You are on page 1of 18

CASE BASED DISCUSSION

DERMATITIS VENENATA
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

DisusunOleh:
Raras Hanik.R (012106254)
Pembimbing:
dr. Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Nama
NIM
Fakultas
Universitas
Tingkat
Bagian
Judul

: Raras Hanik Rochmawati


: 012106254
: Kedokteran
: Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
: Program Pendidikan Profesi Dokter
: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
: DERMATITIS VENENATA

Semarang, Agustus 2015


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSI Sultan Agung Semarang
Pembimbing

dr.Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahan-bahan yang
mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi seseorang dan belum tentu bagi
individu lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan kelainan pada kulit sesuai dengan
kontak yang terjadi. Kelainan ini disebut dermatitis kontak (Abdullah, 2009)
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen.Dermatitis kontak ini dibagi
menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi.
Dermatitis venenata merupakan gambaran spesifik disebabkan oleh secret atau debris
serangga terutama dari genus paederus, serta getah tumbuhan dengan bentuk lesi linier.
Kulit yang terkena penyakit ini akan menjadi merah dan melepuh, disertai rasa panas
terbakar. Fase merah, melepuh dan terasa panas ini berlangsung 1-3 hari.Bila lesi ini
digaruk maka lesi ini dapat menyebar dan meluas.Inilah mengapa penyakit ini sering
disangka sebagai penyakit infeksi. Bila penyakit ini sudah mendekati sembuh, maka kulit
akan berwarna coklat dan menimbulkan bekas seperti luka terbakar dan herpes. Kelenjar
hemolympha pada paederus ini mengandung paederein yang akan mengenai kulit apabila
serangga ini remuk akibat reflex menyingkirkan serangga ini.paederin dapat memicu
epidermal necrosis dan acantholisys sehingga timbul dermatitis. Serangga ini sebenarnya
tidak menyengat dan tidak menggigit, apabila serangga tersebut tidak remuk, maka
paederin yang tersimpan dalam hemolhympa tidak berbahaya bagi manusia. Para pelajar
dan mahasiswa yang banyak beraktifitas diliar ruangan memungkinkan lebih sering
terpapar dengan secret atau debris serangga ataupun getah tumbuh tumbuhan( james,
2006)
Serangga (Insectal) merupakan kelas dari filum Arthropoda. Ordo yang paling sering
mengakibatkan masalah kulit adalah klas Lepidoptera (kupu-kupu), hemiptera (bed bug),
Anoplura (Pediculus sp.), Diptera (nyamuk), Coleoptera (blister beetle atau Paederus),
Hymenoptera (lebah, tawon, semut), Shiponaptera (flea). Kelas arthropoda lain yang
bermakna secara dermatologis adalah myriapoda (kelabang) dan arachnida (laba-laba,
tick, mite, kalajengking) ( james, 2006)
3

Gejala dari dermatitis venenata dalah :


-

Tidak ada gejala prodormal


Lesi muncul tiba-tiba di pagi hari
Lesi hanya pada terpat yang tidak tertutup pakaian
Kissing lesion, kulit yang terkena dengan lesi akan menjadi lesi baru.

B. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui definisi dan epidemiologi pada penyakit Dermatitis Venenata


Mengetahui etiologi dan predisposisi pada penyakit Dermatitis Venenata
Mengetahui patofisiologi pada penyakit Dermatitis Venenata
Mengetahui penegakan diagnosis pada penyakit Dermatitis Venenata
Mengetahui penatalaksanaan pada penyakit Dermatitis Venenata
Mengetahui prognosis pada penyakit Dermatitis Venenata
Mengetahui komplikasi pada penyakit Dermatitis Venenata

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal ( Djuanda, 2007)
Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya
kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulkan kelainan klinis
efloresensi polimorfik berupa eritema, vesikula, edema, papul, vesikel, dan
keluhan gatal, perih serta panas.Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan hanya beberapa saja.
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan oleh
terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon
mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan
aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab (morsy et al, 1996)
Dermatitis yang disebabkan spesifik diakibatkan oleh bahan aktif yang
dikandung oleh serangga genus Paederus, yakni pederin, disebut dengan paederus
dermatitis atau dermatitis linearis(morsy et al, 1996) atau blister beetle dermatitis
(Zagari et al, 2003)

II.

