You are on page 1of 5

Lumayan jauh sih. Bapaknya Imel itu, sepupunya nyokap.

O, gitu,
Aku semakin curiga melihat gelagat Joanna yang menunjukkan ketidaksukaannya
terhadap Imel.
Tidak berapa lama, dari pintu kantin muncul si wajah manis yang kulihat di 12 IPS 4.
Kenapa aku jadi begini? Kenapa aku jadi begitu tertarik dengan cowok? Apakah aku
tertular syndrom Imel? Atau hawa Jakarta yang membuatku seperti ini? Kenapa baru
sekarang? Kenapa tidak sewaktu aku di Lyon? pertanyaan demi pertanyaan muncul di
kepalaku namun tidak kutemukan jawaban.
Mir! Kok ga dimakan sih? Ada yang kurang ya? Tuker aja.
Eh, enggak kok Na. jawabku kaget.
Aku berusaha tidak memperhatikan cowok itu. Ku teguk lagi kuah bakso mang Dana.
Tapi yang kurasakan hanya degup jantungku yang semakin keras.
Hi, Na! sapa seorang cowok yang menghampiri kami.
Hi, Vin! balas Joanna.
O, ini yang namanya Alvin. Bener juga si Imel. Emang cakep, kataku dalam hati.
Wajah kebule-bulean Alvin dihiasi senyum menawan.
Hi, gua Alvin, sambil mengulurkan tangannya kepadaku.
Kusambut jabatan tangannya. Sungguh aneh, kurasa tangannnya lebih halus dari
tanganku.
Lo saudaranya Imel ya? tanya Alvin.
Ada apa sih dengan Imel? Aku mulai merasa somethings fishy going on here . Kok, dia
beken banget ya?
Iya, jawabku.
Lo tau ga, dia sodaranya Imel? tanya Alvin kepada Joanna.
Tau! jawab Joanna singkat.
Ketus banget sih lo Na? lagi dapet ya? canda Alvin.
Joanna melempar Alvin dengan tisu yang baru saja dipakainya untuk menyeka mulutnya.
Eh, blom pada minum ya? tanya Alvin tanpa menunggu jawaban dan langsung
berjalan cepat menuju kios minuman yang berada beberapa langkah dari situ.
Lucu, ya? tanya Joanna.
Apa?

Alvin, kata Joanna.


Oh, jawabku. Aku belum berani berkomentar, saat ini kupikir, sebaiknya aku banyak
diam. Mungkin dalam beberapa hari atau minggu aku baru bisa berkomentar semauku.
Namun hari ini aku berusaha untuk tidak menjadi diriku.
Alvin meletakkan dua Teh Botol di depan kami, nih, minum dulu. Nanti seret.
Tumben lo Vin, baik, celetuk Joanna.
Kan kita ada tamu, jawab Alvin sambil melirik ke Mirel.
Bisa aja lo Vin, cewek lo mo dikemanain? pancing Joanna.
Cewek yang mana? Ngarang lo Na, kapan gua pacaran? panik Alvin.
Joanna tertawa puas melihat kepanikan Alvin di depanku. Namun aku kurang
mendengarkan percakapan mereka. Konsentrasiku tetap pada cowok berwajah manis yang
duduk tidak jauh dari meja kami.
Mir, lo sekelas sama Nana? tanya Alvin.
Apa?... iya, sekelas, jawabku agak lama.
Wah apes lo! kelakar Alvin.
Kemudian mereka berdua kembali saling mencela dan tertawa, sedangkan aku kembali
mengamati cowok yang sejak pagi menarik perhatianku.
Tawa Alvin dan Joanna terdengar seperti dengungan lebah di kupingku. Tak kuhiraukan
sedikitpun.
Bel kembali berbunyi. Mangkok baksoku nyaris tak tersentuh olehku. Serentak para murid
di kantin semua berdiri dan memenuhi pintu kantin.
Aku berusaha mencari pusat perhatian ku di balik kerumunan, tapi aku kehilangan dia.
Udah yuk, masuk. Baksonya biar gua yang bayarin, ujar Joanna.
Thanks Na, ucapku.
Kami beranjak dari meja panjang kantin sekolah. Aku berdiri di belakang Joanna yang
sedang menunggu uang kembalian dari Mang Dana.
Mataku tetap mencari pusat perhatian ku di kerumunan yang mulai berkurang
jumlahnya. Tapi sepertinya dia telah menghilang.
HEH! MIR! Ngelamun aja, lagi! kejut Joanna, yuk, buruan masuk, ajaknya lagi.
Siapa nama cowok itu? Benar-benar membuatku penasaran! Mungkin Imel tahu, pasti
dia tahu!

