Professional Documents
Culture Documents
DERMATITIS VENENATA
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
DisusunOleh:
Raras Hanik.R (012106254)
Pembimbing:
dr. Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NIM
Fakultas
Universitas
Tingkat
Bagian
Judul
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahan-bahan yang
mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi seseorang dan belum tentu bagi
individu lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan kelainan pada kulit sesuai dengan
kontak yang terjadi. Kelainan ini disebut dermatitis kontak (Abdullah, 2009)
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen.Dermatitis kontak ini dibagi
menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi.
Dermatitis venenata merupakan gambaran spesifik disebabkan oleh secret atau debris
serangga terutama dari genus paederus, serta getah tumbuhan dengan bentuk lesi linier.
Kulit yang terkena penyakit ini akan menjadi merah dan melepuh, disertai rasa panas
terbakar. Fase merah, melepuh dan terasa panas ini berlangsung 1-3 hari.Bila lesi ini
digaruk maka lesi ini dapat menyebar dan meluas.Inilah mengapa penyakit ini sering
disangka sebagai penyakit infeksi. Bila penyakit ini sudah mendekati sembuh, maka kulit
akan berwarna coklat dan menimbulkan bekas seperti luka terbakar dan herpes. Kelenjar
hemolympha pada paederus ini mengandung paederein yang akan mengenai kulit apabila
serangga ini remuk akibat reflex menyingkirkan serangga ini.paederin dapat memicu
epidermal necrosis dan acantholisys sehingga timbul dermatitis. Serangga ini sebenarnya
tidak menyengat dan tidak menggigit, apabila serangga tersebut tidak remuk, maka
paederin yang tersimpan dalam hemolhympa tidak berbahaya bagi manusia. Para pelajar
dan mahasiswa yang banyak beraktifitas diliar ruangan memungkinkan lebih sering
terpapar dengan secret atau debris serangga ataupun getah tumbuh tumbuhan( james,
2006)
Serangga (Insectal) merupakan kelas dari filum Arthropoda. Ordo yang paling sering
mengakibatkan masalah kulit adalah klas Lepidoptera (kupu-kupu), hemiptera (bed bug),
Anoplura (Pediculus sp.), Diptera (nyamuk), Coleoptera (blister beetle atau Paederus),
Hymenoptera (lebah, tawon, semut), Shiponaptera (flea). Kelas arthropoda lain yang
bermakna secara dermatologis adalah myriapoda (kelabang) dan arachnida (laba-laba,
tick, mite, kalajengking) ( james, 2006)
3
B. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal ( Djuanda, 2007)
Dermatitis Kontak Iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya
kulit dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulkan kelainan klinis
efloresensi polimorfik berupa eritema, vesikula, edema, papul, vesikel, dan
keluhan gatal, perih serta panas.Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan hanya beberapa saja.
Dermatitis Venenata adalah Dermatitis Kontak Iritan yang disebabkan oleh
terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon
mahoni, kopi, mangga, serta sayuran seperti tomat, wortel dan bawang. Bahan
aktif dari serangga juga dapat menjadi penyebab (morsy et al, 1996)
Dermatitis yang disebabkan spesifik diakibatkan oleh bahan aktif yang
dikandung oleh serangga genus Paederus, yakni pederin, disebut dengan paederus
dermatitis atau dermatitis linearis(morsy et al, 1996) atau blister beetle dermatitis
(Zagari et al, 2003)
II.
EPIDEMIOLOGI
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan,
diperkirakan sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.DKI dapat
diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan
dengan pekerjaan (DKI akibat kerja)( Djuanda, 2007). Insiden dari penyakit kulit
akibat kerja di beberapa Negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000
pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu
pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning
services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam,
penanam bunga, pekerja di gedung. Adapun pada DKI akibat serangga khususnya
yang disebabkan kumbang Paederus kejadiannya meningkat pada musim
penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan lingkungan yang sesuai bagi
5
genus
Paederus.
Spesies
dari
genus
ini
menyebabkan
paederus
di Indonesia(gurcharan, 2007).
Kumbang ini tidak menggigit atau menyengat, namun tepukan keras pada
kumbang ini diatas kulit akan memicu pengeluaran bahan aktifnya yang berupa
paederin(Gelmetik, 1993).
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan
terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin
yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas terbakar, kemerahan pada
kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar (Kamaladasa, 1997).
Paederin yang berumus kimia
C25 H 45 O9 N
PATOGENESIS
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis(Abdullah, 2009).Ada 4 mekanisme yang
berhubungan dengan DKI.
1. Hilangnya membran lemak (Lipid Membrane)
2. Kerusakan dari sel lemak
3. Denaturasi keratin epidermal
4. Efek sitotoksik secara langsung( wolff, 2008)
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA),
inositida (IP3.AA di rubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotriene (LT).PG dan
LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vascular sehingga
mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai
kemoaktraktan kuat untuk limfosit dan neutrophil, serta mengaktifasi
sel mas
misalnya
interleukin-1
(IL-1)
dan
granulocyte-macrophage
colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresikan reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi
sel tersebut.
