You are on page 1of 14

RESENSI NOVEL

Judul : Bunga Cantik di Balik Salju


Penulis : Titik Andarwati
Penerbit : Diva Press
Dimensi : 14 cm x 20 cm
Tebal : 458 halaman

Di usia yang masih sangat muda, 19 tahun, Lana telah memutuskan untuk mengasuh Denniz,
anak dari sahabatnya yang meninggal sewaktu melahirkan. Ayah si bayi sendiri, Brian, tidak
mau mengakui anaknya. Pertentangan dari keluarga Lana jelas terjadi walau akhirnya mereka
menerima Denniz dan membantu merawatnya.
Hidup yang berat bagi Lana. Di usianya yang ke-25, dia memutuskan untuk tinggal sendiri
bersama Denniz dan membiayai sendiri hidupnya dengan bekerja sebagai staf pengajar pada
sebuah lembaga pendidikan asing.
Memiliki Denniz selama 6 tahun membuat Lana kebal saat orang-orang menatapnya dengan
kagum, iba, sinis, ataupun jijik saat Denniz memanggilnya mama. Semua itu tidak
mengubah apa pun, dia tetap mencintai Denniz dan menganggap keputusannya untuk
mempertahankan Denniz adalah keputusan terhebatnya.
Cintanya kepada Denniz menjadikan dirinya mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri,
termasuk kebutuhan akan seorang laki-laki yang seharusnya mulai ia pikirkan untuk
mendampingi hidupnya kelak.
Hingga suatu hari, hadirlah sosok Dhimas, laki-laki keren dan pujaan banyak wanita
memasuki kehidupan Lana. Dhimas yang hanya mengetahui bahwa Lana adalah seorang Ibu
dengan satu anak menerima Lana apa adanya, seburuk apapun masa lalu Lana tanpa ia tau
keadaan yang sebenarnya.
Namun tidak semudah itu untuk Lana menerima Dhimas sebagai pendamping hidupnya, serta
menjadi pabrik figur seorang Ayah untuk Denniz. Butuh pertimbangan yang tidak sedikit
untuk hal itu, hingga ia memutuskan untuk menerima Dhimas sebagai Suaminya.
Akhirnya, Lana menerima Dhimas, dan mereka segera menikah. Hingga suatu ketika Dhimas
mempertemukan Lana dengan keluarga besar Dhimas, terbukalah rahasia besar bahwa
sebenarnya Lana belum pernah melahirkan seorang anak dan membuat Dhimas sangat
terkejut.
Lana dan Dhimas akhirnya resmi menikah.
**

Resensi Novel

Judul buku : Ayah mengapa aku berbeda?


Pengarang : Agnes Davonar
Penerbit : Inandra Publised
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2011
Tebal Buku : 230 Halaman
Harga Buku : Rp 35.000
Angel adalah seorang gadis tuna rungu yang cacat sejak ia dilahirkan. Ia memiliki seorang
ayah dan seorang nenek yang menjaganya sejak ia masih kecil. Ibu angel meninggal
semenjak ia dilahirkan. Angel adalah seorang gadis tuna rungu yang sangat mandiri. Ayah
dan Neneknya yang mengajarkanya agar angel tampak normal seperti yang lainnya walupun
ia memiliki kekurangan.
Pengarang ingin menyampaikan bahwa seseorang yang memiliki kekurangan tetapi mereka
memiliki banyak sekali kelebihan yang sangat luar biasa.
Gaya bahasa yang disampaikan penulis sangat komunikatif,,deskritif, ringan dan pastinya
mudah dimengerti oleh pemabaca. Penulis dalam hal ini ingin menyampaikan perjuangan
seorang gadis tuna rungu yang ingin membalas kebaikan ayahnya serta membahagiakan
ayahnya. serta bagaimana tekad seorang gadis tuna rungu untuk memhadapi masa depannya.
Dalam novel ini terdapat kesalahan cetak yang dimana moral antara ayah angel dan ibu angel
yang seharusnya tidak boleh di contoh pembaca. karena pembaca novel ini tidak hanya orang
dewasa tetapi juga anak-anak. yang dimana mereka belum dapat mengerti bagaimana yang
baik dan yang salah.
Angel adalah seorang gadis tuna rungu yang harus menghadapi kenyataan yang dimana ia
harus bersekolah di sekolah umum yang dimana kenyatannya banyak orang yang tidak dapat
menerima kenyataan kalau ia berbeda.
Angel pun harus mengadapi kenyataan ia harus mendapatkan perlakuan yang tidak
seharusnya ia dapatkan serta cacian dari orang sekitarnya yang tidak mampu menerima
kenyataan bahwa ia berbeda.
Angel adalah gadis tuna rungu yang tidak mudah menyerah, ia memiliki bakat memainkan
piano walaupun ia tidak dapat mendengarkan apa yang ia mainkan.
Kini angel pun mengerti mengapa ia dilahirkan berbeda. karena tuhan memiliki cara
bagaimana ia melengkapi segala sesuatu kekurangan dengan kelebihan yang ia miliki.***

RESENSI BUKU
Judul Buku : MISTERI ZIKIR AKHIR ZAMAN
Penerbit : Granada Mediatama
Penulis : Abu Fatiah Al-Adnani & Abdur Rahman Al-Wasithy
Ukuran : 14 x 20,5 cm, hardcover
Halaman : 538 hlm
Harga Rp. 100.000 ,- (Belum termasuk ongkos kirim)

