You are on page 1of 23

PENINGKATAN MINAT BELAJAR SISWA MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN KARTU


SOAL PADA MATERI SIFAT KOLIGATIF LARUTAN KELAS XII IPA-6
SMA NEGERI 11 SURABAYA

LAPORAN REFLEKSI DAN PERBAIKAN

Oleh:
Nur Qomariyah
12030194040

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
S PENDIDIKAN KIMIA
2015

DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian........................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
LANDASAN TEORI...............................................................................................6
A. Landasan Teori..............................................................................................6
1.

Pengertian Belajar.....................................................................................6

2.

Pembelajaran.............................................................................................8

3.

Pembelajaran Konstruktivisme..................................................................9

4.

Pembelajaran Aktif..................................................................................10

5.

Pembelajaran Aktif dengan Metode Examples Non Examples...............12

6.

Definisi Hasil Belajar..............................................................................13

7.

Materi Kemaharajaan VOC.....................................................................20

B. Penelitian yang Relevan..............................................................................20


C. Kerangka Berpikir.......................................................................................21
D. Hipotesis Tindakan......................................................................................22
BAB III..................................................................................................................23
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................23
A. Setting Penelitian........................................................................................23
B. Subjek Penelitian.........................................................................................23
Daftar Pustaka........................................................................................................26
Lampiran................................................................................................................27

A. Latar Belakang Masalah


Tujuan pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


keterampilan

yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, selanjutnya dijelaskan


dalam permendikbud no.65 Tahun 2013 tentang Standar proses pendidikan
dasar dan menengah yang menjelaskan bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk

berpartisipasi aktif, serta

memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian


sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa
(Kemendikbud, 2013).
Berdasarkan Permendikbud no.65 Tahun 2013 dan kurikulum 2013, guru
harus mampu memberikan inovasi dalam proses pembelajaran agar siswa
dapat lebih tertarik dalam mempelajari materi yang diajarkan. Hal ini
dimaksudkan agar siswa dapat berkembang dan memiliki kemampuan
sebagaimana tujuan kurikulum 2013 yaitu mempersiapkan manusia indonesia
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif dan efektif serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.
Berdasarkan tujuan kurikulum 2013 tersebut, guru harus mampu memberikan
metode maupun media yang efektif dan inovatif agar siswa lebih termotivasi
untuk belajar (Kemendikbud, 2013).
Ilmu

pengetahuan

yang

menuntut

siswa

terlibat

aktif

dalam

pembelajaran, salah satunya adalah kimia. Kimia merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tiga aspek yang saling terkait satu dengan yang lain,
yaitu asepek makroskopis, sub-mikroskopis dan simbolik (Johnstone dalam
Chittelborough, 2007). Aspek makroskopik merupakan fenomena nyata dan
dapat diobservasi (dilihat, dirasakan, dicium) misalnya fenomena nyata yang

dialami

siswa

dalam

kehidupan

sehari-hari,

aspek

sub-mikroskopik

merupakan kajian konseptual untuk menjelaskan fenomena yang kasat mata,


misalnya atom, molekul, ion dan struktur. Aspek simbolik merupakan ekspresi
visualisasi, matematis atau model verbal dari aspek makroskopis dan submikroskopis, misalnya: notasi, persamaan kimia, rumus senyawa dan
perhitungan.
Salah satu bahasan kimia yang mengandung ketiga aspek tersebut adalah
sifat koligatif larutan yang merupakan salah satu materi kimia SMA kelas XII
semester ganjil. Sifat koligatif larutan merupakan materi yang membutuhkan
partisipasi aktif siswa dalam mempelajarinya, namun dalam praktiknya siswa
kurang termotivasi dalam mempelajari materi tersebut. Siswa cenderung
malas karena materi sifat koligatif larutan terlalu banyak hafalan rumus dan
konsep. Selain itu, guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran atau dapat dikatakan sebagian besar proses pembelajaran masih
bersifat teacher centered, akibatnya siswa merasa jenuh dan bosan, misalnya
pada kelas XII IPA 6 yang kurang termotivasi dalam mengikuti proses
pembelajaran kimia materi sifat koligatif larutan, dimana siswa pada kelas
tersebut cenderung ramai dan kurang memperhatikan penjelasan guru,
akibatnya masih banyak siswa yang memiliki rata-rata di bawah standar.
Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan adanya perbaikan proses
pembelajaran pada siswa kelas XII IPA 6 yang bertujuan meningkatkan
motivasi dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran
adalah model pembelajaran kooperatif. Sebagaimana menurut Nur (2011)
model pembelajaran kooperatif dapat memotivasi siswa, memanfaatkan
seluruh energi sosial siswa dan saling mengambil tanggung jawab. Model
pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk mengajarkan perhitungan dan konsep sains adalah Student Teams Achievement Divisions (STAD).
STAD merupakan metode pembelajaran yang digunakan untuk memotivasi
siswa saling memberi semangat dan membantu dalam menuntaskan
keterampilan-keterampilan yang dipresentasikan guru (Nur: 2011). Melalui

