Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Labiopalatoskizis merupakan malformasi wajah yang terjadi pada 1 dari 700 kelahiran di dunia yang dapat berkaitan dengan sindrom tertentu
atau pun tidak. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendiagnosis dan menentukan klasifikasi labiopalatoskizis. Proses terapi ini
memerlukan kerja sama tim dengan berbagai keahlian. Berbagai teknik operasi telah dikembangkan untuk mengatasi kelainan ini.
Kata kunci: labiopalatoskizis, teknik, operasi
ABSTRACT
Labiopalatoschizis is a facial malformation that occurs about 1 of 700 births in the world, which can be associated with particular syndrome
or not. History taking and physical examination were performed to diagnose and determine classification of labiopalatoschizis. The treatment
process requires teamwork of various expertises. Various surgical techniques have been developed to overcome this abnormality. Hendry
Irawan, Kartika. Technique of Labiopalatoschizis Surgery.
Key words: labiopalatoschizis, technique, surgery
EPIDEMIOLOGI
Bibir sumbing dan celah palatum merupakan
kelainan kongenital yang paling sering
ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens
bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum
adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika Serikat.
Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa
celah palatum bervariasi berdasarkan etnis,
dari 1.000 kelahiran didapatkan pada etnis
Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis kulit putih 1,0,
dan etnis kulit hitam 0,41. Sebaliknya, insidens
celah palatum konstan pada semua etnis, yaitu
0,5 dari 1.000 kelahiran.3
ETIOLOGI
Berbagai macam penyebab dikaitkan dengan
kelainan bibir sumbing dengan atau tanpa
celah palatum. Kelainan bibir sumbing dan
celah palatum dapat berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu yang
dikenal dengan kelainan sindromik (Tabel 1),
bila kelainan ini tidak berhubungan dengan
malformasi atau sindrom tertentu disebut
kelainan nonsindromik.7-13 Sekitar 70% kasus
merupakan kelainan nonsindromik dan 30%
kasus kelainan sindromik, dengan kasus
terbanyak sindrom van der Wounde.6,13
PENDAHULUAN
Labioskizis, yang umum dikenal dalam
masyarakat sebagai bibir sumbing/celah
bibir, dengan atau tanpa celah langit-langit/
palatum (palatoskizis) adalah malformasi
wajah yang umum di masyarakat, terjadi
hampir pada 1 dari 700 kelahiran di dunia.1
Pada populasi prenatal, banyak janin dengan
labiopalatoskizis dan palatoskizis memiliki
kelainan kromosom atau kelainan lain yang
membuatnya tidak mampu bertahan hidup.
Dengan demikian, insidens labiopalatoskizis
dan palatoskizis pada populasi prenatal
lebih besar dibandingkan dengan populasi
postnatal.2
Alamat korespondensi
304
email: hexin_01@yahoo.com
TEKNIK
Tabel 1 Sindrom dengan manifestasi klinis celah bibir dan atau celah palatum7-13
Sindrom
Gambaran selanjutnya
Apert
Camptomelic dysplasia
Cerebrocostomandibular
Mental retardation
CHARGE association
Diastropicdysplasia
Renal infections
Larsen
Marshall Stickler
Mohr
Oro-Facio-Digital (OFD)
Sparse hair
Otopalato-Digital
Rapp-Hodgkin
Sparse hair
Roberts
Spondyloepiphysealdysplasia
congenital
Smith-Lemli-Opitz
Amniotic Bands
Edwards
Short ear length, abnormal profile, micrognathia, hypotelorism, cleft lip and
palate
Hydrolethalus
Pallister-Hall
Patau
Popliteal web
305
TEKNIK
melibatkan juga bibir sumbing. Celah tidak
lengkap palatum biasanya hanya melibatkan
palatum sekunder saja dan memiliki tingkat
keparahan yang beragam.3
Tidak terdapat sistem terminologi dan klasifikasi
yang secara universal dapat diterima bersama,
tetapi ada skema klasifikasi yang diterapkan
oleh departemen bedah otolaringologi-kepala
dan leher Universitas Iowa (Gambar 3). Bibir
sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau
kanan, atau bilateral (kelompok I), dapat juga
lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar
hidung) atau tidak lengkap. Bibir sumbing saja
dapat terjadi, namun celah yang terjadi pada
daerah alveolus selalu dikaitkan dengan bibir
sumbing. Celah pada palatum dapat dibagi
menjadi primer (terlibatnya anterior foramen
insisivum, kelompok IV) atau sekunder
(terlibatnya posterior dari foramen insisivum,
kelompok II), dan kelompok III yaitu pasien
dengan bibir sumbing dan celah palatum.3
PENATALAKSANAAN
Masalah ini melibatkan anak dan orang
tua, bersifat kompleks, bervariasi, dan
membutuhkan penanganan yang lama.
