You are on page 1of 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 DEFINISI
Gastroenteritis adalah radang pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare, dengan atau
tanpa disertai muntah, dan sering kali disertai peningkatan suhu tubuh. Diare yang dimaksudkan
adalah buang air besar berkali-kali, dengan jumlah yang melebihi empat kali dan bentuk faeses
yang cair, dapat disertai dengan darah atau lendir.
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada orang dewasa. Diperkirakan pada orang
dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak lebih dari 90
juta kasus. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada anakanak atau usia lanjut, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi
sedang-berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih
banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.
Diare merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di rumah sakit. Di negara
berkembang termasuk Indonesia, diare akut maupun kronik masih tetap merupakan salah satu
masalah kesehatan utama. Virus ini diberi nama Orbivirus atau Duovirus karena ditemukan di
daerah duodenum penderita diare. Karena bentuk virus ini menyerupai dinding yang terdiri dari 1
atau 2 lapis dan menyerupai roda yang bahasa Latinnya rota, maka virus ini diberi nama
Rotavirus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam.
Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.
Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase
tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari.

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di dunia
telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang
15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari 15 hari agar
dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat.
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai diluar negeri yang menyatakan diare yang
berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut
dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non-infektif bila tidak
ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau
toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik.
KLASIFIKASI
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. Lama waktu diare (akut atau kronik)
2. Mekanisme patofisiologis (osmotik atau sekretorik)
3. Berat ringan diare (kecil atau besar)
4. Penyebab infeksi atau tidak (infektif atau non-infektif)
5. Penyebab organik atau tidak (organik atau fungsional)
2. 2 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta
penduduk dunia. Kematian karena diare akur dinegara berkembang terjadi terutama pada anakanak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal didaerah/lingkungan
yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat,
keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan
disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta
kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.

Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena
infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan
bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang
berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di
beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih menduduki
peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang
disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan
antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien
beresiko tinggi untuk diare infeksi.
2. 3 ETIOLOGI
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus),
keracunan makanan, efek obat-obatan, dan lain-lain.
Menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi
atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit, dan non-infeksi.
Etiologi Diare Akut
Infeksi
1. Enteral
a. Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera, Yersinia
enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus
aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Proteus, dll.
b. Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus
(CMV), echovirus, virus HIV
c. Parasit: - Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia Lamblia, Cryptosporidium
parvum, Balantidium coli.
d. Worm: A.lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S.stercoralis,
cestodiasis, dll.
e. Fungus: Kandida/moniliasis
2. Parenteral: Otitis Media Akut (OMA), pneumonia. Travellers diarrhea: E.coli,
Giardia Lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll.

Makanan:
a. Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri atau toksin: Clostridium perfringens, B.cereus, S.aureus,
Streptococcus anhaemolyticus, dll.
b. Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
c. Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa, laktosa, galaktosa),
disakarida (sakarosa, laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam
amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk,
vitamin & mineral.
Imunodefisiensi:
penyakit

hipogamaglobulinemia,

granulomatose

kronik,

panhipogamaglobulinemia

defisiensi

IgA,

(Bruton),

imunodefisiensi

IgA

heavycombination.
Terapi obat. Antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.
Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik).
2. 4 PATOFISIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme sebagai berikut:
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari
usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO 4, Mg(OH)2,
malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase,
malabsorpsi glukosa/galaktosa.

Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin
pada infeksi Vibrio cholerae, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon
(VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif dikotil
sodium sulfosuksinat, dll.
Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini
disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATPase di enterosit dan absorpsi
Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan
iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.

Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus.
Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan
eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa
usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non-infeksi (kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn).
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif
(merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh
bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera (Eltor).
Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat
menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di
dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan
kation natrium, dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium
tidak terganggu, karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion
kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium
dan ion bikarbonat, serta klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.
World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005 membuat daftar
epidemiologi penyebab yang berhubungan dengan vehicle dan gejala klinik (Tabel 2 dan Tabel
3) ??Ini masukkan??
2. 5 ETIOLOGI GASTROENTERITIS:
1. Makanan dan Minuman
- kekurangan zat gizi; kelaparan (perut kosong) apalagi bila perut kosong dalam waktu yang
cukup lama, kemudian diisi dengan makanan dan minuman dalam jumlah banyak pada waktu
yang bersamaan, terutama makanan yang berlemak, terlalu manis, banyak serat atau dapat juga
karena kekurangan zat putih telur.
- Tidak tahan terhadap makanan tertentu (protein, hidrat arang, lemak) yang dapat menimbulkan
alergi.

- Keracunan makanan
2. Infeksi atau Investasi Parasit
Bakteri, virus, dan parasit yang sering ditemukan:
- Vibrio Cholerae, E. coli, Salmonella, Shigella, Compylobacter, Aeromonas.
- Enterovirus (Echo, Coxsakie, Poliomyelitis), Adenovius, Rotavirus, Astovirus.
- Beberapa cacing antara lain: Ascaris, Trichurius, Oxyuris, Strongyloides, Protozoa seperti
Entamoeba Histolytica, Giardia lamblia, Tricomonas Hominis.
Infeksi virus dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu:
1. Infeksi Enteral
Yaitu infeksi virus melalui saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Disebabkan oleh: Rotavirus, Enterovirus (virus ECHO, Enterik Cytopathogenic Human Orphan),
Adenovirus, Norwalk virus, dan sebagainya.
2. Infeksi Parenteral
Yaitu infeksi virus di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti OMA (Otitis Media Akut).
Tonsilofaringitis, Bronkhopneumonia, dan sebagainya.
Virus masuk ke traktus digestivus bersama makanan dan atau minuman. Kemudian berkembang
biak di dalam usus. Kemudian virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan
kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan digantikan oleh
sel dari bagian kripta yang belum matang berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel
ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan mencerna makanan sehingga terjadi kenaikan
tekanan osmotik di usus. vili usus akan memendek, peningkatan infiltrasi sel radang pada lamina
propria, pembengkakan mitokondria dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur dan
jarang. Sebagai akibatnya kemampuan absorbsi cairan dan elektrolit usus halus akan terganggu
dan juga pencernaan makanan terutama karbohidrat terganggu dengan hasil akhir timbul diare.
3. Jamur (Candida Albicans)
4. Infeksi diluar saluran pencernaan yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah encephalitis
(radang otak), OMA (Ortitis Media Akut radang di kuping), tonsilofaringitis (radang pada leher
tonsil), bronchopeneumonia (radang paru).
5. Perubahan Udara
Perubahan udara sering menyebabkan seseorang merasakan tidak enak dibagian perut, kembung,
diare dan mengakibatkan rasa lemas, oleh karena cairan tubuh yang terkuras habis.

6. Faktor Lingkungan
Kebersihan lingkungan tidak dapat diabaikan. Pada musim penghujan, dimana air membawa
sampah dan kotoran lainnya, dan juga pada waktu kemarau dimana lalat tidak dapat dihindari
apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar, sehingga penularan lebih mudah terjadi.
Persediaan air bersih kurang sehingga terpaksa menggunakan air seadanya, dan terkadang lupa
cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Akibat Yang Dapat Terjadi:
Radang pada saluran cerna dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh, diare dengan
berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, baik ringan, sedang atau berat. Selain itu diare juga
menyebabkan berkurangnya cairan tubuh (hipovolemik), kadar natrium menurun (hiponatremia),
dan kadar gula dalam tubuh turun (hipoglikemik), sebagai akibatnya tubuh akan bertambah
lemas dan tidak bertenaga yang dilanjutkan dengan penurunan kesadaran, bahkan dapat sampai
kematian. Kondisi seperti ini akan semakin cepat apabila diare disertai dengan muntah-muntah,
yang artinya pengeluaran cairan tidak disertai dengan masukkan cairan sama sekali.
Pada keadaan tertentu, infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan perdarahan. Kuman
mengeluarkan racun diaregenik yang menyebabkan hipersekresi (peningkatan volume buangan)
sehingga cairan menjadi encer, terkadang mengandung darah dan lendir.