EPIDEMIOLOGI
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan,
diperkirakan sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.DKI dapat
diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan
dengan pekerjaan (DKI akibat kerja)( Djuanda, 2007). Insiden dari penyakit kulit
akibat kerja di beberapa Negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000
pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu
pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning
services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam,
penanam bunga, pekerja di gedung. Adapun pada DKI akibat serangga khususnya
yang disebabkan kumbang Paederus kejadiannya meningkat pada musim
penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan lingkungan yang sesuai bagi
5

organism penyebab dermatitis venenata (misal: Genus Paederus) Paederus


dermatitis terjadi di seluruh bagian dunia, khususnya daerah beriklim tropis
seperti Indonesia, dan pernah dilaporkan kejadian yang merebak di Australia,
Malaysia, Srilanka, Nigeria, Kenya, Iran, Uganda, Okinawa, Sierra, Leone,
III.

Argentina, Brazil, Venezuela, Ecuador, India (Gurcharan, 2007)


ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ini adalah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk
kayu( Djuanda, 2007). Bahan aktif dari serangga juga dapat menjadi
penyebab(Abdullah, 2009).
Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah
dari

genus

Paederus.

Spesies

dari

genus

ini

menyebabkan

paederus

dermatitis.Paederus dermatitis sendiri di Indonesia paling disebabkan oleh


Pederus peregrines. Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan lebar 0,5
mm seukuran dengan nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan abdomen di
caudalnya dan juga elytral (struktur yang membungkus sayap dan sepertiga atas
segmen abdomen).Meskipun paederus dapat terbang, namun paederus lebih sering
berlari dan meloncat.Paederus memiliki karakterisitik mengangkat bagian
abdomennya ketika mereka lari ataupun merasa terganggu. Spesies yang biasa
menyebabkan paederus dermatitis adalah paederus melampus di India, Paederus
brasiliensis di Amerika Latin, Paederus colombius di Venezuela, Paederus fusipes
di Taiwan tentunya Paederus peregrinus

di Indonesia(gurcharan, 2007).

Kumbang ini tidak menggigit atau menyengat, namun tepukan keras pada
kumbang ini diatas kulit akan memicu pengeluaran bahan aktifnya yang berupa
paederin(Gelmetik, 1993).
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan
terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin
yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas terbakar, kemerahan pada
kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar (Kamaladasa, 1997).
Paederin yang berumus kimia

C25 H 45 O9 N

adalah sebuah struktur amida

dengan dua cincin tetrahydropyran (Gurcharan, 2007).


IV.

PATOGENESIS

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis(Abdullah, 2009).Ada 4 mekanisme yang
berhubungan dengan DKI.
1. Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane)
2. Kerusakan dari sel lemak
3. Denaturasi keratin epidermal
4. Efek sitotoksik secara langsung( wolff, 2008)
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA),

di asilgliserida (DAG), platelet activating factor (PAF), dan

inositida (IP3.AA di rubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotriene (LT).PG dan
LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vascular sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrophil, serta mengaktifasi

sel mas

melepaskan histamine, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan


vascular.
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein,

misalnya

interleukin-1

(IL-1)

dan

granulocyte-macrophage

colony

stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresikan reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi
sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1
(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan ,keratinosit juga melepaskan TNFa, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema,panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan
desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di
bawahnya oleh iritan ( Djuanda, 2007)

V.

TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis yang terjadi sangat beragam bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gajala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis meskipun
faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh .

Gejala kulit bergantung pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema,
edema, fesikel, atau bula, erosit dan esukdensi, sehingga tampak basah .stadium
sub akut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta, sedang pada
stadium kronis tampak lesik kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul,
mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut
tidak selalu berurutan bisa saja sejak awal suatu dermatistis memberi gambaran
klinis berupa kelainan kulit stadium kronis demikian pula efloresensinnya tidak
selalu harus polimorfik.Mungkin hanya oligormofik(Abdullah, 2009).
Pada paederus dermatis, lesi biasanya terjadi pada bagian tubuh yang tidak
tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah, khususnya area periorpital,
yang merupakan bagian tubuh yang paling sering menjadi predileksi paederus
dermatitis(Dermatologi Journal vol. 12). Tidak berbeda jauh dengan jenis
dermatitis kontak iritan lainnya, lesi yang biasa ditimbulkan oleh bahan aktif
paederin berupa patch eritem linier yang kemudian berlanjut menjadi bula,
terkadang bula dapat menjadi pustula. Pada pasien yang datang ke tenaga medis,
bula dapat, intak ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritem(Dermatologi
Journal vol. 12). Lesi mulai muncul setelah 12 48 jam pasca paparan paederin
dan membaik dalam waktu seminggu(Gurnhacan, 2007)
VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga
penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya,
DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas,
sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini
diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnose
bandingnya( Abdullah, 2009 et Djuanda, 2007).

