You are on page 1of 5

TEKNIK

Teknik Operasi Labiopalatoskizis


Hendry Irawan, Kartika
Dokter Internship RSUD Datu Sanggul, Tapin, Kalimantan Selatan, Indonesia

ABSTRAK
Labiopalatoskizis merupakan malformasi wajah yang terjadi pada 1 dari 700 kelahiran di dunia yang dapat berkaitan dengan sindrom tertentu
atau pun tidak. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendiagnosis dan menentukan klasifikasi labiopalatoskizis. Proses terapi ini
memerlukan kerja sama tim dengan berbagai keahlian. Berbagai teknik operasi telah dikembangkan untuk mengatasi kelainan ini.
Kata kunci: labiopalatoskizis, teknik, operasi

ABSTRACT
Labiopalatoschizis is a facial malformation that occurs about 1 of 700 births in the world, which can be associated with particular syndrome
or not. History taking and physical examination were performed to diagnose and determine classification of labiopalatoschizis. The treatment
process requires teamwork of various expertises. Various surgical techniques have been developed to overcome this abnormality. Hendry
Irawan, Kartika. Technique of Labiopalatoschizis Surgery.
Key words: labiopalatoschizis, technique, surgery

Indonesia mencapai 5.000-6.000 kasus per


tahun5, diperkirakan akan bertambah 6.0007.000 kasus per tahun. Namun karena berbagai
kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi
jauh dari ideal, hanya sekitar 1.000-1.500
pasien per tahun yang mendapat kesempatan
menjalani operasi. Beberapa kendalanya
adalah minimnya tenaga dokter, kurangnya
informasi masyarakat tentang pengobatannya,
dan mahalnya biaya operasi.5

proporsi kelainan ini di Amerika Serikat:


45% celah lengkap pada bibir, alveolus, dan
palatum; 25% celah bibir, alveolus, atau
keduanya; dan 30% celah palatum.3 Penelitian
di Hawaii (1986-2003) membandingkan
angka kejadian bibir sumbing dan celah
palatum dengan bibir sumbing saja yaitu
sebesar 3,2% dan 1,0%.2,3 Insidens terbanyak
pada orang Asia dan Amerika dibandingkan
orang kulit hitam.6

Anak dengan labioskizis, labiopalatoskizis,


atau palatoskizis dapat memiliki beberapa
hendaya fisik yang disebabkan oleh kelainan
lain yang biasanya menyertai, atau akibat
komplikasi kelainan wajah. Aspek psikologis
sering terganggu, bukan hanya individu yang
memiliki kelainan, namun juga orang tua dan
keluarganya.3,4

EPIDEMIOLOGI
Bibir sumbing dan celah palatum merupakan
kelainan kongenital yang paling sering
ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens
bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum
adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika Serikat.
Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa
celah palatum bervariasi berdasarkan etnis,
dari 1.000 kelahiran didapatkan pada etnis
Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis kulit putih 1,0,
dan etnis kulit hitam 0,41. Sebaliknya, insidens
celah palatum konstan pada semua etnis, yaitu
0,5 dari 1.000 kelahiran.3

ETIOLOGI
Berbagai macam penyebab dikaitkan dengan
kelainan bibir sumbing dengan atau tanpa
celah palatum. Kelainan bibir sumbing dan
celah palatum dapat berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu yang
dikenal dengan kelainan sindromik (Tabel 1),
bila kelainan ini tidak berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu disebut
kelainan nonsindromik.7-13 Sekitar 70% kasus
merupakan kelainan nonsindromik dan 30%
kasus kelainan sindromik, dengan kasus
terbanyak sindrom van der Wounde.6,13

Di Indonesia, kelainan ini cukup sering


dijumpai, walaupun tidak banyak data yang
mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing
dan celah palatum yang tidak tertangani di

Insidens berdasarkan jenis kelamin pria


dan wanita adalah 2:1 untuk bibir sumbing
dengan atau tanpa celah palatum dan 1:2
untuk celah palatum saja. Secara keseluruhan,

