You are on page 1of 12

Citarum adalah sungai terpanjang

dan

terbesar

di

Provinsi Jawa

Barat, Indonesia. Sungai dengan nilai sejarah, ekonomi, dan sosial yang
penting ini sejak 2007 menjadi salah satu dari sungai dengan tingkat
ketercemaran tertinggi di dunia. Jutaan orang tergantung langsung hidupnya
dari sungai ini, sekitar 500 pabrik berdiri di sekitar alirannya, tiga waduk
PLTA dibangun di alirannya, dan penggundulan hutan berlangsung pesat di
wilayah hulu.Sejak lama Ci Tarum dapat dilayari oleh perahu kecil. Penduduk
di sekitarnya memanfaatkan sumberdaya perikanan di sungai ini, baik secara
tradisional

dengan

membudidayakan

ikan

cara memancing atau menjala,


dalam keramba

jaring

atau

dengan

apung di waduk dan

bendungan.
Karena banyaknya debit air yang dialirkan oleh sungai ini, maka
dibangun tiga waduk (danau buatan) sebagai Pembangkit Listrik Tenaga
Air (PLTA) dan juga untuk irigasi persawahan di sungai ini:
1. PLTA Saguling di wilayah hulu DAS Ci Tarum
2. PLTA Cirata di wilayah tengah, dan
3. PLTA Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal sebagai PLTA Jatiluhur, di wilayah
hilir.
Air dari Citarum dimanfaatkan sebagai pasokan air minum untuk
sebagian penduduk Jakarta. Irigasi di wilayah Subang, Karawang, dan Bekasi
juga dipasok dari aliran sungai ini. Pengaturannya dilakukan sejak Waduk
Jatiluhur.

[SUNGAI CITARUM]
1. Waduk Saguling
Lokasi

: Kabupaten Bandung Barat

Luas Area

: 53 Km2

Daya Tampung

: 609 juta m3

Kedalaman

: 92 m

Sumber Air

: Sungai Citarum

Sejarah Waduk
Waduk Saguling didirikan sejak Februari 1985, yang berfungsi untuk
membendung aliran Sungai Citarum. Awalnya Saguling hanya direncanakan
sebagai penghasil listrik, tapi kemudian juga digunakan untuk pariwisata.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1980 1995 kualitas air
sudah banyak menurun yang diakibatkan oleh pencemaran organic yang
dihasilkan dari limbah industri, penduduk, pertanian dan perikanan. Hingga
tahun 2008 sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 84 juta m 3. Laju
sedimentasi di Waduk Saguling kini diperkirakan sekitar 4,2 juta m 3 per
tahun atau 4.819.664 ton per tahun. Sedimentasi akan menurunkan fungsi
bendungan dan memperpendek usia operasi PLTA. Limbah industri dan
domestic yang terbawa oleh aliran air Sungai Citarum juga memperburuk
kondisi endapan waduk.
Pembangunan Waduk Saguling tak bisa dipisahkan dari adanya gagasan
besar seorang insinyur berkebangsaan Belanda, Prof. Ir. W.J. van Blommestein. Ia
memiliki ide besar, ingin mengintegrasikan seluruh saluran pengairan di Jawa
Barat mulai dari Ciujung, Banten (di ujung barat), hingga Sungai Rambut di
perbatasan Jawa Barat dengan Pekalongan, Jawa Tengah.

