You are on page 1of 22

Meet BNP2TKI at the 24th Trade Expo Indonesia 2009

National Board for The Placement and Protection of Indonesian Overseas Workers (BNP2TKI) will be
participating at the 24th Trade Expo Indonesia 2009, held by the National Agency for Export
Development in the Fairground Kemayoran Jakarta-Indonesia, 28 October – 1 November 2009. Our
participation would be focused on the promotion of occupations from four major industries; namely
hospitality, health, construction and oil/gas. At partnership with school and training centres, we will
exhibit live demonstration of several skills of the potential workers such as juggling, spa-therapy and
building constructing. We also bring partners from Indonesian Employment Agencies, Profesional
Association and Labor Market Information Kiosk.

You and your associates are cordially invited to pay your visit and have chance to be participating in the
employment seminar/business meeting during the Expo and especially seeking the opportunity to
cooperate with us in employment bussines.

Last year at the same event, BNP2TKI has succesfully fulfilled the need for Indonesian workers that came from
employers and employment agencies from 13 countries all around the globe. We indeed, hopefully
would be able to attract more of your attention to prove the capability of the workers that are ready to
be deployed and would support to grow up your business.

For detail information please contact BNP2TKI in:

BNP2TKI

Building Jalan MT Haryono Kaveling 52

Jakarta Selatan

12770 Indonesia

Phone/Fax +62-21-79190366

Website: www.bnp2tki.go.id

Email : redaksi@bnp2tki.go.id

Senin, 02 Maret 2009

Penempatan dan Perlindungan


(Oleh Naekma, SH dan I Wayan Pageh, SE, MM*). Perbedaan penafsiran terhadap implementasi Undang
Undang Nomor: 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri antara 2 (dua) lembaga negara yaitu Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Depnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI),
secara spesifik persoalannya adalah apakah BNP2TKI hanya melakukan penempatan dan perlindungan
TKI yang dilaksanakan pemerintah G to G dan G to P saja? Sejak 2007, BNP2TKI telah melakukan
pelayanan penempatan TKI yang dilaksanakan pemerintah, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (PPTKIS), TKI mandiri dan penempatan perusahaan sendiri. Perjalanan sejarah penempatan
TKI menjadi alasan pembenar bahkan apa yang biasanya dilakukan di masa lalu, itulah yang paling
benar. Diera global ini, penempatan dan perlindungan TKI paling tidak harus berpedoman kepada 2
(dua) undang-undang yaitu Undang Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004 beserta peraturan pelaksanaannya. Apabila kedua undang-
undang dan peraturan pelaksanaannya dipahami dengan benar, niscaya, siapapun atau lembaga
manapun tidak akan terjebak ke masalah kewenangan. Karena, siapapun sebagai pemangku
kewenangan, bukanlah menjadi ukuran utama, namun siapa yang mengambil peran yang paling besar
dalam menjamin hak-hak TKI. Penanganan kewenangan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI
PPTKLN) harus berpedoman kepada Undang Undang Nomor: 32 Tahun 2004, artinya pemerintah
berfungsi merumuskan standar, pedoman, norma, dan kriteria yang diwujudkan dalam berbentuk
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan pembahasannya dengan Menteri Dalam Negeri dan pemangku
kepentingan lainnya termasuk BNP2TKI.

Reformasi penempatan dan perlindungan TKI dapat dipastikan gagal apabila disengaja pemasungan dengan
dalih pelimpahan kewenangan serta mengkerdilkan atau membonsai BNP2TKI dengan dalih hanya
melakukan penempatan pemerintah melalui peraturan menteri. Siapapun tahu keberadaan BNP2TKI
yang dibentuk atas perintah Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004 yang bentuk formalnya adalah
Peraturan Presiden (Peraturan Presiden Nomor: 81 Tahun 2006). Lalu, apa dasar hukum, BNP2TKI yang
telah melakukan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di luar penempatan pemerintah, sejak
tahun 2007? Upaya untuk memahami Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor: 39 Tahun
2004 yang merupakan pokok permasalahan. Pasal 95, seharusnya dipahami lebih obyektif dan
konsisten, dengan taat asas hukum serta dikaitkan dengan perspektif filosofis, juridis serta sosiologis,
sebab secara folosofis pasar kerja dalam negeri berbeda dengan pasar kerja luar negeri. Pasar kerja
dalam negeri pemerintah dapat mengatur permintaan (demand) dan penawaran (supply) secara
bersama-sama, sedangkan pasar kerja luar negeri masing-masing pemerintahan negara hanya dapat
mengendalikan dari satu sisi saja yaitu pemerintah negara pengirim seperti Indonesia hanya dapat
mengendalikan dari segi permintaan (supply) sedangkan pemerintahan negara penerima TKI
mengendalikan dari segi permintaan (demand). Atas dasar itulah Pemerintah RI merasa perlu
membentuk BNP2TKI yang khusus menangani pasar kerja luar negeri.