metode ini, siswa akan terlibat aktif dalam pembelajaran, baik antar sesama
siswa maupun siswa dengan guru. Selain menggunakan metode, salah satu
cara meningkatkan motivasi siswa untuk belajar sehingga meningkatkan hasil
belajarnya yaitu media permainan. Meier (2002) menyatakan bahwa jika
permainan dapat dimanfaatkan secara tepat dapat menghilangkan rasa stres
dalam lingkungan belajar, menggugah dan meningkatkan semangat siswa
untuk terlibat secara penuh dalam proses pembelajaran. Salah satu media
permainan yang dapat digunakan adalah kartu soal. Kartu soal merupakan
kartu yang berisi soal-soal yang harus dijawab oleh siswa. Melalui kartu soal,
siswa dilatih untuk mengerjakan latihan-latihan soal sambil berdiskusi dengan
kelompoknya sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang materi
yang disajikan oleh guru (Qurniawati, 2013).
Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti bermaksud melakukan
penelitian tindakan kelas yang berjudul Peningkatan Minat dan Hasil Belajar
Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Kartu
Soal Pada Materi Sifat Koligatif Larutan Kelas XII IPA-6 SMA Negeri 11
Surabaya
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, masalah yang akan diselesaikan dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan
kartu soal pada materi sifat koligatif larutan dapat meningkatkan minat
belajar siswa Kelas XII IPA-6 di SMA Negeri 11 Surabaya?
C. Pemecahan Masalah
A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas
praktis yang dapat digunakan oleh guru setiap hari untuk membantu siswa
mempelajari setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan
dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks (Nur, 2011). Model
pembelajaran kooperatif dapat memotivasi siswa, memanfaatkan seluruh
energi sosial siswa, saling mengambil tanggung jawab. Hal ini

dikarenakan dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam


kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lain.
Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa dengan hasil belajar
tinggi, rata-rata dan rendah; laki-laki dan perempuan; siswa dengan latar
belakang suku berbeda. Kelompok yang beranggota heterogen ini tinggal
bersama selama beberapa minggu sampai dapat belajar bekerja sama
dengan baik sebagai sebuah tim (Nur:2011).
Menurut Arends (2012), model

pembelajaran

kooperatif

membutuhkan kerja sama siswa dan saling ketergantungan dalam


menyelesaikan

tugas kelompok, mencapai tujuan kelompok dan

menerima penghargaan. Sikap saling ketergantungan dalam metode ini


merupakan ketergantungan yang bernilai positif yang akan memunculkan
sikap tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan
interpersonal dari anggota kelompok. Setiap individu akan saling
membantu, saling memotivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga
setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi demi keberhasilan kelompok (Sanjaya: 2014).
Menurut Arends (2012), Model pembelejaran kooperatif memiliki
beberapa karakteristik yang berbeda dibandingkan model pembelajaran
yang lain yaitu:
- Siswa bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
- Tim dibentuk dari siswa berkemampuan tinggi, rata-rata dan rendah.
- Jika ada, dalam kelompok terdiri dari ras, budaya dan jenis kelamin
-