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI


Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh, diagnosis bibir sumbing dan celah
palatum dapat ditegakkan. Keluhan-keluhan

PENDAHULUAN
Labioskizis, yang umum dikenal dalam
masyarakat sebagai bibir sumbing/celah
bibir, dengan atau tanpa celah langit-langit/
palatum (palatoskizis) adalah malformasi
wajah yang umum di masyarakat, terjadi
hampir pada 1 dari 700 kelahiran di dunia.1
Pada populasi prenatal, banyak janin dengan
labiopalatoskizis dan palatoskizis memiliki
kelainan kromosom atau kelainan lain yang
membuatnya tidak mampu bertahan hidup.
Dengan demikian, insidens labiopalatoskizis
dan palatoskizis pada populasi prenatal
lebih besar dibandingkan dengan populasi
postnatal.2

Alamat korespondensi

304

email: hexin_01@yahoo.com

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014

TEKNIK
Tabel 1 Sindrom dengan manifestasi klinis celah bibir dan atau celah palatum7-13
Sindrom

Gambaran saat lahir

Gambaran selanjutnya

Apert

Craniostenosis, beaked nose, cleft


palate, mitten shaped syndactyly in
hands

Mild to moderate mental retardation

Camptomelic dysplasia

Bowing of long bones, small thorax,


sex reversal, cleft palate

Early demise, poor mental


development

Cerebrocostomandibular

Cleft palate, defects in ribs, redundant


skin

Mental retardation

CHARGE association

Choanalatresia, external ear


abnormality, hypogenitalism,
congenital heart disease

Short stature, deafness

Diastropicdysplasia

Hitchhiker tumbs, talipes, cleft palate,


respiratory difficulties

Kyphoscoliosis, cystic deformed ear

Ectrodactyly-Ectodermal DusplasiaCleft (EEC)

Ectodermal dysplasia, ectrodactyly,


cleft lip and palate

Renal infections

Fetal hydantoin (fetal dilantin)

Hirsuitism, cleft palate, midfacial


hypoplasia

Developmental delay in some

Larsen

Flat midface, cleft palate

Accessory ossification center in


calcaneum

Marshall Stickler

Cleft palate, anteverted nostrils, flat


midface, micrognathia

Epiphysealdysplasia, cataract, joint


stiffness, deafness

Mohr

Broad nasal tip, midline cleft lip and


palate, aberrant frenulae, cleft tongue

Deafness, short stature

Oro-Facio-Digital (OFD)

Midline cleft lip, oral frenulae, cleft


palate, brachidactyly

Sparse hair

Otopalato-Digital

Hypertelorism, flat midface, broad tips


to the fingers and toes

Prominent for head and supraorbital


ridges, deafness

Pierre Robin Sequence

Small mandible, glossoptosis

Mental retardation in small proportion

Rapp-Hodgkin

Dysplastic nails, pinched nose, cleft


palate, hypospadias

Sparse hair

Roberts

Phocomelia, cleft lip and palate,


facial dysmorphism, chromosome
abnormality

Often stillborn or lethal in infancy

Spondyloepiphysealdysplasia
congenital

Cleft palate, short trunk, flat midface,


delayed epiphyses

Progressive scoliosis, myopia, retinal


detachment

Smith-Lemli-Opitz

Low birth weight, microcephaly, broad Mental retardation, ptosis


nasal tip, micrognatia, cleft palate,
syndactyly of toes

Amniotic Bands

Facial clefts, ring constrictions

Edwards

Short ear length, abnormal profile, micrognathia, hypotelorism, cleft lip and
palate

Hydrolethalus

Micrognathia, polyhydramnion, anomalous nose, deep set eyes, hydrocephalus,


polydactyly, occipital bone defect, stillborn, low set ears, defective lobulation
of the lungs, abnormal genitalia, abnormal larynx or trachea, cleft lip or palate,
club feet, congenital heart disease, short limbs,urinary tract anomalies

