You are on page 1of 35

No.

ID dan Nama Peserta :


/ dr. Renny Hartanti
No. ID dan Nama Wahana :
/ RSAU dr. Esnawan Antariksa
Topik : Dyspnoe et causa CHF + TB paru dalam pengobatan (Drug Induced Hepatitis)
Tanggal (kasus) : 2015
Nama Pasien : Tn. DS
No. RM : 143027
Tanggal Presentasi : 21 Oktober 2015
Pendamping : Kolonel dr. Krismono
Irwanto, MH.Kes
Tempat Presentasi : RSAU dr. Esnawan Antariksa
Obyek Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : OS usia 58 tahun datang ke UGD RSAU dengan keluhan sesak
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis paru pada keadaan khusus
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Cara
Diskusi
Presentasi dan
Email
Pos
Membahas
diskusi
Data Pasien
Nama : Tn. DS
Terdaftar Sejak : 14 Oktober 2015
Nama Tempat
R. Garuda RSAU dr. Esnawan
Perawatan
Antariksa
Data utama untuk bahan diskusi :
1. OS usia 58 tahun datang ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan sesak
napas sejak 1 jm SMRS. Sesak sebenarnya sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, hanya
semakin lama semakin bertambah parah hingga mengharuskan pasien ke UDG RS . Sesak
dikatakan disertai dengan batuk berdahak warna putih kental, susah buang air kecil dan kaki
bengkak. Keluhan susah buang air kecil juga dirasakan sejak 3 hari SMRS. Dalam satu hari
OS hanya BAK sebanyak 2x dan jumlahnya kurang dari 1 botol aqua 600cc. Semakin hari
sejak 3 hari tersebut, kaki OS menjadi semakin membengkak.
Selain keluhan tersebut diatas, OS juga mengatakan adanya mual muntah sejak 3 hari
tersebut, semua makanan yang dimakan akan keluar kembali, perut juga terasa sakit dan
begah. Keluhan demam disangkal pasien. BAB sulit 2 hr SMRS.
2. Riwayat Pengobatan : OS tidak meminum obat untuk mengatasi keluhannya tersebut, hanya
saja saat di rumah, karena OS tidak bisa makan dan minum, OS disarankan untuk diinfus
oleh perawat kenalan dekat rumah tanpa persetujuan/ pemeriksaan oleh dokter sebelumnya.
Dikatakan OS tidak mengetahui diinfus dengan cairan apa, hanya saja ia mengaku sudah
menghabiskan 4botol cairan infuse selama 3 hari.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : OS mengeluh memiliki riwayat batuk lama >2 bulan. Saat
awal bulan puasa, OS mulai berobat ke puskesmas. Di puskesmas, OS disarankan untuk
melakukan pemeriksaan dahak pertama dan hasilnya negative. Setelah itu OS meminum obat
antibiotic selama 2 minggu, kemudian diperiksakan dahak kembali dan hasilnya negative.
1