Kita sudah biasa mendengarkan ceramah atau membaca penjelasan bahwa doa atau dzikir
mendatangkan ketenangan jiwa, meninggikan derajat, menambah pahala, dan menggugurkan
dosa.
tasbih, tahlil, tahmid, dan takbir menjadi makan dan minuman fisik saat kaum muslimin
mengalami bencana kekeringan dan kelaparan ekstrim selama tiga tahun sebelum
kemunculan Dajjal.
tahlil dan takbir yang dikumandangkan 70.000 Bani Ishaq pasukan Al-Mahdi meruntuhkan
benteng Konstantinopel di daratan, lautan, dan pintu gerbang kota.
dzikir dan doa sebagai modal kekuatan Dzul-Qarnain saat membangun benteng pembatas,
juga sebagai modal kekuatan bangsa Yajuj dan Majuj untuk melubangi dan meruntuhkan
benteng pembatas tersebut, dan ajaibnya, sebagai senjata nabi Isa dan kaum muslimin untuk
menewaskan dan sekaligus menguburkan bangsa Yajuj dan Majuj. Padahal, semua
penduduk bumi dan langit tidak mampu membendung kebrutalan dua bangsa perusak yang
besar, kejam, dan tangguh itu!
Dzikir dan doa meyelamatkan pribadi dari pembantaian, mengokohkan pasukan islam,
memporak-porandakan pasukan musuh, dan mengantarkan prajurit muslim kepada mati
syahid; terutama di masa kekacauan akhir zaman dan perjuangan Al-Mahdi-Nabi Isa untuk
memakmurkan dunia dengan syariat Allah
Dzikir dan doa menghhindarkan harta dan nyawa kaum muslimin dari bencana alam, di saat
akhir zaman sering terjadi gempa bumi, hujan meteor, kegelapan pekat, dan pengubahan
bentuk manusia. Bahkan, doa dan dzikir bisa mengubah bencana menjadi sebuah berkah.
Dzikir dan doa mengandung lima kekuatan dahsyat yang menyelamatkan kaum muslimin
dari segala penyakit fisik, baik secara preventif maupun kuratif.
Doa dan dzikir mementahkan semua tipu daya, kepalsuan, dan kekuatan Dajjal. Padahal,
Dajjal membawa sungai air dan api. juga gunung roti; mampu memerintahkan langit untuk
menurunkan hujan dan bumi untuk menumbuhkan tanaman; bahkan menghidupkan kembali
beberapa orang yang telah mati.
Doa dan dzikir mendatangkan kemuliaan bagi seorang muslim untuk menyambut turunnya
nabi Isa dari langit, mendapat stempel keimanan dari binatang yang bisa berbicara, dan
menggapai taubat sebelum matahari terbit dari arah barat.
***

RESENSI BUKU
Judul Buku : Tafsir Muyassar (4 Jilid)
Penulis : Dr. `Aidh al-Qarni
Ukuran : 15,5 x 24 cm
Jenis : Hard Cover
Harga : Rp. 400,000/set (Belum termasuk ongkos
kirim)
Dengan metode tadabur dan takafur, buku ini mengajak Anda untuk menyelami dan
menghayati kedalaman makna doa ilahi dan dzikir nabawi, selanjutnya
mengaktualisasikannya untuk menghadapi berbagai huru-hara dan tanda-tanda besar kiamat
di akhir zaman.
Berdasar dalil-dalil yang shahih dari Al Quran dan As-Sunnah, didukung oleh realita
histories dan empiris, dan disajikan dengan bahasa narasi yang mudah dipahami; buku yang
unik dan langka ini boleh jadi merupakan kajian pertama dalam tema yang sangat luar
biasa ini.
Melalui tafsir yang disajikan secara ringkas dan sederhana ini, Dr. `Aidh al-Qarni berharap
semakin banyak orang yang dapat memahami kandungan al-Qur`an. Dalam
kesederhanaannya, tafsir ini memberikan banyak kemudahan bagi pembaca untuk memahami
makna dan kandungan setiap ayat, hubungan antar ayat, hukum-hukum syariat yang tersurat
maupun yang tersirat dari setiap ayat, dan juga isyarat serta hikmah dari turunnya sebuah ayat
atau sebuah surah.
Banyak hal rumit yang ditemui dalam kitab-kitab tafsir lain sengaja dihindari oleh penulis.
Misalnya, penulis tidak menguraikan sebuah ayat dari aspek bahasanyapilihan kata dan
masalah tatabahasa (nahwu-sharaf)nyahal ihwal satranya, maupun persoalan makna ayatayat mutasybih yang acap menjadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ulama tafsir.
Penulis juga menghindari cerita-cerita isra`iliyat, riwayat-riwayat yang lemah, dan berbagai
riwayat yang masih diperselisihkan ke-otentikan-nya. Singkatnya, penulis langsung menuju
kepada pokok persoalan dan mencoba memberikan kesimpulan secara jelas.
Kelebihan itulah yang akhirnya membuat tafsir ini terus cetak ulang, laris di pasaran, dan
mulai diterjemahkan ke berbagai bahasa. Tercatat, edisi bahasa Arabnya sampai saat ini sudah
terjual lebih dari 500.000 eksemplar.
Dr. `Aidh al-Qarni Lahir pada tahun 1379 H. Dikenal sebagai ulama yang tidak hanya aktif
berdakwah, tetapi juga produktif menulis. Salah satu bukunya yang fenomenal dan menjadi
buku yang sangat berpengaruh pada abad ini adalah buku L Tahzan, Jangan Bersedih!
Selain hafal al-Qur`an kitab hadis Bulgh al-Maram, 5000 hadis lain, dan lebih dari 10.000
bait syair Arab kuno hingga modern, beliau juga mendalami kitab-kitab tafsir klasik maupun
kontemporer seperti tafsir Ibnu Katsir, ath-Thabari, al-Qurthubi, Zdu al-Masr, al-Kasysyaf
karya az-Zamakhsyari, dan juga tafsir F Zhill al-Qur`n karya Sayyid Quthb.
Kini, ulama yang telah menjalani dakwah Islam lebih dari seperempat abad ini masih
mengajar pengajian hadis Mukhtashar al-Bukhari, Mukhtashar Muslim, al-Muntakhab, alLu`lu` wa al-Marjan dan juga mengajarkan ilmu akidah, sirah, fikih dalam pengajianpengajiannya di berbagai tempat.
***

