You are on page 1of 8

FENOMENA SERANGAN KOROSI GALVANIK PENYEBAB PATAH NOSE

LANDING GEAR PESAWAT TERBANG


M. Syahril
Saat pesawat terbang lepas landas dan mendaratkan, variasi jenis beban dan/atau tegangan
yang akan bekerja pada area kritis seperti tumpuan perangkat pendarat, sayap dan mesin.
Ketika tumpuan perangkat pendarat mengalami kegagalan, maka potensi kerugian sistim
ekonomi akan sangat tinggi. Oleh karena itu, pengkajian terhadap penyebab utama patahan
sangat penting dilakukan untuk menghindari patahan yang serupa di masa datang. Tulisan ini
membahas tentang fenomena patahan pada tumpuan perangkat pendarat setelah siklus
penerbangan 2567. Pembahasan berdasarkan pada hasil pemeriksaan komposisi kimia, visual
dan makrografi, metalografi dan fraktografi dengan SEM. Semua bukti menunjukkan bahwa
karakteristik patahan tumpuan perangkat pendarat disebabkan oleh beban yang dipromosikan
oleh adanya korosi pada tabung-bantalan yang bertindak sebagai konsentrasi tegangan.
Korosi terbentuk karena kehadiran uap air atau air yang terperangkap di antara material
tabung-bantalan dan tumpuan perangkat pendarat roda pesawat. Kenyataannya, perbedaan
material antara tabung-bantalan dan tumpuan perangkat pendarat roda pesawat sangat
menunjang untuk terjadinya serangan korosi galvanik karena perbedaan potensial korosi
antara aluminum dan tembaga.

Meskipun telah diupayakan


dengan berbagai inovasi
teknologi,
kegagalan
/
kerusakan suatu pesawat
terbang masih terjadi seperti
kegagalan akibat serangan
korosi, kerusakan akibat
beban bentur (impact) dan
lain sebagainya. Salah satu
bentuk
kegagalan
dari
pesawat-pesawat
terbang
tersebut adalah kegagalan
terjadi pada sebuah Nose
Landing Gear pesawat terbang. Nose Landing Gear mengalami kerusakan dini (premature
failure) setelah terbang.

Fenomena terjadinya korosi di permukaan dudukan bushing diperkirakan sebagai akibat dari
perbedaan bahan dasar antara bushing dengan dudukan bushing (nose landing gear) itu
sendiri yaitu paduan aluminium(aluminum alloy) sebagai bahan dasar nose landing gear dan
paduan tembaga (copper alloy) sebagai bahan dasar dari bushing.
Dengan adanya perbedaan bahan dasar tersebut, akan menimbulkan potensial korosi yang
dapat memicu terjadinya proses korosi. Dimana, proses korosi yang ditimbulkan akibat
perbedaan potensial dari masing-masing bahan dasar yang disebut dengan proses korosi
galvanik (galvanic corrosion attack).Secara teoritis, ada empat faktor yang dapat memicu
proses terjadinya korosi atau karat yaitu adanya elektrolit sebagai penghantar, anoda yang
bersifat anodik, katoda yang bersifat katodik dan aliran elektron.Dari ke empat faktor tersebut
dapat diketahui bahwa yang bertidak sebagai anoda adalah dudukan bushing dan yang
bertindak sebagai katoda adalah bushingnya sendiri, karena potensial korosi aluminium lebih

kecil dari potensial korosi tembaga (copper) Proses terjadinya korosi galvanik juga tidak
terlepas dari adanya elektrolit sebagaimedia penghantar. Media penghantar atau elektrolit
dapat berupa kondensasi uap air atau air yang menyusup dan terperangkap di area antara
bushing dan dudukan bushing. Penyusupan kondensat uap air atau air dapat terjadi pada
permukaan yang berkontak, jika terdapat celah diantara keduanya.
Adanya celah antara bushing dan dudukannya dapat dibuktikan dari adanya indikasi
terbentuknya garis-garis sejajar melingkar dudukan bushing yang diperkirakan merupa-kan
tanda atau ciri bahwa telah terjadi gesekan antara bushing dengan dudukannya. Terbentuknya
garis-garis yang melingkar dudukan bushing tersebut merupakan sebagai konsekuensi atau
bukti dari diameter bushing dengan dudukan bushing tidak presisi atau longgar.
Oleh karenanya, di dalam setiap melakukan perawatan dan inspeksi perlu diperhatikan secara
rinci area-area yang kritis seperti ketika melakukan pelumasan pada area bushing
harus
memenuhi semua permukaan dan gunakan pelumas yang memenuhi standar serta lakukan
secara berkala.
Terdapat beberapa cara pengendalian yang umum dilakukan untuk mengendalikan korosi
galvanik, yaitu antara lain :
1. Pemilihan material yang tepat. Pemilihan material dengan perbedaan potensial dari kedua
material agar sekecil mungkin
2. Menghindarkan penggunaan 2 jenis logam yang saling berhubungan dalam suatu
kontruksi.
3. Melakukan penggunaan lapis lindung. Jika harus menggunakan lapis lindung maka
gunakan lapis lindung pada katoda.
4. Menghindari kombinasi luas penampang material dengan anoda kecil sedangkan luas
penampang katoda besar.
5. Menambahkan inhibitor untuk mengurangi keagresifan lingkungan.
6. Merancang dengan baik agar dapat mengganti bagian-bagian anoda yang rusak dengan
menggunakan bahan-bahan yang siap pakai atau buatlah anodik yang lebih tebal agar lebih
tahan lama

