You are on page 1of 11

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN

MAKALAH

PENERAPAN SYSTEM ACTIVITY BASED COSTING


PADA KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG

Disusun Oleh :
LUTFIA NOVITASARI
KELAS 8C / 20
NPM 144060005746

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Akuntansi Manajemen


Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus Semester VIII
Tahun Ajaran 2014/2015

PENERAPAN SISTEM ACTIVITY BASED COSTING PADA KANTOR PELAYANAN


KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG
Abstrak

Sistem activity based costing (ABC) dianggap dapat menggambarkan biaya per unit produk secara akurat
dibandingkan dengan system penghitungan tradisional. Yang pertama menerapkan sistem ini adalah jenis usaha
manufaktur, yang kemudian disusul dengan jenis usaha jasa karena ternyata sistem ini dapat pula digunakan untuk
menghitung produk layanan jasa. Sudah banyak perusahaan-perusahaan besar dunia yang menerapkannya
sampai saat ini. Dalam perkembangan reformasi anggaran di Indonesia yang menuju kepada penganggaran
berbasis kinerja, system ini dapat menjadi alternative yang tepat. Dan dalam penelitian ini diketahui bahwa biaya
layanan pada sektor publik, sebagai contoh pada Kantor Pelayanan Kekayan Negara dan Lelang, dapat dihitung
dengan menggunakan system activity based costing. Dengan hasil perhitungan yang lebih komprehensif karena
biaya-biaya yang tidak secara langsung teratribusi juga diperhitungkan. Data-data yang lebih komprehensif
diperlukan untuk memperoleh hasil penghitungan yang lebih akurat lagi.
Kata kunci: ABC, biaya, anggaran, sektor publik
Abstract
System activity based costing (ABC) is considered to illustrate the cost per unit of product accurately than the
traditional system. The first who has been implementing this system is a type of manufacturing business, which is
then followed by the type of service business because it turns the system can also be used to calculate the product
services. There have been many large companies worldwide apply until today. In the development of the budget
reform in Indonesia, which leads to performance-based budgeting, this system can be the right solution. And in this
study note that the cost of services in the public sector, for example Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang, can be calculated using activity based costing system. With a more comprehensive calculation results
because indirect cost also taken into account. The more comprehensive data required to obtain a more accurate
calculation result.
Keywords: ABC, cost, budgeting, public sector

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem activity based costing telah banyak diimplementasikan pada perusahaanperusahaan besar di dunia. Alasan perusahaan-perusahaan besar ini beralih dari system
tradisional menuju system activity based costing adalah karena sistem activity based
costing dapat memberikan informasi tentang biaya produk secara lebih akurat. Dimana
keakuratan ini disebabkan system yang mampu menghitung biaya keluaran bukan hanya
atas dasar biaya-biaya yang langsung teratribusi kepada kegiatan tersebut, tetapi juga
atas biaya-biaya bersama yang tidak dapat langsung diatribusikan kepada masing-masing
kegiatan.
Sistem ini bukan hanya cocok diterapkan untuk perusahaan atau organisasi profit, tapi
instansi pemerintah pun yang merupakan organisasi non profit dapat menerapkannya.
Apalagi untuk menjawab tantangan good governance yang semakin tinggi sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu
agar system penganggaran Indonesia berubah dari sistem anggaran tradisional atau line
item budgeting menuju ke system anggaran berbasis kinerja.
Penerapan system activity based costing ini dapat menjadi jawaban atas tantangan
tersebut. Namun karena instansi pemerintah bukanlah organisasi profit, tujuan penerapan
system ini pun akan sedikit berbeda dengan organisasi profit. Pada instansi pemerintah
tujuannya lebih kepada perencanaan anggaran, pertanggungjawaban anggaran, dan
evaluasi. Hal ini dikarenakan tugas pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, jadi tidak sepenuhnya biaya layanan akan dibebankan pada masyarakat.
Diharapkan dengan penerapan system activity based costing system penganggaran
pada lingkup publik di Republik Indonesia ini dapat terselenggara dengan lebih baik.
Dalam pembahasan ini penulis akan mengkhususkan penerapan system analisis based
costing ini pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan,
yang dalam menyelenggaraan layanan masyarakat dilakukan melalui kantor vertical di
bawahnya, yaitu Kantor Pelayanan dan Lelang Negara yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.