Pallister-Hall

Hypothalamic hamartoma, polydactyly, dysplastic nails, imperforated anus,


hypopituitarism, cleft palate, cleft uvula, bivid epiglottis

Patau

Polyhydramnios, holoprosencephaly, microcephaly, cleft lip and palate, low set


ear, polydactyly, overlapping fingers, congenital heart disease

Popliteal web

Cleft lip and palate, web of the skin at the knees

van der Woude

Cleft palate, lip pits on lower lip

umum selain keluhan estetik antara lain


gangguan bersuara, berbicara dan berbahasa,
gangguan menyusu/makan, gangguan
pertumbuhan wajah, pertumbuhan gigi, dan
infeksi pendengaran. Pada pemeriksaan fisik
kepala dan leher, dapat ditemukan asimetri
wajah, gangguan perkembangan telinga,
gangguan pendengaran, celah dan anomali
septum, atresia koana, gangguan rongga
mulut dan gigi, fonasi, dan menelan.3,4,6,14

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014

Banyak sistem terminologi dan klasifikasi


telah diajukan, namun hanya beberapa saja
yang diterima secara klinis. Perkembangan
embriologi bibir dan palatum menjadi dasar
beberapa klasifikasi deformitas bibir sumbing
dan celah palatum yang telah diterima luas.
Foramen insisivus membagi palatum menjadi
palatum primer dan palatum sekunder (Gambar
1). Palatum primer terdiri dari premaksila, bibir,
ujung hidung, kolumela, dan foramen insisivus

Gambar 1 Perkembangan embriologi bibir dan palatum1

Gambar 2 Klasifikasi Veau13

sebagai bagian posteriornya. Palatum sekunder


terbentuk setelah selesainya pembentukan
palatum primer dan memanjang dari foramen
insisivus di anterior ke uvula di posterior.1,13
Klasifikasi Veau untuk bibir sumbing dan celah
palatum (Gambar 2), dikembangkan pada
tahun 1931, merupakan klasifikasi sederhana
namun kurang terperinci. Kelompok 1 hanya
terdiri dari celah palatum mole saja, kelompok
2 terdiri dari celah palatum mole dan palatum
durum yang mencapai ke foramen insisivus,
kelompok 3 terdiri dari celah alveolar yang
lengkap pada satu sisi saja yang juga secara
umum mengikutsertakan bibir, dan kelompok
4 terdiri dari celah alveolar pada dua sisi, yang
sering dikaitkan dengan bibir sumbing kedua
sisi.13

305

TEKNIK
melibatkan juga bibir sumbing. Celah tidak
lengkap palatum biasanya hanya melibatkan
palatum sekunder saja dan memiliki tingkat
keparahan yang beragam.3
Tidak terdapat sistem terminologi dan klasifikasi
yang secara universal dapat diterima bersama,
tetapi ada skema klasifikasi yang diterapkan
oleh departemen bedah otolaringologi-kepala
dan leher Universitas Iowa (Gambar 3). Bibir
sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau
kanan, atau bilateral (kelompok I), dapat juga
lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar
hidung) atau tidak lengkap. Bibir sumbing saja
dapat terjadi, namun celah yang terjadi pada
daerah alveolus selalu dikaitkan dengan bibir
sumbing. Celah pada palatum dapat dibagi
menjadi primer (terlibatnya anterior foramen
insisivum, kelompok IV) atau sekunder
(terlibatnya posterior dari foramen insisivum,
kelompok II), dan kelompok III yaitu pasien
dengan bibir sumbing dan celah palatum.3
PENATALAKSANAAN
Masalah ini melibatkan anak dan orang
tua, bersifat kompleks, bervariasi, dan
membutuhkan penanganan yang lama.
Penanganan anak kelainan celah bibir dengan
atau tanpa celah palatum dan kelainan celah
palatum memerlukan kerjasama tim (Gambar 4),
seperti bagian anak, THT, bedah, gigi, ortopedi,
ahli rehabilitasi suara dan pendengaran, dan
beberapa bidang lain seperti bedah saraf, mata,
prostodontik, perawat, dan psikolog.3,4,6,13
Gambar 3 Klasifikasi Universitas Iowa3

