Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Annisa Abadia
1102010026
Arif Gusaseano
1102010033
Gwendry Ramadhany
1102010115
Pembimbing :
dr. Librantoro, Sp. Jp
: Ny. T. S
Umur
: 73 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
Status
: Janda
Tanggal masuk
: 22 Maret 2015
Keluhan Tambahan
: Disertai perasaan seperti tertekan pada dada dan nyeri ulu hati.
Tidak ada dari keluarga yang mempunyai riwayat penyakit dan gejala seperti
pasien.
Riwayat penyakit keluarga hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit keluarga asma disangkal.
Riwayat penyakit keluarga jantung disangkal.
Riwayat keluarga alergi obat disangkal.
Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal.
Riwayat Kebiasaan
A.
B.
Pemeriksaan Umum
o
Kesadaran
: Compos Mentis
Kesan Gizi
: Kurang
Berat badan
: 33 Kg
Vital Sign
: TD
: 130/80 mmHg
Nadi
: 88x/menit
Respirasi
: 40x/menit
Suhu
: 37 C
Pemeriksaan Khusus
o
Kepala
Mata
Palpebra
Konjungtiva
: Anemis (+/+)
Sklera
Pupil
: Bulat isokor
Refleks Cahaya
Hidung
Bibir
Lidah
Rongga Mulut
Leher
Thoraks
1. Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis
kanan kiri, tidak terlihat luka, kulit kemerahan atau penonjolan
Palpasi
: Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang paru. Fremitus
taktil dan vocal simetris dalam keadaan statis dan dinamis kanan kiri.
Perkusi
Auskultasi : Suara dasar napas vesicular +/+, ronkhi +/+, wheezing -/-
2. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal regular, gallop (-) murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: Permukaan rata, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak membesar,
lien tidak teraba membesar.
Ekstremitas atas :
Ekstremitas bawah :
Darah Rutin
Hb
: 11,7 g/dl
(13,2-17,3 g/dl)
Ht
: 37 %
(40-52%)
Leukosit
: 10.300/mm3
(3800-10.6000/ul)
Trombosit
: 308.000/mm3
(150000-440000/ul)
Fungsi Jantung
Troponin I
: 0,74 ng/mL
(<0,02 ng/mL)
Fungsi Ginjal
(22 Maret 2015)
- Ureum
: 50 mg/dL
- Creatinin : 1,56 mg/dL
:
(10-50 mg/dL)
(0,6-1,1 mg/dL)
V. RESUME
Ny. T. S (73 tahun) datang dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari SMRS yang disertai
dengan rasa tidak nyaman pada dada sebelah kiri seperti tertindih benda berat, yang dirasakan
selama lebih dari 20 menit dan membaik dengan istirahat, pasien juga mengeluh nyeri pada
daerah ulu hati dan mual. Pasien mengaku sedang menjalani pengobatan paru selama 6 bulan
tetapi tidak minum obat secara teratur. Riwayat menderita penyakit hipertensi, dislipidemia,
asma diakui, dan penyakit maag diakui pasien. Pasien mengaku jarang berolahraga,
konjungtiva anemis (+/+), rhonki (+/+).