Dengan demikian Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat (1), secara tegas menyebutkan bahwa
BNP2TKI mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar
negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi, lebih lanjut ayat (2) BNP2TKI bertugas: a. melakukan
penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara
pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan sebagaimana Pasal 11
ayat (1), b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: 1)
dokumen; 2) Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); 3) penyelesaian masalah; 4) sumber sumber
pembiayaan; 5) pemberangkatan sampai pemulangan; 6) peningkatan kualitas calon TKI; 7) informasi;
8) kualitas pelaksanaan penempatan TKI; dan 9) peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Sah-
sah saja meletakkan fungsi BNP2TKI sebagai lembaga penempatan pemerintah semata, jika
memperhatikan konstruksi Pasal 95 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dan penulisan dalam satu pasal, hal
ini karena ada kesamaan materi antara ayat (1) dan ayat (2) dan rangkaian materi yang tidak dapat
dipisahkan (Undang Undang Nomor: 10 Tahun 2004, penjelasan dalam angka 50 dan 59).

Pendapat lain, bahwa BNP2TKI berfungsi untuk melayani penempatan TKI tidak hanya penempatan
pemerintah berarti termasuk penempatan oleh PPTKIS, TKI Mandiri serta untuk perusahaan sendiri
dengan alasan:

Pertama, dalam Undang Undang Nomor: 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang secara tegas
memisahkan penempatan tenaga kerja yaitu penempatan tenaga kerja dalam negeri dan tenaga kerja
luar negeri (Pasal 33 dan 34 Undang Undang Nomor: 13 Tahun 2003), dan perintah undang-undang
tersebut dijawab dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor: 39 Tahun 2004. Peraturan
perundangan yang tersendiri mengenai penempatan dan perlindungan TKI karena penempatan tenaga
kerja di luar negeri selama ini diatur oleh ordonantie dalam Stablaad 1887 Nomor: 8 dan peraturan
Menteri atau peraturan di bawah peraturan Menteri sehingga di samping pengaturannya bersifat
sumir/sederhana juga lemah dalam hierarkhis peraturan perundang-undangan. Dengan demikian,
dalam peraturan menteri untuk pelaksanaan Undang Undang Nomor: 13 Tahun 2003, substansi
materinya sudah seharusnya dibedakan dalam rangka penempatan tenaga kerja dalam negeri dan luar
negeri.

Misalnya, unsur-unsur penempatan tenaga kerja sebagaimana Pasal 36 Undang Undang Nomor: 13 Tahun
2003, yaitu: pencari kerja, lowongan kerja, informasi pasar kerja, mekanisme antar kerja serta
kelembagaan penempatan, pastilah tidak sama, karena bagaimanapun penempatan tenaga kerja luar
negeri sangat tergantung pada negara penempatan.

Kedua, mengingat tujuan dibentuknya BNP2TKI adalah �untuk menjamin dan mempercepat terwujudnya
tujuan penempatan dan perlindungan TKI diperlukan tanggung jawab terpadu� (Pasal 94 ayat (1)
dan ayat (2) Sedangkan tujuan penempatan dan perlindungan TKI tercantum dalam Pasal 3, yaitu: 1)
memberdayakan TKI secara optimal dan manusiawi, 2) menjamin dan melindungi TKI serta 3)
meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya. Dengan demikian keberadaan BNP2TKI untuk
menjamin pencapaian tujuan penempatan dan perlindungan tanpa mempersoalkan pembedaan atau
pemisahan mengenai pelaksana penempatan dan yang paling penting serta utama adalah
mengkedepankan kualitas pelayanan terhadap perlindungan TKI.
Ketiga: Kerancuan menginterprestasikan terminologi atau istilah ketenagakerjaan dan pemerintah pusat dalam
peraturan perundangan.