yang berbeda.
Sistem penghargaan yang berorientasi kelompok.
Model pembelajaran kelompok dikembangkan untuk mencapai

sedikitnya tiga tujuan penting, yaitu prestasi akademik, sikap toleransi dan
menerima perbedaan dan meningkatkan keterampilan sosial (Arends,
2012). Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai tujuan sosial,
model pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa pada saat diberikan tugas akademik yang penting. Menurut Slavin
(1996), pembentukan kelompok dalam model pembelajaran kooperatif
dapat mengubah norma budaya anak muda sehingga model pembelajaran
kooperatif lebih mudah diterima dalam pemberian tugas akademik. tujuan
kedua model pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan toleransi dan

penerimaan terhadap orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial,


maupun kemampuan. Model Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki latar belakang dan kondisi yang
berbeda untuk bekerja sama menyelesaikan yang sama dan melalui
pemberian penghargaan siswa diharapkan dapat belajar untuk saling
menghargai satu sama lain(Arends, 2012). Tujuan yang ketiga dari model
pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan siswa tentang keterampilan
bekerja sama dan berkolaborasi.
Prosedur pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya (2014) pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
a. Penjelasan Materi
Tahap ini merupakan proses penyampaian pokok-pokok materi
pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan tahap ini
adalah siswa dapat memahami pokok materi pelajaran.
b. Belajar dalam Kelompok
Pada tahap ini siswa diminta untuk belajar dalam kelompoknya
masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Kelompok yang
dibentuk bersifat heterogen.
c. Penilaian
Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes atau kuis
(permainan). Tes atau kuis dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok. Tes individual digunakan untuk memberikan informasi
kemampuan setiap siswa dan tes kelompok dapat memberikan
informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah
penggabungan nilai individu dan kelompok dibagi dua.
d. Pengakuan tim
Pengakuan tim merupakan penetapan tim yang dianggap paling
menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan
penghargaan atau hadiah. Pemberian penghargaan diharapkan dapat
memotivasi siswa untuk terus berprestasi.
Model pembelajaran kooperatif memiliki sintaks-sintaks tertentu
yang membedakannya dari model pembelajaran lainnya. Sintaks model
pembelajaran kooperatif ditunjukkan pada tabel 1 (Arends: 2012).
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Fase 1: Menyampaikan

Guru

Tingkah Laku Guru


menyampaikan
semua

tujuan

tujuan dan mengatur set

pembelajaran yang akan dicapai selama


proses pembelajaran dan menyiapkan siswa

Fase 2: Menyampaikan

untuk belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa

informasi
Fase 3:

secara langsung atau melalui tulisan.


Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

Mengorganisasikan siswa cara membentuk kelompok belajar.


ke dalam kelompok
belajar
Fase 4: Membimbing

Guru

kelompok bekerja dan

belajar pada saat siswa mengerjakan tugas

belajar
Fase 5: Evaluasi

kelompok.
Guru menilai

membimbing

kelompok-kelompok

pengetahuan

siswa

dan

kelompok tentang materi pembelajaran atau


setiap kelompok mempresentasikan hasil
Fase 6: Memberikan

pekerjaan kelompokknya
Guru menghargai upaya maupun hasil

penghargaan

belajar individu dan kelompok.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah Student Teams
Achievement Divisions (STAD). Dalam STAD siswa dikelompokkan
dalam tim-tim dengan anggota yang heterogen (Nur: 2011). Ide utama
STAD adalah memotivasi siswa saling memberi semangat dan membantu
dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang dipresentasikan
guru. Menurut Nur (2011), STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu
presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individual dan
penghargaan tim.
a. Presentasi kelas
Bahan ajar dalam STAD mula-mula diperkenalkan melalui
presentasi kelas. Presentasi umumnya menggunakan pengajaran
langsung atau suatu ceramah diskusi yang dilakukan oleh guru, namun
presentasi dapat meliputi presentasi audio-visual atau kegiatan
penemuan kelompok. Pada kegiatan ini siswa bekerja lebih dulu untuk