Kriteria Diagnostik DKI


Mayor
Minor
Subyektif
Onset dimulai dari beberapa menit
Onset dimulai 2 minggu setelah
hingga beberapa jam kemudian

dari paparan
Pada awalnya terdapat rasa nyeri,

paparan
Banyak orang mempunyai gejala
sama pada lingkungan tersebut
8

rasa terbakar, perasaan tidak yang


berlebih, gatal
Obyektif
Didominasi oleh macula eritem,

Pada

perubahan

morfologi

hyperkeratosis, fissure
Terdapat gambaran epidermis

menujukkan tingkat konsentrasi

kering, seperti terbakar


Proses penyembuhan

sedangkan

waktu

menghasilkan

perbedaan

dengan menghindari iritan


Patch tes negative

dimulai

menghasilkan sedikit perbedaan


kontak
yang

banyak pada tingkat kerusakan


kulit

Tabel. Kriteria Diagnostik DKI


VII.

DIAGNOSIS BANDING
DKI sering didiagnosis dengan berbagai jenis dermatitis termasuk DKA.Untuk
menegakkan diagnosis perlu anamnesa detail, termasuk pekerjaan, hobi, riwayat
pengobatan dan beberapa pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.
Perbedaan DKA dan DKI sebagai berikut:
Perbedaan
Keluhan
Lesi

Bahan

Reaksi yang muncul

DKI
Gatal, nyeri, perih menyengat
Batas tegas, terbatas pada

DKA
Nyeri, gatal
Lesi dapat melebihi daerah

daerah yang terpapar bahan

yang terpapar nahan allergen,

iritan

biasanya berupa vesikel yang

Bahan iritan, tergantung pada

kecil
Bahan alergen, tidak tergantung

konsentrasi dan letak kulit

konsentrasi bahan, hanya pada

yang terpapar, semua orang

orang yang mengalami

bisa kena
Akibat kerusakan jaringan

hipersensitifitas
Proses reaksi hipersensivitas
tipe 4

Tabel. Perbedaan DKA dan DKI


VIII.

PENATALAKSANAAN
Penanggungan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan yang
menjadi penyebab.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari :
A. Pengobatan sistemik :
1. K ortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam
waktu singkat.
Prednisone
9

Dewasa
: 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 1 mg/K gBB/hari
Dexamethasone
Dewasa
: 0,5-1 MG/DOSIS, SEHARI 2-3 KALI

P.O
Anak
: 0,1 mg/K gBB/hari
Triamcinolone
Dewasa
: 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 1 mg/K gBB/ hari
2. Antihistamin
Chlorpheniramine maleat
Dewasa
: 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 0,09 mg/K gBB/dosis, sehari 3 kali
Diphenhydramine HCI
Dewasa
: 10-20 mg/dosid i.m. sehari 1-2 kali
Anak
: 0,5 mg/K gBB/dosis, sehari 1-2 kali
Loratadine
Dewasa
: 1 tablet sehari 1 kali
B. Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCI 0,9
%)
2. Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau
diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%
( Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit kulit dan kelamin, Hal : 58)
IX.

PROGNOSIS
Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan
dihilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan
lebih buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien atopi, kurangnya
pengetahuan mengenai penyakit, dan atau diagnosis dan penatalaksanaan adalah
faktor-faktor yang membawa ke perburukan dari prognosis( wolff, 2008).

10

BAB III
LAORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. MAF

Umur

:21 tahun

JenisKelamin

: laki - laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Kp. Kwaran Baru Rt 09 / Rw 02 Banget Ayu Kulon Semarang

Tanggal Periksa : 18 Agustus 2015


II.

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18 Agustus
2015 di bangsal Poliklinik Kulit dan Kelamin RSI Sultan Agung Semarang pukul
11.00 WIB.
a. KeluhanUtama

Keluhan Subjektif

: Gatal pada kedua lengan

Keluhan Objektif

: Kulit pada kedua lengan seperti melepuh

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Lokasi

: kedua lengan kanan dan kiri sisi luar.