B. Ruang Lingkup
Agar penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam makalah ini tidak melebar dan
kehilangan fokusnya, maka penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian pada
penghitungan biaya layanan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
dengan menggunakan sistem Activity Based Costing (ABC).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan atas apa yang telah disampaikan pada bagian latar belakang,
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah Bagaimana menghitung
biaya per unit layanan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan berdasarkan sistem
activity based costing?
D. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana cara menghitung biaya
kegiatan per unit layanan pada KPKNL. Dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat untuk KPKNL maupun Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada umumnya,
diantaranya sebagai masukan mengenai penghitungan biaya kegiatan layanan yang
diberikan oleh KPKNL dengan menggunakan system activity based costing, mengingat
bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara memiliki 70 KPKNL yang tersebar di seluruh
Indonesia.
II. LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Biaya
Usry dan Hammer (1995,25) mendefinisikan biaya sebagai suatu nilai tukar prasyarat,
pengorbanan yang dilakukan guna memperoleh manfaat. Dalam akuntansi keuangan,
prasyarat atau pengorbanan tersebut pada tanggal perolehan dinyatakan dengan
pengurangan kas/aktiva lainnya pada saat ini atau di masa mendatang. Secara umum
biaya diartikan sebagai kas atau setara kas yang dikorbankan yang diharapkan akan
memberi manfaat bagi organisasi pada masa yang akan datang.
Pemahaman mengenai biaya ini sangat penting bagi organisasi karena biaya
merupakan alat ukur untuk menentukan jumlah sumber ekonomi yang dikonsumsi oleh
suatu obyek biaya. Untuk memperoleh informasi terkait biaya yang akurat, dalam
penelusuran biaya ke obyek biaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu direct tracing
atau penelusuan secara langsung dan driver tracing atau penelusuran berdasarkan driver.
Menurut pengklasifikasiannya biaya dapat dibedakan menjadi tiga:
1. Biaya tetap, yaitu biaya yang jumlah input secara total tidak terpengaruhi oleh
perubahan output aktivitas dalam suatu kisaran tertentu.
2. Biaya variabel, yaitu biaya yang jumlah input secara total akan berubah secara
proporsional dengan perubahan output aktivitas.
3. Biaya semivariabel, yaitu biaya yang mempunyai elemen tetap dan varibel.
Produk suatu organisasi adalah barang atau jasa. Namun terkait dengan perhitungan
biayanya, produk jasa lebih susah dalam penghitungannya. Hal ini disebabkan oleh empat
karakteristik yang dimiliki oleh produk jasa. Keempat karakteristik tersebut adalah:
1. Intangibility
merupakan sifat tidak berbentuk sehingga pembeli atau calon pembeli tidak dapat
memegang,menyentuh ataupun mendengar dan merasakan sebelum memutuskan
untuk membeli jasa yang bersangkutan.
2. Perishability
merupakan sifat yang langsunghabos saat itu tidak dapat dikonsumsi lain waktu.
3. Inseparability
merupakan sifat yang menunjuakn adanya interaksi langsung antara penyedian jasa
dan pembeli jasa.
4. Heterogenety
merupakan sifat jasa yang sangat beragam atau bervariasi tidak dapat distandarkan.

