You are on page 1of 13

Selasa, 3-4

TRAGEDI BERDARAH TRISAKTI 12 MEI 1998

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pendidikan Kewarganegaraan
yang dibina oleh Bapak Drs. Gatot Isnani, MSi

oleh
Nurul Yanuarsih
085648062266
140342604423
No DPK: 41

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Desember 2014

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ........i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sebab Terjadinya Tragedi Trisakti Mei 1998...............................................3
2.2 Kronologi Singkat Terjadinya Tragedi Trisakti Mei 1998...........................7
2.3 Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998.............................................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................10
3.2 Saran...........................................................................................................10
DAFTAR RUJUKAN............................................................................................11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan) dan social
control(kontrol sosial) dalam kehidupan bermasyarakat menempatkan mahasiswa
sebagai basis intelektual menuju perubahan yang lebih baik, dalam praktiknya
dilakukan dengan membentuk suatu gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa
adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan
tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan
kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Mahasiswa
inilah yang nantinya akan menjadi pemegang tampuk kepemimpinan nasional (AlHakim, dkk, 2012: 21). Dalam konteks transisi politik Indonesia, gerakan
mahasiswa telah memainkan peranan yang mampu mendobrak rezim otoritarian.
Peranan ini dapat dilihat dari pengalaman historis bangsa Indonesia, yang mana
mahasiswa selalu mendapat peranan penting dalam setiap perjuangan bangsa
Indonesia. Seperti pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, kaum-kaum
terpelajar atau mahasiswa Indonesia sejak tahun 1915 telah mengenal
nasionalisme dan memulai gerakan-gerakan mereka dengan mendirikan
TRIKORO-DARMO, yang kemudian gerakan mahasiswa tersebut terus berspora
ke seluruh pelosok Nusantara. Serta pada masa pendudukan Jepang muncul
Gerakan Bawah Tanah (GBT) yang dilakukan oleh para pemuda Indonesia yang
bertujuan untuk memerdekakan diri secepatnya tanpa bantuan Jepang.
Gerakan mahasiswa tidak berhenti sampai Indonesia memproklamirkan
kemerdekaan, tetapi masih berlanjut pada masa Orde Lama. Pada masa ini
mahasiswa tidak segan-segan untuk menyuarakan tuntutannya dengan TRITURA
yang berisi bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet
DWIKORA, dan turunkan harga serta perbaiki sandang-pangan. Tuntutan
mahasiswa tersebut telah menjatuhkan kepemimpinan Presiden Soekarno atau
rezim Orde Lama dengan panglima politiknya.
1

Fenomena sejarah pun berulang pada rezim Orde Baru yang lebih banyak
menampakkan pemerintah yang sentralistik(Al-Hakim, dkk, 2012: 113). Gerakan
mahasiswa pun dapat membuat Presiden Soeharto mengundurkan diri dari
kedudukan beliau sebagai presiden. Terutama peristiwa yang menjadi klimaks
dari pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 yang dikenal
dengan Tragedi Trisakti, dimana terdapat banyak korban berjatuhan dalam
gerakan mahasiswa tersebut.

1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa saja sebab terjadinya Tragedi Berdarah Trisakti 12 Mei 1998?
2. Bagaimana kronologi singkat terjadinya Tragedi Berdarah Trisakti 12 Mei
1998?
3. Apa saja dampak Tragedi Berdarah Trisakti 12 Mei 1998 terhadap Pemerintah
Orde Baru, Kampus dan juga Masyarakat Indonesia?

Teknik penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan


Karya Tulis Ilmiah Universitas Negeri Malang ( UM, 2010 ).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sebab Terjadinya Tragedi Trisakti Mei 1998


Dalam sejarah panjang Republik Indonesia kita mengenal masa Orde
Baru, dimana selama hampir 32 tahun Bapak Soeharto menjabat. Banyak prestasi
yang ditorehkan oleh beliau, namun kita juga tidak dapat menutup mata bahwa
masa Orde Baru juga menyimpan banyak kelemahan pula. Terutama diakhir
masa pemerintahannya kita banyak mendengar bahwa sering terjadi demontrasi
dimana-mana.
Pada bulan Juli 1997 pecah krisis moneter di Thailand yang ternyata
menjalar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia (Adam, 2009:53).
Jatuhnya perekonomian Indonesia sejak tahun 1997 membuat pemilihan
pemerintahan Indonesia saat itu sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi
bangsa ini, agar dapat keluar dari krisis ekonomi. Pada bulan Maret 1998, MPR
tetap memilih Bapak Soeharto sebagai Presiden, walaupun ditentang oleh
mahasiswa dan sebagian masyarakat. Hal ini tentu membuat mahasiswa terpanggil
untuk menyelamatkan bangsa ini dengan menolak terpilihnya kembali Bapak
Soeharto sebagai Presiden dengan cara melakukan demonstrasi.
Andiani, S., Japar M. & Suhadi (2013) di dalam Jurnal PPKn UNJ Online

menyatakan bahwa bukan hanya krisis ekonomi yang menyebabkan


ketidakpuasan mahasiswa dan masyarakat, namun krisis multidimensional juga
sangat mempengaruhi, antara lain :
2.1.1