Klasifikasi kedua merupakan klasifikasi yang


lebih detail namun masih berdasar pada
perkembangan embriologi. Celah bibir/bibir
sumbing diklasifikasikan menjadi unilateral
dan bilateral, dan lebih lanjut sebagai lengkap
atau tidak lengkap. Bibir sumbing lengkap
merupakan celah yang mencapai seluruh
ketebalan vertikal dari bibir atas dan terkadang
berkaitan dengan celah alveolar. Bibir sumbing
tidak lengkap terdiri dari hanya sebagian
saja ketebalan vertikal dari bibir, dengan
bermacam-macam jenis ketebalan jaringan
yang masih tersisa, dapat berupa peregangan
otot sederhana dengan bagian kulit yang
meliputinya atau sebagai pita tipis kulit yang
menyeberangi bagian celah tersebut. Simonarts
Band merupakan istilah untuk menyebut suatu
jaringan dari bibir dalam berbagai ukuran yang
menghubungkan celah tersebut. Walaupun
Simonarts Band biasanya hanya terdiri dari kulit,

306

gambaran histologis menunjukkan terkadang


juga terdiri dari serat-serat otot.3
Celah palatum diklasifikasikan sebagai unilateral
atau bilateral, dan perluasannya lebih lanjut
sebagai lengkap atau tidak lengkap. Celah
palatum ini diklasifikasikan tergantung dari
lokasinya terhadap foramen insisivus. Celah
palatum primer terjadi pada bagian anterior
foramen insisivus, dan celah palatum sekunder
terjadi pada bagian posterior dari foramen
insisivus. Celah unilateral palatum sekunder
didefinisikan sebagai celah yang prosesus
palatum maksila pada satu sisi bergabung
dengan septum nasi. Celah bilateral lengkap
palatum sekunder tidak memiliki titik penyatuan
maksila dan septum nasi. Celah lengkap seluruh
palatum melibatkan baik palatum primer dan
juga sekunder, dan melibatkan salah satu
sisi atau kedua sisi arkus alveolar, biasanya

Prioritas medis utama adalah memberikan


makanan dan nutrisi yang cukup. Bayi dengan
bibir sumbing biasanya tidak mengalami
masalah dalam pemberian air susu ibu
ataupun minum dari botol, akan tetapi bayi
dengan bibir sumbing dan palatum atau celah
palatum akan bermasalah. Jika sumbing lebar,

Gambar 4 Tim penanganan anomali kraniofasial4

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014

TEKNIK
bayi akan sulit menyusu, lelah dan menelan
banyak udara; dibutuhkan preemie nipple. Posisi
tegak saat minum susu juga mengurangi risiko
regurgitasi. Pada bayi dengan sumbing lebar,
penggunaan protesis palatum membantu
pemberian makanan dan minuman.3,4

untuk filtrum dan ala nasi dari prolabium,


melonggarkan tegangan muskulus orbikularis
oris, dan menjahit lapis demi lapis mulai
dari otot, mukosa, kulit, filtrum, dan ala nasi
(Gambar 8).3,4,13