B. Metode Activity Based Costing


Sistem activity based costing ini timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen
akan informasi akuntansi yang mampu menyajikan jumlah konsumsi sumber daya dalam
berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk/jasa. Faktor-faktor pendorong yang memicu
timbulnya kebutuhan atas informasi biaya yang akurat tersebut diantaranya:
1. Persaingan global (Global Competition) yang memaksa manajemen mencari berbagai
alternatif pembuatan produk yang cost effective.
2. Penggunaan teknologi maju dalam pembuatan produk menyebabkan proporsi biaya
overhead dalam product cost menjadi dominan.
3. Untuk dapat memenangkan persaingan dalam kompetisi global, perusahaan
manufaktur harus menerapkan marketdriven strategy.
4. Marketdriven strategy menuntut manajemen untuk inovatif.
Pemanfaatan teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan
dilakukannya pengolahan berbagai informasi biaya yang sangat bermanfaat dengan
cukup akurat.
1. Pengertian Activity Based Costing
Hongren (1996,02) mendefinisikan sistem activity based costing sebagai is a
system that first accumulates the costs of each activity of an organization and then
applies the costs of activities to the products, services, or other cost objects using
appropriate cost drivers.
Stephanie (2008,3) memberikan definisi mengenai activity based costing sebagai
.is an approach to the costing and monitoring of activities which involves tracing
resources consumption and costing final output. Resources are assigned to activities,
and activities to cost objects based on consumption estimate.
Sedangkan menurut Cooper dan Kaplan (1999) activity based costing is
methodology that measures the cost and performance of activities, resources, and cost
object. Resources are assigned to activities, and then activities are assigned to cost
object based on their use.
Cokins (1993) menyatakan bahwa pada dasarnya activity based costing terdiri
dari tiga konsep sederhana, yaitu aktivitas, cost driver, dan proses.
1) Aktivitas adalah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu organisasi. Selain itu
aktivitas juga didefinisikan sebagai kumpulan tindakan yang dilakukan dalam
organisasi yang berguna untuk tujuan penentuan biaya berdasarkan aktivitas.
2) Cost driver adalah factor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas,
dimana cost driver merupakan faktor yang digunakan untuk membebankan biaya
ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya, produk, atau jasa.
3) Proses merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, dan memiliki dampak
langsung terhadap pembebanan biaya produk.
Dari uraian mengenai pengertian activity based costing dari beberapa ahli yang
telah disampaikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum
pengertian sistem activity based costing adalah suatu sistem biaya yang
mengumpulkan biaya-biaya ke dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi lalu
membebankan biaya atau aktivitas tersebut kepada tiap produk atau jasa.
2. Identifikasi aktivitas pada activity based costing
Pada sistem activity based costing aktivitas diklasifikasikan dalam beberapa
tingkatan:
1) Aktivitas tingkat unit (unit level activities), yaitu aktivitas yang muncul setiap kali
suatu unit diproduksi. Jadi besar kecilnya biaya ini dipengaruhi oleh besar kecilnya
jumlah unit produk yang dihasilkan.
2) Aktivitas tingkat batch (batch level activities), yaitu aktivitas yang dilakukan setiap
suatu batch diproduksi. Besar kecilnya biaya pada tingkat ini dipengaruhi oleh
frekuensi order produksi.
3) Aktivitas tingkat produk (product level activities), yaitu aktivitas yang dilakukan bila
diperlukan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan.
Biaya ini berhubungan dengan penelitian dan pengembangan produk tertentu dan
bertujuan untuk mempertahankan produk agar tetap dapat dipasarkan.

4) Aktivitas tingkat fasilitas (facility level activities), yaitu aktivitas yang menopang
proses umum produksi suatu pabrik. Aktivitas tersebut memberi manfaat bagi
organisasi pada beberapa tingkat, tetapi tidak memberikan manfaat untuk setiap
produksi secara spesifik.
3. Penerapan system activity based costing
Ada dua tahap dalam pembebanan biaya overhead pabrik dalam activity based
costing, yaitu :
1) Tahapan pertama
a. Identifikasi aktivitas, mencakup observasi dan mendaftar pekerjaan yang
dilakukan dalam suatu organisasi. Pekerjaan atau tindakan yang diambil
merupakan pekerjaan yang menyerap sumber daya.
b. Biaya sumber daya dibebankan ke aktivitas melalui perhitungan kosumsi
sumber daya oleh aktivitas.
c. Aktivitas yang berkaitan dikelompokkan untuk membentuk kumpulan sejenis.
Yang dimaksud berkaitan disini adalah untuk dapat dikelompokkan atas dasar
atribut tingkat aktivitas dan atribut penggerak aktivitas.
d. Biaya aktivitas yang dikelompokkan dijumlah untuk mendefinisikan kelompok
biaya sejenis.
e. Menghitung tarif (overhead) kelompok dengan membagi biaya kelompok de an
kapasitas praktis penggerak aktivitas.
2) Tahapan Kedua
Pada tahap kedua ini, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produksi.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung pada tahap
pertama dan ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap produksi.
4. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Activity Based Costing
Atas kebutuhan manajemen sebagaimana dijelaskan sebelumnya, telah dihasilkan
activity based costing ini sebagai solusinya. Dimana kelebihan-kelebihan activity
based costing adalah sebagai berikut:
1) Biaya produk yang lebih realistik khususnya tersedia dalam pabrik berteknologi
manufakturing yang maju (AMT / Advanced Manufacturing Technology) dimana
overhead pendukung merupakan suatu proporsi yang signifikan dari biaya total.
2) Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk karena activity based costing
memberi perhatian pada semua aktivitas.
3) Activity based costing mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya
(activities cause cost), bukan produk dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas.
4) Activity based costing memfokus perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan
membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak
menambah nilai terhadap produk.
5) Activity based costing mengakui kompleksitas dari diversitas dari produksi yang
modern dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers).
6) Activity based costing memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya
produk variabel jangka panjang (long run variable product cost) yang relevan
terhadap pengambilan keputusan strategic.
7) Activity based costing cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggung jawab manajerial, dan juga biaya produk.
8) Activity based costing memberikan tolak ukur keuangan maupun non keuangan
yang berguna.
Selain kelebihan-kelebihan sebagaimana disebutkan sebelumnya, system activity
based costing ini juga masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah:
1) Activity based costing mengharuskan manajer membuat perubahan radikal dalam
cara berpikir mereka mengenai biaya.
2) Activity based costing tidak menunjukkan biaya yang akan dapat dihindari dengan
menghentikan suatu produk.
3) Activity based costing memerlukan usaha pengumpulan data melampaui yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan pelaporan eksternal.