VI. DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Koroner Akut
Asma Bronchiale
Sindrom Dyspepsia
VII. DIAGNOSIS BANDING
Non medikamentosa :
-
Tirah baring
O2 Nasal canule 3 liter/menit
Medikamentosa :
-
EKG
Darah Rutin
Foto Thorax PA
X. PROGNOSIS
-
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP
23 Maret 2015
S:
Sesak (+), Nyeri ulu hati (+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), BAB normal, padat
berwarna kecoklatan dan BAK normal berwarna kuning, demam (-)
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 88x/m
Pernapasan
: 29 x/m
Suhu
: 37.10C
Mata
: CA +/+, SI -/Leher
: Pembesaran KGB (-)
Pulmo
: SN Vesikule +/+ RH +/+ WH -/Cor
: BJ I-II Normal Reguler, M(-), G (-)
Abdomen
: Bu (+), Supel, NT (-), Timpani
Ekstremitas
: Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik
A:
Acute Anterior MCI
P:
Tab Plavix 1x1
Tab ISDN 3x5 mg sublingual
Tab Simvastatin 1x20 mg
Tab Arixtra 1 x2.5 mg
Tab Aspilet 1 x80 mg
Syr Laxadine 1xC1
24 Maret 2015
S:
Sesak (+) berkurang, Nyeri ulu hati (+) berkurang, makan-minum menurun, mual (-), muntah
(-), BAB normal, BAK normal, demam (-)
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
TD
: 120/70 mmHg
Nadi
: 86x/m
Pernapasan
: 26 x/m
Suhu
: 36.50C
Mata
: CA +/+, SI -/Leher
: Pembesaran KGB (-)
Pulmo
: SN Vesikule +/+ RH +/+ WH -/Cor
: BJ I-II Normal Reguler, M(-), G (-)
Abdomen
: Bu (+), Supel, NT (-), Timpani
Ekstremitas
: Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik
A:
Acute Anterior MCI
Pneumonia
Asma Persisten Sedang
P:
Jantung
Tab Plavix 1x1
Tab ISDN 3x5 mg sublingual
Tab Simvastatin 1x20 mg
Tab Arixtra 1 x2.5 mg
Tab Aspilet 1 x80 mg
Syr Laxadine 1xC1
Paru
IVFD Kabiven / 24 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr
Inhalasi Ventolin 3x1 /hari
Tab Ambroxol 3x30 mg
Tab PCT 3x500mg (prn)
25 Maret 2015
S:
Sesak (-), Batuk berdahak (+) dahak berwarna putih, Nyeri ulu hati (+), BAB susah (+),
pusing (+), makan-minum menurun, mual (-), muntah (-), BAK normal, demam (-)
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 84x/m
Pernapasan
: 22 x/m
Suhu
: 36.90C
Mata
: CA -/-, SI -/Leher
: Pembesaran KGB (-)
Pulmo
: SN Vesikule +/+ RH +/+ WH +/+
Cor
: BJ I-II Normal Reguler, M(-), G (-)
Abdomen
: Bu (+), Supel, NT (-), Timpani
Ekstremitas
: Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik
A:
Acute Anterior MCI
Pneumonia
Asma Persisten Sedang
P:
Jantung
Inj Ranitidin 1 amp / 12 jam
Tab Nitrokaf 2 x 2.5 mg
Mini Aspilet 1 x 80 mg
Tab Plavix 1x1
Tab Simvastatin 1x20 mg
Tab Arixtra 1 x2.5 mg
Syr Laxadine 1xC1
Syr Sucralfate 3xC1
Paru
IVFD Kabiven / 24 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr
Inhalasi Ventolin 3x1 /hari
Tab Ambroxol 3x30 mg
Tab PCT 3x500mg (prn)
Tab Salbutamol 3x1/2 tab
10
26 Maret 2015
S:
Sesak (+), Batuk berdahak (+) dahak berwarna putih, Nyeri ulu hati (+), pusing (+), makanminum menurun, mual (+), muntah (-), BAB dan BAK normal lancar, demam (-)
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
TD
: 110/60 mmHg
Nadi
: 96x/m
Pernapasan
: 40 x/m
Suhu
: 36.50C
Mata
: CA -/-, SI -/Leher
: Pembesaran KGB (-)
Pulmo
: SN Vesikule +/+ RH -/- WH -/Cor
: BJ I-II Normal Reguler, M(-), G (-)
Abdomen
: Bu (+), Supel, NTE (+), Timpani
Ekstremitas
: Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik
A:
Acute Anterior MCI
Pneumonia
Asma Persisten Sedang
P:
Jantung
Inj Ranitidin 1 amp / 12 jam
Tab Nitrokaf 2 x 2.5 mg
Mini Aspilet 1 x 80 mg
Tab Plavix 1x1
Tab Simvastatin 1x20 mg
Tab Arixtra 1 x2.5 mg
Syr Laxadine 1xC1
Syr Sucralfate 3xC1
Paru
IVFD Kabiven / 24 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr
Inhalasi Ventolin 3x1 /hari
Tab Ambroxol 3x30 mg
Tab PCT 3x500mg (prn)
Tab Salbutamol 3x1
11
27 Maret 2015
S:
Sesak berkurang, sesak terjadi terutama saat badan dibaringkan, Nyeri ulu hati (+), pusing
(+), makan-minum menurun, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK normal lancar, demam (-)
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
TD
: 120/60 mmHg
Nadi
: 88x/m
Pernapasan
: 28 x/m
Suhu
: 36.50C
Mata
: CA -/-, SI -/Leher
: Pembesaran KGB (-)
Pulmo
: SN Vesikule +/+ RH -/- WH -/Cor
: BJ I-II Normal Reguler, M(-), G (-)
Abdomen
: Bu (+), Supel, NTE (+), Timpani
Ekstremitas
: Akral hangat, Edema (-), CRT < 2 detik
A:
Acute Anterior MCI
Pneumonia
Asma Persisten Sedang
Dyspepsia
P:
Jantung
Inj Ranitidin 1 amp / 12 jam
Tab Nitrokaf 2 x 2.5 mg
Mini Aspilet 1 x 80 mg (tunda)
Tab Plavix 1x1
Tab Simvastatin 1x20 mg
Syr Laxadine 1xC1
Syr Sucralfate 3xC1
Paru
IVFD Kabiven / 24 jam
Inj. Cefoperazone 2x1 gr
Inhalasi Ventolin 3x1 /hari
Tab Ambroxol 3x30 mg
