Professional Documents
Culture Documents
Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan
dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang
meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. [1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai
penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering
digunakan adalahCPI dan GDP Deflator.
2.1.1
Penyebab Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan
permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi
perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi
itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan
dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga
mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat
disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji
PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan
jasa
2.1.2
Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998.
akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan
inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit
anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasaryang berakibat harga
bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai
akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau
adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang
terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed
Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut
sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap
saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama
disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1.
2.
3.
4.
2.1.3
Mengukur inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga
tersebut di antaranya:
Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang
dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan
tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang
kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal,
barang jadi, dan jasa.
2.1.4
Dampak Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu
ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakaninvestasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.
Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan
terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang
pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal
setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang
yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan
adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat
inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang,
tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila
orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia
usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat
pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya,kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan
biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya
terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya
merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan
produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen
tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku
bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
2.2
Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa kesatuan moneter
itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang
atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih,
dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan (Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita
tidak pernah mendengar ada valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai
tukarnya atau daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya belinya justru menurun
(inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun 1999 saja tingkat inflasi di Indonesia
mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa prinsipStable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah
ditemukan dalam kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi akuntansi
keuangan.
Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi yang disajikan laporan keuangan
pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai yang terdapat didalamnya tidak relevan dan tidak sesuai
dengan kenyataan. Dari permasalahan tersebut muncul usulan yang moderat yang artinya kita masih bisa
menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat informasi atau laporan suplemen yang memuat
dampak inflasi itu terhadap laporan keuangan, selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi
inflasi.
Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari inflasi atau
penurunan nilai beli uang itu pada laporan keuangan sehingga laporan. keuangan menunjukkan satuan mata
uang pada tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.
2.3 Akuntansi Inflasi
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan
laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai
semua item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar
lebih relevan dapat digunakan beberapa metode, yaitu :
1.
Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan perubahan tingkat
harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost.
Keuntungan GPL adalah sebagai berikut :
Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datang secara lebih baik
Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari angka-angka
laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa
disamaratakan
1.
Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar konsep CCA ini. Menurut
merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang
ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost :
Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva baru
atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya
diterapkan pada aktiva nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan
menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung
berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog depreciation atau
penyusutan yang bersaldo negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya.
Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari general price level.
Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul tidak didasarkan
pada transaksi yang sebenarnya.
Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba
rugi (misalnya penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost.
Akhirnya income akan lebih tinggi dari historical cost.
Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini, karena hanya untuk
aktiva tertentu. Oleh karenanya metode replacement cost ini dianggap bukan merupakan metode
akuntansi inflasi
Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling mudah diterapkan dalam
akuntansi inflasi.
Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement cost ini. Disini harga itu
diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki
itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva dijual sekarang. Namun, harga ini
didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu
metode current market value ini adalah net realizable value.
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa inflasi nilai dari net relizable value ini
lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan
laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga
jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.
Selling Price
Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang
disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lain yang disebut
sebelumnya.
Expected value
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding
dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan
datang.
2.4
Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetap misalnya
kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan
ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai
net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang
(current value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai
yang diharapkan ditagih (expected value) di masa yang akan datang.
Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam
metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Dalam metode current value
harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang.
2.5 Model Akuntansi
Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :
1.
2.
3.
2.5.1
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang atau kas atau
sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan
dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas atau sejenisnya
yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang
yang akan dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau sejinsnya yang akan
diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus
kewajiban itu sekarang.
Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus kas masuk bersih
yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan
dibayar untuk membayar kembali hutang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :
Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini (replacement cost dan net
realizable value), dan masa yang akan datang (present value).
Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi perolehan atau
pembebanan hutang, net realizable value dan present value menyangkut penjualan aset dan
pembayaran hutang.
Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya, present value
berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan replacement cost dan net realizable value didasarkan
pada kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).
Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila waktunya
berbeda.
2.6 Penilaian dan Perbandingan terhadap Model Akuntansi
Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model Present Value sengaja tidak
diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva secara individual
Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian adalah.
1.
Timing error timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu periode tertentu, tetapi dicatat,
diperhitungkan, dan dilaporkan pada periode yang lain.
1.
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak disajikan dengan menggunakan dan
mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang tersebut.
1.
Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam menafsirkan laporan keuangan kita harus
memahami masalah pengertian dan penggunaanya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansi dapat
dipahami maka kita harus menggunakan rumus :
Jika, maka. atau (if.them).
Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti serta kegunaanya. Akuntansi
memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit
sebagai alat ukur berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam jumlah rupiah (Number of Dollars =
NOD).
Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan ukuran tenaga beli umum, akan tetap
menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep Current Value yang diukur
dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of Goods (COG)
1.
Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi pemakainya khususnya untuk digunakan dalam
proses pengambilan keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih memiliki makna yang masih
kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi pembaca menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa
menguasai ilmu akuntansi lebih mendalam.
2.7
Untuk memberikan gambaranyang jelas antara beberapa alternative model akuntansi ini kita misalkan PT
Sipangko Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2005 akan memasarkan produk baru yang disebut ESTIMA.
Mdal berjumlah Rp 30.000,-, utangnya Rp 30.000,-, dengan bunga 10 %. Pada tanggal 1 Januari PT Sipangko
Jaya memulai kegiatannya dengan membeli 6.000 unit ESTIMA dengan harga Rp 10,- per unit. Pada tanggal 1
Mei perusahaan menjual 5.000 unit dengan harga Rp 15,- per unit.
Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai berikut:
Replacement Cost
Net Realizable Value
General Price Level Index
1.
Januari 1
10
100
Mei 1
12
15
130
Desember 1
13
17
156
Alternatif yang kita bahas disini adalah menyangkut kesalahan yang timbul karena waktu. Untuk itu, model
yang akan kita bahas adalah:
1.
2.
Historical
Value
Replacement
Net Realizable
Value
Hasil
75.000
92.000
50.000
60.000
73.000
Laba Kotor
25.000
15.000
19.000
Bunga 10%
3.000
3.000
3.000
22.000
12.000
16.000
Laba Operasi
tidak dihitung
10.000
3.000
3.000
tidak dihitung
tidak dihitung
tidak dihitung
and loss
Laba bersih
22.000
25.000
29.00
PT Sipangko Jaya
Neraca
31 Desember 2005
Keterangan
Cost
Historical
Value
Reolacement
Net Realizable
Value
Harta
Kas
72.000
Persediaan
72.000
72.000
Total Harta
82.000
85.000
89.000
30.000
30.000
30.000
Modal :
Modal Saham
Laba ditahan
Realisasi
22.000
Belum realisasi
22.000
3.000
22.000
7.000
82.000
85.000
89.000
29.000
HC
Laba
yang Kesalahan
dilaporkan
22.000
7.000
RC
Laba
yang Kesalahan
dilaporkan
25.000
4.000
NRV
Laba
yang Kesalahan
dilaporkan
29.000
0
1.
2. Alternatif Dengan Menggunakan Model Akuntansi yang Diukur Dengan Unit Tenaga Beli Umum
2.
3.
Keterangan
GPLA
GPLA
GPLA
HC
RC
NRVA
Hasil
90.000
90.000
107.000
78.000
72.000
85.000
Laba Kotor
12.000
18.000
22.000
Bunga 10%
3.000
3.000
3.000
Laba Operasi
9.000
15.000
19.000
termasuk
(6.000)
(6.000)
tidak dihitung
(2.600)
(2.600)
1.800
1.800
1.800
Laba Bersih
10.800
8.200
12.200
PT Sipangko Jaya
Neraca Menurut General Price Level
Per 31 desember 2005
Keterangan
Aktiva:
GPL
GPL
GPL
HC
RC
NRVA
72.000
72.000
72.000
Kas
15.600
13.000
17.000
87.600
30.000
85.000
30.000
89.000
30.000
46.800
46.800
46.800
9.000
9.000
9.000
(0)
(2.600)
1.400
1.800
1.800
1.800
87.600
85.000
89.000
Persediaan
Total Aktiva
Pasiva:
Obligasi
Modal
Laba Ditahan:
Realized
Unrealized
Laba/Rugi GPL
Total Pasiva
Belum
Konversi
Faktur
Setelah
di Adjust
30.000
156/100
46.800
Ditambah:
Monetary Receipts
105.000
75.000 156/30
90.000
136.800
Dikurangi:
Monetary Payments
60.000
Bunga (10%)
3.000 156/156
63.000
Net
156/100
93.600
3.000
96.600
42.000
40.200
40.200
42.000
1.800
Accounting Model
Interpretation
NOD
Operating
Profit
Holding
Gains
Measureng-Unit
Error
(Number
dollars)
Historical-cost accounting
Ya
Ya
Ya
Replacement-cost
Ya
Hilang
Ya
4
5
6
Net-realizable-value accounting
Hilang
General
price-level-adjusted
Ya
historical cost accounting
General
Price-level-adjusted
Ya
replacement-cost accounting
General Price-level-adjusted netHilang
realizable-value accounting
of
COG
Releva
(Command of Goods)
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Laba Rugi
Harta
Harta
Ya
Ya
Hilang
Ya
Ya
Hilang
Ya
Ya
Ya
Hilang
Hilang
Hilang
Ya
Ya
Hilang
Hilang
Hilang
Ya