2.

PATOGENESIS
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal (agen) dan
faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis
atau lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas
dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel
mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta
daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi bakteri atau parasit terdiri atas:
Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan
C. Perfringens. V.cholerae Eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 1530 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenin dinukleotid padat dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin
3,5-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke
dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium.
Diare karena bakteri atau parasit invasif (enterovasif)

Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Entreoinvasive E.coli (EIEC), Salmonella, Shigella,
Yersinia, C.perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis
dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah.
Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis.
Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S.paratyphi B, Styphimurium,
S.enterriditis, S.choleraesuis. Penyebab parasit paling sering yaitu E.histolitika dan G.lamblia.
Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare
atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja
manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari
manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas
seksual kontak oral-genital atau oral-anal. Diare akut karena infeksi bakteri yang
mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan
gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa
nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam
beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi. Diare sekretorik yang
berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan
kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik. Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan
bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan
ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar
pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan
darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas
dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul

aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan
sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut. Sedangkan keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan
pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paruparu. Observasi ini penting sekali
karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali. Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi
dengan gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare
disertai darah dan lendir. Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat
diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari
terakhir, dan anamnesis/observasi bentuk diare. ( Lihat tabel 1) Yersinia dapat menginvasi
mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan
di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut. Diare akut karena infeksi dapat
disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiters syndrome (arthritis, uretritis, dan
konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia.
Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala
utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan
toksik renjatan sindrom.

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit
dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus
biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi
sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah
kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin kebelakang. Pasien dengan diare akut
infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja
yang sering, bisa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Secara umum, patogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif.
Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas
mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang
mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita
pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa
usus, seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium, biasanya menyebabkan rasa tidak nyaman di
abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas
dan kembung.
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dan Shigella,dan organisme yang
menghasilkan sitotoksin seperti Clostridium difficile dan Enterohemorrhagic E.coli (serotipe
O157: H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi
ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai
apendisitas akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bermanifestasi sebagai diare, demam dan
kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan (sindrom Guillain-Barre). Keluhan lumpuh
pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan
masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi
minimal, seperti virus enterik, atau organisme yang menempel tetapi tidak menghancurkan
epitel, seperti enteropathogenic E.coli, protozoa, dan helminths

Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, dan Vibrio species (misal, V
parahemolyticus) menghasilkan enterotoksin dan juga menginvasi mukosa usus; pasien karena
itu menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau hari.
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul pada
infeksi dengan bakteri E.coli enterohemorrhagic dan Shigella, terutama anak kecil dan orang tua.
Infeksi Yersinia dan bakteri enterik lain dapat disertai sindrom Reiter (artritis, uretritis, dan
konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis. Demam enterik, disebabkan
Salmonella thypi atau Salmonella parathypi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang
bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik,
diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash)
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah,
terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang
meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urine gelap, tidak mampu
berkeringat, dan perubahan ortostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut
dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi atas 3 tingkatan:
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak
(vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan
beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan
memperhatikan perubahan ortostatil pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda
toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan
merupakan clue bagi penentuan etiologi.