Selain
tatalaksana
tersebut,
operasi
rekonstruksi wajah dapat dilakukan untuk
memperbaiki fungsi organ hidung, gigi,
dan mulut, perkembangan berbicara, serta
memperbaiki estetika wajah. Operasi meliputi
perlekatan bibir, rekonstruksi bibir sumbing,
dan rekonstruksi celah palatum.3,4,13
Perlekatan Bibir
Pada bayi dengan bibir sumbing lebar,
perlekatan
ini
berguna
membantu
mempersempit celah, sebelum dilakukan
rekonstruksi bibir. Pada umumnya dilakukan
dengan taping menggunakan plester
hipoalergik yang dilekatkan antar pipi melewati
celah bibir. Plester ini digunakan 24 jam dan
diganti setiap hari atau jika basah akibat
pemberian makan atau minum. Apabila plester
tidak efektif, dapat dilakukan operasi perlekatan
bibir untuk mengubah sumbing sempurna
menjadi sumbing sebagian agar mengurangi
tegangan saat dilakukan operasi rekonstruksi
bibir. Operasi perlekatan bibir dapat dilakukan
pada bayi usia 2 sampai 4 minggu. Semakin tua
usia bayi maka operasi perlekatan bibir akan
menimbulkan jaringan parut sampai dewasa,
walaupun telah dilakukan rekonstruksi bibir.3,13
Perlekatan bibir unilateral
Menggunakan Millard rotation, metode
ini dimulai dengan langkah pertama yaitu
menentukan area operasi. Kemudian
membuat flap segiempat di mukosa
vermilion di celah medial dan lateral, lalu
menyatukan kedua mukosa. Penyatuan
mukosa itu dilakukan dengan benang jahit
yang dapat diserap di bibir dalam, setelah itu
menjahit dengan benang yang tidak dapat
diserap melewati kartilago septum di sisi tidak
bercelah melewati muskulus orbicularis oris,
lalu kembali ke kartilago septum. Kemudian
dengan benang yang dapat diserap, menjahit
di bagian otot bibir medial dan lateral dengan
teknik interrupted (Gambar 5).3,13
Perlekatan bibir bilateral
Metode ini sama dengan operasi unilateral,
hanya berbeda penggunaan teknik menjahit
dengan teknik horizontal mattress (Gambar 6).3

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014

Gambar 5 Perlekatan bibir unilateral3

Rekonstruksi Bibir Sumbing


Jika tidak dilakukan perlekatan bibir
sebelumnya, rekonstruksi ini dilakukan
pada bayi usia 8-12 minggu. Di Amerika,
para dokter bedah menggunakan rule of ten
untuk rekonstruksi bibir dengan kiriteria bayi
setidaknya usia 10 minggu, berat 10 pon, dan
hemoglobin 10 gram/dL.3,4,6,13

Gambar 7 Rekonstruksi bibir sumbing unilateral3

Rekonstruksi Celah Palatum


Rekonstruksi ini bertujuan membantu
perkembangan
berbicara,
mencegah
kemungkinan gangguan pertumbungan
maksilofasial, dan gangguan oklusi. Secara
umum, rekonstruksi ini dilakukan pada bayi
usia 8-12 bulan.3,4,6,13

Gambar 6 Perlekatan bibir bilateral3

Rekonstruksi bibir sumbing unilateral


Sebelum operasi, operator menentukan
dasar ala nasal, ujung vermilion, bagian
tengah vermilion, dan panjang filtrum di
bagian yang sumbing. Melakukan insisi di
bagian yang sumbing dan daerah yang akan
direkonstruksi, kemudian menjahit lapis demi
lapis mulai dari muskulus orbikularis oris,
lapisan mukosa, lapisan kulit, dan kartilago di
ala nasi (Gambar 7).3,4,13
Rekonstruksi bibir sumbing bilateral
Prinsip operasi ini sama dengan operasi
unilateral. Setelah itu membuat insisi

Gambar 8 Rekonstruksi bibir sumbing bilateral3

Rekonstruksi celah palatum unilateral


Operasi ini dimulai dengan menentukan
daerah operasi di tepi celah palatum pada
teknik Bardach two-flap. Melakukan insisi
celah di palatum durum 1-2 mm di lateral
tepi celah, insisi 1 cm di posterior tuberositas
maksila dan mengarah ke anterior, kemudian

307

TEKNIK
bersatu dengan insisi di medial. Setelah
insisi dilakukan, lapisan submukoperiosteum
bilateral dibuka untuk mengidentifikasi
foramen palatina tempat keluar arteri palatina
mayor. Kemudian tepi posterior palatum
durum diidentifikasi dan memotong serat
otot dan mukosa, dan mukoperiosteum nasal
dipisahkan dan tepinya dijahit satu sama
lain. Selanjutnya otot velar dijahit dengan
horizontal mattress dan akhirnya melekatkan
mukoperiosteal oral (Gambar 9).3,4,6,13
Gambar 11 Rekonstruksi palatum bilateral Wardill-Kilner3

Rekonstruksi celah palatum bilateral


Prosedur ini dapat dilakukan dengan beberapa
teknik, seperti teknik Bardach two-flap (Gambar
10) dengan prosedur sama dengan unilateral.