RESENSI FILM
Garuda Di Dadaku
Jenis Film : Drama Semua Umur (general)
Produser : Shanty Harmayn
Produksi : Sbo Films Dam Mizan Productions
Sutradara : Ifa Isfansyah
Penata kamera: Cesa David Luckmansyah
Penata musik: Aksan Sjuman, Titi Sjuman, Netral
Penulis : Salman Aristo
Pemain : Emir Mahira (Bayu) , Aldo Tansani (Heri) , Marsha Aruan
(zahra) , Ikranagara (kakek bayu) , Maudy Koesnaedi (ibunda bayu) ,
Ary Sihasale , Ramzi
Garuda Di Dadaku adalah film keluarga yang bercerita tentang Bayu, seorang anak SD,yang
tiggal di perkampungan sesak di Jakarta dan Bayu mempunyai mimpi menjadi seorang
pemain bola dan masuk ke Tim Nasional Indonesia. Bayu mempunyai bakat bermain sepak
bola dari ayahnya yang dulunya juga adalah seorang pemain sepak bola. Sayangnya, cita-cita
Bayu itu ditentang oleh sang kakek yang lebih senang melihat Bayu mengikuti berbagai
macam kursus demi masa depannya namun teman dekat bayu yang bernama Heri selalu
meyakinkan bahwa Bayu sangat memiliki talenta untuk menjadi pemain bola Nasional dan
Heri juga yang selalu mengajak Bayu untuk ikut ke ajang seleksi pemain nasional usia
dibawah 13 tahun.
Ternyata kakek mempunyai alasan yang kuat kenapa ia melarang Bayu bermain bola. Ayah
Bayu yang dulunya seorang pemain bola mengalami cedera berat pada waktu itu sehingga
tidak bisa bermain bola dan akhirnya hanya menjadi seorang supir taksi. Kakek Bayu tidak
mau nasib yang sama menimpa Bayu cucu yang ia sayangi. Bayu yang benar-benar mencintai
sepak bola tidak mau begitu saja menuruti apa kata kakeknya.
Masalah pun muncul ketika Bayu membohongi kakeknya yang mengira bahwa ia berbakat
menjadi seorang pelukis. Tidak diduga kakek datang dan melihat Bayu di sekolah sepak
bolanya dan tiba-tiba ia terserang penyakit jantung dan dilarikan ke rumah sakit. Bayu merasa
bersalah dan menyesal telah membohongi kakeknya dan ia memutuskan untuk berhenti
bermain bola.
Kenapa film ini disebut dengan Garuda? Karena Garuda adalah lambang Negara kita. Dengan
logo garuda yang disemangatkan dalam seragam nasional pemain sepakbola anak-anak u-13
membuat Bayu (yang dimainkan oleh Emir Mahira) yang berusaha mati-matian untuk
menjadi pemain sepak bola handal dan dalam film Garuda di Dadaku ini kita dapat melihat
dan merasakan aroma perjuangan sang Bayu anak yang masih duduk di bangku kelas 6.
Cerita persahabatn bayu dan heri diceritakan sangat apik dalam cerita ini namun banyak juga
masalah antara mereka, tapi mereka tetap dapat menyelesaikan semua masalahnya dan pada
akhir cerita Garuda di Dadaku ini Bayu dapat memenuhi cita-citanya yaitu ia menjadi pemain
Tim Nasional U-13.
***