Istilah Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan
sesudah masa kerja --angka 1 Pasal 1 Undang Undang Nomor: 13 Tahun 2003-- dan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor: 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota salah satu sub bidang
urusan pemerintahan adalah ketenagakerjaan. Lalu dengan gampang disebutkan bahwa Menteri yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berwenang mengaturnya. Tafsiran seperti itu
melupakan bahwa BNP2TKI berfungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan
TKI --Pasal 95 ayat (1) Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004-- berarti tidak hanya menyangkut
ketenagakerjaan semata. Hal lain bahwa kelembagaan BNP2TKI, terdiri dari wakil-wakil instansi
pemerintah terkait seperti bidang kependudukan, keimigrasian, kepolisian, kesehatan serta bidang lain
yang dibutuhkan (Pasal 94 dan Pasal 96 Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004).

Istilah Pemerintah (Pusat)

Dalam Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004 disebutkan bahwa pemerintah pusat adalah perangkat Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari presiden beserta para menteri, namun dalam Undang
Undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta PP Nomor: 38 Tahun 2007 secara
tegas disebutkan bahwa pemerintah pusat selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Istilah pemerintah harus dipahami sesuai dengan Undang Undang Nomor: 32 Tahun 2004 dan PP Nomor: 38
Tahun 2007 bukan atas dasar Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004. Karena Undang Undang Nomor:
39 Tahun 2004 harus menyesuaikan dengan Undang Undang Nomor: 32 Tahun 2004 yang merupakan
perintah Pasal 18 ayat (7) Undang Undang Dasar RI 1945. Dengan demikian, haruslah menjadi
pertimbangan, bahwa BNP2TKI merupakan pemerintah pusat yang berbentuk lembaga pemerintah
non-kementerian.

Keempat: Mencari upaya hukum yang tepat melalui pertimbangan das sollen dan das sein. Tindakan serta
merta melalui peraturan menteri tidaklah mendasar sama sekali serta dipaksakan. Buktinya,
seharusnya terlebih dahulu membuat PP tentang penempatan pemerintah sebagai perintah Pasal 11
ayat 2 Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004. Selain itu, perlu dipahami bahwa secara hirarkhi,
peraturan menteri tidak tercantum dalam Undang Undang Nomor: 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, alasannya untuk lebih mengedepankan peraturan
daerah, sehingga hierarkhi Permen lemah dan apalagi tanpa memperhatikan prosedur penetapannya.

Fakta menunjukkan bahwa:

Calon TKI/TKI. Karakteristik calon TKI/TKI yang sebagian besar terbatas aksesnya untuk mendapatkan informasi
disebabkan kualitas calon TKI/TKI memiliki pendidikan dan keterampilan yang rendah, biasanya
disebut sebagai tenaga kerja informal, sehingga perlu mendapat perlindungan ekstra dari pemerintah.
Fakta, tanggung jawab PPTKIS lebih besar dari pemerintah, lihatlah penjelasan Undang Undang Nomor:
39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa calon TKI/TKI yang belum dapat menikmati akses informasi
menjadi tanggung jawab pemerintah.

Penganggaran. Berdasarkan Undang Undang APBN Tahun 2008, BNP2TKI telah ditetapkan sebagai lembaga
untuk menempatkan TKI di seluruh negara penempatan. Berarti tidak hanya G to G/P yang saat ini
hanya untuk negara Korea Selatan dan Jepang.

Pelayanan langsung. BNP2TKI membawahi 19 (sembilan belas ) organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT) atau
Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) serta 13 (tiga belas)
Pos Pelayanan di embarkasi atau debarkasi yang tugas pokoknya memberikan kemudahan pemrosesan
dokumen dan penyelesaian permasalahan TKI. Pelayanan langsung melalui pelayanan terpadu satu
pintu. Dalam pelayanan satu pintu, kedudukan Dinas ketenagakerjaan merupakan instansi yang sangat
berperan dalam pelayanan tersebut. Selain itu, keberadaan BP3TKI sebelumnya BP2TKI, sejak
diberlakukannya Undang Undang Nomor: 22 Tahun 1999 yang sekarang menjadi Undang Undang
Nomor: 32 Tahun 2004, UPT tersebut tidak diserahkan ke pemerintahan daerah. Alasannya karena
bersifat lintas negara dan lintas provinsi.

Pelimpahan urusan pemerintahan. Dalam pelimpahan urusan pemerintahan (urpem) terlebih dahulu
menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM), tidak serta merta dengan Peraturan Menteri. Menteri
hanya membuat standar, pedoman, kriteria dan prosedur dan pembahasannya bersama dengan
Menteri Dalam Negeri serta pemangku kepentingan termasuk BNP2TKI. Materi yang dibuat SPM telah
tercantum dalam lampiran PP Nomor: 38 Tahun 2007. Apabila diatur sebaliknya, maka terjadi tumpang
tindih antara Dinas dengan BP3TKI.