Karena keluhan batuk tidak membaik, maka OS dirujuk ke RS Budhi Asih. Di RS dilakukan
pemeriksaan Rontgen Paru dan darah. Hasilnya dikatakan OS mengalami flek paru dan
disarankan meminum obat selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, OS kembali ke RS dan
disarankan untuk meminum obat yang berbeda untuk terapi berikutnya. Saat hari ke 3 setelah
meminum obat, OS mengelukan mual dan muntah serta perut tidak enak. Kemudian keluhan
berlanjut sampai terakhir OS dibawa ke UGD RSAU.
OS tidak pernah menjalani operasi apapun dan dirawat dalam jangka waktu panjang.
Riwayat Penyakit HT, Jantung, DM, Asma dan Ginjal disangkal. Riwayat sakit kuning saat
usia 5 tahun. Riwayat minum obat OAT disangkal. Riwayat Alergi Obat juga disangkal.
4. Riwayat Keluarga : Ayah OS dikatakan meninggal karena menderita sakit liver. Riwayat sakit
asma dan alergi dalam keluarga OS disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan : OS adalah pensiunan dari perusahaan swasta. Sudah 10 tahun tidak
bekerja. Aktivitas sehari-hari mengurus cucu di rumah.
6. Kondisi Lingkungan : Os tinggal di rumah dengan lingkungan padat penduduk. Tinggal
berdua bersama istri. Dikatakan ventilasi rumah cukup baik.
7. Riwayat Sosial dan Kebiasaan: OS merokok sejak mulai bekerja (15 tahun). Dalam 1 hari
menghabiskan bungkus, berhenti 10 tahun terakhir. OS tidak mengkonsumsi minuman
keras. Tetapi dikatakan OS sering meminum obat-obat nyeri yang dibeli di warung (Panadol,
Paramex, dll) sejak OS muda.
8. Riwayat Makanan dan Minuman : OS makan 2-3x/hari. Menu keluarga sehari-hari. Nafsu
makan dikatakan mulai menurun sejak awal bulan puasa. BB OS juga menurun 5 kg sejak
bulan puasa hingga sekarang.
9. Riwayat Imunisasi : OS tidak mengingat
10. Lain-lain: Daftar Pustaka :
1. Price SA , Standridge MP . Tuberkulosis Paru. Dalam : Price SA, Wilson LM ed.
Patofisiologi edisi 6 volume II. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta ; 2003 : 852 864.
2. Tatalaksana Pasien Tuberkulosis. Dalam: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Edisi ke-1. Depkes RI. 2014.
3. PDPI. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia, 2006. Available
URL:http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
4. Raviglione MC, O'Brien RJ. Tuberculosis. In : Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald
E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison's Principles of Internal Medicine. Volume I. 16th
Edition. McGraw-Hill. New York. 2005 : 953-966.
5. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata
KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta 2006: 998-1003.
6. Arif M, Tutiyanti K dkk. Pulmonologi; Tuberkulosis Paru. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid I, edisi III. Media Aesculapius FKUI. Jakarta 2001: 476.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :
1. Subyektif
OS usia 58 tahun datang ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan sesak napas
2

sejak 1 jm SMRS. Sesak sebenarnya sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, hanya semakin
lama semakin bertambah parah hingga mengharuskan pasien ke UDG RS . Sesak dikatakan
disertai dengan batuk berdahak warna putih kental, susah buang air kecil dan kaki bengkak.
Keluhan susah buang air kecil juga dirasakan sejak 3 hari SMRS. Dalam satu hari OS hanya
BAK sebanyak 2x dan jumlahnya kurang dari 1 botol aqua 600cc. Semakin hari sejak 3 hari
tersebut, kaki OS menjadi semakin membengkak.
Selain keluhan tersebut diatas, OS juga mengatakan adanya mual muntah sejak 3 hari tersebut,
semua makanan yang dimakan akan keluar kembali, perut juga terasa sakit dan begah. Keluhan
demam disangkal pasien. BAB sulit 2 hr SMRS.
2. Obyektif
Pemeriksaan fisik umum :
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Kompos mentis
TD: 90/70 mmHg Nadi: 122x/menit, Pernapasan: 36x/menit, Suhu: 36,5oC
Pemeriksaan sistemik :
Kepala : normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+),edema palpebral -/visus bedside 6/6, lapang pandang tidak menyempit, pernapasan cuping hidung (-), bibir

sianosis (-), mukosa mulut dan bibir basah (+)


THT : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, uvula di tengah
Leher : JVP meningkat, pembesaran KGB colli (-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi

: iktus kordis teraba di sela iga V 2 jari lateral linea midklavikula kiri

Perkusi : batas jantung kanan di linea sternalis kanan,


batas jantung kiri di 2 jari lateral linea midklavikula kiri,
batas atas jantung di sela iga III linea parasternal kiri
Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi

: pergerakan dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: fremitus taktil kanan dan kiri simetris

Perkusi

: sonor

Auskultasi : bunyi nafas vesikular +/+, rhonki +/+ basal paru, wheezing -/Abdomen
Inspeksi