Resensi Film
Titanic

Pemain: Leonardo DiCaprio, Kate Winslet, Billy Zane, Kathy Bates, Bill Paxton
Sutradara: James Cameron
Produser: James Cameron, Jon Landau
Produksi: Twentieth Century-Fox Film
Tahun : 1997
Kisah cinta antara Rose deWitt Bukater (Kate Winslet) dan Jack Dawson (Leonardo
DiCaprio) bersemi di atas kapal pesiar TITANIC. Cinta antara dua insan ini berjalan indah
seiring perjalanan dengan kapal megah tersebut. Keindahan kisah cinta mengalami masalah
dengan hadirnya suatu malapetaka yaitu ketika kapal ini menabrak bongkahan es yang
menyebabkan kapal mewah tersebut tenggelam. Lalu, bagaimana kisah cinta Jack dan Rose
di kala semua orang panik dan berusaha untuk menyelamatkan diri masing-masing.
Kisah sejarah tenggelamnya Titanic menginspirasi sebuah drama yang dimiliki oleh
penumpang yang sedang jatuh cinta dengan penumpang lain. James Cameron membuat
sangat apik dalam ukuran saat itu. Tak heran bila banyak orang memuji Cameron terutama
penggunaan visual-effect yang baik dan rapi pada saat itu. Dramatisasi yang digarap Cameron
juga mendukung film ini. Film ini juga menjadi titik awal akting yang baik dari Kate Winslet
dan Leonardo DiCaprio sehingga tawaran film tak henti-hentinya untuk mereka setelah film
ini.
Kelemahan film ini adalah pesan yang kurang bermanfaat untuk penonton. Pesan ceritanya
saja yang tersampaikan dengan baik. Pesan yang dapat menginspirasi penonton agak kurang.
Fokus film ini adalah visual-effect dan drama sebagai hiburan dalam film. Akibatnya,
mungkin agak berat agar fenomena film ini di tahun 1997-1998 akan terus dikenang
sepanjang masa meskipun memenangkan banyak penghargaan. Lain halnya dengan Forrest
Gump yang berpotensi untuk menjadi film sepanjang masa yang dapat ditonton pada generasi
mana pun.

****
Resensi Horison Esai Indonesia

Judul: Horison Esai Indonesia (Jilid 1 dan 2)


Penulis: Mohammad Hatta, Goenawan Mohamad, PK Ojong,
Sudjatmoko, Nirwan Dewanto, Ariel Heryanto, dll.
Editor : Taufiq Ismail, Ignas Kleden, dkk.
Penerbit : Majalah Sastra Horison dan The Ford Foundation
Cetakan : Pertama, Januari 2004
Tebal : 1.006 halaman + indeks

Bentuk tulisan ini menurut catatan sejarah mulai dikenal luas setelah penulis Prancis, Michel
Eyquem de Montaigne (1533-1592), menerbitkan buku Essais pada 1580 (buku ini terbit tiga
jilid dan jilid terakhir terbit pada 1588) dan sejak itu banyak penulis terangsang untuk
melanjutkan bentuk ini dan masih terus berlanjut sampai sekarang. Di Indonesia bentuk esai
dipopulerkan oleh HB Jassin melalui tinjauan-tinjauannya mengenai karya-karya sastra
Indonesia yang kemudian dibukukan (sebanyak empat jilid) dengan judul Kesusastraan
Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (1985), tapi Jassin tidak bisa menerangjelaskan
rumusan esai.
Buku ini adalah salah satu album esai penulis kita yang tergolong sangat lengkap karena telah
menampung karya penulis dari berbagai belahan masa sehingga bisa merekam perjalanan esai
kita secara representatif dari sisi kesejarahan maupun substansi. Dari sini tampak bahwa esai
telah melabrak garis batas spesialisasi. Esai menjadi tempat perjumpaan banyak orang dan
dalam perbedaan-perbedaan yang hangat dan mengasyikkan.
Akan tetapi, ada nama-nama yang menurut saya masih tercecer dari buku ini dan tidak
mendapatkan penjelasan dari para editor secara tertulis di dalam kata pengantar, misalnya
Chairil Anwar, Faruk HT, Arief B Prasetyo, Maman S Mahayana, Adi Wicaksono, Edy A
Effendi, Nirwan Ahmad Arsuka, dan Sitor Situmorang yang esainya juga berbobot dan cukup
dikenal selama ini, tetapi tidak diikutkan dalam buku ini. Chairil Anwar telah menulis esaiesai yang cukup bernas, padat, dan populer; esai-esai Arief B Prasetyo tajam dan dengan
memakai pendekatan yang sangat kompleks, atau Faruk HT yang banyak menulis esai-esai
panjang yang kokoh secara teoretis.
Tentu para editor buku ini memiliki dasar alasan tersendiri kenapa nama-nama itu tidak
diikutkan dalam buku ini meskipun keterceceran itu dapat dibilang sebagai sebuah kejadian

yang tidak bijaksana. Atau barangkali juga ini lebih menyangkut pada persoalan pilihan yang
harus ditempuh ketimbang sebuah kesalahan yang tidak disengaja.
Surat-surat pribadi Sutan Syahrir yang berisikan catatan selama perjalanannya menuju tempat
pembuangannya (Ambon) dan ketika ia berada di tempat pembuangan sebagaimana
terungkap dalam "Intermezo", tulisan Tan Malaka "Pendahuluan MADILOG" yang sesak
dengan dalil-dalil filsafat dan temuan ilmu pengetahuannya untuk mendukung gagasan
ideologinya, atau tulisan Soekarno yang bobot politiknya tinggi dan cenderung blak-blakan
seperti dalam "Laki-Laki dan Perempuan" adalah karya-karya tulis yang menurut para editor
buku ini adalah esai-esai yang baik. Penemuan-penemuan ini sangat penting dan mengandung
kadar rintisan yang tinggi sebagai sebuah upaya penilaian ulang dan pemberian penghargaan
terhadap karya-karya tulis yang sebelumnya tidak dijamah secara adil atau dianggap sama
sekali bukan esai.