Solusi atasi Stress Corrosion Cracking pada Alumunium untuk Konstruksi


Pesawat Terbang
Sekitar 90 persen musibah kecelakaan pada saat take off maupun landing secara
statistik disebabkan oleh mechanical failure. Kelelahan logam (korosi fatigue) merupakan
salah satu mekanisme kerusakan yang mempengaruhi struktural integritas dari I (umur)
pesawat terbang yang merupakan faktor dalam banyak kasus jatuhnya pesawat terbang.
Tingginya jam terbang suatu pesawat tentu memerlukan tingginya pula sistem pemeliharaan.
Pemeliharaan tidak saja pada routinnya pemeriksaan mesin turbin, tetapi visual inspeksi pada
seluruh struktur body pesawat sangatlah penting. Stress corrosion cracking (stress logam)
yang paling banyak terdapat pada aluminium alloy. Memang sampai saat ini belum ada logam
lain yang bisa mengantikan aluminiun sebagai logam dasar body struktur pesawat, sekalipun
sudah ada beberapa pesawat komersial jenerasi baru yang telah memakai bahan carbon fiber,
itupun hanya terbatas dalam pengunaan pada sistem flipper saja. Korosi sendiri merupakan
suatu proses phenomena alam, tingginya laju korosi pada body pesawat banyak disebabkan
oleh beberapa parameter, seperti: kecepatan pesawat menyebabkan adanya friction, altitude
(ketinggian) temperatur, kandungan garam, merembetnya air dari saluran pembuangan,
overload serta tingginya vibration karena putaran mesin.
Akibat dari korosi menyebabkan kurangnya kekuatan struktur daya angkut pesawat.
Stress corrosion cracking adalah jenis korosi retak yang sulit dilihat oleh pandangan mata. Ini
adalah jenis korosi yang sangat berbahaya bagi dunia penerbangan. Faktor utama dari korosi
ini disebabkan oleh metalurgi dan tingginya temperatur dari combustion chamber.
Aluminium adalah material yang banyak sekali digunakan untuk konstruksi, mulai
dari sepeda, otomotif, kapal laut hingga pesawat udara. Keunggulan material aluminium
adalah berat jenisnya yang ringan dan kekuatannya yang dapat ditingkatkan sesuai dengan
kebutuhan. Kekuatan aluminium biasanya ditingkatkan dengan cara paduan (alloying) dan
memberi perlakuan panas (heat treatment).
Kebanyakan material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu mekanisme
penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening. Dalam precipitation hardening
harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih banyak disebut matriks dan fasa yang
jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate.Mekanisme penguatan ini meliputi tiga tahapan,
yaitu solid solution treatment: memanaskan hingga diatas garis solvus untuk mendapatkan
fasa larutan padat yang homogen, quenching: didingan dengan cepat untuk mempertahankan
struktur mikro fasa padat homogen agar tidak terjadi difusi, dan aging: dipanaskan dengan
temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi difusi fasa alpha pada jarak pendek membentuk
precipitate.
Paduan aluminium kekuatan tinggi seperti Al-7075, 7050, dan 2024 yang banyak
dipakai pada struktur pesawat terbang memiliki kekurangan dan keterbatasan, khususnya
pada kombinasi kekuatan dan tahanan retaknya. Al-7075 memiliki tahan yang buruk terhadap
korosi jenis exfoliation dan stress-corrosion-cracking (SCC), khususnya jika mengalami

perlakuan panas T6. SCC adalah retak merambat yang terjadi pada lingkungan korosif karena
adanya tegangan. Pada Al-7075, tahanan terhadap SCC dapat ditingkatkan melalui overaging
misalnya dengan memeberi perlakuan panas T73. Perlakuan panas T73 merupakan perlakuan
panas dengan two stage aging, yaitu pada temperatur konstan 121 derajat celcius dan konstan
171 derajat celcius. Namun, pemberian perlakuan panas T73 dapat menurunkan kekuatan
hingga 10-15 % dari kekuatan maksimum yang dapat dicapai melalui perlakuan panas T6.
Pada dasarnya SCC terjadi karena adanya kombinasi tegangan, metallurgical
structure, dan kondisi lingkungan yg agresive. Tegangan biasanya bersifat internal yang
disebabkan perlakuan yang diterapkannya
seperti bentukan dingin (cold forming) atau
merupakan sisa - sisa hasil pengerjaan
(residual) misalnya : pengerlingan,
pengepresan dan lain lain. Pencegahan :
kurangi terjadinya tegangan, eliminasi
lingkungan kritis, ganti paduan, proteksi
katoda, inhibitor, dan pemberian lapisan.