Tab PCT 3x500mg (prn)
Tab Salbutamol 3x1
12
TINJAUAN PUSTAKA
pengganti esterogen)
Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum usia 55 tahun
atau pada ibu atau saudara perempuan sebelum usia 65 tahun)
Dapat Diubah
- Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas, 130-159 mg/dL; tinggi > 160 mg/dL
- HDL-C rendah: <40 mg/dL
- Hipertensi (> 140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi)
- Merokok sigaret
13
14
Gambar 2. Formasi plak fibrous yang terdiri atas tutup dan inti
D. Stage D: Unstable Plaque Formation
Formasi ini akan membentuk plak yang mudah ruptur (vulnarable plaque), sehingga
menyebabkan terbentuknya trombus dan oklusi pada arteri.
15
16
Patofisiologi
KLASIFIKASI
Angina Pektoris Stabil
Definisi
Sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau
lengan yang dipicu oleh aktifitas atau stress emosional yang berangsur menurun intensitas
dan kuantitasnya dengan atau tanpa pengobatan. (Sudoyo, 2009)
Anamnesis
Nyeri dada angina biasanya mempunyai karakteristik tertentu (Sudoyo, 2009):
17
Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan penjalaran ke leher,
rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat di dada,
rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau
dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak
napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuktusuk/ diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia
merasa tidak enak didadanya. Nyari berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan
iistirahat; tapi tidak berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri
dan ke kanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas: nyeri yang pertama kali timbul biasanya agaka nyata, dan beberapa menit
sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
dipertimbangkan sebagai angina tak stabil. (unstable angina pectoris = UAP) sehingga
dimasukkan ke dalam sindrom koronera akut = acute coronary syndrom = ACS, yang
memerlukan perawatan khusus. Nyari dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual
dalam hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus, tapi hilang timbul
dengan intensitaas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai tekontrol. Nyaeri
yang berlangsung terus menerus sepanjang hari bahkan sampai berhari-hari biasanya
bukanlah nyeri angina pektoris.
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society sebagai
berikut (Sudoyo, 2009):
o
Kelas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan
lain-lainnya tidak menimbulkaan nyeri dada. Neyri dada baru timbul pada latihan yang
berat, beeerjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian.
Kelas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila melakukan
aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai
atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina dan lain-lain.
Kelas III. Aktivitas sehari-hari terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik tangga
1 lantai dengan kecepatan biasa.
Kelas IV. AP timbul pada waktu istirahat. Hampir semua aktivitas dapat menimbulkan
angina, termasuk mandi, manyapu dan lain-lain.
Definisi
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses
aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi
angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q
atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/
NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(ST elevation myocardial infarction/STEMI). APTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis
dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda
biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis
adalah NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah
APTS (Sudoyo, 2009).
Klasifikasi
Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu proses berjenjang:
dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang itu terutama dipengaruhi oleh
kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya dan lamanya iskemia miokard berlangsung
(Sudoyo, 2009).
19
Patogonesis
NO
NSTEMI
STEMI
(ST Elevation Myocardial
Infarction)
PATOGENESIS
20
Klasifikasi
Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi agar ada keseragaman.
Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik (Sudoyo, 2009).
Beratnya angina:
Kelas I: Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya nyeri dada.
Kelas II: Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi tidak ada
Keadaan klinis:
21
Kelas A: Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.
Kelas B: Agina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstrakardiak.