: datar

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+)epigastrium dan kuadran kanan atas, hepar dan
3

limpa tidak teraba


Perkusi

: shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok CVA -/-

Auskultasi : bising usus (+)N


Ekstremitas : akral hangat (-/-), pitting edema tungkai (+/+), CRT >2detik
Genitalia : dalam batas normal
Status neurologis : dalam batas normal
Kulit : ikterik
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi 14 Oktober 2015
Hb : 13,1
Leukosit : 18.800
Hematokrit : 39
Trombosit : 94.000
Ureum : 113
Kreatinin : 2,6
Glukosa sewaktu : 114
Analisa Gas Darah 14 Oktober 2015
Hb :
13,1
Suhu:
36,2
Ph :
7,549
PCO2:
18,8
O2:
119,3
Saturasi O2:
99,3
Konsentrasi O2: 20,2
Base Excess :
-6,1
Buffer Base:
-2,8
HCO3 :
16,6
TCO2:
17,2
SBC:
22,1
A:
262,2
A-a-Do2:
142, 9
a/A:
0,5
Po2/FiO2:
310,4
Fungsi Hati 16 Oktober 2015
Bilirubin direk : 15,43
Bilirubin indirek : 7,21
Bilirubin total : 22,64
IgM Anti HAV : non reaktif indeks 0,22
HbsAg : non reaktif
Anti HIV : non reaktif
HCV : Non reaktif

15 Oktober 2015
LED : 3
SGOT : 380
SGPT : 518

15 Oktober 2015
13,1
36,0
7,554
21,1
90,6
98,4
18,3
-3,8
-1,2
18,9
19,6
23,5
174,4
83,9
0,5
343,8

Protein total : 5,6


Albumin : 3,0
Globulin : 2,6
Alkali Fosfatase : 447

Hematologi 16 Oktober 2015


Hb : 12,6
Leukosit : 12100
Hematokrit : 37
Urinalisa 17 Oktober 2015
Warna : Kuning
Berat jenis : 1,015
Protein : negative
Reduksi : positif + (satu)
Bilirubin : positif + (satu)
Urobilinogen : positif
Nitrit : negative
Keton : negative
Darah : negative
EKG (14 Oktober 2015)

Trombosit : 119000

leukosit : 3-5
eritrosit : 2-4
silinder : negatif
epitel : positif
Kristal : negative

Interpretasi EKG :
Kesan : Sinus takikardi, 120x/menit, LAD, dengan lateral infarction
Rontgen Thorax (14 Oktober 2015)

Kesan : Kardiomegali
Tb paru aktif dengan pleural efusi dextra
Echocardiografi (15 Oktober 2015)
6

3. Assesment
Dyspnoe et causa CHF + TB paru dalam pengobatan
4. Plan
Tatalaksana awal di UGD (14 Oktober 2015)
Konsul dr. Jusdiono, Sp.JP :
o Dobuject 4-8 cg
o Lasix 2x1 amp (IV)
o Spironolactone 2x25 gr
o Rencana Echo
o Konsul Paru
Konsul dr. Flora, Sp.P :
o Infus Asering 1 kolf/24 jam
o Cefoperazone 2x1 gr
o Bisolvon 2x1/2 amp
o Lesichol 2x1 tab
o OAT stop sementara
o AGD Ulang besok
Tatalaksana R. Garuda (15 Oktober 2015)
o Infus Asering 1 kolf/24 jam
o O2 2L/mnt
o Syringe Pump dobuject 6 meq/jam
o Digoxin 2x1/2
o Cefoperazone 2x1 gr
o Bisolvon 2x1/2 amp
7

o Lesichol 2x1 tab


o Folic Acid 3x1
o OAT stop

Jakarta, Oktober 2015


Peserta

dr. Renny Hartanti

Pendamping

Kolonel dr.Krismono Irwanto,MH.Kes

TUBERKULOSIS
LATAR BELAKANG
Tuberculosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia.Beban TB semakin
meningkat seiring semakin bertambahnya kasus co-infeksi TB-HIV. Tidak pelak lagi, masalah
TB masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat hingga saat ini. Selain masalah
HIV/AIDS, meningkatnya kasus TB disebabkan oleh kemiskinan yang meningkat akibat resesi
ekonomi global, resistensi obat terhadap bakteri penyebab tuberculosis, hingga masalah
perumahan, kepadatan penduduk yang di picu oleh pertumbuhan penduduk yang semakin
meningkat.