Upaya hukum (legal remedies). 1) penyelesaian melalui lingkungan eksekutif (executif review) artinya tidak
mengambil keputusan atas nama negara apabila ada konflik kepentingan, semestinya diserahkan
kepada atasannya atau pihak lain di lingkungan eksekutif yang paling berwenang; 2) penyelesaian
melalui Ombudsman sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan
organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, karena alasan terganggunya
pelayanan publik (Undang Undang Nomor: 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia);
3) Penyelesaian melalui kewenangan legislatif (DPR) dengan melaksanakan hak mengajukan
peratanyaan atau angket karena adanya perbedaan dalam mengimplementasikan undang-undang; 4)
Judicial Review pengujian legalitas peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang ke
Mahkamah Agung (the legality of regulation); 5) Pengujian konstitusionalitas undang-undang oleh
Mahkamah Konstitusi dengan batu ujinya adalah Undang Undang Dasar 1945 terhadap Undang
Undang Nomor: 39 Tahun 2004.

Akhirnya, reformasi terhadap penempatan dan perlindungan TKI telah gagal di tengah jalan karena kehilangan
“good will “ dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Jangan mengutamakan
kekuasaan atau kewenangan lebih mulia mengambil peran aktif memperbaiki keadaan TKI. Ingat, bait
lagu John Lennon: “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one“. Selamat
merenung.

*) Penulis kini sedang mengikuti Program S3 di Universitas Negeri Jakarta.

Peraturan Kepala BNP2TKI Nomor Per 28/KA-BNP2TKI/VII/2007 tentang Bursa Kerja Luar Negeri

Senin, 04 Agustus 2008

KEPALA

BADAN NASIONAL PENEMPATAN

DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN

KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN

DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

NOMOR PER 28/KA-BNP2TKI/VII/2007

TENTANG

BURSA KERJA LUAR NEGERI

KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN


DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

Menimbang:

1) Bahwa pelayanan melalui bursa kerja luar negeri dapat memberikan perlindungan bagi calon TKI dari
berbagai tindakan yang merugikan harkat dan martabat TKI serta memberikan kemudahan,
kemurahan, kecepatan serta keamanan bagi terlaksananya penempatan kerja ke luar negeri sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Bahwa dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bagi tenaga kerja Indonesia, perlu
diselenggarakan penyuluhan dan pelatihan sebelum pemberangkatan ke luar negeri.

3) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan,

4) Maka perlu diatur tata cara perekrutan calon TKI melalui bursa kerja luar negeri dengan Peraturan
Kepala BNP2TKI.

Mengingat:

1) Undang Undang Nomor: 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

2) Undang Undang Nomor: 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor: 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4445).

3) Undang Undang Nomor: 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor: 125,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor: 4437).

4) Peraturan Presiden Nomor: 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia.
5) Keputusan Presiden Nomor: 02/ M /2007 tanggal 11 Januari 2007 tentang Pengangkatan Kepala
BNP2TKI.

6) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: 207/MEN/1990 tentang Sistem Antar Kerja.

Memperhatikan:

Instruksi Presiden Nomor: 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA
TENTANG BURSA KERJA LUAR NEGERI.

BAB I

Ketentuan Umum

Pasal 1

Dalam peraturan Ini yang dimaksud dengan:

1) Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu
dengan menerima upah.
2) Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut CTKI adalah setiap warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja untuk bekerja di luar negeri dan terdaftar pada instansi
pemerintah kabupaten/kota sesuai proses dan prosedur yang telah ditetapkan.

3) Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan
kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri melalui keseluruhan proses perekrutan,
pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan persiapan pemberangkatan,
pemberangkatan sampai ke negara tujuan dan pemulangannya ke tanah air.

4) Perlindungan TKI adalah keseluruhan proses kegiatan dalam rangka upaya mewujudkan terjaminnya
pemenuhan hak-hak dan kepentingan CTKI/TKI sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik
sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.

5) Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta yang selanjutnya disebut PPTKIS adalah suatu
bentuk organisasi yang berbadan hukum dan telah memperoleh ijin tertulis dari pemerintah untuk
menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI ke luar negeri.