III. PEMBAHASAN
A. Profil Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang atau biasa disebut KPKNL adalah
unit vertical di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan yang
mempunyai visi Menjadi pengelola kekayaan negara, piutang negara dan lelang yang
profesional dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, KPKNL
mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pelayanan di bidang pengelolaan kekayaan
negara, piutang negara, dan lelang. Dalam menyelenggarakan layanan-layanan tersebut
KPKNL mempunyai susunan organisasi sebagai berikut:
Bagan 3.1. Struktur Organisasi KPKNL
KEPALA KPKNL
SUBBAGIAN
UMUM
SEKSI
PENGELOLAA
N KEKAYAAN
NEGARA

SEKSI
PELAYANAN
LELANG

SEKSI
PIUTANG
NEGARA

SEKSI
PELAYANAN
PENILAIAN

SEKSI
HUKUM
DAN
INFORMASI

SEKSI
KEPATUHA
N INTERNAL

KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

Sampai dengan awal 2015 ini DJKN memiliki 70 unit vertical KPKNL yang tersebar di
seluruh Indonesia. Dan dalam perkembangannya unit-unit vertical ini akan terus
bertambah untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat di
seluruh Indonesia. Untuk itu dalam mendukung reformasi system penganggaran, yaitu
untuk menuju kepada system anggaran berbasis kinerja, diperlukan suatu standar biaya.
Dalam penelitian ini penulis akan mensimulasikan penghitungan standar biaya dengan
menggunakan system activity based costing.
B. Simulasi Penerapan Sistem Activity Based Costing
Pada makalah ini akan disimulasikan mengenai tahapan-tahapan menerapan system
activity based costing pada KPKNL secara umum, tanpa menunjuk pada salah satu
KPKNL tertentu. Hal ini dilakukan karena jika digunakan data hanya pada salah satu
KPKNL sebagai acuan biaya standar bagi DJKN akan kurang tepat. Mengingat KPKNL
tersebar diseluruh Indonesia dengan berbagai karakteristik ekonomi dan geografisnya.
Jadi pada makalah kali ini yang akan disimulasikan adalah membawa akun-akun biaya
pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai biaya langsung dan tidak
langsung. Dan kemudian bagaimana menelusuri biaya tidak langsung ini ke tiap-tiap
layanan.
Namun untuk memudahkan memahami ilustrasi simulasi yang disajikan, akan
digunakan data dari KPKNL XYZ Tahun 2013 untuk melakukan penghitungan pada salah
satu layanan, yaitu layanan lelang.
1. Pengidentifikasian Aktivitas
Aktivitas pelayanan yang diselenggarakan oleh KPKNL dapat diklasifikasikan menjadi
4 (empat), yaitu:
a. Penilaian
b. Lelang
c. Pengurusan Piutang Negara
d. Pengelolaan Kekayaan Negara

2. Penentuan Biaya Masing Masing Aktivitas


Biaya untuk masing-masing aktivitas dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Biaya Masing-Masing Aktivitas pada KPKNL
Biaya untuk aktivitas
penilaian