menemukan informasi atau mempelajari konsep-konsep atas upaya


mereka sendiri sebelum pengajaran guru.
b. Kerja tim
Tim tersusun dari empat atau lima siswa yang mewakili
heteroginitas kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, dan suku.
Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil
menghadapi kuis. Setelah guru mempresentasikan bahan ajar, tim
tersebut berkumpul untuk mempelajari LKS atau bahan lain. Ketika
siswa mendiskusikan masalah bersama dan membandingkan jawaban,
kerja tim yang paling sering dilakukan adalah membetulkan setiap
kekeliruan atau miskonsepsi apabila teman sesama tim membuat
kesalahan.
c. Kuis
Setelah satu sampai dua periode presentasi guru dan satu sampai
dua periode latihan tim, siswa diberikan kuis individual. Siswa tidak
dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini
menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab untuk
memahami bahan ajar tersebut.
d. Skor perbaikan individu
Setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum kepada timnya
dalam sistem penskoran, namun tidak seorang siswapun dapat
melakukan seperti itu tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja masa
lau. Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar, yang dihitung dari kinerja
rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa
memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada berapa banyak skor
kuis mereka melampaui skor dasar mereka
e. Penghargaan tim
Tim dapat memperoleh sertifikat atau penghargaan lain apabila skor
rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu.
3. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif
a. Teori Belajar Konstruktivisme Piaget
Menurut Jean Piaget (dalam Nur, 1998), seorang anak maju melalui
empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu
tahap sensorimotor, pra-operasional, operasi konkrit dan operasi formal.

Menurut Piaget, seluruh anak berkembang melalui tahap-tahap tersebut


dan tidak ada seorang anak pun yang dapat melompati suatu tahap,
meskipun anak-anak yang berbeda melalui tahap-tahap tersebut dengan
kecepatan yang berbeda-beda (de Ribaupierre & Rieben dalam Nur,
1998).
Teori Piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak
bermakna membangun kognitifnya atau konsep jejaring untuk
memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan di
sekelilingnya (Suyono dan Hariyanto, 2011). Piaget meyakini bahwa
pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perkembangan. Adaptasi

lingkungan,

dilakukan

melalui

proses

asimilasi dan akomodasi. Menurut Piaget (dalam Nur, 1998) asimilasi


adalah

penginterpretasian

pengalaman-pengalaman

baru

dalam

hubungannya dengan skema-skema yang ada, sedangkan akomodasi


adalah pemodifikasian skema-skema yang ada untuk mencocokkan
dengan situasi-situasi yang baru. Skema adalah pola perilaku atau
berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam menangani
objek-objek di dunia (Nur, 1998). Pada proses ini, guru berperan
sebagai fasilitator, guru seharusnya menciptakan suatu keadaan atau
lingkungan belajar yang memadai agar siswa dapat menemukan
pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat dan
media (Trianto, 2012).
b. Teori Konstruktivis sosial Vygostky
Menurut Vigotsky, pembelajaran tejadi jika melibatkan perolehan
isyarat dari orang lain dan belajar terjadi pada saat anak-anak sedang
bekerja di dalam zona perkembangan terdekat mereka (zone of
proximal development). Zone of proximal development adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini
(Nur, 1998). Tugas-tugas di dalam zona perkembangan terdekat adalah
tugas-tugas yang seorang anak tidak dapat melakukannya sendiri namun
dapat melakukannya dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa
yang lebih kompeten. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat
perkembangan sesungguhnya anak berusaha memecahkan masalah

dengan benar jika mendapat bimbingan orang dewasa atau teman


sebaya (Sari, 2014). Upaya pemberian bantuan oleh teman sebaya atau
orang dewasa yang lebih kompeten, yang dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, memerinci masalah ke dalam langkah-langkah,
pemberian contoh atau tindakan yang lain yang memungkinkan siswa
tumbuh mandiri sebagai pebelajar disebut scaffolding (Nur, 1998).
c. Teori Belajar Penemuan Bruner
Menurut Bruner (dalam Dahar, 2011), belajar penemuan
merupakan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Melalui usaha
mandiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kebaikan, (1) pengetahuan bertahan lama atau lebih mudah
diingat, (2) hasil belajar penemuan memiliki efek transfer yang lebih
baik, (3) belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus, belajar
penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan
memecahkan

masalah

tanpa

pertolongan

orang

lain.