Krisis Politik
Pada saat itu, kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,

bahkan lebih banyak dipegang oleh para penguasa. Keadaan seperti ini
mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya terhadap institusi pemerintah seperti
pada DPR, dan MPR. Karena hal tersebut beberapa kalangan mahasiswa yang
didukung oleh para dosen serta rektornya mengajukan tuntutan untuk mengganti
presiden, reshuffle kabinet, menggelar Sidang Istimewa MPR dan melaksanakan

pemilihan umum secepatnya. Mereka juga menuntut untuk dilakukan reformasi


total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR yang dipandang sarat
dengan nuansa KKN. Serta menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima
paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di
antaranya:
1. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
2. UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan
Wewenang DPR/MPR.
3. UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
4. UU No. 5 tahun 1985 tentang Referendum.
5. UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Namun, setahun sebelum pemilihan umum yang diselenggarakan pada
bulan Mei 1997, situasi politik dalam negeri Indonesia mulai memanas.
Pemerintah Orde Baru yang didukung oleh Golongan Karya (Golkar) berusaha
untuk memenangkan secara mutlak seperti pada pemilu sebelumnya. Sementara
itu, tekanan-tekanan terhadap pemerintah Orde Baru di masyarakat semakin
berkembang, baik dari kalangan politisi, cendikiawan, maupun kalangan kampus.
Keberadaan partai-partai politik yang ada di legislatif seperti Partai
Persatuan Pambangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI), dianggap tidak mampu menampung dan memperjuangkan
aspirasi rakyat. Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan
reformasi itu, menyebabkan munculnya tuntutan masyarakat yang menghendaki
reformasi baik dalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan di Indonesia.
Masyarakat juga menginginkan agar dilaksanakan demokratisasi dalam kehidupan
sosial, ekonomi, dan politik. Di samping itu, masyarakat juga menginginkan
aturan hukum ditegakkan dengan sebenar-benarnya serta dihormatinya hak-hak
asasi manusia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa
tekanan pemerintah terhadap oposisi sangat besar, terutama terlihat dari perlakuan
keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan
kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
2.1.2 Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak


ketidakadilan. Di dalam pasal 24 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa
kekuasaan

kehakiman

merupakan

kekuasaan

yang

merdeka

untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Namun,


pada kenyataanya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Oleh karena itu, pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, karena
hakim harus melayani kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan
sebagai alat pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah. Seringkali
terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri
penguasa, keluarga, kerabat atau para pejabat Negara. Maka dari itu, masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi
hukum harus secepatnya dilakukan agar siap menyongsong era keterbukaan
ekonomi dan globalisasi.
2.1.3 Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda beberapa negara di Asia Tenggara sejak
bulan Juli 1996 mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Krisis
ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lemah. Krisis moneter Indonesia mengalami puncak keterpurukan saat
likuidasi sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Dalam perkembangan berikutnya,
nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 10.000,00 per dollar AS. Kondisi
ini semakin diperparah oleh para spekulan valuta asing baik dari dalam maupun
luar negeri yang memanfaatkan keuntungan sesaat, sehingga kondisi ekonomi
nasional semakin bartambah buruk. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis
moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi lainnya. Banyak perusahaan yang
tidak mampu membayar utang luar negerinya yang telah jatuh tempo. Bahkan
banyak perusahan yang mengurangi atau menghentikan sekuruh kegiatannya.
Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas hidup
masyarakat pun semakin bertambah rendah. Kondisi perekonomian semakin
memburuk karena pada akhir tahun 1997 persediaan sembilan bahan pokok

(sembako) di pasaran mulai menipis. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai


melanda masyarakat, seperti di Irian Barat, Nusa Tenggara Timur, dan termasuk
di beberapa daerah di Pulau Jawa.
2.1.4 Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Bapak Soeharto. Demonstrasi
yang dilakukan oleh para mahasiswa itu semakin bertambah gencar setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada
tanggal 4 Mei 1998.
Tuntutan reformasi semakin meningkat seiring dengan peningkatan krisis
multidimensional. Demonstrasi digulirkan sejak sebelum Sidang Umum MPR
1998 diadakan serta saat diselenggarakannya Sidang Umum MPR 1998.
Demonstrasi mahasiswa semakin menjadi-jadi di banyak kota di Indonesia
termasuk Jakarta, sampai akhirnya berlanjut terus hingga bulan Mei 1998.
Insiden besar pertama kali adalah pada tanggal 2 Mei 1998 di depan
kampus IKIP Rawamangun Jakarta, yang mana mahasiswa dihadang Brimob.
Saat itu demonstrasi gabungan mahasiswa dari berbagai perguruan tingi di Jakarta
merencanakan untuk secara serentak melakukan demonstrasi turun ke jalan di
beberapa lokasi sekitar Jabotabek. Namun yang berhasil mencapai ke jalan hanya
di Rawamangun, sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan puluhan
mahasiswa terluka dan masuk rumah sakit.
Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi
tampaknya sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa. Apalagi
sejak mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa
Trisakti melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai
Presiden Indonesia saat itu, yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru.
Mereka juga menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis
sejak tahun 1997.
Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung
DPR/MPR di Slipi. Karena dihadang oleh aparat kepolisian mereka harus kembali
ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti.
6

Penembakan itu berlangsung sepanjang sore hari yang mengakibatkan 4


mahasiswa Trisakti meninggal dunia yaitu adalah Elang Mulya, Hafidin Royan,
Hendriawan Sie, serta Hery Hartanto. Serta puluhan orang lainnya masuk rumah
sakit karena terluka.
Pada tanggal 12 Mei 1998, dari malam hari sampai pagi hari, masyarakat
mengamuk dan melakukan perusakan di daerah Grogol dan terus menyebar
hingga ke seluruh kota Jakarta. Mereka kecewa dengan tindakan aparat yang
menembak mati mahasiswa.
2.2 Kronologi singkat terjadinya Tragedi Trisakti Mei 1998
Andiani, S., Japar M. & Suhadi (2013: 3-8) di dalam Jurnal PPKn UNJ
Online menyebutkan bahwa:
Usai mengikuti orasi-orasi hingga siang hari, mahasiswa mulai bergerak
ke luar kampus melalui jalan S. Parman. Mahasiswa menuntut long march
ke Gedung DPR/MPR Senayan untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Mereka diblokir oleh dua lapis aparat kepolisian lengkap dengan tameng
dan pentungan di depan Kantor Walikota Jakarta Barat, mahasiswa di
bawah pimpinan Ketua SMUT, Julianto Hendro Cahyono, meminta aparat
mengizinkan mereka ke Senayan dalam aksi damai. Aparat keamanan dari
pasukan Pengendalian Massa menolak tuntutan itu. Sejumlah mahasiswi
membagikan bunga mawar pada aparat sebagai tanda damai. Ketika
rombongan mahasiswa sedang bergerak kembali ke dalam kampus, terjadi
provokasi oleh seorang yang mengaku alumni Universitas Trisakti yang
kemudian diketahui bernama Mashud. Mahasiswa menuduh Mashud
sebagai intel yang mau memprovokasi mereka dengan cara mengejek dan
memancing kemarahan. Mahasiswa sempat terpancing dan mengejar
Mashud yang masuk ke barisan aparat keamanan untuk meminta
perlindungan. Kemudian terjadi dorong-mendorong antara massa dan
pasukan. Selain dikejar, diburu, ditendang dan diinjak oleh aparat
keamanan, korban yang paling banyak berjatuhan adalah korban karena
tembakan. Laras senapan aparat keamanan secara sporadis diarahkan
kepada mahasiswa, aparat keamanan melakukan penembakan membabi

buta.Sebagian aparat yang mengambil posisi di atas jembatan layang


mengarahkan tembakan kearah mahasiswa di dalam kampus. Dari sinilah
banyak berjatuhan korban luka dan meninggal dunia. Korbannya antara
lain adalah 4 mahasiswa dari mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulya,
Hafidin Royan, Hendriawan Sie, serta Hery Hartanto.
2.3 Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998
Andiani, S., Japar M. & Suhadi (2013) di dalam Jurnal PPKn UNJ Online
menyebutkan tentang dampak yang ditimbulkan dari Tragedi Trisakti Mei 1998
bukan hanya bagi kampus Trisakti tetapi juga berimbas kepada hal lainnya yaitu:
2.3.1 Dampak Insiden Trisakti 1998 Terhadap Pemerintahan Orde Baru
Pada tahun 1998, Rezim Orde Baru runtuh ditengah-tengah, yaitu
ditengah-tengah krisis ekonomi, kerusuhan, dan pertumpahan darah. Bapak
Soeharto telah mundur dari kursi kepresidenan RI.
2.3.2. Dampak Tragedi Trisakti Mei 1998 Terhadap Kampus Trisakti
Selain harus kehilangan empat mahasiswanya karena ditembaki aparat,
pengusutan kasus penembakan tersebut belum selesai hingga sekarang.
Pernyataan yang paling penting adalah sebenarnya siapakah yang paling harus
bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Namun jawaban itu belum pasti karena
pengusutannya pun belum tuntas hingga saat ini.
Gedung M. Sjarief Thayeb kampus Universitas Trisakti, Jakarta menjadi
saksi bisu, bagaimana aparat keamanan melalui selongsongan peluru yang
membubarkan barisan mahasiswa, saat melakukan aksi mimbar bebas 12 Mei
1998 lalu. Peristiwa ini juga mengakibatkan gedung-gedung maupun pertokoan
rusak dan hancur oleh kekacauan amukan mahasiswa yang demonstrasi pada
pemerintahan. Begitu banyak korban yang harus dirawat di Rumah Sakit. Polisi
maupun Brimob yang mengurusi keamanan akhirnya tidak bisa dikendalikan
dengan baik yang kemudian terpaksa dengan menembaki mahasiswa dan
masyarakat.
Mahasiswa yang gugur sebagai pahlawan reformasi pada saat terjadinya
Tragedi Trisakti adalah:

1. Elang Mulya Lesmana


2. Hafidin Royan
3. Hendriawan Sie
4. Hery Hartanto
2.3.3. Dampak gerakan mahasiswa Trisakti 1998 terhadap perubahan sosial di
Masyarakat Indonesia
Pertama, yang paling dapat dirasakan dan dapat dilihat dengan jelas adalah
jatuhnya rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun. Selama berkuasa,
Rezim Orde Baru telah menjadi orde kekerasan, yang selalu mengedapankan
tindakan represif dalam menjaga kelanggengan kekuasaannya. Mundurnya
Presiden Soeharto sebagai symbol dari Orde Baru, telah menjadi tolak ukur dari
perubahan tersebut. Kedua, seiring dengan jatuhnya Rezim Orde Baru maka
berdampak pada struktur pemerintah. Ketiga, perubahan sistem politik di
Indonesia. Walaupun sering dikatakan bahwa paham yang dianut oleh system
politik di Indonesia adalah demokrasi, ini jauh berbeda dengan apa yang dirasakan
oleh masyarakat. Perbedaan pendapat kerap kali dianggap mengganggu stabilitas
nasional, menjadi hal yang dilarang pada masa Orde Baru. Perubahan sosial juga
mempengaruhi sistem nilai, sikap, dan perilaku dalam sistem masyarakat di
Indonesia. Serta mulai dilindunginya Hak Asasi Manusia menjadi salah satu
indikator perubahan sosial di Indonesia setelah jatuhnya Orde Baru.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1

Tragedi Berdarah Trisakti terjadi karena krisis multidimensional, yaitu


krisis politik krisis hukum, krisis ekonomi, serta krisis kepercayaan.

3.1.2

Kronologi singkat terjadinya Tragedi Berdarah Trisakti sudah dijelaskan


pada pembahasan diatas.

3.1.3

Dampak dari Tragedi Berdarah Trisakti 12 Mei 1998 pada :


3.1.3.1 Pemerintahan Orde Baru yaitu Presiden Soeharto telah mundur
dari kursi kepresidenan RI.
3.1.3.2 Kampus Trisakti yaitu empat mahasiswa gugur dalam Tragedi
Trisakti yaitu Elang Mulya, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Hery
Hartanto
3.1.3.3 Masyarakat Indonesia yaitu jatuhnya rezim Orde Baru yang telah
berkuasa selama 32 tahun, perubahan sistem politik di Indonesia,
mulai dilindunginya hak asasi manusia menjadi salah satu
indikator perubahan sosial di Indonesia setelah jatuhnya Orde
Baru.

3.2

Saran
3.2.2

Mahasiswa sebagai agen perubahan jangan hanya menyuarakan


hal-hal yang berbau politik saja tetapi sebaiknya mahasiswa lebih
menyuarakan suara masyarakat agar nasib masyarakat bisa
menjadi lebih baik.

3.2.3

Serta aparat kemananan juga harus berhati-hati dalam


menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur yang ada.

10

DAFTAR RUJUKAN
Adam, AW. 2009 . Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan
Peristiwa. Jakarta : Kompas.
Al Hakim, S. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan: Dalam Konteks
Indonesia. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Andiani, S., Japar M. & Suhadi. 2013. Kasus Kerusuhan Mei 1998 Dari Perspektif
Politik. Jurnal PPKn UNJ Online, 1(2): hlm. 3-8, (Online),
(http://skripsippknunj.org), diakses 21 Oktober 2014.

Undang Undang Dasar 1945.


(Online)(http://www.humanrights.asia/countries/indonesia/laws/uud1945),
diakses 21 Oktober 2014.
UU RI No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. ( Online )
(http://id.wikisource.org/wiki/UndangUndang_Republik_Indonesia No._3
Tahun_2002 ), diakses 21 Oktober 2014.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi,
Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi
Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.

11

You might also like