Onset
Kualitas

: sejak 3 hari
: gatal dirasakan mengganggu aktivitas bahkan

sampai membuat tidak bisa tidur


11

Kuantitas

semakin memberat dan terbatas hanya daerah lengan yang terkena saja
Faktor memperberat
: Gatal terus menerus dan tangan terasa perih

: gatal dirasakan terus-menerus, semakin hari

jika terkena minyak kayu putih.


Faktor memperingan
: Keluhan berkurang setelah minum obat dan
memakai salep dari dokter
Gejala penyerta
: Tangan terasa perih
Kronologi
:
Pasien datang dengan keluhan utama gatal pada kedua lengan disertai
kulit tangannya melepuh. Keluhan gatal dirasakan tiba-tiba setelah bangun
tidur tiga hari ini. Pasien mengaku saat dipondok ia sering pergi ke sawah
bersama teman temannya untuk memanen kacang hijau dan juga kerja
bakti mengecat tembok pondok yang sudah mulai memudar, sehari setelah
itu muncul gatal pada kedua lengan tampak merah bengkak. Karena gatal,
pasien menggaruknya dan kelamaan lesi semakin melebar serta kulitnya
menjadi seperti melepuh dan beberapa hari muncul gelembung kecil yang
mengeluarkan cairan jernih. Selain itu akibat garukan terdapat beberapa
luka yang memerah. Keluhan gatal semakin hari semakin bertambah dan
bengkaknya semakin bertambah pula, gatal tersebut memberat apabila
terkena minyak kayu putih dan enakan setelah minum obat dan memakai
salep dari dokter, namun keluhan tersebut belum sepenuhnya hilang.
Keluhan sekarang yang dirasakan pasien hanya gatal dan perih.
Selain itu saat di pondok pasien sering tidur dengan jendela yang
terbuka dan lampu yang menyala, pasien juga sering melihat banyak
hewan yang berterbangan didalam kamarnya terutama didekat lampu, dan
ada pula yang jatuh di lantai dan kasur, sehingga pasien mengusir hewan
tersebut dengan tangan dan terkadang sampai memencet hewan tersebut
sampai mati. Pasien tersebut mengatakan bahwa hewan tersebut
bentuknya panjang, berwarna oranye dan terdapat lingkaran cincn
berwarna hitam di bagian perutnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan seperti itu pernahdirasakan setelah terkena cat pada sablon 1


tahun yang lalu.

Alergi terhadap sabun, deterjen dan sejenisnya disangkal

Alergi makanan disangkal


12

Alergi obat disangkal

Asma disangkal

Rinitis alergi disangkal

Konjungtivitis alergi disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

Teman sekamar dipondok juga yang menderita sakit serupa

e. RiwayatSosialEkonomi

III.

Pasien tingal beramai ramai di pondok

Biaya pengobatan menggunakan BPJS

Kesan ekonomicukup

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaanfisikdilakukantanggal 18 Agustus2015 di bangsal Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSI Sultan Agung Semarang pukul 11.00
A. Status Generalis:

Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90 kali/menit
Keadaan Umum
: Composmentis
Thorak
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
a. Ekstremitas atas : tampak adanya beberapa lesi.
b. Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan

B.Status Dermatologik
1. Inspeksi

13

Gambar 1 Lokasi pada

siku kanan

Gambar 2 Lokasi Punggungsiku kiri

14

Lokasi I
UKK

nekrose jaringan pada bagian central serta edema.


Lokasi II : siku kiri
UKK
: ditemukan makula eritem soliter berbatas tegas disertai

: siku kanan
: ditemukan makula eritem berbatas tegas disertai erosi,

nekrose jaringan bagian sentran dan edema.


Distribusi : simetris lengan kanan dan kiri.

2. Palpasi
Suhu perabaan lebih hangat dari kulit sekitarnya, nyeri (+), permukaan tidak rata
dan berair
3. Auskultasi
Tidak dilakukan
IV.

DIAGNOSIS BANDING

V.

Dermatitis Venenata
Dermatitis Kontak iritan
Dermatitis Kontak alergi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (YANG DIUSULKAN)


Uji Tempel/ Patch Test

VI.

DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Venenata

VII.