1. Biaya tenaga kerja langsung yang dihitung dari biaya gaji dan
tunjangan untuk pejabat dan pegawai pada Seksi Penilaian
2. Biaya perjalanan dinas untuk melakukan aktivitas penilaian
3. Biaya operasional
4. Biaya overhead yang dialokasikan dari biaya untuk aktivitas
umum dan administrasi
Biaya untuk aktivitas 1. Biaya tenaga kerja langsung yang dihitung dari biaya gaji dan
lelang
tunjangan untuk pejabat dan pegawai pada Seksi Lelang
2. Biaya perjalanan dinas untuk mendukung aktivitas lelang
3. Biaya operasional
4. Biaya overhead yang dialokasikan dari biaya untuk aktivitas
umum dan administrasi
Biaya untuk aktivitas 1. Biaya tenaga kerja langsung yang dihitung dari biaya gaji dan
pengurusan piutang
tunjangan untuk pejabat dan pegawai pada Seksi PN
negara
2. Biaya perjalanan dinas untuk mendukung aktivitas pengurusan
piutang Negara
3. Biaya operasional
4. Biaya non operasional yang terdiri dari biaya iklan/pengumuman
koran,
biaya
pertanahan,
dan
biaya
pemeliharaan
berkas/dokumen piutang Negara
5. Biaya overhead yang dialokasikan dari biaya untuk aktivitas
umum dan administrasi
Biaya untuk aktivitas 1. Biaya tenaga kerja langsung yang dihitung dari biaya gaji dan
pengelolaan kekayaan
tunjangan untuk pejabat dan pegawai pada Seksi PKN
Negara
2. Biaya perjalanan dinas untuk mendukung aktivitas pengelolaan
kekayaan Negara
3. Biaya operasional
4. Biaya overhead yang dialokasikan dari biaya untuk aktivitas
umum dan administrasi
Biaya untuk aktivitas 1. Biaya gaji dan tunjangan Kepala Kantor, bendahara, dan Kepala
umum dan
Subbag Umum berserta pelaksana di dalam Subbag Umum
administrasi
2. Biaya honor pegawai honorer dan petugas kebersihan
3. Biaya honor operasional satuan kerja
4. Biaya pemeliharaan gedung dan bangunan
5. Biaya pemeliharaan peralatan dan mesin
6. Beban depresiasi
7. Biaya listrik
8. Biaya telepon
9. Biaya air
10. Biaya pengiriman surat dinas
11. Biaya makanan/minuman/obat-obatan
12. Biaya rapat dinas dan pertemuan
13. Biaya pembinaan dan konsultasi
14. Biaya pakaian kerja pegawai
15. Biaya lain-lain
Penghitungan biaya masing-masing aktivitas dilakukan dengan membebankan biaya
sumber daya ke aktivitas melalui perhitungan konsumsi sumber daya oleh aktivitas. Dalam
perhitungan tersebut, beberapa biaya dapat ditelusuri secara langsung dan beberapa
biaya dialokasikan dengan menggunakan cost driver konsumsi sumber daya.
3. Penentuan cost driver
Tahapan selanjutnya setelah aktivitas telah teridentifikasi dan biaya atas masingmasing aktivitas juga telah terindentifikasi adalah menentukan cost driver dari biaya-biaya

yang tidak dapat ditelusuri secara langsung. Berikut adalah tabel cost driver untuk masingmasing biaya tidak langsung:
Tabel 3.2. Cost Driver Biaya Tidak Langsung KPKNL
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Uraian Biaya
Biaya gaji dan tunjangan
Biaya Honor Pegawai Honorer
Biaya Honor Operasional Satuan Kerja
Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan
Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin
Beban Depresiasi
Biaya Listrik
Biaya Telepon
Biaya Air
Biaya Pengiriman Surat Dinas

11
12
13
14
15

Biaya Makanan/Minuman/ Obat-obatan


Biaya Rapat Dinas dan Pertemuan
Biaya Pembinaan dan Konsultasi
Biaya Pakaian Kerja Pegawai
Biaya Lain-lain

Cost Driver
Jumlah Pegawai (orang)
Luas Ruangan (m2)
Jumlah Pegawai (orang)
Luas Ruangan (m2)
Jam Kerja (Jam)
Luas Ruangan (m2)
Jam Kerja (Jam)
Jumlah Pegawai (orang)
Jumlah Pegawai (orang)
Jumlah Surat Keluar
(buah)
Jumlah Pegawai (orang)
Jumlah Pegawai (orang)
Jumlah Pegawai (orang)
Jumlah Pegawai (orang)
Luas Ruangan (m2)

