You are on page 1of 12

EFEKTIVITAS DAN KEAMANAN METHOTREXATE PADA ALOPECIA AREATA

Mariana Hammerschmidt, Fabiane Mulinari Brenner


An Bras Dermatol. 2014;89(5):729-34

Abstrak: LATAR BELAKANG: Alopecia areata adalah penyakit kronik pada folikel rambut
dan kuku, dari etiologi yang tidak diketahui, dengan komponen autoimun dan faktor genetik
yang jelas. Beberapa pilihan terapi telah dianjurkan; namun, tidak ada terapi yang mampu
memodifikasi penyakit tersebut. Methotrexate merupakan imunosupresan yang digunakan
untuk berbagai penyakit kulit dan baru- baru ini diperkenalkan sebagai pilihan terapi untuk
alopecia areata.
Tujuan: Mengevaluasi efektivitas dan keamanan dari methotrexate pada alopecia areata.
Metode: Pada penelitian retrospektif, non kontrol, kami mengevaluasi 31 pasien alopecia
areata yang sedang dalam pengobatan maupun telah

menggunakan methotrexate untuk

menilai respon terapi sehubungan dengan jenis kelamin, usia, pola alopecia areata, durasi
penyakit, dosis akumulasi

methotrexate, penggunaan kortikosteroid sistemik atau

pengobatan lain, dan keam


Hasil: Pertumbuhan kembali lebih dari 50% ditemukan pada 67.7% pasien, dengan respon
terbaik didapatkan pada pasien dengan progresifitas penyakit <5 tahun (79%), berusia lebih
dari 40 tahun (73.3%), pasien laki- laki (72.8%), dosis akumulasi methotrexate 1000-1500
mg, dan alopecia areata multifokal (93%). Di antara pasien yang menerima terapi
kortikosteroid sistemik yang dikombinasi dengan methotrexate, 77.3% mengalami
pertumbuhan kembali lebih dari 50%, dibandingkan dengan 44.4% yang hanya memakai
methotrexate. Dosis terapi berkisar antara 10-25 mg/minggu. Tidak terdapat pasien yang
mengalami efek samping serius. Kekambuhan terjadi pada 33.3% pasien yang mengalami
lebih dari 50% pertumbuhan kembali.
Kesimpulan: Methotrexate tampak menjanjikan dan merupakan pengobatan yang aman untuk
alopecia areata berat jika digunakan sendiri maupun dikombinasi dengan kortikosteroid
sistemik.
Kata kunci: Alopecia Areata; Efektivitas; Methotrexate

PENDAHULUAN
Alopecia areata adalah penyakit kronik pada folikel rambut dan kuku, dari etiologi
yang tidak diketahui, dengan komponen autoimun dan faktor genetik yang jelas. Kondisi ini
sering dikeluhkan kepada dermatologis, sekitar 0.7 sampai 3.8% dari jumlah pasien.
Berdasarkan jumlah dan distribusi lesi serta jangkauan keterlibatan, alopecia areata secara
klinis diklasifikasikan dalam beberapa bentuk: unifokal, multifokal, ophiasis, totalis,
universalis, sisaipho (atau ophiasis inversus), retikular dan difus.
Menurut riwayat penyakit, pertumbuhan rambut kembali terdapat pada 34% sampai
50% pasien dalam 1 tahun, dimana 15% sampai 25% akan berkembang menjadi AA totalis
(kehilangan seluruh rambut kulit kepala). Terdapat hubungan langsung antara tingkat
keparahan AA dan prognosis jangka panjang. Perawatan yang tersedia memungkinkn
pertumbuhan kembali, namun tidak mengubah perjalanan penyakit.
Mekanisme autoimun kemungkinan terdapat dalam patogenesis AA termasuk
sensitisasi limfosit T, terutama sel T CD8+, hingga antigen folikular. Aktivasi limfosit yang
membentuk sifat- sifat infiltrat perifolikular merangsang pelepasan beberapa sitokin Th1
interleukin (IL)-1 alpha, IL-1 beta dan tumor necrosis factor (TNF) alpha- mampu
menghambat pertumbuhan folikel rambut dan menahan sintesis rambut, dengan terminasi
dini anagen.
Beberapa pilihan pengobatan telah dianjurkan untuk AA, namun terdapat kekurangan
dari pengacakan, percobaan plasebo terkontrol, dan seperti yang dibahas di atas, tidak ada
terapi yang mampu mengubah perjalanan penyakit.
Methotrexate (MTX) merupakan imunosupresan golongan antagonis asam folat yang
telah digunakan dalam pengobatan beberapa penyakit kulit. Kebanyakan dermatologis
terbiasa meresepkan dan memantau, terutama pada pengobatan psoriasis. MTX baru- baru ini
diperkenalkan sebagai pilihan terapi bagi AA.
TUJUAN
Untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan dari MTX pada AA, baik sebagai
monoterapi atau dikombinasikan denga modalitas terapi lain, seperti kortikosteroid sistemik
atau intralesional; dan untuk mengevaluasi respon terapi menurut jenis kelamin, usia, pola
AA, durasi penyakit, dosis akumulasi MTX, dan durasi terapi.