6) Instansi kabupaten/kota adalah perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

7) Mitra usaha adalah instansi atau suatu organisasi usaha yang berbentuk badan hukum dan berdomisili
di negara penempatan serta bertanggung jawab dalam penempatan TKI pada pengguna.

8) Perjanjian Kerja Sama Penempatan adalah Kesepakatan tertulis antara PPTKIS dengan mitra usaha
atau pengguna yang memuat hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam rangka
penempatan serta perlindungan TKI di negara tujuan.

9) Perjanjian Penempatan TKI adalah Kesepakatan tertulis antara PPTKIS dengan CTKI yang memuat hak
dan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara
tujuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
10) Perjanjian Kerja adalah Kesepakatan tertulis antara TKI dengan pengguna yang memuat syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban serta tanggung jawab masing--masing pihak.

11) Surat Ijin Pengerahan yang selanjutnya disebut SIP adalah ijin yang diberikan pemerintah kepada
PPTKIS untuk melaksanakan proses rekrut CTKI dari lembaga bursa kerja luar negeri dalam jabatan
tertentu untuk dipekerjakan pada pengguna yang memiliki kurun waktu tertentu.

12) Bursa kerja yang selanjutnya disebut dengan bursa kerja luar negeri atau BKLN adalah suatu lembaga
yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan dan fasilitasi Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri, baik
yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta dalam bentuk badan hukum, perseroan, maupun
yayasan.

13) Petugas Pendaftar adalah sejumlah personil yang bekerja dalam bentuk tim/kepanitiaan dengan fungsi
memberikan pelayanan pendataan, pencatatan, pendaftaran dan seleksi administratif bagi pencari
kerja luar negeri.

14) Pencari kerja luar negeri yang selanjutnya disebut pencaker adalah seseorang yang menginginkan
pekerjaan dan mendaftarkan diri pada petugas pendaftar bursa kerja luar negeri yang disediakan oleh
camat setempat sesuai bakat, minat dan kemampuannya untuk bekerja di luar negeri.

15) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, yang selanjutnya disebut
BNP2TKI adalah lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada presiden.

BAB II

Bagian Pertama Kelembagaan Bursa Kerja Luar Negeri

Pasal 2

BKLN merupakan suatu lembaga berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang susunan kelembagaannya terdiri dari pengawas atau Komisaris dan pengelola BKLN. Struktur
organisasi BKLN sekurang-kurangnya terdiri dari pimpinan, bagian informasi, pendaftaran dan
pengolahan data, bagian penyuluh bimbingan jabatan dan seleksi, dan bagian tata usaha. Penetapan
Pelaksana Operasional BKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan sesuai
kebutuhan.

Pasal 3

Untuk kelancaran pelaksanaan tugas BKLN, BNP2TKI dapat memberikan bantuan berbentuk sarana dan
prasarana atau modal kerja dalam jumlah tertentu sebagai langkah awal pelaksanaan operasional
kepada BKLN.

BAB III

Bagian kedua Jenis bursa kerja

Pasal 4

1) Bursa Kerja Khusus (BKK) adalah bursa kerja yang berada di satuan pendidikan menengah kejuruan,
dan pendidikan tinggi untuk melakukan kegiatan pelayanan antar kerja khusus bagi siswa/mahasiswa
dan alumninya sendiri.

2) Bursa Kerja Pemerintah (BKP) adalah bursa kerja yang berada diinstansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan di seluruh kabupaten/kota yang melakukan kegiatan pelayanan antar kerja
terhadap pencaker umum yang ada di wilayah kerjanya.

3) Bursa Kerja Swasta (BKS) atau Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta/LPTKS, adalah lembaga
pelatihan/berbadan hukum yang melakukan pelayanan penempatan tenaga kerja yang memberikan
informasi, pendaftaran, pelatihan, bimbingan dan penyuluhan jabatan untuk penempatan, serta tindak
lanjut penempatan.

4) BKLN dapat menyediakan untuk jenis-jenis pekerjaan profesional yang khusus atau tertentu.
Pasal 5

Untuk memberikan kemudahan, keamanan dan kenyamanan bagi pencaker, kelembagaan BKLN wajib memiliki
sarana dan prasarana fasilitas informasi TKI.

BAB IV

Bagian Ketiga Kedudukan, Fungsi dan Tugas

Pasal 6

1) BKLN dapat berkedudukan di kabupaten/kota dan atau di Kecamatan.