Gila! Semua pelajaran yang dijelaskan di kelas; tidak ada satupun yang kumengerti!
Gawat! kepanikan mulai merasukiku.
Apakah segini sulitnya pelajaran SMA di Jakarta? Atau ini berlaku di semua kota?
Agh! Pusiiing!
Otak seperti mau pecah! Les! Aku ingat! Aku harus ikut les! Tapi uangnya? Ah! Ada!
Di tante Mirna! Tapi berapa uang yang diberikan mamah? Aku akan meminta uang
tambahan untuk les dan. Handphone! Aku butuh handphone!
Aku terus berpikir untuk mencari solusi demi solusi permasalahanku.
Bel sekolah tiba-tiba berbunyi.
Tidak terasa semua mata pelajaran telah kujalani. Akhirnya! Selesai juga! gumamku.
Joanna menghampiriku, Mir! Lo langsung balik?
Gua janjian sama Imel di gerbang.
Ooo ya udah, sampe besok ya, daahh!
Daaahh!
Aku merapikan rambutku dan mengikatnya ke belakang. Aku melenggang keluar hanya
membawa dompet kecilku. Aneh juga rasanya ke sekolah tanpa bawa apa-apa. Apalagi
kalau kita tidak mengerti apa-apa, kataku dalam hati.
Perbedaan hawa AC dalam kelas dan hawa lembab di luar seperti berpindah dari satu
dunia ke dunia yang lain.
Benar juga kata orang: Mendung tak berarti hujan. Sampai sekarang tak sebutirpun
tetes hujan yang turun ke bumi.
Di luar Alvin bersender di tembok kelasku.
Hai, Mir! sapanya.
Hai,
Mau langsung pulang ya? tanyanya.
Iya,
Mo bareng ga?
Gua udah janjian sama Imel. jawabku.
Ooo
Imel dah keluar? tanya Alvin.
Enggak tau deh. jawabku.
Gua anterin ke kelasnya, yuk! ajak Alvin.
Tapi gua udah janjian di gerbang. kataku

Mungkin aja, dia blom keluar. kata Alvin.


Ngotot banget, sih! Ah, ya sudah lah! Ikutin aja. pikirku.
Ya, udah. kataku.
Kami pun berjalan menelusuri kelas-kelas yang sebagian besar sudah kosong.
Wah! Ternyata sudah pada keluar! ujar Alvin di depan kelas 11 IPS 8.
Ya udah deh, yuk buruan ke gerbang. Jangan-jangan Imel dah nunggu di sana. kataku
agak panik karena takut ditinggal Imel.
Kami pun berjalan dengan terburu-buru. Alvin seperti ingin mengajakku bicara, namun ia
mengurungkan niatnya karena melihat kepanikanku.
Lewat sini Mir! ujar Alvin, sambil menarik tanganku.
Dari berjalan cepat, kini kami berlari kecil melewati pelataran parkir yang dipenuhi siswasiswa. Pandangan-pandangan mata mereka menyiratkan gosip baru di sekolah. Sebagian
ada yang berbisik ke teman sebelahnya.
Aku tersadar, tangan Alvin yang memegang tanganku bisa berakibat fatal!
Gerbang sudah tak jauh di depan kami. Langkah kamipun melambat. Aku menarik pelan
tanganku dari genggaman Alvin.
Alvin yang merasa kerisihanku, langsung melepas genggamannya.
Imel terlihat sedang bersender di kap mobil Yaris merah-nya.
Mel! panggilku.
Haii! sambut Imel dengan lambaian tangan.
Imel merekahkan senyum karena melihatku berjalan dengan Alvin. Imel sedikit
menyenggol sikutku dan memberi tanda dengan matanya.
Apa sih? bisikku.
Eh, Vin! Lo gebet sodara gua ya? celetuk Imel.
Aku agak kaget dengan perkataan Imel, Gila! Frontal banget! pikirku.
Gua nganterin doang. Katanya Mirel nyariin lo, jawab Alvin dengan sedikit malu.
Tuh, kan bener ada di sini! terdengar suara lantang dari mobil Imel.
Mana? Emang ada ya? Lagian HP ditinggal-tinggal! ujar Imel.
Sumber suara itupun keluar dari mobil Imel sambil membawa HP Blackberry-nya.
AAAHHHH! Tidak mungkin! Si Pusat perhatianku! teriakku dalam hati.
Eh, kenalin, Mir! Cowok gua, Tristan. ujar Imel.

