berperan sebagai mediator dan dibantu oleh notulis Mediator
menyampaikan tata tertib mediasi yang perlu menjadi perhatian dan dipatuhi
para pihak selama berlangsungnya mediasi Mediator menyampaikan prinsipprinsip penanganan dalam rangka penyelesaikan sengketa konsumen kepada
para pihak. Mediator menyampaikan hak dan kewajiban para pihak
sebagaimana diatur dalam UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen.Mediator memberikan kesempatan yang seimbang kepada konsumen
dan pelaku usaha secara bergantian untuk menyampaikan masalahnya dan
tahap ini, hal terjadi adalah para pihak sepakat hasil mediasi, para pihak tidak
sepakat hasil mediasi.
b. Penyelesaikan Sengketa Konsumen Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu bentuk proses penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Dimana pada prosesnya dilibatkan para pihak lain di luar pihak
yang sedang bersengketa, diana pihak lain tersebut bertindak sebagai fasiliator
yang bersikap pasif. Dalam hal ini yang bertindak sebagai fasiliator adalah
majelis yang telah disetujui oleh BPSK.54 Tujuannya adalah agar dapat dengan
mudah tercapai kata sepakat atas permasalahan yang sedang terjadi.
Sama halnya dengan penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi,
konsiliasi juga memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui oleh para pihak
yaitu sebagai berikut:
1;
2;
3;
Dalamm jangka waktu paling lambat tiga hari, ketua BPSK akan
memanggil pelaku usaha secara tertulis dengan melampirkan
salinan pengaduan.
desember 2013
mengenai
perundang-undangan
peraturan-peraturan
yang
berkaitan
dan
dengan
ketentuan
perlindungan
konsumen.
7; Pelaku usaha harus dapat mengajukan alat-alat bukti untuk
memperkuat argumen masing-masing. Alat-alat bukti tersebut dapat
berupa barang, keterangan dari para pihak, keterangan saksi atau
saksi ahli, surat maupun dokumen lain yang berhubungan dengan
sengketa.
8; Proses persidangan diserahkan sepenuhnya kepada para pihak yang
bersengketa sehingga para pihaklah yang menentukan bentuk
maupun jumlah dari ganti rugi. Apabila tercapai kesepakatan
diantara para pihak, maka majelis akan membuat keputusab
selambat-lambatnya dua puluh satu hari sejak permohonan diterima.
peran dari majelis yang menangani sengketa tersebut. Pada konsiliasi, majelis
yang menangani perkara bersifat pasif, dalam arti tidak dapat memberikan
keputusan kepada para pihak, sedangkan pada arbitrase, putusan terhadap
sengketa dilakukan oleh majelis yang menangani sengketa tersebut.
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Umum
Setiap perkara perdata yang masuk kedalam pengadilan,maka sebelum
proses pembacaan gugagatan dilakukan maa hakim terlebih dahulu memerintah
kan kepada pihak yang bersengketa untuk melakukan mediasi dengan jangka
waktu 40 hari. Apabila proses mediasi gagal maka dilanjutkan dengan
pembacaan gugatan.
Pasal 45 aya 2 UUPK menyatakan bahwa setiap konsumen yang
dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum, mengacu kepada
ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 45 diatas.
Adapun yang berhaj melakukan ugatan terhadap pelanggaran yang
dilakukan pelaku usaha di atur dalam Pasal 46 ayat 1 UUPK, yaitu:
a;
bersangkutan
b;
c;
d;
memungknkan apabila:
a) Para pihak belum memilih upya penyelesaian sengketa konsumen
diluar pengadilan, atau
b) Upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, dinyatkan tidak
berhasil oleh slah satu pihak tau oleh para pihak yang bersengketa55
Penyelesaian sengketa konsumen dengan menggunakan hukum acara
baik secara perdata, pidana maupun hukum administrasi Negara, membawa
keuntungan dan kerugian bagi konsumen dalam proses perkaranya. Antara lain
tentang beban pembutian dan biaya pada pihak yang menggugat. Keadaan ini
sebenarnya lebih banyak membawa kesulitan bagi konsumen jika berperkara di
peradilan umum.
Usaha usaha penyelsaian sengketa onsumen secra cepat terhadap
gugatan atau tuntuta ganti kerugian oleh konsumen terhadap pelaku usaha telah
diatur dalam UUPK yang memberikan kemngkinan setiap konsumen untuk
mengajukan penyelesaian sengketanya diluar pengadilan, yaitu melalui BPSK,
yang dlam Undang undang putusannya dinyatakan final dan mengikat,
sehingga tidak dikenal lagi upaya hukum banding dan kasasi dalam BPSK
tersebut (pasal 54 ayat 3 UUPK)
Namun ketentuan yang menyatakan bahwa putusan BPSK adalah
bersifat final dan mengikat ternyata bertentangan dengan yang diatur dalam
pasal 56 ayat 2 UUPK yang memberikan kesempatan pada para pihak yang
bersengketa di BPSK untuk mengajukan keberatan atas putusan BPSK yang
telah di terima kepada Pengadilan Negri paling lambat 14 hari kerja setelah
desember 2013
C.
56
desember 2013
ada
atau
tidak
adanya
kerugian
di
pihak
konsumen;
57
Hal
tersebut
dikarenakan
proses
pengobatan
tidak
hanyadilakukan oleh seorang dokter saja tapi juga oleh para medik selaindokter
seperti perawat atau petugas kesehatan. Jika telah diketahuimengenai
bagaimana hasil penyelidikan akan diambil keputusan. sesuai dengan standart
profesi medisyang tertuang dalam kode etikkedokteran yaitu Surat keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 80/DPK/I/K/1 969 disempurnakan
57
Data yang tertera pada profil Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan
sesuai
peraturanperundangan.
58
prosedur
baku
yang
telah
diatur
dalam
Hasil wawancara dengan dr. Imelda Liana Ritonga, SKp, MPd, MN, beliau merupakan
wakil Direktur Administrasi dan Keuangan pada Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia
Medan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan,
Rumah
Sakit
sebagai
lembaga
kesehatan
juga
lebih