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1
(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan ,keratinosit juga melepaskan TNFa, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik ditempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema,panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan
desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di
bawahnya oleh iritan ( Djuanda, 2007)
V.
Gejala kulit bergantung pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema,
edema, fesikel, atau bula, erosit dan esukdensi, sehingga tampak basah .stadium
sub akut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta, sedang pada
stadium kronis tampak lesik kronis, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul,
mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut
tidak selalu berurutan bisa saja sejak awal suatu dermatistis memberi gambaran
klinis berupa kelainan kulit stadium kronis demikian pula efloresensinnya tidak
selalu harus polimorfik.Mungkin hanya oligormofik(Abdullah, 2009).
Pada paederus dermatis, lesi biasanya terjadi pada bagian tubuh yang tidak
tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah, khususnya area periorpital,
yang merupakan bagian tubuh yang paling sering menjadi predileksi paederus
dermatitis(Dermatologi Journal vol. 12). Tidak berbeda jauh dengan jenis
dermatitis kontak iritan lainnya, lesi yang biasa ditimbulkan oleh bahan aktif
paederin berupa patch eritem linier yang kemudian berlanjut menjadi bula,
terkadang bula dapat menjadi pustula. Pada pasien yang datang ke tenaga medis,
bula dapat, intak ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritem(Dermatologi
Journal vol. 12). Lesi mulai muncul setelah 12 48 jam pasca paparan paederin
dan membaik dalam waktu seminggu(Gurnhacan, 2007)
VI.
DIAGNOSIS
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga
penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya,
DKI kronis timbulnya lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas,
sehingga ada kalanya sulit dibedakan dengan dermatitis kontak alergik. Untuk ini
diperlukan uji temple dengan bahan yang dicurigai untuk menyingkirkan diagnose
bandingnya( Abdullah, 2009 et Djuanda, 2007).
dari paparan
Pada awalnya terdapat rasa nyeri,
paparan
Banyak orang mempunyai gejala
sama pada lingkungan tersebut
8
Pada
perubahan
morfologi
hyperkeratosis, fissure
Terdapat gambaran epidermis
sedangkan
waktu
menghasilkan
perbedaan
dimulai
DIAGNOSIS BANDING
DKI sering didiagnosis dengan berbagai jenis dermatitis termasuk DKA.Untuk
menegakkan diagnosis perlu anamnesa detail, termasuk pekerjaan, hobi, riwayat
pengobatan dan beberapa pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.
Perbedaan DKA dan DKI sebagai berikut:
Perbedaan
Keluhan
Lesi
Bahan
DKI
Gatal, nyeri, perih menyengat
Batas tegas, terbatas pada
DKA
Nyeri, gatal
Lesi dapat melebihi daerah
iritan
kecil
Bahan alergen, tidak tergantung
bisa kena
Akibat kerusakan jaringan
hipersensitifitas
Proses reaksi hipersensivitas
tipe 4
PENATALAKSANAAN
Penanggungan dermatitis kontak yang tersering adalah menghindari bahan yang
menjadi penyebab.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari :
A. Pengobatan sistemik :
1. K ortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam
waktu singkat.
Prednisone
9
Dewasa
: 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 1 mg/K gBB/hari
Dexamethasone
Dewasa
: 0,5-1 MG/DOSIS, SEHARI 2-3 KALI
P.O
Anak
: 0,1 mg/K gBB/hari
Triamcinolone
Dewasa
: 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 1 mg/K gBB/ hari
2. Antihistamin
Chlorpheniramine maleat
Dewasa
: 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak
: 0,09 mg/K gBB/dosis, sehari 3 kali
Diphenhydramine HCI
Dewasa
: 10-20 mg/dosid i.m. sehari 1-2 kali
Anak
: 0,5 mg/K gBB/dosis, sehari 1-2 kali
Loratadine
Dewasa
: 1 tablet sehari 1 kali
B. Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCI 0,9
%)
2. Bentuk kronis dan kering diberi krim hydrocortisone 1% atau
diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%
( Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit kulit dan kelamin, Hal : 58)
IX.
PROGNOSIS
Prognosis dari DKI akut baik jika penyebab iritasi dapat dikenali dan
dihilangkan. Prognosis untuk DKI kumulatif atau kronis tidak pasti dan bahkan
lebih buruk dari Dermatitis Kontak Alergi. Latar belakang pasien atopi, kurangnya
pengetahuan mengenai penyakit, dan atau diagnosis dan penatalaksanaan adalah
faktor-faktor yang membawa ke perburukan dari prognosis( wolff, 2008).
10
BAB III
LAORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. MAF
Umur
:21 tahun
JenisKelamin
: laki - laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 18 Agustus
2015 di bangsal Poliklinik Kulit dan Kelamin RSI Sultan Agung Semarang pukul
11.00 WIB.
a. KeluhanUtama
Keluhan Subjektif
Keluhan Objektif
Lokasi
Onset
Kualitas
: sejak 3 hari
: gatal dirasakan mengganggu aktivitas bahkan
Kuantitas
semakin memberat dan terbatas hanya daerah lengan yang terkena saja
Faktor memperberat
: Gatal terus menerus dan tangan terasa perih
Asma disangkal
e. RiwayatSosialEkonomi
III.