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 8,7 juta kasus insiden TB (kisaran, 8,3 juta-9,0
juta) secara global, setara dengan 125 kasus per 100.000 penduduk. Sebagian besar dari
perkiraan jumlah kasus pada tahun 2011 terjadi di Asia (59%) dan Afrika (26%); proporsi kecil
8

dari kasus terjadi di wilayah Mediterania Timur (7,7%), wilayah Eropa (4,3%) dan Daerah
Amerika (3%) (WHO, 2012).

Gambar 1. Estimasi Angka Insidensi TB Tahun 2011 (WHO, 2012)


Dalam laporan Global Tuberculosis Report, 2012, WHO merilis data kasus TB di
Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan angka insidensi, prevalensi dan mortalitas kasus TB.
Berikut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Insidensi tertinggi kasus TB di Indonesia adalah 222 per 100.000 penduduk, sedangkan
angka insidensi terendah sebesar 155 per 100.000 penduduk. Selain itu, ditampilkan pula angka
prevalensi tertinggi kasus TB di Indonesia yaitu 489 per 100.000 penduduk, sedangkan angka
prevalensi terendahnya adalah 130 per 100.000 penduduk. Adapun angka kematian tertinggi
yaitu 48 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian terendah berada di angka 12 per
100.000 penduduk. Angka-angka diatas menggambarkan kasus TB Paru di Indonesia masih
cukup tinggi (WHO, 2012).
Pada Global Report WHO 2014, Indonesia menempati urutan ke-4 negara terbanyak
penderita tuberculosis setelah Cina, India dan Afrika Selatan. Didapat data TB Indonesia, total
seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah kasus TB baru
BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah kasus TB Extra Paru, 3709
adalah kasus TB Kambuh, dan 1978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh
(retreatment, excl relaps)
DEFINISI

10

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis (kuman TBC). Sebagian besar kuman TBC menyerang organ paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya atau yang biasa dikenal sebagai TB ekstraparu
BIOMOLEKULAR
Morfologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm.

Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).
Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complexwaxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang
berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90)
yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan
oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks
tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai
akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut denganlarutanasamalkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan
menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat
molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti dan
spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.
tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a,
proteinMTP40danlainlain.

Biomolekuler
Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan
guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen
11

dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen
DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan
sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA
ulangan seperti elemen sisipan.
Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat misalnya
protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein 65 kDa, gen katG
menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12
sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.
Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS ada dalam
mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen
tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP (dikutip dari 11).
PATOGENESIS

TUBERKULOSIS PRIMER

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami sebagai berikut :

1.

2.

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)

3.
Menyebar dengan cara :
12

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya salah satu contoh adalah epituberkulosis,


yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus

yang atelektasis

tersebut, yang dikenal sebagai

epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru


sebelahnya atau tertelan

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada


anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau

- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

B
TUBERKULOSIS POSTPRIMER
.
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer,
13

biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah
kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun
lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1.
2.

Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat


Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3.
Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi:

- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas

- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.


Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).
14

3
KLASIFIKASI

A. TUBERKULOSIS PARU

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

15

- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b.
Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan


tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)

- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
16

kasus tuberkulosis
c.
Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d.
Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e.
Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f.
Kasus Bekas TB:

- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung

- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan
OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

B. TUBERKULOSIS EKSTRA PARU

17

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

DIAGNOSIS

A. GAMBARAN KLINIK

Gejala klinik
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1.

Gejala respiratorik
- batuk 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
2.

Gejala sistemik
Demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
18

3.

Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar

3.

Paru

apeks

lobus

superior

dan

apeks

lobus

inferior
19

Pemeriksaan Bakteriologik

a.

Bahan pemeriksaan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti


yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

b.

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)


- Pagi ( keesokan harinya )
20

- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)


atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

c.

Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara

- Mikroskopik
- Biakan

Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa

Mikroskopik fluoresens:
screening)

pewarnaan Ziehl-Nielsen
pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif


1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :


-

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
21

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)


Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :


-

Egg

base

media:

Lowenstein-Jensen

(dianjurkan),

Ogawa,

Kudoh

- Agar base media

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran

radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :


- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dansegmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik, Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura

Luluh paru (destroyed Lung ) :


Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru.

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
22

dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :


Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas. Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam
perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode


radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem
ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutip dari13)

2. Polymerase chain reaction (PCR):

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,


termasukDNAM.tuberculosis.
23

Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
peganganuntukdiagnosisTB

3. Pemeriksaan serologi

Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)


Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respons humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.
ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji

serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.


Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.

Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)


Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yangterjadi.
IgGTB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan Penunjang lain


1. Analisis Cairan Pleura

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

24

3. Pemeriksaan darah

4. Uji tuberkulin

25

Gambar 4. Alur Diagnosis dan Tindak Lanjut


TBparu Dewasa

TERAPI
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
26

Obat

Dosis
(Mg/Kg
BB/Har

Dosis

DosisM

yg

aks

dianjur

(mg)

Dosis (mg) / berat badan (kg)

kan

i)
Harian

Intermitten

(mg/

(mg/Kg/BB/kali)

kgBB

< 40

40-

>60

60

hari)
R

8-12

10

10

600

300

450 600

4-6

10

300

150

300 450

20-30

25

35

750

15-20

15

30

750

15-18

15

15

1000

Sesuai
BB

100 150
0

100 150
0

750

0
100
0

Tabel 1. Dosis Obat Anti Tuberkulosis

27

Tabel 2. Dosis OAT kombinasi Dosis Tetap (KDT)

INTERNATIONAL STANDARD FOR TUBERCULOSIS CARE


International Standard for Tuberculosis Care terdiri dari 17 standar yaitu 6
estndar untuk diagnosis , 9 estndar untuk pengobatan dan 2 standar yang
berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Adapun ke 17 standar tersebut adalah
1.
Setiap individu dengan batuk produktif selam 2-3 minggu atau lebih yang tidak
dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis
2.
Semua pasien yang diduga tenderita TB paru (dewasa, remaja dan anak anak
yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara
mikroskopis

sekurang-kurangnya

2 kali

dan sebaiknya

3 kali.

Bila

memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari


3.
Semua pasien yang diduga tenderita TB ekstraparu (dewasa, remaja dan anak)
harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai.
Bila tersedia fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan
28

pemeriksaan histopatologi
4.
Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah TB harus
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi
5.
Diagnosis TB paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut : negatif
paling kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak
pagi hari), foto toraks menunjukkan kelainan TB, tidak ada respons terhadap
antibiotik spektrum luas (hindari pemakaian flurokuinolon karena mempunyai
efek melawan M.tb sehingga memperlihatkan perbaikan sesaat). Bila ada fasiliti,
pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan. Pada pasien denagn
atau diduga HIV, evaluasi diagnostik harus disegerakan.
6.
Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura,KGB hilus/mediastinal) pada anak
dengan BTA negatif berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan TB dan terdapat
riwayat kontak atau uji tuberkulin/interferon gamma release assay positif. Pada
pasien demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan biakan dari
bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi sputum.
7.
Setiap petugas yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan fungsi
kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai
tetapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasuskasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal
tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.
8.
Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus diberikan
paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat
yang biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari INH, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang
dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan. Pemberian INH dan
29

etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif untuk fase lanjutan pada
kasus yan keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan
kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut
diatas kususnya pada pasien HIV. Dosis obat antituberkulosis ini harus
mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose combination yang terdiri dari 2
obat yaitu INH dan rifampisin, yang terdiri dari 3 obat yaitu INH, rifampisin,
pirazinamid dan yang terdiri dari 4 obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan
etambutol sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan
langsung saat menelan obat.
9.
Untuk