Resensi Majalah Tempo


Judul : Pengakuan Algojo 1965 (Investigasi Tempo Perihal Pembantaian
1965)
Penulis : Kurniawan et al.
Penerbit : Tempo Publishing
Jumlah Halaman : viii+178 halaman
Tahun Terbit : September 2013
Pesan Jas Merah Bung Karno adalah pesan yang singkat tetapi efeknya bisa sangat
panjang. Melupakan sejarah atau memilih apatis terhadap kebenaran sejarah yang ditutupi
oleh penguasa akan menjadikan kita bangsa yang tidak pernah belajar dari kesalahan.
Akibatnya kesalahan-kesalahan yang telah terjadi di masa lalu akan terulang, bahkan menjadi
lebih fatal tanpa ada tindakan penghindaran. Inilah yang menjadi dasar Tim Laporan Khusus
Majalah Tempo ketika memutuskan untuk mengungkap fakta sejarah dibalik penumpasan
G30S/PKI.
Majalah Tempo berusaha mengungkap kenyataan sejarah dari peristiwa pembantaian
terhadap anggota PKI oleh ABRI (sekarang TNI-Polri) yang dibantu masyarakat, khususnya
para tokoh agama-musuh utama PKI, sesaat setelah pecahnya Gestapu. Laporan Tim Khusus
yang tadinya dimuat dalam bentuk majalah edisi 1-7 Oktober 2012 ini kemudian diterbitkan
dalam bentuk buku berjudul Pengakuan Algojo 1965 (Investigasi Tempo Perihal Pembantaian
1965) setebal 186 halaman. Buku ini berisi pengakuan dari beberapa orang yang dulu pernah
menjadi algojo pada saat proyek penumpasan PKI sampai akar-akarnya digencarkan oleh
Soeharto dan Orde Baru.
Tim investigasi Tempo menelusuri jejak peristiwa pembantaian anggota-anggota PKI
sekitar tahun 1965 di berbagai daerah. Dari hasil penelusuran tersebut terungkaplah bahwa di
berbagai daerah di Indonesia dulu pernah terjadi pelanggaran HAM berat berupa
pembantaian masal terhadap anggota PKI maupun simpatisannya. Pengakuan paling
menggetarkan berasal dari seorang mantan algojo berjuluk Anwar Congo. Di buku ini ia tak
sekedar menceritakan pengalamannya mengeksekusi para anggota dan simpatisan PKI. Lebih
dari itu Anwar Congo juga memperagakan bagaimana cara ia membunuh. Dengan sigap dia

memperagakan : seorang kawannya ia dekatkan ke tiang, lalu seutas kawat ia lilitkan di leher.
Kawat itu kemudian ditarik. Ini supaya tidak ada darahnya, katanya. Ini saya tiru dari
film-film gangster. (halaman 152) Selain berisi pengakuan para algojo, buku yang
dilengkapi beberapa dokumentasi foto ini juga berisi pengakuan para korban yang dulu
pernah dipenjara, disuruh kerja paksa, bahkan disiksa tanpa ada proses pengadilan karena
mereka dicurigai sebagai anggota atau simpatisan PKI.
Di bagian akhir buku juga dilampirkan beberapa pendapat para ahli dan tokoh
mengenai tragedi yang kabarnya lebih kejam daripada peristiwa G30S/PKI itu sendiri.
Karena buku ini awalnya adalah laporan investigasi Tim Laporan Khusus Majalah Tempo,
maka disertakan pula beberapa tanggapan dari pembaca. Sebagian besar surat pembaca
tersebut berasal dari tokoh-tokoh ormas agama yang organisasinya disebut dalam hasil
investigasi ini. Kebanyakan mereka tidak terima organisasi mereka disebut ikut dalam
pembantaian 1965. Bahkan mereka menganggap bahwa Tempo memiliki agenda tertentu
dalam investigasinya. Membacanya membuat wawasan kita tentang sejarah bangsa menjadi
tercerahkan. Lewat buku ini kita juga akan disadarkan bahwa komunis memang dilarang di
Indonesia, tetapi bukan berarti bahwa pembantaian terhadap komunis diijinkan dan
diskriminasi terhadap keluarganya diperbolehkan. Bahkan mempelajari ideologi komunis
atau sosialis juga sebenarnya jangan dilarang. Sejarah bangsa Indonesia yang selama ini
diajarkan di sekolah-sekolah harus diluruskan, karena masih dipenuhi unsur propaganda
rezim Orde Baru. ***

Resensi Album
Artis
Album
Genre
Produksi
Durasi

: Green Day
: 21st Century Breakdown
: Punk Pop Alternative
: 2009/Reprise Records
: 69:15 menit

21st Century Breakdown adalah album mayor label ke-8 dari band punk-pop alternative dari
Amerika Serikat, Green Day. Band yang dimotori Billie Joe Armstrong (lead guitar), Mike
Dirnt (bass), Tre Cool (drum) akan merilis album mereka yang kedelapan mereka pada
tanggal 15 May 2009.
Green Day mulai menulis lagu baru untuk album 21st Century Breakdown ini pada Januari
2006 setelah tur ekstensif mereka pada tahun 2005. Proses menulis dan merekam album ini
memakan waktu rentang tiga tahun, dari 2006 hingga 2009. Dan akhirnya selesai pada April
2009.
Billie Joe Armstrong sang frontman menggambarkan album ini sebagai snapshot era di
mana kita hidup dengan penuh pertanyaan dan kami mencoba untuk memahami manipulasi
egois terjadi di sekitar kita, apakah itu pemerintah, agama, media atau terus terang segala
bentuk otoritas.
Hampir sama dengan album mereka yang sebelumnya American Idiot, album ini tetap
bertemakan tentang Punk-Rock opera. Album ini terkesan melanjutkan kisah Rock-Opera
klasik dari album mereka yang sebelumnya. Oleh karena itu album ini kembali dibagi
menjadi tiga bagian penting yaitu "Pahlawan dan Pecundang", "Penipu dan Orang Suci", dan
"Sepatu Kuda dan Granat Tangan