Kala itu, Blommestein melakukan pengumpulan data di Citarum sejak


dekade 1920-an. Pada 1948, muncul makalah Blommestein dengan gagasan
awal

adanya

pembangunan

Bendungan

Jatiluhur

yang

dianggap

paling

mendesak untuk irigasi dan penyedia air baku. Blommestein lalu merencanakan
waduk tambahan seiring pertumbuhan penduduk. Salah satunya adalah Waduk
Saguling, yang semula direncanakan diberi nama Tarum.
Saguling mulai dibangun pada Agustus 1981, dan menghabiskan dana
sebesar 662.968.000 dollar AS. Biaya tersebut termasuk biaya pembebasan
lahan yang menenggelamkan 49 desa, yang didominasi lahan pertanian.
Sebanyak 12.489 kepala keluarga terpaksa pindah dari desanya, dan sebagian
ada yang ditransmigrasikan. Pembangunan Saguling menghabiskan waktu yang
cukup lama hingga dapat dioperasikan pada 1985, dan baru diresmikan pada
1986 oleh mantan Presiden RI, Soeharto. Waduk ini kemudian dikelola PT
Perusahaan Listrik Negara, untuk memasok listrik kawasan Jawa-Madura-Bali.
Struktur bangunan Waduk Saguling terbuat dari urukan batu dengan inti
kedap air. Hal ini dilakukan untuk efisiensi dana dengan memanfaatkan potensi
batu dari Gunung Karang yang ada di sekitar Saguling. Waduk Saguling pun
dibuat dengan ketinggian muka air maksimum 643 meter sehingga bisa
menampung 875 juta meter kubik air. Saguling dipasangi empat turbin
pembangkit

listrik

masing-masing

berkapasitas

175,18

MW

yang

akan

menghasilkan 700-720 kilowatts per jam.


Saguling yang berada di posisi teratas secara otomatis menjadi penerima
awal gelontoran air dari Citarum Hulu, termasuk segala sedimentasi yang
dibawa. Masalah sedimentasi ini menjadi masalah krusial Saguling beberapa
tahun terakhir ini.
Saguling yang terletak di daerah perbukitan, menjadi tempat bermuara
banyak sumber air yang ada di daerah tersebut. Belum lagi limbah-limbah
industri, maupun rumah tangga, ikut berkontribusi pada kualitas air yang tidak

[SUNGAI CITARUM]
memenuhi baku mutu. Saguling yang diperkirakan memiliki masa hidup 59
tahun, akan terus berkurang usianya, jika keadaan seperti ini tak cepat diatasi

Waduk

Saguling

termasuk

salah

satu

dari

tiga

waduk

yang

membendung aliran Sungai Citarum. Waduk ini berketinggian sekitar 643


meter diatas permukaan laut (dpl) dimana pada awalnya difungsikan sebagai
keperluan untuk menghasilkan Listrik Tenaga Air (PLTA) dimana kapasitasnya
bisa mencapai 1.400 MW.
Dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan di daerah sekitarnya,
kemudian Saguling ini ditata-ulang sedemikian rupa sehingga menjadi
bendungan yang multi-guna, termasuk didalamnya juga digunakan untuk
perikanan, pariwisata, agri-akuakultur, dan lainnya. Bahkan, kini waduk ini
juga digunakan untuk kebutuhan penduduk lokal seperti mandi, mencuci,
sehingga kurang layak dan terlihat seperti kurang terurus dengan baik.
Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak
sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk
Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk
ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk
berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut
terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat
pertumbuhan yang begitu tinggi.
Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya
lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan
pertanian

mereka

dengan

melakukan

pembabatan

hutan.

Sebagai

konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Meski


demikian, potensi pariwisata yang ada di waduk ini masih terbilang potensial
karena banyak pengunjung dari berbagai daerah yang datang untuk rekreasi.
Apalagi kalau musim liburan tiba, suasana di waduk ini tak beda jauh dengan
di objek wisata lainnya.

[SUNGAI CITARUM]

2. Waduk Cirata
Lokasi

: Kecamatan Manis, Kabupaten

Bandung Barat
Luas Area

: 6.200 hektare

Daya Tampung

: 2,156 Ms

Kedalaman
Sumber Air

: 106 m
: Sungai Citarum

Sejarah Waduk
Waduk dibangun sekitar tahun 1982 sampai dengan 1987memiliki
kapasitas 2.165 m3dan dikelilingi oleh perbukitan. Berdasarkan penelitian air
waduk yang dilakukan antara 1980 - 1985 mengalami pencemaran berat
(eutrofik). Menurut penelitian tahun 1996