Belajar

pengetahuan dapat membangkitkan keingintahuan siswa dan memberi


motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban.
4. Media Permainan Kartu soal
Media adalah segala sesuatu

yang

dapat

digunakan

untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang


fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian
rupa sehingga proses belajar terjadi (sadiman, 2006). Media pembelajaran
merupakan salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan
sehingga membantu mengatsi hal tersebut. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Salah satu media permainan yang dapat digunakan adalah permainan
kartu yang merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang

dapat mengasah kognitif anak (Perwitasari dan Sulistyasari, 2009).


Menurut Sarno (dalam Perwitasari, 2009) melalui permainan kartu, siswa
dapat mempelajari hal-hal berikut ini:
a. Mengenal konsep
b. Mengasah kemampuan bersosialisasi
c. Belajar untuk mengikuti aturan main yang telah ditetapkan
d. Melatih anak untuk bersikap sportif
e. Dapat mengasah kemampuan kognitif siswa
5. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh
jumlah partikel zat terlarut di dalam larutan dan tidak dipengaruhi oleh
sifat dari zat terlarut. Larutan merupakan campuran homogen antara dua
atau lebih zat. Adanya interaksi antara zat terlarut dan pelarut mampu
berakibat terjadinya perubahan sifat fisis dari komponen-komponen
penyusun larutan tersebut. Jumlah komponen zat terlarut dalam larutan
disebut konsentrasi. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam bentuk:
a. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
Molaritas didefinisikan dalam persamaan berikut ini:
M=

n
V

Dengan:

atau dapat dituliskan


M

M=

gr
Mr V

= molaritas (M)

n = jumlah mol zat terlarut (mol)


V = volum larutan (L)
gr

= massa zat terlarut (gram)

Mr = massa molekul relatif zat terlarut

( gram
mol )

b. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg pelarut.
Molaritas didefinisikan dalam persamaan berikut ini:

n
p

M=

atau dapat dituliskan

M=

gr
Mr p

Dengan:
M

= molaritas (M)

n = jumlah mol zat terlarut (mol)


p = massa pelarut (kg)
gr

= massa zat terlarut (gram)

Mr = massa molekul relatif zat terlarut

( gram
mol )

c. Fraksi mol ( X )
Fraksi mol ( X ) menyatakan perbandingan jumlah mol zat
terlarut atau pelarut terhadap jumlah mol larutan. Jika jumlah mol zat
pelarut

np

, dan jumlah mol zat terlarut adalah

nt

, maka fraksi

mol pelarut dan zat terlarut didefinisikan dalam persamaan berikut ini:
X p=

np
n p + nt

dan

Xt=

nt
n p +nt

Jumlah fraksi mol pelarut dan zat terlarut adalah 1.


X p + X t=1
d. Persen berat
Konsentrasi digambarkan dalam persen perbandingan antara
sejumlah zat terlarut terhadap larutan. Persen berat biasa digunakan
dalam larutan dimana zat padat terlarut dalam zat cair.

Persen
berat=

berat

dapat

dilambangkan

berdasarkan

persamaan:

gr zat terlarut
100
gr larutan

Sifat koligatif larutan ada 4 macam, yaitu:


1) Penurunan Tekanan Uap Larutan
Penguapan adalah gejala yang terjadi pada molekul-molekul zat
cair yang meninggalkan permukaan cairan membentuk fasa gas.
Dalam suatu larutan, partikel-partikel zat terlarut menghalangi gerak
molekul pelarut untuk berubah dari bentuk cair menjadi bentuk uap
sehingga tekanan uap jenuh larutan lebih rendah dari tekanan uap
jenuh larutan murni. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan
Marie Francois Raoult (1878) didapatkan bahwa banyaknya
penurunan tekanan uap ( P) terbukti sama dengan hasil kali
fraksi mol zat terlarut (

Xt

) dan tekanan uap pelarut murni (P 0),

dapat dituliskan dalam persamaan:

P= X t P

Keterangan :
P0 = tekanan uap zat cair murni
P = tekanan uap larutan
2) Kenaikan Titik Didih
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair
mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan
udara di sekitarnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di
seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1
atmosfer. Dari hasil penelitian, ternyata titik didih larutan selalu
lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya Hal ini disebabkan

adanya

partikel-partikel

menghalangi

peristiwa

zat

terlarut

penguapan

dalam

suatu

larutan

partikel-partikel

pelarut.