Album ini terdiri dari 18 track/lagu yang hampir ke semua liriknya ditulis ole Billie Joe
Armstrong :
1. Songs of The Century
2. 21st Century Breakdown
3. Know Your Enemy
4. Viva La Gloria
5. Before The Lobotomy
6. Christian Inferno
7. Last Night On Earth
8. East Jesus Nowhere
9. Peacemaker
10. Last Of The American Girls
11. Murder City
12. Viva La Gloria (Little Girl)
13. Restless Heart Syndrome
14. Horseshoes and Handgrenades
15. The Static Age
16. American Eulogy
17. 21 Guns
18. See The Light

Resensi Album
Penyanyi: Andra and The Backbone
Album: Andra and The Backbone
Produksi: EMI Indonesia
Rilis: 2007
Genre: Rock
Andra and the Backbone adalah band yang sangat terkenal di seluruh Indonesia dari Sabang
sampai ke Merauke. Nama band mereka itu bukan asing dengan para remaja jaman sekarang
ini. Band tersebut pertama dimulai oleh seorang lelaki bernama Andra Ramadhan pada tahun
2007. Sebelum itu, Andra Ramadhan bekerja sebagai seorang guitarist buat band Dewa 19.
Andra bekerja dengan Dewa 19 sejak tahun 1986 dan berhenti pada tahun 2011, waktu band
Dewa 19 selesai. Andra and the Backbone merupakan project pribadi Andra Ramadhan.
Andra sangat berbakat musik dan sudah tertarik dengan musik sejak smp, waktu dia pernah
mengenal dunia musik lewat kegiatan sekolah. Walaupun dia pertama ingin menjadi
drummer, dia tidak mampu untuk membeli drum set dan mulai tertarik kepada guitar saat
melihat teman-temannya bermain.
Pada tahun 2006, Andra mulai serius membuat solo project dia, karena jadwal Dewa 19 tidak
terlalu padat. Karena ditahun-tahun sebelumnya Andra bertemu dengan Stevie Morley Item
yang kala itu sebagai additional player Dewa 19 dan merasa cocok dengan gaya permainan
Stevie, jauh-jauh hari Andra sudah pernah menawarkan kepada Stevie untuk ikut bergabung

dalam project tersebut. Di tahun itu juga Andra menemukan anggota band satu lagi, yaitu
Dedy Lisan. Tidak lama kemudian mereka merilis demo yang pertama dan berhasil mendapat
tawaran dari label rekaman.
Akhirnya, setelah bekerja keras, Andra and The Backbone meriliskan album mereka yang
pertama. Album itu bernama Andra and The Backbone dan menjadi sangat popular di
komunitas para remaja Indonesia. Karena sukses banget, banyak orang bilang bahwa band
Andra and the Backbone akan melibihi band Dewa 19. Salah satu lagu paling top dari album
mereka adalah Sempurna. Menurut Andra Ramadhan, lagu ini terinspirasi oleh Tuhan.
Banyak orang suka banget lagu ini gara-gara enak di dengar dan memiliki melodi yang
bagus. Lagu top yang yang satu lagi dari album pertama Andra and The Backbone adalah
Musnah. Musnah menjadi lagu top karena lirik yang sangat dalam dan juga enak untuk di
dengar. Berikut adalah lagu-lagu yang ada di dalam album Andra and The Backbone:

Terdalam
Pujaan Hati
Musnah
Dan Tidurlah
Lagi Dan Lagi
Saat Dunia Masih Milik Kita
Hanya Dirimu
Ditelan Bumi
Perih
Sempurna
Dengarkan Aku
Surrender
Selamat Tinggal Masa Lalu