Cest pas vrai!1 Cowok Imel?! Si pusat perhatian, cowoknya Imel! batinku bertarung
dengan rasa tidak percayaku.
Untuk pertama kalinya aku merasakan un coup de foudre2, ternyata pacar saudaraku!
Benar-benar sial!
Aku berusaha untuk terlihat biasa. Kujabat tangannya, badanku terasa lemas. Dia begitu
mignon3, tinggi, putih dan ikal rambutnya sangat cocok dengan penampilannya.
Woi! Mir! Jangan ngiler gitu dong ngeliat cowok gua! canda Imel.
Keringat dingin langsung melandaku, masa sih segitu obvious-nya? batinku.
Hah? Apaan sih lo Mel? ujarku berusaha menyangkal.
Ga usah panik gitu dong! Gua kan Cuma becanda! bales Imel sambil tertawa puas.
Udah yuk, jalan! ajak Imel.
Lo pada mo kemana? tanya Alvin.
Paling ke Sensi. jawab Imel.
Gua nyusul ya? kata Alvin lagi.
Ya udah. Ketemuan di sana ya?! usul Imel.
Vin, konvoi aja. Gua tunggu di depan ya. ujar Tristan yang kemudian duduk di kursi supir
mobil Imel.
Iya, tungguin ya! pinta Alvin sambil berlari menuju mobilnya.

1. Yang benar saja!

2. Cinta pada pandangan pertama.

3.Cute

You might also like

  • Rom 95
    Rom 95
    Document5 pages
    Rom 95
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 94
    Rom 94
    Document5 pages
    Rom 94
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 93
    Rom 93
    Document5 pages
    Rom 93
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 6
    Rom 6
    Document5 pages
    Rom 6
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 4
    Rom 4
    Document5 pages
    Rom 4
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 92
    Rom 92
    Document5 pages
    Rom 92
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 91
    Rom 91
    Document4 pages
    Rom 91
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 7
    Rom 7
    Document5 pages
    Rom 7
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 9
    Rom 9
    Document5 pages
    Rom 9
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 8
    Rom 8
    Document5 pages
    Rom 8
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 5
    Rom 5
    Document5 pages
    Rom 5
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 5
    Rom 5
    Document5 pages
    Rom 5
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 95
    Sin 95
    Document5 pages
    Sin 95
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 1
    Rom 1
    Document6 pages
    Rom 1
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 3
    Rom 3
    Document6 pages
    Rom 3
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 9
    Sin 9
    Document5 pages
    Sin 9
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Rom 2
    Rom 2
    Document7 pages
    Rom 2
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 98
    Sin 98
    Document5 pages
    Sin 98
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 92
    Sin 92
    Document5 pages
    Sin 92
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 96
    Sin 96
    Document5 pages
    Sin 96
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 94
    Sin 94
    Document5 pages
    Sin 94
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 97
    Sin 97
    Document180 pages
    Sin 97
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 94
    Sin 94
    Document5 pages
    Sin 94
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 91
    Sin 91
    Document5 pages
    Sin 91
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 93
    Sin 93
    Document5 pages
    Sin 93
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 8
    Sin 8
    Document5 pages
    Sin 8
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 93
    Sin 93
    Document5 pages
    Sin 93
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 7
    Sin 7
    Document5 pages
    Sin 7
    Abdul Aziz
    No ratings yet
  • Sin 6
    Sin 6
    Document5 pages
    Sin 6
    Abdul Aziz
    No ratings yet