Semakin banyak jumlah zat terlarut, maka kenaikan kenaikan titik


didih juga makin besar dan sebaliknya. Perbedaan titik didih
larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih
yang dinyatakan dengan

Tb

. Kenaikan titik didih dipengaruhi

oleh konsentrasi zat terlarut yang dinyatakan dalam molalitas.


Persamaan kenaikan titik didih dapat dituliskan:
Tb

T b=m K b .

merupakan kenaikan titik didih, m merupakan molalitas

zat terlarut dan

Kb

merupakan tetapan kenaikan titik didih

3) Penurunan Titik Beku


Adanya zat terlarut dalam air mengakibatkan titik beku larutan
lebih rendah dari 00C pada tekanan 1 atm, karena adanya partikel
zat terlarut mengurangi kemampuan molekul pelarut berubah
wujud daric air ke padat. Hubungan antara penurunan titik beku
dan konsentrasi larutan adalah:
T f =m K f

4) Tekanan Osmosis
Osmosis adalah perpindahan molekul encer menuju ke
molekul yang pekat melalui selaput semipermeabel. Selaput
permeabel adalah selaput yang dapat dilewati molekul kecil, tetapi
tidak dapat dilewati molekul besar. Jika dua jenis larutan yang
memiliki konsentrasi yang berbeda dipisahkan dengan selaput
semipermeabel, pelarut dari larutan encer akan mengalir ke larutan

pekat. Hal ini akan terus terjadi sampai konsentrasi pelarut di kedua
larutan sama.
Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan pada larutan
yang mampu menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut
ke dalam larutan melalui membran semi-permeabel (proses
osmosis).Menurut Vant hoff tekanan osmosis mengikuti hukum
gas ideal: PV = nRT. Karena tekanan osmosis sama dengan ,
maka : V = nRT sehingga = M R T. melambangkan tekanan
osmosis (atmosfir), M merupakan molaritas, R

merupakan

tetapan gas universal yang bernilai 0,082 L.atm/mol K dan T


melambangkan suhu mutlak dalam satuan Kelvin.
Sifat koligatif larutan elektrolit berbeda dengan sifat koligatif larutan
non-elektrolit. Hal ini disebabkan karena partikel dalam larutan non
elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit,
walaupun konsentrasi keduanya sama. Larutan elektrolit terurai menjadi
ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion.
Kekuatan ionisasi suatu zat dinyatakan dengan derajat ionisasi (). Untuk
larutan elektrolit kuat, harga mendekati 1 sedangkan untuk elektrolit
lemah harga berada di antara 0 dan 1 (0 < < 1). Sifat larutan elektrolit
yang mampu mengion, menyebabkan larutan elektrolit memiliki sifat
koligatif yang lebih besar dibandingkan larutan non-elektrolit. Harga sifat
koligatif larutan elektrolit dipengaruhi oleh faktor vant hoff yang
dilambangkan dengan i. Nilai i={1+ ( n1 ) } . n merupakan jumlah ion
yang terbentuk oleh zat terlarut. Adanya faktor vant hoff menyebabkan
persamaan sifat koligatif larutan dikalikan i.
B. Penelitian yang Relevan
1. Hidayati (2013) dalam penelitian tindakan kelas yang berjudul Penerapan
Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Kimia pada Materi Pokok
Kesetimbangan Kimia Siswa Kelas XI MAN Klaten Tahun 2011/2012

menyatakan bahwa aktivitas dan prestasi belajar siswa dapat meningkat


melalui penerapan model pembelajaran STAD pada materi pokok
kesetimbangan kimia.
2. Mardhiah dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media
Kartu Terhadap Kejujuran dan Hasil Belajar Kimia Asam Basa dengan
Pembelajaran yang Dikombinasikan dengan Praktikum pada Siswa Kelas XI
SMA menyatakan media kartu dapat meningkatkan hasil belajar dan
kejujuran siswa dalam belajar.
3. Qurniawati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dengan
Media Kartu Pintar dan Kartu Soal Terhadap Prestasi Belajar Siswa pada
Materi Pokok Hidrokarbon Kelas X Semester Genap SMA Negeri 8
Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 menyatakan prestasi belajar siswa
meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan
media kartu soal.