Table hal 23
Kultur tinja
Terapi antibiotik empirik
Terapi spesifik
2. 8 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatan yang
lebih baik. Pasien diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam atau tinja berdarah
dan diare akut yang tidak disertai demam atau tinja berdarah.
Pasien Diare Akut Disertai Demam dan Tinja Berdarah
Observasi umum: diare sebagai akibat mikroorganisme invasif, lokasi sering di daerah kolon,
diarenya berdarah sering tapi jumlah volumenya sedikit, sering diawali diare air.
Patogen: 1) Shigella spp (disentri basiler, shigellosis), 2) Campylobacter jejuni, 3) Salmonella
spp, Aeromonas hydrophila, V.parahaemolyticus, Plesiomonas shigelloides, Yersinia.
Diagnosis: 1) Diferensiasi klinik sulit, terutama membedakan dengan penyakit usus inflamatorik
idiopatik non infeksi 2) Banyak leukosit di tinja (patogen invasif), 3) Kultur tinja untuk
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, 4) Darah tebal untuk malaria
Diare Akut Tanpa Demam Ataupun Darah Tinja
Observasi umum: patogen non-invasif (tinja air banyak, tidak ada leukosit tinja), sering disertai
nausea, kadang vomitus, lebih sering manifestasi dari diare turis (85% kasus), pada kasus kolera,
tinja seperti cucian beras, sering disertai muntah.
Patogen: 1) ETEC, penyebab tersering dari diare turis, 2) Giardia lamblia, 3) Rotavirus, virus
Norwalk, 4) Eksotoksin Preformed dari S.aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens (tipe
A), diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang pendek 6 jam, 5) Penyebab
lain: Vibrio parahaemolyticus (ikan laut dan shell fish yang tidak cukup didinginkan), Vibrio
cholerae (kolera), bahan toksik pada makanan (logam berat misal

Preservatif kaleng, nitrit, pestisida, histamin pada ikan), jamur, kriptosporidium, Isospora belli
(biasa pada pasien HIV positif meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal).
Diagnosis: tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja (sangat rendah pada diare air), tes untuk
ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit untuk tinja segar, sering
beberapa pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia lamblia.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebih dari
beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut antara lain
pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis lekosit), kadar
elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan Enzim-linked
immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis, dan foto x-ray
abdomen. (Gambar 1)
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang
normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif
ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul
pada salmonellosis.
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya lekosit dalam tinja yang menunjukkan
adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya atau yang
mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin Clostridium
difficile.
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien
dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien,
sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang
mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab

infeksi atau limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan jika mukosa
terlihat inflamasi berat.
PEMERIKSAAN FESES RUTIN
Indikasi :
- Diare, infeksi parasit, perdarahan GI tract, ulkus peptikum, karsinoma, dan sindrom
malabsorpsi. Sampel: 0,2 gr pagi, pengawet buffered glyserol saline.
Cara spontan, dapat rectal swab, anal swab
Tidak memakai pencahar, preparat Fe 4 hari sebelumnya, obat diare, tetrasiklin, barium, bismuth,
minyak magnesium.
Pemeriksaan makroskopis : warna, bau, konsistensi, lendir, darah, parasit
Warna: Normal: kuning dan coklat
Abnormal oleh karena perubahan tergantung jenis makanan, dan obat-obatan.
Perdarahan
Table hal 26
Bau : normal disebabkan indol, skatol, as. Butirat
Abnormal tengik, asam, basi
Konsistensi : normal : agak lunak seperti sosis
Lendir : + ada iritasi atau radang dinding usus
Bagian luar tinja lokasi iritasi usus besar
Bercampur tinja iritasi usus kecil
Darah : normal : (-), (+) apakah darah segar, coklat atau hitam, bercampur/bag.luar
Parasit : sama dengan pada darah
Pemeriksaan mikroskopis :
Cara :
Kaca objek tetesi : 1 tetes NaCl 0,9%, sebelahnya eosin 2%, lugol
Ambil tinja bagian tengah, permukaan yang mengandung lendir, darah, nanah, dengan
seujung lidi
Aduk rata masing-masing
Tutup cover glass