- tahun 2000, waduk ini

mengalami sedimentasi di DAS Citarum Tengah. Hingga tahun 2000 endapan


di Waduk Cirata sudah mencapai 62,5 juta m 3. Sedangkan batas ekstrim
yang dirancang di waduk tersebut volumenya 79,3 juta m3. Semakin

cepatnya laju sedimentasi di waduk ini akibat dari penggundulan hutan di


Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata merupakan PLTA terbesar di
Asia Tenggara. PLTA ini memiliki konstruksi power house di bawah tanah
dengan kapasitas 8x126 Megawatt (MW) sehingga total kapasitas terpasang
1.008 Megawatt (MW) dengan produksi energi listrik rata-rata 1.428 Giga
Watthour (GWh) pertahun.
Kapasitas 1008 MW tersebut terdiri dari Cirata I yang memiliki empat
unit masing-masing operasi dengan daya terpasang 126 MW yang mulai
dioperasikan tahun 1988 dengan daya terpasang 504 MW, selain itu Cirata II
juga dengan empat unit masing-masing 126 MW, yang mulai dioperasikan
sejak tahun 1997 dengan daya terpasang 504 MW. Cirata I dan II mampu
memproduksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh pertahun yang kemudian
dislaurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi 500 kV ke
sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali).
Guna menghasilkan energi listrik sebesar 1.428 Gwh, dioperasikan
delapan buah turbin dengan kapasitas masing-masing 129.000 KW dengan
putaran 187,5 RPM. Adapun tinggi air jatuh efektif untuk memutar turbin
112,5 meter dengan debit air maksimum 135 m3 perdetik.
PLTA Cirata dibangun dengan komposisi bangunan power house empat lantai
di bawah tanah yang menpengoperasiannya dikendalikan dari ruang control
switchyard berjarak sekitar 2 kilometer (km) dari mesin-mesin pembangkit
yang terletak di power house.
PLTA tersebut merupakan pembangkit yang dioperasikan oleh anak
perusahaan

PT

Perusahaan

Listrik

Negara

(PLN

persero)

yaitu

PT

Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang disalurkan melalui saluran transmisi


tenaga listrik 500 kilo volt (KV) ke sistem Jawa Bali yang diatur oleh

[SUNGAI CITARUM]
dispatcher PLN Pusat Pengatur Beban (P3B).Kontribusi utama Cirata terhadap
sistem Jawa Bali yaitu memikul beban puncak dan beroperasi pada pukul
17.00-22.00, dengan moda operasi LFC (Load Frequency Control), dimana
memiliki fasilitas line charging bila sistem Jawa Bali mengalami Black Out
dan Start up operasi/ sinkron ke jaringan 500 KV yang relatif cepat yaitu
kurang lebih lima menit.
PLTA Cirata terletak di daerah aliran sungai (DAS) Citarum di Desa
Tegal

Waru,

Kecamatan

Plered,

Kabupaten

Purwakarta,

Jawa

Barat.

Sedangkaln luas Waduk Cirata, dari ujung selatan kecamatan Cipeundeuy


kabupaten Bandung barat, dan terbendung di desa Ciroyom, kecamatan
Cipeundeuy kabupaten Bandung barat, yang berbatasan langsung dengan
maniis kabupaten Purwakarta. Latar belakang pendirian PLTA ini, dengan
letak sungai Citarum yang subur, bergunung-gunung dan dianugerahi curah
hujan yang tinggi. Pembangunan proyek PLTA Cirata merupakan salah satu
cara pemanfaatan potensi tenaga air di Sungai Citarum yang letaknya di
wilayah kabupaten Bandung, kurang lebih 60 km sebelah barat laut kota
Bandung atau 100 km dari Jakarta melalui jalan Purwakarta