PENGOBATAN
medikamentosa
Amoxilin 500 mg 3X1
Metil Prednisolon 4 mg 3x1
Loratadin 10 mg 1X1
Gentamicin krim dioles 2x1
Non medikamentosa
-

Menghindari kontak dengan serangga

Mengedukasi pasien agar tidak menggaruk

Memberi tahu pasien bahwa penyakit tersebut dapat sembuh sendiri.


-

Menjaga kebersihan lingkungan terutama apabila banyak tanaman


disekitar rumah

VIII.

PROGNOSIS
15

Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad komestikan : dubia ad bonam

BAB IV
KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya kulit
dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulakn kelainan klinis efloresensi
polimorfik berupa eritem, vesikel, edem, papul, dan keluhan gatal, perih serta panas. Tanda
polimorfik tidak selalu muncul bersamaan , bahkan hanya beberapa saja. Dermatitis yang
disebabkan spesifik diakibatkan oleh bahan aktif yang dikandung oleh serangga genus
paederus yakni paderin, disebut dengan paederus dermatitis atau dermatitis linear atau blister
beetle dermatitis.
Dasar dari pathogenesis penyakit ini adalah terjasinya gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritem , edema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setalah berulang kali kontak, dimulai dengan
kerusakan stratummkorneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan
kehilangan fungsi sawarnya , sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
Pada prinsipnya penatalaksanaan penyakit ini dengan baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya , terapi individual yang sesuai
dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat
berupa pengobatan topical dan sistemik. Disamping pengobatan secara farmakologis , juga
penting adanya KIE terhadap pasien dan keluarganya guna melakukan pencegahan terjadinya
paederus dermatitis, seperti :
1. Jika menemukan serangga ini sebaiknya tidak dipencet, agar debris tidak mengenai
kulit, lebih baik disingkirkan dengan cara ditiup atau dihalau dengan kertas
16

2. Hindari terkena serangga ini pada kulit terbuka


3. Jangan menggosok kulit dan atau mata bila kumbang ini terkena kulit
4. Segera cuci dengan air mengalir dan sabun pada kulit yang bersentuhan dengan
serangga ini.
5. Mencegah serangga ini masuk kedalam rumah dengan cara selalu menutup pintu dan
menutup jendela menggunakan kasa nyamuk
6. Tidur menggunakan kelambu
7. Hindari penggunaan minyak kayu putih.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B., Dermatologi pengetahuan dasar dan kasus di Rumah Sakit, Indonesia: Pusat
penerbitan Universitas airlangga, 2009, hal 94-96
Djunda A., Hamzah M., Aisah S., Editor. Djuanda S., Sularsito SA., penyakit kulit dan
kelamin, edisi kelima, Jakarta Fakultas Kedokteran Indonesia 2007, Hal 129-138
Gelmetic C, Grimalt R., Paederus Dermatitis; An Easy Diagnosable but misdiagnosed
eruption. Eur J pediatr 1993; 153: 6-8
Gurcharan singh, Syed Yousuf Ali, Paederus dermatitis. Indian J dermatol Venerol Leprol
January-February 2007, vol 73
James WD., Berger TG., Elston DM., Andrews Disseases of the skin : clinical Dermatology,
10th ed,Canada: Elsevier Inc., 2006,pg 21-27
Kamaladasa SD, Perera WD., Weeratunge L.An Outbreak of Paederus dermatitis in a
Suburban Hospital in sri lanka, int J Dermatol 1997; 36(1): 34-36
Morsy TA., Arafa MA., Younis TA., Mahmoud IA., Studies Paederua Elfieni
Koch(Coleoptera: Staphylinide) with special reference to the medical importance. J
egyptiansoc parasitol 1996;26;337-51
Pohan SS., Hurtomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan terapi bag/SMF ilmu
penyakit kulit dan kelamin, Indonesia: Pusat penerbitan Universitas Airlangga., Hal 58
Syed Nurul Rasool Qadir MMBS1, Naeem Raza MMBS2, Simeen Ber Rahman MD3,
Paederus Dermatitis In Sierra Leone, In Dermatology Online Journal Vol 12 num 7
17

Wolff K., Goldsmith La., Katz SL., Gilchrest BA., Paller AS., Leffel DJ., Fitzpattricks
DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE, 7th ed, USA : McGraw-Hill
Companies.,2008, pg 395-401
Zargari O, Asadi AK, Fathalikhani F, Panahi M., Paederus Dermatitis in Northem Iran:
AReport of 156 cases, IntJ Dermatol 2003;42:608-12

18

You might also like