You are on page 1of 3

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1. Perbandingan Teori dan Kasus
Diagnosis dari CKD stadium V dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik yang
lengkap dan faktor penyebab yang didapat dari evaluasi klinik dan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium dan pencitraan ginjal.2 Selain itu harus terdapat kerusakan
ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau
tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi: kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan
ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes
pencitraan (imaging test). LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien CKD. Kecurigaan
adanya CKD perlu dipikirkan apabila terdapat sindrom uremia, yang terdiri dari lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, gatal di seluruh tubuh, kelebihan volume cairan
(volume overloaded), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma. Pada pasien ini didapatkan keluhan muntah-muntah, lemas, sesak nafas,
anoreksia, gatal-gatal di seluruh tubuh, penurunan berat badan dan kencing yang sedikit,
sehingga dicurigai pada pasien ini terdapat sindrom uremia. Pasien juga pernah didiagnosis
menderita penyakit batu ginjal semenjak tahun 2010 dan sebelumnya pernah dirawat inap
sebanyak 2 kali di RSUP Sanglah yakni di ruang Lely dan Angsoka, dengan lama dirawat
masing-masing kurang lebih 4 minggu. Penderita tidak pernah menjalani operasi. Penderita
melakukan HD rutin setiap minggu sejak tahun 2011. Telah dilakukannya HD
mengindikasaikan terdapatnya gagal ginjal pada pasien ini yang dilakukan sejak tahun 2011
mengindikasikan terjadi kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan. Pada pemeriksaan laboratorium
tanggal 2 November 2012 didapatkan kadar asam urat dalam darah yang tinggi yaitu 9,20
mg/dL yang mengindikasikan sindrom uremia. Serum creatinin yang tinggi yaitu 14,96
mg/dL sehingga jika dimasukkan ke dalam rumus Cockcroft-Gault didapatkan LFG = 4,3
ml/menit/1,73

m2 yang

mengindikasikan

kegagalan

ginjal

dalam

fungsinya

dan

mengindikasikan derajat kerusakan ginjal berat atau gagal ginjal yang sesuai dengan kriteria
gagal ginjal stadium V dengan LFG < 15 mg/dL. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan Laboratorim memenuhi kriteria diagnosis CKD stadium V.
Pemeriksaan radiologis pada CKD meliputi foto polos abdomen, pielografi intravena,
ultrasonografi, serta renografi. Pada foto polos abdomen bisa tampak adanya batu radioopak.
Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
29

glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal
yang sudah mengalami kerusakan. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan
indikasi. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Sedangkan
pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.4
Pada kasus ini, telah dilakukan pemeriksaan foto polos (BOF) abdomen dan
didapatkan kesan adanya batu radiopaque di ureter kiri 1/3 distal. Untuk mendapatkan
pencitraan ginjal yang lebih spesifik, maka pada pasien ini juga direncanakan pemeriksaan
ultrasonografi abdomen. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan foto thorax AP, dan
didapatkan kesan adanya kardiomegali dengan aorthosclerosis (ASHD).
Untuk menegakkan diagnosa hipertensi dapat menggunakan kriteria JNC 7 dimana
derajat hipertensi dibagi menjadi kelompok normal (TD < 120/80 mmHg), prahipertensi (TD
sistolik 120-139 mmHg, TD diastolik 80-89 mmHg), hipertensi derajat I (TD sistolik 140-159
mmHg, TD diastolik 90-99 mmHg) dan hipertensi derajat II (TD sistolik >159 mmHg, TD
diastolik >99 mmHg). Pada pasien ini didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg sehingga
pasien didiagnosa dengan Hipertensi Grade I.
Pada pasien ditemukan adanya tanda-tanda anemia sedang normokromik normositer
yaitu dengan Hb (8,00 g/dL), MCV (80,00 fL) dan MCH (25,90 Pg). Anemia pada pasien ini
dapat terjadi akibat kerusakan fungsi ginjal sebagai organ yang mensekresi hormon
eritropoetin. Hormon eritropoetin berperan pada proses eritropoesis untuk membentuk sel
darah merah. Selain itu, adanya uremia dapat memperpendek masa hidup dari eritrosit akibat
terjadinya lisis di intravaskuler dan juga dapat menyebabkan perdarahan tersembunyi pada
traktus gastrointestinal akibat gastropati uremikum.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah rencana terapi, diagnosis dan monitoring.
Rencana terapi pada pasien ini terdiri dari terapi non-medikamentosa dan medikamentosa.
Terapi non-medikamentosa terdiri dari terapi cairan dengan pemberian infus NaCl 0,9%, 8
tetes/menit dimana hal ini bertujuan untuk membatasi asupan cairan pada pasien dengan
CKD Stage V untuk menghindari terjadinya kelebihan cairan yang dapat menyebabkan
edema paru dan perburukan lebih lanjut dari ginjal. Asupan cairan pada penderita CKD Stage
V haruslah seimbang dengan cairan yang keluar.Asupan cairan ini didasarkan dengan
Insensible Water Loss (IWL) ditambah dengan produksi urin. IWL orang dewasa
diperkirakan antara 500-800 mL/hari. Terapi non-medikamentosa lainnya adalah nutrisi.
Prinsip nutrisi pasien post HD, untuk mempertahankan keadaan klinik stabil, protein yang
dianjurkan adalah 1.2 gr/kgBB/hari karena pada pasien HD kronik sering mengalami
30

malnutrisi. Malnutrisi pada pasien HD kronik disebabkan oleh intake protein yang tidak
adekuat, proses inflamasi kronik dalam proses dialisis, dialysis reuse, adanya penyakit
komorbid, gangguan gastrointestinal, post dialysis fatigue, dialysis yang tidak adekuat,
overhidrasi interdialytic. Pada pasien CAPD protein yang dianjurkan 1.5 gr/kgBB/hari
dengan 35 Kkal/KgBB/Hari.2
Terapi medikamentosa pada pasien CKD stage V dapat diberikan beberapa obat
simptomatik. Pasien CKD stadium lanjut juga beresiko mengalami hiperhomosisteinemia
akibat defisiensi dari folat. Homosistein akan diubah menjadi methionine dengan bantuan
folat. Methionine berperan dalam berbagai proses metilasi seperti DNA-methylation,
sedangkan homosistein merupakan asam amino yang dapat menyebabkan disfungsi endotel
dan merangsang pembentukan atheroma yang dapat menimbulkan kelainan pada
kardiovaskuler. Oleh karena itu pada pasien dengan CKD stadium lanjut diberikan tablet
asam folat untuk mencegah terjadinya hiperhomosisteinemia. Pada pasien ini diberikan tablet
Asam Folat 2 x 2 mg. Osteodistrofi Renal yang menggambarkan secara umum semua
kelainan tulang akibat gangguan metabolisme Ca karena terjadinya penurunan fungsi ginjal. 2
Penatalaksanaannya dilakukan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian
hormon kalsitriol. Hiperfosfatemia diatasi dengan pembatasan asupan fosfat 600-800mg/hari,
pemberian pengikat fosfat seperti kalsium karbonat (CaCO3) yang pada pasien ini diberikan
CaCO3 3 x 500 mg. Pada pasien ini juga terdapat hipertensi grade I sehingga perlu diberikan
terapi antihipertensi. Selain itu pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk
memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk menghambat perburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan
faktor resiko terjadinya perburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama
penghambat enzim konverting angiotensin (ACE inhibitor) melalui berbagai studi dapat
memperlambat proses perburukan fungsi ginjal lewat mekanismenya sebagai antihipertensi
dan antiproteinuria. Sehingga pada pasien ini diberikan Captopril 2 x 25 mg yang merupakan
golongan ACE inhibitor.1

31

You might also like