Kesan ekonomicukup
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaanfisikdilakukantanggal 18 Agustus2015 di bangsal Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSI Sultan Agung Semarang pukul 11.00
A. Status Generalis:
Tensi
: 120/80 mmHg
Nadi
: 90 kali/menit
Keadaan Umum
: Composmentis
Thorak
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
a. Ekstremitas atas : tampak adanya beberapa lesi.
b. Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan
B.Status Dermatologik
1. Inspeksi
13
siku kanan
14
Lokasi I
UKK
: siku kanan
: ditemukan makula eritem berbatas tegas disertai erosi,
2. Palpasi
Suhu perabaan lebih hangat dari kulit sekitarnya, nyeri (+), permukaan tidak rata
dan berair
3. Auskultasi
Tidak dilakukan
IV.
DIAGNOSIS BANDING
V.
Dermatitis Venenata
Dermatitis Kontak iritan
Dermatitis Kontak alergi
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Venenata
VII.
PENGOBATAN
medikamentosa
Amoxilin 500 mg 3X1
Metil Prednisolon 4 mg 3x1
Loratadin 10 mg 1X1
Gentamicin krim dioles 2x1
Non medikamentosa
-
VIII.
PROGNOSIS
15
Ad vitam : ad bonam
Ad sanam : ad bonam
Ad komestikan : dubia ad bonam
BAB IV
KESIMPULAN
Dermatitis kontak iritan adalah peradangan kulit yang disebabkan terpaparnya kulit
dengan bahan dari luar yang bersifat iritan yang menimbulakn kelainan klinis efloresensi
polimorfik berupa eritem, vesikel, edem, papul, dan keluhan gatal, perih serta panas. Tanda
polimorfik tidak selalu muncul bersamaan , bahkan hanya beberapa saja. Dermatitis yang
disebabkan spesifik diakibatkan oleh bahan aktif yang dikandung oleh serangga genus
paederus yakni paderin, disebut dengan paederus dermatitis atau dermatitis linear atau blister
beetle dermatitis.
Dasar dari pathogenesis penyakit ini adalah terjasinya gejala peradangan klasik di
tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritem , edema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bahan
iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setalah berulang kali kontak, dimulai dengan
kerusakan stratummkorneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan
kehilangan fungsi sawarnya , sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
Pada prinsipnya penatalaksanaan penyakit ini dengan baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya , terapi individual yang sesuai
dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat
berupa pengobatan topical dan sistemik. Disamping pengobatan secara farmakologis , juga
penting adanya KIE terhadap pasien dan keluarganya guna melakukan pencegahan terjadinya
paederus dermatitis, seperti :
1. Jika menemukan serangga ini sebaiknya tidak dipencet, agar debris tidak mengenai
kulit, lebih baik disingkirkan dengan cara ditiup atau dihalau dengan kertas
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah B., Dermatologi pengetahuan dasar dan kasus di Rumah Sakit, Indonesia: Pusat
penerbitan Universitas airlangga, 2009, hal 94-96
Djunda A., Hamzah M., Aisah S., Editor. Djuanda S., Sularsito SA., penyakit kulit dan
kelamin, edisi kelima, Jakarta Fakultas Kedokteran Indonesia 2007, Hal 129-138
Gelmetic C, Grimalt R., Paederus Dermatitis; An Easy Diagnosable but misdiagnosed
eruption. Eur J pediatr 1993; 153: 6-8
Gurcharan singh, Syed Yousuf Ali, Paederus dermatitis. Indian J dermatol Venerol Leprol
January-February 2007, vol 73
James WD., Berger TG., Elston DM., Andrews Disseases of the skin : clinical Dermatology,
10th ed,Canada: Elsevier Inc., 2006,pg 21-27
Kamaladasa SD, Perera WD., Weeratunge L.An Outbreak of Paederus dermatitis in a
Suburban Hospital in sri lanka, int J Dermatol 1997; 36(1): 34-36
Morsy TA., Arafa MA., Younis TA., Mahmoud IA., Studies Paederua Elfieni
Koch(Coleoptera: Staphylinide) with special reference to the medical importance. J
egyptiansoc parasitol 1996;26;337-51
Pohan SS., Hurtomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan terapi bag/SMF ilmu
penyakit kulit dan kelamin, Indonesia: Pusat penerbitan Universitas Airlangga., Hal 58
Syed Nurul Rasool Qadir MMBS1, Naeem Raza MMBS2, Simeen Ber Rahman MD3,
Paederus Dermatitis In Sierra Leone, In Dermatology Online Journal Vol 12 num 7
17
Wolff K., Goldsmith La., Katz SL., Gilchrest BA., Paller AS., Leffel DJ., Fitzpattricks
DERMATOLOGY IN GENERAL MEDICINE, 7th ed, USA : McGraw-Hill
Companies.,2008, pg 395-401
Zargari O, Asadi AK, Fathalikhani F, Panahi M., Paederus Dermatitis in Northem Iran:
AReport of 156 cases, IntJ Dermatol 2003;42:608-12
18