Gambar 12 Rekonstruksi palatum bilateral Furlow3

Gambar 10 Rekonstruksi palatum bilateral Bardach twoflap3

Gambar 9 Rekonstruksi palatum unilateral3

Kemudian pada teknik Wardill-Kilner/ V-Y


advancement (Gambar 11), membuat flap
mukoperiosteal berbentuk Y oral di ujung
palatum sekunder, dan melakukan prosedur
seperti teknik Bardach two-flap. Teknik Furlow
(Gambar 12) menggunakan prosedur berbeda,
yaitu Z-plasti, dengan membuat flap mukosa
oral dan flap otot, kemudian dijahit tumpang
tindih dengan membentuk huruf Z.3,4,13

SIMPULAN
Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan
kongenital akibat proses pembentukan bibir
dan palatum tidak sempurna pada janin, dapat
berupa kelainan sindromik dan nonsindromik.
Penanganan Labiopalatoskizis memerlukan
kerja sama tim dari berbagai keahlian. Saat
ini berbagai teknik operasi dapat dilakukan
mulai dari perlekatan bibir unilateral dan
bilateral, rekonstruksi bibir sumbing unilateral
dan bilateral, dan rekonstruksi celah palatum
unilateral dan bilateral.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sadler TW. Langmans Medical Embryology, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.

2.

Benacerraf BR, Mulliken JB. Fetal Cleft Lip and Palate: Sonographic Diagnosis and Postnatal Outcome. Plast Reconstr Surg. 1993; 92:1045-51.

3.

Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & Surgery-Otolaygology 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006.

4.

Wyszynski DF. Cleft Lip & Palate: From Origin to Treatment, 1st ed. USA: Oxford University Press; 2002.

5.

Kompas. 6.000 Penderita Bibir SumbingTidakTertangani. Kompas.com. [online]. 2009. [cited 1 Agustus 2013]. Available from: http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/13/10043881/6.000.
Penderita.Bibir.Sumbing.Tidak.Tertangani.

6.

Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.

7.

Rennie JM. Robertons Textbook of Neonatology, 4th ed. USA: Churchill Livingstone; 2005.

8.

Honkala H. The Molecular Basis of Hydrolethalus Syndrome. Helsinki: National Institute for Health and Welfare; 2009.

9.

Kuo JS, Casey SO, Thompson L, Truwit CL. Pallister-Hall Syndrome: Clinical and MR Features. Am J Neuroradiol. 1999;20:1839-41.

10. Pazarbasi A, Demirhan O, Suleymanova-Karahan D, Tabtemir D, Tunc E, Gumurdulu D. Prenatal Diagnosis of Translocation 13;13 Patau Syndrome: Clinical Features of Two Cases. Balkan
Journal of Medical Genetics. 2008;11:69-74.
11. Khan GQ, Hassan G, Tak SI, Kundal DC. Smith-Lemli-Opitz Syndrome. JK Sci. 2003;5:129-30.
12. Beiraqhi S, Nath SK, Gaines M, Mandhyan DD, Hutchings D, Ratnamala U, et al. Autosomal Dominant Nonsyndromic Cleft Lip and Palate: Significant Evidence of Linkage at 18q21.1. Am J
Hum Genet. 2007;81:180-8.
13. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th ed. Philadelphia: Mosby Inc; 2005.
14. Kirschner RE, LaRossa D. Syndromic and Other Congenital Anomalies of The Head and Neck. Otolaryngol Clin North Am. 2000;33:1191-215.

308

CDK-215/ vol. 41 no. 4, th. 2014

You might also like