4. Penghitungan tarif overhead


Tahapan selanjutnya adalah penghitungan tarif overhead, yang dilakukan dengan cara
membagi total biaya masing-masing kelompok dengan kapasitas dari cost driver yang
berkaitan.
Tabel 3.3. Tarif Overhead KPKNL XYZ Tahun 2013

No

Uraian

Biaya gaji dan tunjangan (Kepala


Kantor, bendahara, dan Kepala
Sub Bagian Umum berserta
pelaksana di dalam Sub Bagian
Umum)
Biaya Honor Pegawai Honorer
Biaya Honor Operasional Satuan
Kerja
Biaya Pemeliharaan Gedung dan
Bangunan
Biaya Pemeliharaan Peralatan
dan Mesin
Beban Depresiasi
Biaya Listrik
Biaya Telepon
Biaya Air
Biaya Pengiriman Surat Dinas
Biaya Makanan/Minuman/ Obatobatan
Biaya Rapat Dinas dan
Pertemuan
Biaya Pembinaan dan Konsultasi
Biaya Pakaian Kerja Pegawai
Biaya Lain-lain

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Total Biaya
(Rp)
(a)

1,038,287,789

Kapasitas
Cost
Driver
(b)

Tarif
Overhead
(a/b)

20 51,914,389

231,600,000

2,505

92,455

114,480,000

20

5,724,000

174,775,000

2,505

69,770

170,040,000

43,680

3,893

307,466,862
144,000,000
7,200,000
300,000
24,000,000

2,505
43,680
31
31
1,663

122,741
3,297
232,258
9,677
14,432

9,432,000

31

304,258

26,520,000

20

1,326,000

69,230,000
37,000,000
3,000,000

20
20
2,505

3,461,500
1,850,000
1,198

5. Pengalokasian biaya tidak langsung


Selanjutnya untuk mengetahui besaran pengalokasian biaya tidak langsung pada
masing-masing aktivitas dihitung berdasarkan tingkat konsumsi cost driver masingmasing aktivitas tersebut, yaitu dengan mengalikan tarif overhead dengan konsumsi cost
driver terkait.
Tabel 3.4. Pengalokasian Biaya Tidak Langsung Pelayanan Lelang KPKNL XYZ Tahun
2013

No

Uraian

Tarif Overhead
(a)

Biaya gaji dan tunjangan (Kepala


51,914,389
Kantor, bendahara, dan Kepala
Sub Bagian Umum berserta
pelaksana di dalam Sub Bagian
Umum)
2
Biaya Honor Pegawai Honorer
92,455
3
Biaya Honor Operasional Satuan
5,724,000
Kerja
4
Biaya Pemeliharaan Gedung dan
69,770
Bangunan
5
Biaya Pemeliharaan Peralatan
3,893
dan Mesin
6
Beban Depresiasi
122,741
7
Biaya Listrik
3,297
8
Biaya Telepon
232,258
9
Biaya Air
9,677
10
Biaya Pengiriman Surat Dinas
14,432
11
Biaya Makanan/Minuman/ Obat304,258
obatan
12
Biaya Rapat Dinas dan
1,326,000
Pertemuan
13
Biaya Pembinaan dan Konsultasi
3,461,000
14
Biaya Pakaian Kerja Pegawai
1,850,000
15
Biaya Lain-lain
1,198
Total Biaya Tidak Langsung yang Dialokasikan

Konsumsi
Cost
Driver
(b)
2

Biaya Tidak
Langsung
yang
Dialokasikan
103,828,778

56
2

5,177,480
11,448,000

56

3,907,120

4,368

17,004,624

56
4,368
2
2
323
2

6,873,496
14,401,296
464,516
19,354
4,661,536
608,516

2,652,000

2
2
56

6,922,000
3,700,000
67,088
181,735,804

6. Total biaya per unit layanan


Kemudian total biaya untuk masing-masing layanan yang diselenggarakan oleh
KPKNL diperoleh dengan menjumlahkan biaya biaya yang dalam DIPA sudah langsung
teratribusi pada masing-masing layanan dengan biaya tidak langsung sebagaimana
diuraikan pada poin nomor 5 penjelasan ini. Tahapan yang terakhir adalah menghitung
biaya per unit layanannya. Hal ini bisa diperoleh dengan cara menghitung total biaya
masing-masing layanan dibagi dengan total layanan yang berhasil diselenggarakan oleh
KPKNL pada tahun tersebut. Berikut adalah total biaya per unit layanan pada KPKNL XYZ
dengan menggunakan system activity based costing:

Tabel 3.5. Biaya per Unit Layanan Lelang KPKNL XYZ Tahun 2013
Uraian
Biaya Langsung
Biaya Tidak Langsung yang Dialokasikan
Total Biaya
Total Layanan yang terselenggara dalam satu tahun
(jumlah output)
Biaya per Unit

Biaya
Rp 32,600,000
Rp 181,735,804
Rp 214,335,804
101
Rp 2,122,137

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah disampaikan, dapat ditarik
beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Sistem activity based costing sangat mungkin diterapkan pada organisasi sector public
demi menciptakan organisasi public yang berkualitas guna tercapainya good
governance. Dengan penerapan system activity based costing ini pada sector public
dapat menghasilkan perencanaan dan pertanggungjawaban anggaran yang lebih
akurat.
2. Penghitungan analisis biaya perlu didukung dengan data dan informasi yang akurat
dan komprehensif untuk mendapatkan hasil perhitungan biaya yang tepat. Sedangkan
organisasi-organisasi
public
pada
umumnya
belum
memiliki
sistem
pendokumentasian yang baik, khususnya terkait pencatatan aktivitas instansi untuk
mendukung penghitungan biaya layanan yang memadai, sehingga dibutuhkan
beragam asumsi untuk melaksanakan penghitungan biaya per unit atas output yang
dihasilkan.
3. Pada contoh penghitungan layanan lelang pada KPKNL XYZ tersebut yaitu sebesar
Rp2.122.137,- terlihat cukup besar. Besaran biaya layanan ini juga dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi agar layanan dapat terselenggara secara ekeftif dan efisien.
B. SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat
disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja
adalah penentuan metode perhitungan biaya untuk masing-masing unit keluaran dan
perlunya memperhitungkan biaya bersama, yaitu biaya yang diakibatkan oleh
pemanfaatan fasilitas secara bersamaan untuk menghasilkan beberapa keluaran,
dalam rangka menentukan biaya untuk masing-masing unit keluaran yang dihasilkan
oleh pemerintah, yang salah satunya adalah layanan Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.
Berkenaan dengan hal tersebut perlu kiranya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
melakukan analisis yang lebih mendalam atas biaya per unit layanan-layanan yang
diselenggarakannya. Dengan demikian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara akan
memiliki standar biaya per unit layanan yang lebih akurat dan dapat mendukung
proses penganggaran agar lebih berfokus pada output yang dihasilkan.
2. Dalam melaksanakan analisis sebagaimana dimaksud pada poin (1), Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara perlu mempertimbangkan factor geografis dan ekonomi
masing-masing kantor pelayanan, mengingat KPKNL tersebar di seluruh Indonesia
dengan berbagai karakteristik geografis. Dengan demikian, standar yang dihasilkan
dapat mengakomodasi dan mencerminkan secara akurat standar biaya per unit
layanan di seluruh Indonesia.
3. Untuk mendukung pelaksanaan system ini, perlu kiranya setiap entitas memiliki suatu
sistem pendokumentasian yang baik, khususnya terkait pencatatan aktivitas instansi,
untuk mendukung penghitungan biaya layanan yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Carter, William K. and Milton F. Usry. 2002. Cost Accounting, Edisi ke-13, Buku 1. Alih
Bahasa : Krista. Salemba Empat, Jakarta.
Cooper, Robin dan Robert S. Kaplan. 1999. The Design of Cost Management System: Text and
Cases. Edisi ke-2. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Edwards ,Stephanie and Technical Information Service. 2008. Activity Based Costing. The
Chartered Institute of Management Accountants.
Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 2004. Managerial Accounting. Akuntansi
Managerial. Jakarta: Salemba Empat.
Hongren, Charles T. 1996. Introduction to Financial Accounting. New Jersey: Prentice Hall.
Pegden, C. D., Shannon, R. E., and Sadowski, R.P. 1990. Introduction to Simulation Using
SIMAN. New York: McGraw-Hill, Inc.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta, CV.
Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Usry, Milton F. dan Hammer, Lawrence H. 1995. Akuntansi Biaya : Perencanaan dan
Pengendalian, edisi ke-10, jilid 1. Terjemahan Sirait, Alfonsus. Erlangga, Jakarta.

You might also like