Hikayat Cabe Rawit Cerita Rakyat Dari Aceh Selatan


Pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung antah berantah, hidulah sepasang suami istri.
Mereka merupakan sebuah keluarga yang sangat miskin. Rumahnya dari pelepah daun rumbia
yang didirikan seperti pagar sangkar puyuh. Atap rumah mereka dari daun rumbia yang dianyam.
Tidak ada lantai semen atau papan di rumah tersebut, kecuali tanah yang diratakan dan
dipadatkan. Di sana tikar anyaman daun pandan digelar untuk tempat duduk dan istirahat keluarga
tersebut.
Demikianlah miskinnya keluarga itu. Rumah mereka pun jauh dari pasar dan keramaian. Namun
demikian, suami-istri yang usianya sudah setengah abad itu sangat rajin beribadah.
Istriku, kata sang suami suatu malam. Sebenarnya apakah kesalahan kita sehingga sudah di
usia begini tua, kita belum juga dianugerahkan seorang anak pun. Padahal, aku tak pernah
menyakiti orang, tak pernah berbuat jahat kepada orang, tak pernah mencuri walaupun kita
kadang tak ada beras untuk tanak.
Entahlah, suamiku. Kau kan tahu, aku juga selalu beribadah dan memohon kepada Tuhan agar
nasib kita ini dapat berubah. Jangankan harta, anak pun kita tak punya. Apa Tuhan terlalu
membenci kita karena kita miskin? keluh sang istri pula. Matanya bercahaya di bawah sinar
lampu panyot tanda berusaha menahan tangis.
Malam itu, seusai tahajud, suami-istri tersebut kembali berdoa kepada Tuhan. Keduanya
memohon agar dianugerahkan seorang anak. Tanpa sadar, mulut sang suami mengucapkan
sumpah, Kalau aku diberi anak, sebesar cabe rawit pun anak itu akan kurawat dengan kasih
sayang. Entah sadar atau tidak pula, si istri pun mengamini doa suaminya.
Beberapa minggu kemudian, si istri mulai merasakan sakit diperutnya. Keduanya tak pernah
curiga kalau sakit yang dialami si istri adalah sakit orang mengandung. Tak ada ciri-ciri kalau
perut istri sedang mengandung. Si istri hanya merasa sakit dalam perut. Sesekali, ia memang
merasakan mual.
Waktu terus berjalan. Bulan berganti bulan, pada suatu subuh yang dingin, si istri merasakan sakit
dalam perutnya teramat sangat. Bukan main gelisahnya kedua suami-istri tersebut. Hendak pergi
berobat, tak tahu harus pergi ke mana dan pakai apa. Tak ada sepeserpun uang tersimpan. Namun,
kegelisahan itu tiba-tiba berubah suka tatkala ternyata istrinya melahirkan seorang anak. Senyum
sejenak mengambang di wajah keduanya. Akan tetapi, betapa terkejutnya suami-istri itu, ternyata
tubuh anak yang baru saja lahir sangat kecil, sebesar cabe rawit.
Sudahlah istriku, betapa pun dan bagaimana pun keadaannya, anak ini adalah anak kita. Ingatkah
kau setahun lalu, saat kita berdoa bersama bahwa kita bersedia merawat anak kita kelak kalau
memang Tuhan berkenan, walaupun sebesar cabe rawit? hibur sang suami. Keduanya lalu
tersenyum kembali dan menyadari sudah menjadi ibu dan ayah.
Singkat cerita, si anak pun dipelihara hingga besar. Anak itu perempuan. Kendati sudah berumur
remaja, tubuh anak itu tetap kecil, seperti cabe rawit. Demi kehidupan keluarganya, sang ayah
bekerja mengambil upah di pasar. Ia membantu mengangkut dagangan orang untuk mendapatkan
sedikit bekal makanan yang akan mereka nikmati bersama.
Sahdan, suatu ketika si ayah jatuh sakit, tak lama kemudian meninggal dunia. Sedangkan si ibu,
tubuhnya mulai lemas dimakan usia. Bertambahlah duka di keluarga itu sejak kehilangan sang

ayah. Kerja si ibu pun hanya menangis. Tak tahan melihat keadaan orangtuanya, si anak yang
diberi nama cabe rawit karena tubuhnya memang kecil seperti cabe, berkata pada ibunnya, Ibu
aku akan ke pasar. Aku akan bekerja menggantikan ayah.
Jangan anakku, nanti kalau kau terpijak orang, bagaimana? Ibu tak mau terjadi apa-apa pada
dirimu, sahut ibunya.
Sudahlah, Ibu, yakinlah aku tak kan apa-apa. Aku pasti bisa. Aku kan sudah besar.
Anakku, kau satu-satunya harta yang tersisa di rumah ini. Kau satu-satunya milik ibu sekarang.
Ibu tak mau kehilangan dirimu, kata ibu lagi.
Aku akan mencoba dahulu, Bu. Dengan doa ibu, yakinlah kalau aku tidak akan apa-apa. Nanti,
kalau memang aku tidak bisa bekerja, aku akan pulang. Tapi, izinkan aku mencobanya dahulu,
Ibu, bujuk cabe rawit berusaha meyakinkan ibunya.
Cabai rawit terus mendesak ibunya agar diizinkan bekerja ke pasar. Sahdan, sang ibu pun
akhirnya memberikan izin kepada cabe rawit. Maka pergilah cabe rawit ke pasar tanpa bekal apa
pun.
Belum sampai ke pasar, di perempatan jalan, melintaslah seorang pedagang pisang. Raga pisang
pedagang itu nyaris saja menyentuh cabe rawit. Mug pisang, mug pisang, hati-hati, jangan
sampai raga pisangmu menghimpit tubuhku yang kecil ini, kata cabe rawit.
Spontan pedagang pisang menghentikan langkahnya. Ia melihat ke belakang, lalu ke samping,
tapi tak dilihatnya seorang pun manusia.
Mug pisang, mug pisang, hati-hati, jangan sampai raga pisangmu menghimpit tubuhku yang
kecil ini. Terdengar kembali suara serupa di telinga pedagang pisang. Ia kembali melihat ke
belakang dan ke samping. Tapi, tetap tak ditemukannya sesosok manusia pun. Sampai tiga kali ia
mendengar suara dan kalimat yang sama, mug pisang merasa ketakutan. Akhirnya, dia berlari
meninggalkan pisang dagangannya. Ia mengira ada makhluk halus. Padahal, si cabe rawit yang
sedang bicara. Karena tubuhnya yang mungil, pedagang pisang itu tidak melihat keberadaan cabe
rawit di sana.
Sepeninggalan mug pisang, pulanglah cabe rawit membawa pisang yang sudah ditinggalkan
mug itu. Sesampainya di rumah, si ibu heran melihat anaknya membawa pisang. Darimana kau
dapatkan pisang-pisang ini, Rawit? tanya si ibu.
Cabe rawit menceritakan kejadian di jalan sebelum ia sempat sampai ke pasar. Daripada diambil
orang atau dimakan kambing, aku bawa pulang saja pisang-pisang ini, Bu, katanya.
Keesokan harinya, si cabe rawit kembali minta izn untuk ke pasar. Namun, di tengah jalan,
lewatlah pedagang beras dengan sepedanya. Ketika pedagang beras nyaris mendahului si cabe
rawit, ia mendengar sebuah suara. Hati-hati sedikit pedagang beras, jangan sampai ban
sepedamu menggilas tubuhku yang kecil ini. Ibuku pasti menangis nanti, kata sara itu.
Berhentilah pedagang beras tersebut karena terkejut. Ia melihat ke sekeliling, tapi tak didapatinya
seorang manusia pun. Sementara suara itu kembali terdengar. Setelah mendengar suara tersebut
berulang-ulang, akhirnya pedagang beras lari pontang-panting ketakutan. Ia mengira ada makhluk
halus yang sedang mengintainya. Padahal, itu suara cabe rawit yang tidak kelihatan karena
tubuhnya yang teramat mungil.