Baca dengan mikroskop


a. Sel epitel
Normal : ada beberapa epitel usus bagian distal, epitel usus bagian proksimal sebagian rusak
Peradangan atau iritasi epitel usus meningkat
b. Makrofag
Sel-sel besar berinti satu memiliki daya fagositosis dalam plasmanya ada benda lain, lekosit,
eritrosit.
Pada preparat tanpa pewarnaan = amoeba tapi tidak bergerak 27
c. Leukosit
Lebih jelas bila tinja dicampur asam asetat 10%.
Normal + dan bertambah banyak + : disentri basiler, colitis ulcerativa
d. Eritrosit
Patologis : perdarahan colon, rectum, anus
e. Kristal
Normal tripple phospat, kalsium oxalat, asam lemak
f. Charcot-leiden
Pada ulserasi usus, amubiasis
g. Kristal hematoidin
Pada perdarahan usus
h. Sisa makanan
+ abnormal ; emulsi tinja dengan lugol warna biru/merah pati (amilum) tidak sempurna
dicerna. Sudan III/IV; dalam alkohol 70% lemak netral berwarna merah/jingga.
i. Telur cacing

Ascaris lumbricoides, necator americanus, enterobius vermicularis, trichuris tricuria,


strongiloides stercolaris.
Hal 29
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada diare akut antara lain:
Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat
dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan
yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi
oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi
rehidrasi oral murah, efektif dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain:
pedialit, oralit, dll. Cairan infus antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200
ml/kgBB/24jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri
dari dehidrasi ringan, sedang , dan berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5%
dari berat badan. Sedang bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat bila pasien
kehilangan cairan 8-10% dari berat badan.
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan :
1. BJ plasma dengan rumus :
Kebutuhan cairan = BJ Plasma 1,025 x Berat Badan x 4 ml
0,001
2. Metode Pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x BB (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x BB (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x BB (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.l. (Lihat Tabel 2)

Kebutuhan cairan = skor x 10% x kgBB x 1 liter


Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak
mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan cairan per
intravena.
Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena.
Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah.
Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral atau selang
nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai.
Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29g glukosa, 3.5gr
NaCl, 2.5gr Natrium Bikarbonat dan 1.5gr KCl setiap liter. Contoh oralit generik, renalyte,
pharolit, dll.
PENENTUAN DERAJAT DEHIDRASI
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan:
1. Keadaan klinis: ringan, sedang dan berat
2. Berat jenis Plasma: pada dehidrasi BJ Plasma meningkat
a. Dehidrasi berat: BJ Plasma 1,032 1,040
b. Dehidrasi sedang: BJ Plasma 1,028 1,032
c. Dehidrasi ringan: BJ Plasma 1,025 1,028
3. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP):
Bila CVP+4s/d+11 cm H2O: normal
Syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cm H2O
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas 30
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut rumus BJ
Plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal
secepat mungkin.
b. Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan cairan
selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor
Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.

c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan
Insensible Water Loss (IWL).

Hal 31
Non Farmakologis :Istirahat cukup, Minum banyak, Diet lunak
Farmakologis :
- Infus Asering 20 tetes/menit. 31

- Parasetamol 150 mg/kg BB/hari 3 kali (prn)


- Domperidon 10 mg/kg BB/hari 3 kali (prn)
- Metronidazol 30 mg/kg BB/hari 3 kali
- Colistin sulfate 200 mg/kg BB/hari 3 kali
Tindakan yang dapat dilakukan sebagai terapi
1. PEMBERIAN CAIRAN
Pemberian cairan merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan. Sebaiknya diberikan cairan
yang mengandung elektrolit atau yang dikenal sebagai Oralit.
Kecepatan pemberian cairan terutama pada 6 jam pertama berguna untuk mengatasi cairan yang
keluar dan mencegah terjadinya dehidrasi ( kekurangan cairan). Pemberian cairan dihentikan
bila jumlah diare dalam 6 jam terakhir kurang dari 200 cc dan tanda-tanda dehidrasi sudah
hilang.
2. PEMBERIAN MAKANAN
Selama pemberian cairan, makanan cair seperti bubur cair, kaldu, atau bubur saring boleh
diberikan, tetapi sayur (serat) dapat diberikan apabila keadaan akut sudah teratasi dan pemberian
serat dapat diberikan secara bertahap sampai dengan pemberian makanan biasa.
3. PEMBERIAN OBAT
Bila gastroenteritis disebabkan oleh infeksi atau investasi parasit, maka diperlukan pemberian
obat, segera ke puskesmas, ke dokter, atau ke Rumah Sakit untuk pengobatan dan penanganan
selanjutnya.
PENATALAKSANAAN 32