2) Bursa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) tersebut di atas, mempunyai fungsi
pelayanan penyediaan informasi dan fasilitasi kesempatan kerja ke luar negeri bagi CTKI di wilayah
kabupaten/kota setempat.

3) Dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) tersebut di atas, BKLN mempunyai
tugas antara lain:

a) memberikan penyuluhan tentang persyaratan serta kondisi kerja di negara penempatan.

b) melaksanakan pendaftaran pencaker melalui kecamatan dan menyiapkan data CTKI yang telah
diverifikasi dan dijastifikasi.

c) memanggil dan melakukan pra-seleksi berdasarkan dokumen CTKI yang telah diverifikasi dan jastifikasi
untuk mengikuti wawancara.

d) menandatangani Berita Acara Rekrut dan Seleksi dengan PPTKIS.

e) memasukkan data hasil seleksi dalam data base CTKI yang lulus seleksi beserta data PPTKIS yang akan
melakukan proses penempatan.

f) melaporkan hasil seleksi CTKI kepada perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
4) Pengelola BKLN bersifat independen dan tidak memihak pada lembaga tertentu.

5) Pengelola BKLN tidak diperkenankan:

a) melakukan kegiatan marketing/promosi ke luar negeri baik secara langsung maupun tidak langsung.

b) melakukan penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri dengan berbagai alasan apapun.

c) melakukan penerimaan titipan dengan alasan apapun dari pencaker yang terkait dengan penempatan.

Tanggung Jawab Bursa Kerja Luar Negeri

Pasal 7

1) Bersama PPTKIS, pengelola BKLN bertanggung jawab sepenuhnya atas akurasi penyediaan data
informasi kesempatan kerja ke luar negeri.

2) Bersama PPTKIS, pengelola BKLN bertanggung jawab sepenuhnya atas fasilitasi pelayanan informasi
sebelum penempatan CTKI, saat penempatan dan setelah penempatan CTKI.

3) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) tersebut di atas,
pengelola BKLN wajib melakukan monitoring terhadap TKI yang ditempatkan pada pengguna melalui
PPTKIS secara periodik.

BAB V

Bagian Keempat Tata Cara Perekrutan Pencari Kerja

Pasal 8

1) Pencaker mendaftarkan diri pada petugas pendaftaran di kecamatan dan wajib mengisi formulir yang
telah disediakan petugas pendafar tanpa dipungut biaya.
2) Pencaker yang telah terdaftar pada petugas pendaftar belum merupakan jaminan sebagai TKI.

3) Formulir yang telah diisi, wajib ditandatangani oleh yang bersangkutan dan selanjutnya diserahkan
kepada petugas pendaftar dengan melengkapi persyaratan yang telah ditentukan.

4) Proses pendaftaran secara rinci diatur dalam pedoman tata cara rekrut.

Pasal 9

Data/berkas yang telah diserahkan kepada petugas pendaftar di kecamatan tidak dapat diminta kembali oleh
pencaker.

Petugas Pendaftar

Pasal 10

1) Petugas pendaftar ditunjuk dan ditetapkan oleh camat yang difasilitasi oleh pengelola BKLN
kabupaten/kota.

2) Dalam menjalankan tugasnya, petugas pendaftar di Koordinir oleh camat sebagai penanggung jawab
pelaksanaan pendaftaran.

Pasal 11

1) Petugas pendaftar kecamatan dapat melakukan pendataan, penyuluhan, pendaftaran, seleksi


dokumen dan verifikasi data pendaftaran CTKI sesuai dengan jenis pekerjaan/profesi jabatan yang
dikehendaki oleh pencaker.
2) Petugas pendaftaran menyusun daftar nama pencaker dalam lembaran catatan yang telah disediakan.

3) Petugas pendaftaran wajib memberikan tanda bukti penerimaan pendaftaran kepada pencaker yang
bersangkutan untuk disimpan dengan baik.

4) Petugas pendaftaran dilarang memungut biaya apapun dari pencaker baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Pasal 12

1) Kegiatan pelaksanaan pendaftaran CTKI di kecamatan dapat dilaksanakan sepanjang tahun atau
dilaksanakan sesuai kebutuhan.

2) Dalam hal masa penyelenggaraan pendaftaran CTKI tidak diadakan, maka CTKI dapat mendaftarkan diri
pada petugas pendaftar yang ditunjuk oleh camat. 3) Untuk memperoleh CTKI dari BKLN, PPTKIS wajib
menunjukkan SIP dan Surat Pengantar Rekrut dari BP3TKI.