menjaga

dan

menilai

kepatuhan

terhadap

pengobatan

perlu

dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan


kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai antara pasien dan
pemberi pelayanan. Supervisi dan dukungan harus memperhatikan kesensitifan
gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan intervensi yang dianjurkan
dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien.
Elemen utama pada strategi yang terpusat kepada pasien adalah penggunaan
pengukuran untuk menilai dan meningkatkan kepatuhan berobat dan dapat
menemukan bila terjadi ketidak patuhan terhadap pengobatan. Pengukuran ini
dibuat khusus untuk keadaan masing masing individu dan dapat diterima baik
oleh pasien maupun pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya
termasuk pengawasan langsung minum obat oleh PMO yang dapat diterima oleh
pasien dan sistem kesehatan serta bertanggungjawab kepada pasien dan sistem
kesehatan
10.
Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB paru penilaian
terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat
menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan ke lima dan pada akhir pengobatan.
Pasien dengan BTA+ pada bulan ke lima pengobatan dianggap sebagai gagal
terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan
30

15). Penilaian respons terapi pada pasien TB paru ekstraparu dan anak-anak,
paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak
diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading)
11.
Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan, respons
bakteriologis dan efek samping harus ada untuk semua pasien
12.
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV
diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan
rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan
pemeriksaan HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda
tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan
riwayat risiko tinggi terpajan HIV.
13.
Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk menentukan apakah mempunyai
indikasi

untuk

diberi

terapi

antiretroviral

dalam

masa

pemberian

OAT.Perencanaan yang sesuai untuk memperoleh obat antiretroviral harus dibuat


bagi pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat terdapat kompleksiti pada
pemberian secara bersamaan antara obat antituberkulosis dan obat antiretroviral
maka dianjurkan untuk berkonsultasi kepada pakar di bidang tersebut sebelum
pengobatan dimulai, tanpa perlu mempertimbangkan penyakit apa yang muncul
lebih dahulu. Meskipun demikian pemberian OAT jangan sampai ditunda.
Semua pasien TB-HIV harus mendapat kotrimoksasol sebagai profilaksis untuk
infeksi lainnya.
14.
Penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua
pasien yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,
pajanan dengan sumber yang mungkin sudah resisten dan prevalens resistensi
obat pada komuniti. Pada pasien dengan kemungkinan MDR harus dilakukan
31

pemeriksaan kultur dan uji sensitifity terhadap INH, rifampisin dan etambutol.
15.
Pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas obatobat lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau
dianggap sensitif dan diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk
memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran yang berorientasi kepada pasien.
Konsultasi dengan pakar di bidang MDR harus dilakukan.
16.
Semua petugas yang melayani pasien TB harus memastikan bahwa individu
yang punya kontak dengan pasien TB harus dievaluasi (terutama anak usia
dibawah 5 tahun dan penyandang HIV), dan ditatalaksana sesuai dengan
rekomendasi internasional. Anak usia dibawah 5 tahun dan penyandang HIV
yang punya kontak dengan kasus infeksius harus dievaluasi baik untuk
pemeriksaan TB yang laten maupun yang aktif
17.
Semua petugas harus melaporkan baik TB kasus baru maupun kasus pengobatan
ulang dan keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas kesehatan setempat
sesuai dengan ketentuan hukum dan kebijakan yang berlaku

32

33

PENGOBATAN TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS


A TB MILIER

Rawat inap
Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang
Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
-

Tanda / gejala meningitis

Sesak napas

Tanda / gejala toksik

Demam tinggi

B. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)

Paduanobat:2RHZE/4RH
Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan pasien dan dapat
diberikan kortikosteroid
Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM.
Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan

C. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)

Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan syarat kadar gula
darah terkontrol
Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan
sampai 9 bulan
Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol pada mata;
sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektiviti obat oral
antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan
Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi
dini bila terjadi kekambuhan

D. TB PARU DENGAN HIV / AIDS


Pengobatan OAT pada TB-HIV:
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS
Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah
cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat
Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan
menyebabkan efek toksik berat pada kulit
34
Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang
steril.
Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan toksik

35

You might also like