OBAT-OBATAN ANTIBIOTIK PADA GASTROENTERITIS


Cefixime
Dosis dewasa: 400mg / per oral selama 7-10 hari
Dosis anak-anak: 8 mg/KgBB/ hari, per oral, selama 7-10 hari
Ceftriaxone
Dosis dewasa: 1-2gr IV / IM / 24 jam selama 7-10 hari
Dosis anak-anak: 50 mg / kgBB /hari IV / IM selama 7-10 hari
Cefotaxime
Dosis dewasa: 1-2 gram IV / IM setiap 6-8 jam selama 7-10 hari
Dosis anak-anak: 50 mg / kgBB / hari IV / IM selama 7-10 hari
Erithromycin
Dosis dewasa: 250-500 mg per oral
Dosis anak-anak: 50 mg / kg BB per oral / IV selama 7-10 hari
Selain obat antibiotik diatas, obat pertama yang digunakan pada diare akut adalah:
1. Tetrasiklin 3 x 500 mg / hari selama 3-5 hari
2. Kloramfenikol 3 x 500 mg / hari selama 3-5 hari
3. Metronidazole 3 x 500 mg / hari selama 5-7 hari
OBAT ANTIMIKROBA DIARE AKUT
-. Sebagian diare itu ringan, mungkin akibat virus atau bakteri non invasive, mungkin juga daya
tahan tubuh yang menurun, lalu makan yang tidak higienis lalu terjadi diare. Biasanya akan
sembuh sendiri (self limited disease).
-. Bakteri invasive : travelers diarrhea, immunosupresif
-. Pada diare travelers diarrhea itu karena dia biasanya kena infeksi, karena mungkin udah
kecapean karena bepergian terus, sistem imunnya juga menurun, lalu dengan mudah terkena
infeksi. 33

Terapi antimikroba diindikasikan untuk infeksi gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri.
Tetapi, pada beberapa kondisi, penyakit ini self-limited sehingga tidak memerlukan terapi.
Dibawah ini adalah standar terapi antimikroba pada kasus gastroenteritis akut :
Spesies Aeromonas
Dapat menggunakan cefixime dan antibiotik generasi ketiga atau keempat dari cephalosporin
Spesies Basilus
Tidak ada antibiotik yang diperlukan karena dapat sembuh sendiri, namun dalam keadaan yang
parah dapat digunakan vancomicine dan clindamycine sebagai first-line drugs
Spesies Campylobacter
Penggunaan antibiotik erythromycin dapat memperpendek durasi kesakitan, tetapi terapi diatas
empat hari dari onset mulainya penyakit tidak mempengaruhi keluaran klinis atau tidak
menghasilkan manfaat klinis yang berarti
Spesies C. Perfringens
Tidak diterapi dengan antibiotik
Vibrio Cholera
Tetracycline masih merupakan obat pilihan untuk diare akibat V. Cholera. Namun, jika terjadi
resistensi

dapat

digunakan

antibiotik

Cotrimoxazole,

Chloramfenicol, dan Furazolidone


IX. PENCEGAHAN
Tips menghindari Gastoenteritis
1. menggunakan air bersih dan santasi yang baik.
2. memasak makanan dan air minum hingga matang.
3. mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
4. menghindari makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat.

Erytromycine,

Doxycycline,

5. tidak mengkonsumsi makanan yang basi.


6. menghindari makanan yang dapat menimbulkan diare.
7. makan dan minum secara teratur.

You might also like