Pasal 13

1) Penanggung jawab/koordinator petugas pendaftar wajib menyimpan salinan/copy berkas pencaker


dan menyerahkan seluruh asli dokumen berkas pendaftaran dan dokumen lainnya kepada perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang bertanggung jawab dalam bidang
ketenagakerjaan.

2) Melaporkan hasil pendaftaran kepada perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah dalam bidang administrasi kependudukan di kabupaten/kota setempat.

Kabupaten/Kota

Pasal 14
1) Pejabat di kabupaten/kota yang membidangi tugas ketenagakerjaan di kabupaten/kota wajib
menyusun rekapitulasi dan jastifikasi sesuai profesi pencari kerja untuk dijadikan sebagai dokumen
bank data.

2) Pejabat di kabupaten/kota yang membidangi tugas ketenagakerjaan di kabupaten/kota wajib


menyampaikan hasil rekapitulasi data pencaker kepada unit kerja terkait secara berjenjang ke atas dan
melaksanakan proses sesuai mekanisme yang telah ditetapkan.

Kecamatan

Pasal 15

1) Dalam hal pencaker mendapatkan kesulitan untuk melengkapi dokumen yang disyaratkan dalam
ketentuan pendaftaran, camat dapat membantu penyelesaian dokumen yang dimaksud sesuai dengan
proses dan prosedur sebagaimana yang ditetapkan.

2) Pejabat kecamatan yang membidangi tugas administrasi kependudukan berhak menerima laporan
data peserta pendaftaran pencaker dari petugas pendafar di kecamatan.

3) Pejabat kecamatan yang membidangi tugas pendaftaran administrasi kependudukan wajib melakukan
seleksi dan verifikasi data dari petugas pendaftar dengan memilah sesuai kompetensi/profesi yang
dikehendaki pencaker pada lembaran formulir yang disediakan.

4) Petugas kecamatan dapat melaksanakan sosialisasi dan penyuluhan serta wawancara tentang
kesempatan kerja di luar negeri kepada CTKI di wilayah kerjanya bersama pengelola BKLN.

Pengelola Data Bursa Kerja Luar Negeri

Pasal 16

1) Data pencaker disusun dan diolah dengan cermat oleh petugas BKLN untuk memudahkan informasi
yang diperlukan baik oleh pemerintah maupun pengguna.
2) Pengelola BKLN perlu menggunakan system Informasi/Aplikasi yang yang telah ditentukan oleh
BNP2TKI untuk keseragaman penyajian informasi, laporan dan data pencaker.

3) Data pencaker dikelola oleh BKLN untuk dipergunakan oleh pemerintah, PPTKIS dan atau lembaga
yang berbadan hukum setelah mempunyai SIP dan surat pengantar rekrut dari BP3TKI.

4) PPTKIS berhak mendapatkan data CTKI yang telah tersedia pada BKLN sesuai dengan jumlah
kebutuhan TKI yang tercantum dalam SIP dan surat permintaan TKI, setelah penelitian keabsahan
Dokumen.

5) Pengelola BKLN melakukan monitoring secara periodik terhadap setiap pendaftar CTKI yang
bersangkutan sebagai alat kontrol pemutakhiran data.

Proses Rekrut Bursa Kerja Luar Negeri

Pasal 17

1) Dalam rangka melaksanakan proses rekrut tenaga kerja luar negeri wajib berpedoman pada
mekanisme dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) CTKI yang direkrut dari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), (2) dan (3) dilakukan melalui
proses dan prosedur pendaftaran di kecamatan, serta melaporkan rencana kegiatannya kepada
bupati/walikota melaui pejabat dinas membidangi tugas ketenagakerjaan.

3) Lembaga pelaksana pengarah tenaga kerja Indonesia tidak diperkenankan melakukan kegiatan rekrut
CTKI selain yang telah disediakan oleh BKLN.

4) Dalam hal BKLN tidak dapat memenuhi quota yang dibutuhkan oleh PPTKIS dan atau lembaga lainnya
sesuai dengan SIP yang dimiliki, BP3TKI setempat memberikan referensi untuk memenuhi quota
dimaksud kepada BKLN di kabupaten/kota lainnya.
BAB VI

Bagian Kelima Pengaturan Ijin dan Penyelenggaraan Bursa Kerja Luar Negeri

Pasal 18

BKLN dapat melakukan kegiatan setelah mendapat ijin dari bupati/walikota di wilayahnya atas dasar
pertimbangan Kepala BNP2TKI

Pasal 19

1) Dalam penyelenggaraan BKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 pemerintah kabupaten/kota


melakukan peningkatan kemampuan pelayanan kepada masyarakat pencaker.