Daftar Pustaka
Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. 2013.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardi Subrata. 1987. Kurikulum Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Oemar Hamalik. 2003. Guruan Guru: Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Aunurrahman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Refika Aditama.
Sugiono. 2013. Metode Penelitian Guruan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

LAMPIRAN

LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS SISWA


Hari/Tanggal : ..
No

Waktu : .

Aktivitas

1.

Mempersiapkan

2.

pelajaran.
Menduduki atau menempati tempat yang telah

3.
4.
5.

buku

catatan

0
dan

buku

ditetapkan/bangku masing-masing.
Mengikuti dengan seksama segala sesuatu
yang sedang disampaikan.
Siswa menyimak pertanyaan atau isu yang
terkait dengan pelajaran.
Siswa dianjurkan untuk bersikap kritis dalam

6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

menyimak

pertanyaan-pertanyaan

atau

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

yang

diajukan guru.
Memperhatikan dengan sungguh-sungguh atau
mencatatnya.
Melakukan diskusi aktif dengan pasangannya.
Mencoba mengemukakan pendapat sendiri
mengenai

apa

yang

dipikirkannya,

juga

mencatat segala sesuatu dalam diskusi.


Siswa saling berbagi dan bekerjasama dengan
pasangannya.
Siswa berani dan aktif dalam mengemukakan
pendapatnya.
Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota

14.
15.

di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang


sama.
Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung
jawab

yang

sama

diantara

anggota

kelompoknya.
Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan
reward yang juga akan dikenakan untuk semua
anggota kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka
membutuhkan keterampilan untuk belajar

Skor
1
2

Nilai

bersama selama proses belajarnya.


Siswa
akan

diminta

mempertanggungjawabkan seara individual


materi yang ditangani dalam kelompok.
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
0-1
= sangat tidak baik (STB)
1,1 2 = tidak baik (TB)
2,1 3 = kurang baik (KB)
3,1 4 = baik (B)
4,1 5 = sangat baik (SB)

Surabaya, . 2015
Observer,

LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS GURU


(Siklus .. Tindakan ..)
Hari/Tanggal : .

Waktu :

Skor
No

Aktivitas
0

1.

Ket

Pendahuluan (Kegiatan Awal)


a. Guru membuka pelajaran.
b. Guru mengkondisikan kelas dan siswa pada
situasi belajar yng kondusif.
c. Guru
mengadakan
apersepsi

sebagai

penggalian ilmu pengetahuan awal siswa


terhadap materi yang akan diajarkan.

2.

d. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.


Kegiatan Inti
e. Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang
terkait dengan pelajaran dan siswa diberi
waktu untuk memikirkan pertanyaan tersebut
secara mandiri.t
f. Guru meminta para siswa untuk berpasangan
dan mendiskusikan mengenai apa yang telah
dipikirkan.
g. Guru meminta pasangan-pasangan tersebut
untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas
secara keseluruhan mengenai apa yang telah
mereka bicarakan.
h. Menugaskan paangan yang tidak sedang
melaporkan

untuk

menanggapi

dengan

bertanya dan member komentar.


i. Merefleksi dengan menugaskan siswa untuk
mengaitkan pembelajaran ke dalam kehidupan
3.

sehari-hari.
Penutup (Kegiatan Akhir)
j. Membimbing siswa untuk

menyimpulkan

pembelajaran.
k. Tindak lanjut dan member tugas untuk di
rumah.
Jumlah
Rata-rata
Surabaya, . 2015
Observer,

You might also like