Sepeninggalan pedagang beras, cabe rawit pulang sambil membawa sedikit beras yang sudah
ditinggalkan oleh pedagang tersebut. Sesampainya di rumah, si ibu kembali bertanya. Tadi, di
jalan aku bertemu dengan pedagang beras, Bu. Dia tiba-tiba meninggalkan berasnya begitu saja.
Daripada diambil orang lain atau dimakan burung, kuambi sedikit, kubawa pulang untuk kita
makan. Bukankah kita sudah tidak memiliki beras lagi? jawab cabe rawit.
Keesokan harinya, hal serupa kembali terjadi. Ketika cabe rawit hendak ke pasar, di pertengahan
jalan, ia bertemu dengan pedagang ikan. Pedagang ikan itu juga ketakutan saat mendengar ada
suara yang menyapanya. Ia lari lintang pukang meninggalkan ikan-ikan dagangannya. Maka
pulanglah cabe rawit sembari membawa beberapa ikan semampu ia papah. Tadi pedagang ikan
itu tiba-tiba lari meninggalkan ikan-ikannya. Kita kan sudah lama tidak makan ikan. Aku bawa
pulang saja ikan-ikan ini sedikit daripada habis dimakan kucing, kata cabe rawit kepada ibunya
saa sang ibu bertanya darimana ia mendapatkan ikan.
Begitulah hari-hari dilalui cabe rawit. Ia tidak pernah sampai ke pasar. Selalu saja, di perempatan
atau pertengahan jalan, dia berpapasan dengan para pedagang. Hatta, keluarga yang dulunya
miskin dan jarang makan enak itu menjadi hidup berlimpah harta. Pedagang beras akan
meninggalkan berasnya di jalan saat mendengar suara cabe rawit. Pedagang pakaian
meninggalkan pakaian dagangannya, pedagang emas pun pernah melakukan hal itu. Heranlah
orang-orang sekampung melihat si janda miskin menjadi hidup bergelimang harta.
Orang-orang kampung pun mulai curiga. Didatangilah rumah janda miskin tersebut. Bagaimana
mungkin kau tiba-tiba hidup menjadi kaya sedangkan kami semua tahu, kau tidak memiliki siapasiapa. Suami pun sudah meniggal, kata kepala kampung.
Si janda hanya diam. Kepala kampung mengulangi pertanyaanya lagi. Namun, di janda tetap
bungkam. Karena kepala kampung dan orang-orang kampung di rumah itu sudah mulai marah,
terdengarlan suara dari balik pintu. Tolong jangan ganggu ibuku. Kalau kepala kampung mau
marah, marahilah aku. Kalau kepala kampung mau memukul, pukullah aku, kata suara tersebut.
Kepala kampung dan orang-orang yang ada di rumah tersebut terkejut mendengar suara itu.
Beberapa kali suara itu terdengar dari arah yang sama, dari belakang pintu. Salah seorang
penduduk melihat ke sebalik pintu. Namun, tak dijumpainya seorang pun di sana. Sedangkan saat
itu, suara yang sama kembali terdengar. Kalau kalian mau marah, marahilah aku. Kalau kalian
mau memukul, pukullah aku, kata suara itu yang tak lain dan tak bukan adalah milik cabe rawit.
Singkat cerita, ketahuan juga bahwa suara itu dari seorang manusia yang sangat kecil, sebesar
cabe. Suasana berubah menjadi tegang. Si janda menjelaskan semuanya. Ia menceritakan tentang
sumpah yang pernah ia lafalkan dengan sang suami tentang keinginan punya anak walau sebesar
cabe pun. Mahfumlah kepala kampung dan penduduk di sana. Akhirnya, para penduduk sepakat
membangun sebuah rumah lebih bagus untuk di janda bersama anaknya. Hidup makmurlah
keluarga cabe rawit. Ia tidak lagi harus pergi ke pasar sehingga membuat orang-orang takut. Akan
tetapi, setiap penduduk berkenan memberikan keluarga cabe rawit apa pun setiap hari. Ada yang
memberikan beras, garam, pakaian, dan sebagainya.
Ditulis oleh Herman RN berdasarkan tuturan lisan Halimah (80-an), seorang warga Ujung Pasir,
Kecamatan Kluet Selatan, Aceh Selatan.

You might also like