Professional Documents
Culture Documents
1.
2.
3.
Gunting lembaran insang dan ambil lendir tubuh untuk mendeteksi parasit di bawah
mikroskop.
4.
Ambil contoh darah dari sirip dada menggunakan jarum suntik untuk pembuatan
preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
5.
Isolasi jamur dengan menggunakan agar GY jika diduga terjadi infeksi jamur. vi. Isolasi
bakteri dari sirip atau insang dengan menggunakan agar cytophaga, jika diamati adanya insang
atau sirip yang membusuk.
6.
Isolasi bakteri dari luka dengan menggunakan agar TS atau BHI, jika ikan memiliki borok atau
ada pembengkakan pada permukaan tubuh.
7.
Bedah ikan dengan peralatan bedah yang bersih untuk membuka rongga perut dan amati
tanda-tanda internal.
8.
Isolasi bakteri dari hati, ginjal dan limpa dengan menggunakan agar TS atau BHI. x.
Pembuatan preparat limpa pada kaca preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk mendeteksi
infeksi bakteri.
9.
Fiksasi setiap organ dengan larutan formalin 10I berpenyangga fosfat- untuk histopatologi
dan dalam etanol 70% untuk uji PCR.
Domain : Bacteria
Kingdom : Proteobacteria
Phylum : Gammaproteobacteria
Class : Aeromonadales
Genus : Aeromonas
Species : A. salmonicida
Binomial name : Aeromonas salmonicida (Lehmann and Neumann 1896) Griffin
et al. 1953
SInonim : Bacillus salmonicida (Lehmann and Neumann 1896) Kruse 1896
Bacterium salmonicida Lehmann and Neumann 1896 Proteus salmonicida
(Lehmann and Neumann 1896) Pribram 1933
Aeromonas salmonicida dapat langsung diisolasi dari lesi pada kulit, darah
ataupun ginjal ikan yang terinfeksi. Mikroorganisme ini hidup baik pada berbagai
media, namun yang paling sering digunakan adalah Triptone Soya Agar (TSA).
Koloni berukuran kecil, circular, raised. Tumbuh dalam waktu 48 jam pada suhu
22-25oC. Bakteri ini tidak akan tumbuh pada suhu 37oC dan di atas 10 hari,
menghasilkan pigmen yang berwarna kecoklatan (Roberts, 1989).
Ikan yang terserang bakteri Aeromonas biasanya akan memperlihatkan gejala
berupa; warna tubuhnya berubah menjadi agak gelap; kulitnya menjadi kasat
dan timbul perdarahan yang selanjutnya akan menjadi borok (hemoragi);
kemampuan berenangnya menurun dan sering mengap-mengap di permukaan
air karena insangnya rusak sehingga sulit bernapas; sering terjadi perdarahan
pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal maupun limpa, sering pula terlihat
perutnya agak kembung (dropsi); seluruh siripnya rusak dan insangnya menjadi
berwarna keputih-putihan; mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia)
(Afrianto dan Liviawaty, 1992). Gejala klinis yang tampak adalah ketika
Aeromonas sudah menyerang sistemik (internal), dapat menyebabkan dropsy
atau hydrops. Dropsy terjadi ketika aliran cairan tubuh terhenti dan merembes
keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan, rongga tubuh dan rongga mata.
Diagnosa berdasarkan sisik yang menggembung yang biasanya disebabkan
kerusakan pada hati dan ginjal (Masada, 2000; Handayani dan Samsudari, 2005;
Strohmeyer, 2008).
Aeromonas salmonicida tidak dijumpai di lingkungan yang bebas dari ikan yang
sakit atau karier. Selain itu, Aeromonas salmonicida dapat bertahan hidup dalam
air atau sedimen selama beberapa hari atau beberapa minggu namun tidak
dapat berbiak. Infeksi dapat terjadi kontak dengan ikan sakit, air yang tercemar,
alat perlengkapan yang tercemar dan melalui telur yang terinfeksi. Sebagai
faktor predisposisi adalah temperatur yang tinggi, kadar oksigen terlarut yang
rendah dan populasi ikan yang sangat padat. Penularan secara vertikal juga
mungkin tetapi belum terbukti secara nyata. Perkembangan penyakitnya
mungkin akut, sub-akut dan kronis, tergantung keadaan lingkungan dan
resistensi inang. Furunculosis akut mempunyai masa inkubasi 2-4 hari dari gejala
yang terlihat. Penyebab kronik biasanya terjadi pada temperatur di bawah 55oF
(35,2oC) dan mempunyai masa inkubasi antara satu sampai beberapa minggu
tergantung temperatur air (Pipper, dkk., 1992).
Pada stadium awal secara makroskopik akan terlihat kebengkakan pada daerah
subkutan, yang kerapkali mengalami ulcerasi dan akhirnya membentuk cavitasi
yaitu ruang berongga. Perubahan lain yang terlihat adanya petechiae pada otot,
nekrosis pada ginjal, lien, hepar da otot skelet (Robert, 1989) dan kongesti pada
bagian posterior intestinum (Fox, 2002).
Penyakit ini yang ditumbulkan oleh A. salmonicida dikenal dengan sebutan
furunculosis (Post, 1983). Meskipun penyakit ini berasal dari nama lesi seperti
bisul atau penyebab furunkel yang karakteristik pada lokasi kulit yang terinfeksi
kronis dengan A. salmonicida namun lesi ini tidak selalu ada (Cipriano, 1983).
Sumber Referensi :