Kelas C: Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Intensitas pengobatan:
NO
PATOGENESIS
Angina saat
istirahat
Angina pertama
kali
Angina yang
meningkat
divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya skor
resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif pada terapi dengan
LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa receptor blocker tirofiban versus placebo,
dan strategi invasif versus konservatif (Sudoyo, 2009).
Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan clopidogrel menunjukkan
penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor resiko juga efektif dalam memprediksi
outcome yang buruk pada pasien setelah pulang (Sudoyo, 2009).
No
1
ke:
leher,
lengan
kiri,
mandibula,
gigi,
death
Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor
pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari PJK. Hipertensi tak
terkontrol, takikardi, anemis, tirotoksikosis, stenosis aorta berat (bising
sistolik), dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Dapat juga ditemukan
retinopati hipertensi/diabetik.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri/tanda-tanda gagal jantung (hipotensi,
murmur dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya
bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien
memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).
24
4
5
Enzim
Meningkat
Puncak
Normal
CK-MB
6 jam
24 jam
36-48 jam
GOT
6-8 jam
36-48 jam
48-96 jam
LDH
24 jam
48-72 jam
7-10 hari
Troponin T
3 jam
12-24 jam
7-10 hari
Troponin I
3 jam
12-24 jam
7-14 hari
Foto Dada: Kardiomegali, aortosklerosis, edema paru
Pemeriksaan Jantung Non-invasif
a. EKG
Akut Koroner Sindrom:
- STEMI ST elevasi > 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial
yang berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas,
-
ST depresi
Iskemia
T inverted
simetris
ST elevasi
Injury
Q patologis
AMI Infark
OMI
Koroner:
- Computed Tomografi
- Magnetic Resonance Arteriography
Pemeriksaan Invasif Menentukan Anatomi Koroner
- Arteriografi Koroner
- Ultrasound Intra Vaskular (IVUS)
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
25
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit
sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi
pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 510 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior.
EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus
tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil
atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut infark non Q. sbelumnya istilah infark miokard transmural digunakan
jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non
transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,
namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark
(mural/ transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA
mural/ nontransmural (Sudoyo, 2009).
26
Indikasi
Untuk menegakkan diagnosa PJK.
Untuk mengevaluasi keluhan : nyeri dada , sesak nafas dll.
Untuk mengevaluasi kapasitas kemampuan fungsional
Untuk mengevaluasi adanya disritmia.
Untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
Untuk menentukan prognosa dari kelainan kardiovaskuler
Kontra indikasi :
Infark miokard akut < 5 hari.
Unstable angina pectoris
Hipertensi berat
Aritmia yang berarti
Sesak
Vertigo
Komplikasi :
Hipotensi
Disritmia yang berat
Infark myocard acute
Syncope dan stroke
Trauma fisik (jatuh saat test)
Henti jantung (cardiac arrest)
Kematian
Indikasi penghentian test.
1. Keluhan subjektif
Timbul nyeri dada yang hebat
27
Sesak nafas
Vertigo / pusing
Nyeri pada persendian kaki
Kelelahan/cape sekali
Pasien minta agar test dihentikan
2. Objektif
Respon hipertensi/hipotensi
Timbul aritmia yang berarti
ST depresi/ST elevasi >3 mm
Timbul tanda- tanda perfusi yang buruk (pucat,sianotik,ekstremitas dingin).
Target HR maximal tercapai
Persiapan Tindakan Treadmill test ada 2 :
1. Persiapan untuk pasien
Malamnya tidur cukup
Sebaiknya dua jam sebelum dilakukan tindakan tidak boleh makan
Pada pagi harinya sebaiknya jangan olahraga dulu.
Untuk diagnostic sebaiknya obat-obatan kardiovaskuler (beta blocker) dihentikan sesuai
dengan perintah dokter.
Harus bawa surat consult dari dokter.
2. Persiapan Alat
Satu set alat treadmill
Kertas printer teradmill
Emergencytroly lengkap dan defibilator
Plester
Elektrode
Oksigen
Tensimeter dan stetoscpoe
jelly
Alkohol 70 % dan kassa non steril
Tissue/Handuk kecil
Celana, baju dan sepatu yang layak dipakai untuk treadmill.
Cara kerja
1.
Pasien di anamnesa dan menjelaskan tentang tata cara,maksud, manfaat dan
resiko dari treadmill.
2.