3. Waduk Jatiluhur
Lokasi

: Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten

Purwakarta
Luas Area
Daya Tampung

: 83 km2
: 3,5 Ms

Sumber Air

: Sungai Citarum

Pengelola

: PERUM JASA TIRTA II

[SUNGAI CITARUM]
Penggunaan Air Irigasi

: 5,5 milar Ms/tahun

Luas Air Irigasi

: 242.000 hektare

Penggunaan Baku Air Minum

: 671,7 juta ms/tahun

Penggunaan Air Perikanan

: 315,4 juta ms/tahun

Pembangunan

: 1957 1967

Sejarah Waduk
Bendungan

Jatiluhur

merupakan

bendungan

yang

terbesar

di

Indonesia, yang dibangun pada sungai Citarum terletak di kabupaten


Purwakarta, kira-kira 9 kilometer dari pusat kota Purwakarta, dibangun sejak
tahun 1957 dan bendungan ini mulai dioperasikan pada tahun 1967,
pemanfaatan utama mula-mula untuk pembangkit tenaga listrik, namun
kemudian pemanfaatannya untuk segala kebutuhan yang berhubungan
dengan air. Bendungan utama Ir. H. Djuanda, yang dikenal juga dengan
nama bendungan Jatiluhur dengan panjang 1.200 meter dan tinggi tower
114,5 meter. Bendungan Jatiluhur yang dibangun pada saat memasuki era
kemerdekaan, merupakan proyek pengairan yang terbesar yang dikerjakan
dan ditangani oleh teknisi-teknisi dari bangsa Indonesia, dengan konsultan
dari Perancis yang telah berpengalaman dalam membangun bendungan
besar. Bendungan ini dibuat menyerupai gaya bendungan yang terbesar di
dunia, yaitu bendungan Aswan di Mesir. Pemberian nama Luhur, karena di
sini terdapat bangunan-bangunan yang disimbolkan sebagai angka keramat
bangsa Indonesia, yaitu 17-8-1945, di mana pompa hidrolik untuk saluran
Tarum Barat berjumlah 17 buah, pilar pemegang pintu pengatur untuk
meneruskan aliran ke daerah Walahar beserta menaranya berjumlah 8 buah,
dan angka 45 ditunjukkan pada pembangunan pompa-pompa listrik untuk
saluran Tarum Timur, agar lebih efisien dan efektif dibuat miring 45 derajat.
Selain merupakan waduk yang terbesar, waduk Jatiluhur juga merupakan
10

waduk serbaguna yang pertama di Indonesia, dengan panorama danau yang


luasnya 8.300 ha, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar m3/
tahun dan memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000 ha sawah
untuk dua kali tanam dalam setahun, selain itu waduk Jatiluhur juga
berfungsi sebagai air baku air minum, budidaya perikanan dan pengendali
banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.
Waduk yang dibangun selama sepuluh tahun ini, mampu menampung
hingga 3.500 juta m3 air. Fungsi utama waduk yang sumber airnya dari
Sungai Citarum ini adalah sebagai PLTA. Namun, digunakan pula sebagai
sarana wisata dan budidaya ikan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan
pada tahun 2000, sedimentasi di waduk mencapai 500 juta m 3, namun
endapan ini masiih rasional karena tampungan di waduk ini mencapai 900
juta m3, laju endapan waduk jatiluhur tergolong sangat rendah hanya 1 mili
per tahun.
LATAR BELAKANG Bendungan Waduk Jatiluhur Kabupaten
Purwakarta
Peletakan batu pertama pembangunan oleh Presiden Soekarno.
Mulai dibangun tahun 1957 dan selesai tahun 1967, berdasarkan pada
tulisan Prof. Dr. Ir. W.J Blommestein (1948), kemudian dikaji ulang oleh Ir. Van
Schravendijk dan Ir. Abdoelah Angudi.
Perencanaan dan Pengawasan oleh Coyne et Bellier, Perancis, Pelaksanaan
oleh Compagnie Francaise dEnterprise, Paris Perancis.
Diresmikan 26 Agustus 1967 oleh Presiden Soeharto.

MANFAAT Bendungan Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta


Penyediaan air untuk irigasi seluas 242.000 ha.
Menyediakan air baku DKI.
Pembangkitan listrik kapasitas 187,5 MW.
11

[SUNGAI CITARUM]
Pengendalian banjir di Karawang dan sekitarnya.
Perikanan darat.
Pengembangan pariwisata dan olahraga air
LOKASI Bendungan Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta
Berjarak 100 km tenggara Jakarta dan 60 km barat laut Bandung.

12

You might also like