2) Bupati/walikota menetapkan pengaturan pemberian ijin pengelola BKLN kepada pihak pengelola
selama 3 (tiga) tahun berturut–turut dan dapat diperpanjang untuk 3 (tiga) tahun berikutnya atas
pertimbangan penilaian kinerja oleh pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota bersama pejabat
BNP2TKI.

Pasal 20

1) Pengelola BKLN yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebelum masa berakhir ijin yang telah
diberikan, bupati/walikota harus segera menetapkan penggantinya setelah mendapatkan
pertimbangan dari BNP2TKI.

2) Pengganti yang diusulkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan atas dasar
penilaian dan verifikasi oleh BP3TKI setempat.

Bab VII

Bagian Keenam
Pelaporan Pasal 21

1) Petugas pendaftar melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan pendaftaran kepada camat sebagai
koordinator yang bertanggung jawab pendaftaran pencaker.

2) Camat berkewajiban melaporkan data pencaker kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada:

a) Pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.

b) Pejabat yang bertanggung jawab dalam bidang administrasi kependudukan dan catatan sipil di
kabupaten/kota.

3) BKLN melaporkan hasil kegiatannya secara periodik kepada bupati/walikota melalui Dinas yang
bertangung jawab dalam bidang ketenagakerjaan setempat dengan tembusan kepada Kepala BNP2TKI,
gubernur dan BP3TKI/SP3TKI.

4) BP3TKI/SP3TKI wajib membuat analisa laporan dari BKLN di wilayah setempat dan melaporkan hasilnya
kepada kepala BNP2TKI.

Pasal 22

1) Laporan dari petugas pendaftar disampaikan paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya dan
merupakan rekapitulasi dari kegiatan pendaftaran.

2) Laporan dari pelaksana pengelolaan BKLN disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya yang merupakan rekapitulasi dari kegiatan BKLN.

Pasal 23
1) Pelaporan yang digunakan untuk petugas pendaftar, sebagaimana contoh formulir terlampir.

2) Pelaporan yang digunakan untuk pelaksana pengelola BKLN, sebagaimana contoh formulir terlampir.

BAB VIII

Bagian Ketujuh Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 24

1) Dalam rangka peningkatan kinerja lembaga pengerah tenaga kerja Indonesia kelembagaan lainnya,
pemerintah mengawasi, mengatur dan membina pelaksanaan penyelenggaraan dan perlindungan TKI.

2) Untuk pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) tersebut di atas, BNP2TKI
membentuk Dewan Pengendalian Kinerja Kelembagaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia yang
didukung oleh tenaga profesional.

3) Pengaturan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) tersebut di atas ditetapkan
oleh Kepala BNP2TKI.

4) Pembinaan dan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) berlaku juga untuk
pembinaan dan pengawasan bursa kerja luar negeri.

BAB IX

Bagian Kedelapan

SANKSI

Pasal 25

1) Apabila terjadi permasalahan yang timbul terhadap TKI sebagai akibat kelalaian PPTKIS dan atau
pengelola BKLN, maka kedua belah pihak pengelola bersangkutan dikenakan sanksi oleh pemerintah.
2) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) tersebut di atas berupa sanksi administratif,
Perdata dan atau sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Sanksi-sanksi lainnya akan diberikan kepada pihak pengelola, baik PPTKIS maupun pengelola BKLN
apabila yang bersangkutan dinyatakan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 26

Seluruh biaya pemulangan TKI sebagai akibat kelalaian pengelola PPTKIS dan atau pengelola BKLN dibebankan
kepada masing-masing pihak pengelola.

Ketentuan Lain

Pasal 27

1) Dalam pelaksanaan penyelenggaraannya BKLN dapat menerima imbalan jasa pelayanan sebagai
pengganti biaya operasional jasa kegiatan dari pengguna.

2) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan ditentukan kemudian oleh Kepala BNP2TKI.

BAB X

Bagian Kesembilan

Penutup

Pasal 28
1) Ketetapan peraturan yang berlaku sebelumnya dan tidak bertentangan dengan peraturan ini,
dinyatakan masih berlaku.

2) Peraturan Kepala BNP2TKI ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 10 Juli 2007

KEPALA

BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

Ttd

MOH JUMHUR HIDAYAT

You might also like