Menentukan target HR submaximal dan maximal (target HR max : 220 dikurang
umur dan submaximal adalah 85 % dari target HR max)
3.
Pasien menandatangani formulir informed consent.
4.
Pasien dipersilahkan ganti pakaian, celana dan sepatu treadmill yang telah
28
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
disediakan.
Pasien berbaring denagn tenang di tempat tidur
Bersihkan tubuh pasien pada lokasi pemasangan electrode dengan menggunakan
kassa alkohol.
Tempelkan electrode sesuai dengan tempat yang sudah ditentukan.
Sambungkan dengan kabel treadmill
Fiksasi electrode dengan sempurna
Masukkan data pasien ke alat treadmill
Ukur tekanan darah
Rekam EKG 12 leads
Jalankan alat treadmill dengan kecepatan sesuai dengan prosedur.
Setiap tiga menit speed dan elevation akan bertambah sesuai dengan prosedur
yang sudah ditentukan.
Pantau terus perubahan EKG dan keluhan pasien selama tets.
Rekam EKG 12 leads dan BP setiap tiga menit.
Hentikan test sesuai dengan prosedur.
Recovery
Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setelah test dihentikan.
Persilahkan pasien untuk duduk/berbaring.
Pantau terus gambaran EKG selama pemulihan.
Rekam EKG 12 leads dan ukur tekanan darah setiap tiga menit.
Pemulihan biasanya selama enam menit/sembilan menit (hingga gambaran EKG
HR, dan tekanan darah kembali seperti semula)
Menberitahukan pada pasien bahwa test sudah selesai.
Lepaskan elektrode dan manset BP.
Bersihkan jelly yang menempel di dada pasien .
Merapihkan kembali alatalat pada tempatnya.
Sebaiknya selama 15 menit pasca treadmill test pasien masih berada dalam
pengawasan petugas.
Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini
juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. 9
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).
29
o CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 1024 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB.
o cTn (cardiac spesific troponin): ada 2 jenis cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah
2jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
o Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam.
o Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
o Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark miokard,
mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari (Sudoyo, 2009).
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler
dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat luasnya iskemia bila
dilakukan waktu dada sedang berlangsung (Sudoyo, 2009).
Angiografi Koroner
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada
arteri koroner (Sudoyo, 2009).
DIAGNOSIS BANDING
Tabel 10.1. Kondisi cardiac dan non cardiac sebagai diagnosis banding SKA (ESC, 2011)
TATALAKSANA
30
Bagan 11.1. Algoritma Untuk Triase dan Tata Laksana SKA (Majid, 2008).
3.2.
31
diberikan bila hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat- pada pasien
dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan
diabetes. Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang
menetap atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas
hemodinamik berat (Majid, 2008).
Terapi Non Medika Mentosa (Majid, 2008).
32
(Contoh: nifedipin).
Golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal.
Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal jantung normal
(Contoh : verapamil dan diltiazem).
33
34
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat kedua
dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian
tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat
agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga
dapat mengurangi strok, infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai
300 mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada
proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka
ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.
Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- Absiksimab suatu antibodi mooklonal
- Eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- Tirofiban suatu nonpeptid mimetik
4. Obat anti-trombin (Depkes, 2006).
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai polisakarida yang
berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III,
bila terikat dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa.
Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi
bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan trombosit untuk
mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah
dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH
karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan tidak
membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
35
tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling
sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan
selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan
dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner menghilangkan nyeri angina
tetapi tampaknya tidak mempengaruhi mortalitas jangka-panjang (Depkes, 2006).
3.3.
ambulan dan fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa
sakit, nitrat dan oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan,
dianjurkan elevasi kepala 40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya
digunakan ambulan/ambulan khusus. 3
37
3.4.
38
o EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi
stress test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan
o EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di rawat
di ICCU. 3
Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,
penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi,
penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung.3
39
DAFTAR PUSTAKA
1
Klinis Proses-proses Penyakit (6th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung
Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik
Europen Society of Cardiology. 2012. ESC Guidelines For The Management Of Acute
Coronary Syndromes In Patient Presenting Without Persistent ST-Segment Elevation
Majid A. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
Terkini. 2008.
Price, SA. 2008. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: ECG.
Hal: 576-581
Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Edisi 6. EGC. Jakarta. hal.
101 111
Sudoyo AW, et al.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
40