retak tegang / Stress Corrosion Cracking


pada komponen luar pesawat terbang

Korosi
(SCC)

Solusi untuk meningkatkan tahanan SCC dan tahanan retak (fracture toughness)
dengan tetap mempertahankan kekuatan dari perlakuan panas adalah dengan menerapkan
Retrogression dan reaging (RRA). RRA adalah suatu cara baru perlakuan panas (heat
treatment) yang diterapkan pada paduan aluminium yang mengalami precipitation hardening .
RRA ini dapat dilakukan pada paduan aluminium kekuatan tinggi seri 7xxx (dengan bahan
paduan Al-Mg-Zn-Cu ). Melalui RRA maka akan didapatkan paduan aluminium dengan
kekuatan pada perlakuan panas dan tahanan SCC sebagaimana perlakuan panas.
Retrogression and reaging (RRA) adalah suatu cara baru perlakuan panas (heat
treatment) yang diterapkan pada paduan aluminium yang mengalami precipitation hardening.
RRA ini dapat dilakukan pada paduan aluminium kekuatan tinggi seri 7xxx ( Al-Mg-Zn-Cu).
Perlakuan panas bermasalah pada tahanan retak akibat tegangan di lingkungan korosi (stresscorosion-cracking/SCC resistance). Untuk meningkatkan tahanan SCC diperlukan perlakuan
panas. Namun, sayangnya perlakuan panas ini mengakibatkan turunnya kekuatan antara 10
hingga 15 persen. Untuk mengatasi permasalahan ini maka RRA adalah solusinya. Hasil yang

diperoleh dari metode RRA adalah kombinasi antara kekuatan dan tahanan SCC yang baik
tanpa mengurangi sifat kekuatan bahan yang diperoleh dari heat treatment.
Langkah-langkah retrogression and reaging (RRA) adalah sebagai berikut :
1. Solution heat treatmment pada suhu 470C
2. Quenching pada temperatur ruang. Quenching adalah system pendinginan produk baja
secara cepat dengan cara penyemprotan air pada pencelupan serta perendaman produk
yang masih panas kedalam media air atau oli.
3. Artificial aging selama 24 jam pada temperatur 120C
4. Retrogression, yaitu pemanasan singkat (sekitar 5 menit) pada temperatu tinggi (200280 C)
5. Re-aging seperti perlakuan panas dengan temperatur 120C selama 24 jam.
Prosedur diatas menunjukkan bahwa material yang dihasilkan memiliki sifat kekutan
tarik dan tahanan retak material sama dengan hasil perlakuan panas namun dengan tahanan
stress-corrosion-cracking yang meningkat. Namun demikian, RRA tidak hanya meningkatkan
kekuatan material, tetapi konduktivitas elektrik material juga meningkat seiring
bertambahnya waktu retrogression. Hasil eksprerimen menunjukkan konduktivitas elektrik
meningkat secara proporsional terhadap tahanan SCC ketika dilakukan aging seperti pada
perlakuan panas.
RRA heat treatment saat ini dipakai dalam pengembangan beberapa paduan
aluminium, antara lain adalah seri 7150 dan 7055. Kedua paduan ini memiliki banyak
aplikasi pada struktur pesawat udara. Contohnya adalah struktur upper wing Boeing-777 yang
dibuat dari lempengan aluminium 7055-T7751 dan ekstrusi T77511.

DAFTAR PUSTAKA

Azki. 2007. RRA:Solusi Atasi SCC.


Tersedia:http://aeroblog.wordpress.com/category/material-pesawat/

Rudyparhusip. 2011. Korosi. Tersedia : http://rudyparhusip.wordpress.com/


Syahril, M. Tanpa tahun. Fenomena Serangan Korosi Galvanik penyebab Patah Nose
Landing Gear Pesawat Terbang. Tangerang. Penerbit : BBPT.

TUGAS PENGENDALIAN KOROSI


KOROSI LOGAM PADA PESAWAT TERBANG & PENGENDALIANNYA
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Pengendalian Korosi

Disusun oleh:
Kelas : 3A - TKPB

Dosen

Drs. Agustinus Ngatin, MT

PRODI TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2012

You might also like