Penanganan anak kelainan celah bibir dengan
atau tanpa celah palatum dan kelainan celah
palatum memerlukan kerjasama tim (Gambar 4),
seperti bagian anak, THT, bedah, gigi, ortopedi,
ahli rehabilitasi suara dan pendengaran, dan
beberapa bidang lain seperti bedah saraf, mata,
prostodontik, perawat, dan psikolog.3,4,6,13
Gambar 3 Klasifikasi Universitas Iowa3
306
TEKNIK
bayi akan sulit menyusu, lelah dan menelan
banyak udara; dibutuhkan preemie nipple. Posisi
tegak saat minum susu juga mengurangi risiko
regurgitasi. Pada bayi dengan sumbing lebar,
penggunaan protesis palatum membantu
pemberian makanan dan minuman.3,4
Selain
tatalaksana
tersebut,
operasi
rekonstruksi wajah dapat dilakukan untuk
memperbaiki fungsi organ hidung, gigi,
dan mulut, perkembangan berbicara, serta
memperbaiki estetika wajah. Operasi meliputi
perlekatan bibir, rekonstruksi bibir sumbing,
dan rekonstruksi celah palatum.3,4,13
Perlekatan Bibir
Pada bayi dengan bibir sumbing lebar,
perlekatan
ini
berguna
membantu
mempersempit celah, sebelum dilakukan
rekonstruksi bibir. Pada umumnya dilakukan
dengan taping menggunakan plester
hipoalergik yang dilekatkan antar pipi melewati
celah bibir. Plester ini digunakan 24 jam dan
diganti setiap hari atau jika basah akibat
pemberian makan atau minum. Apabila plester
tidak efektif, dapat dilakukan operasi perlekatan
bibir untuk mengubah sumbing sempurna
menjadi sumbing sebagian agar mengurangi
tegangan saat dilakukan operasi rekonstruksi
bibir. Operasi perlekatan bibir dapat dilakukan
pada bayi usia 2 sampai 4 minggu. Semakin tua
usia bayi maka operasi perlekatan bibir akan
menimbulkan jaringan parut sampai dewasa,
walaupun telah dilakukan rekonstruksi bibir.3,13
Perlekatan bibir unilateral
Menggunakan Millard rotation, metode
ini dimulai dengan langkah pertama yaitu
menentukan area operasi. Kemudian
membuat flap segiempat di mukosa
vermilion di celah medial dan lateral, lalu
menyatukan kedua mukosa. Penyatuan
mukosa itu dilakukan dengan benang jahit
yang dapat diserap di bibir dalam, setelah itu
menjahit dengan benang yang tidak dapat
diserap melewati kartilago septum di sisi tidak
bercelah melewati muskulus orbicularis oris,
lalu kembali ke kartilago septum. Kemudian
dengan benang yang dapat diserap, menjahit
di bagian otot bibir medial dan lateral dengan
teknik interrupted (Gambar 5).3,13
Perlekatan bibir bilateral
Metode ini sama dengan operasi unilateral,
hanya berbeda penggunaan teknik menjahit
dengan teknik horizontal mattress (Gambar 6).3
307
TEKNIK
bersatu dengan insisi di medial. Setelah
insisi dilakukan, lapisan submukoperiosteum
bilateral dibuka untuk mengidentifikasi
foramen palatina tempat keluar arteri palatina
mayor. Kemudian tepi posterior palatum
durum diidentifikasi dan memotong serat
otot dan mukosa, dan mukoperiosteum nasal
dipisahkan dan tepinya dijahit satu sama
lain. Selanjutnya otot velar dijahit dengan
horizontal mattress dan akhirnya melekatkan
mukoperiosteal oral (Gambar 9).3,4,6,13
Gambar 11 Rekonstruksi palatum bilateral Wardill-Kilner3
SIMPULAN
Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan
kongenital akibat proses pembentukan bibir
dan palatum tidak sempurna pada janin, dapat
berupa kelainan sindromik dan nonsindromik.
Penanganan Labiopalatoskizis memerlukan
kerja sama tim dari berbagai keahlian. Saat
ini berbagai teknik operasi dapat dilakukan
mulai dari perlekatan bibir unilateral dan
bilateral, rekonstruksi bibir sumbing unilateral
dan bilateral, dan rekonstruksi celah palatum
unilateral dan bilateral.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sadler TW. Langmans Medical Embryology, 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.
2.
Benacerraf BR, Mulliken JB. Fetal Cleft Lip and Palate: Sonographic Diagnosis and Postnatal Outcome. Plast Reconstr Surg. 1993; 92:1045-51.
3.
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & Surgery-Otolaygology 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006.
4.
Wyszynski DF. Cleft Lip & Palate: From Origin to Treatment, 1st ed. USA: Oxford University Press; 2002.
5.
Kompas. 6.000 Penderita Bibir SumbingTidakTertangani. Kompas.com. [online]. 2009. [cited 1 Agustus 2013]. Available from: http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/13/10043881/6.000.
Penderita.Bibir.Sumbing.Tidak.Tertangani.
6.
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.
7.
Rennie JM. Robertons Textbook of Neonatology, 4th ed. USA: Churchill Livingstone; 2005.
8.
Honkala H. The Molecular Basis of Hydrolethalus Syndrome. Helsinki: National Institute for Health and Welfare; 2009.
9.
Kuo JS, Casey SO, Thompson L, Truwit CL. Pallister-Hall Syndrome: Clinical and MR Features. Am J Neuroradiol. 1999;20:1839-41.
10. Pazarbasi A, Demirhan O, Suleymanova-Karahan D, Tabtemir D, Tunc E, Gumurdulu D. Prenatal Diagnosis of Translocation 13;13 Patau Syndrome: Clinical Features of Two Cases. Balkan
Journal of Medical Genetics. 2008;11:69-74.
11. Khan GQ, Hassan G, Tak SI, Kundal DC. Smith-Lemli-Opitz Syndrome. JK Sci. 2003;5:129-30.
12. Beiraqhi S, Nath SK, Gaines M, Mandhyan DD, Hutchings D, Ratnamala U, et al. Autosomal Dominant Nonsyndromic Cleft Lip and Palate: Significant Evidence of Linkage at 18q21.1. Am J
Hum Genet. 2007;81:180-8.
13. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th ed. Philadelphia: Mosby Inc; 2005.
14. Kirschner RE, LaRossa D. Syndromic and Other Congenital Anomalies of The Head and Neck. Otolaryngol Clin North Am. 2000;33:1191-215.
308