METODE
Penelitian retrospektif ini mengevaluasi 31 pasien dengan AA di poliklinik gangguan
rambut di Hospital de Clinicas de Curitiba (kota Parana, Brazil) dan di praktik pribadi
dermatologis di Curitiba yang sedang atau pernah menerima terapi MTX. Sampel terdiri dari
pasien yang mengalami AA luas (multifokal, universalis, totalis dan difus), sulit sembuh
dengan percobaan pengobatan yang lalu, yang lebih dari 15 tahun.
Karakteristik berikut dianggap sebagai kriteria untuk pengobatan MTX: tidak ada
kelainan hepar (dikonfirmasi melalui uji laboratorium), tidak ada infeksi tuberculosis aktif
(dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik dan x-ray toraks), tidak sedang hamil, dan
penggunaan COCP (Combine Oral Contraceptive). Selanjutnya, pasien diinformasikan
tentang kemungkinan efek samping dan MTX hanya diresepkan setelah didapatkan
persetujuan pasien.
Kami mengevaluasi parameter- parameter berikut: durasi penyakit, terapi yang
bersamaan (termasuk terapi kortikosteroid sistemik), pola alopecia, dosis mingguan MTX,
akumulasi dosis MTX dalam mg (dikelompokkan ke dalam rentang yang telah ditentukan:
<500 mg; 501-1000 mg; 1001-1500 mg; 1501-2000 mg; dan >2500 mg), efek samping
hematologi dan atau hepatik, dan respon terapi. Pertumbuhan kembali dibagi dalam lima
kategori: 0-25%; 26-50%; 51-75%; 76-99% dan 100%. Seluruh pasien menjalani
pemeriksaan yang komprehensif, termasuk hitung darah lengkap dan pengukuran kadar
transaminase, kreatinin, bilirubin dan gamma-glutamyl transpeptidase, di awal, bulan pertama
dan setiap 3 bulan setelahnya selama masa evaluasi. Pada beberapa pasien, x-ray toraks, tes
kulit PPD dan pemeriksaan serologi hepatitis juga dilakukan sebelum pengobatan. Pasien
yang menerima MTX dengan total akumulasi dosis >2 g menjalani pemeriksaan ultrasound
abdomen dan biopsi liver.
HASIL
Median usia pasien adalah 40 tahun (rentang, 15-72 tahun), dan median durasi
penyakit adalah 4 tahun (rentang, 0.17-32 tahun). 66.6% pasien adalah wanita dan 33.3%
adalah laki- laki (Tabel 1). Pola AA yang paling umum adalah multifokal (48.39%), diikuti
oleh universalis (35.48%), difus (9.67%) dan totalis (6.45%).

Tabel 1. Karakteristik klinis dan pengobatan terkait dari sampel


Case

Sex

AA type

Systemic cortico-steroid

Total CD

therapy

%
improvement

Female

Multifocal

No

1-499

26-50%

Male

Universalis

Yes

500-999

51-75%

Female

Universalis

No

3000-3499

26-50%

Female

Multifocal

No

1000-1499

100%

Female

Universalis

Yes

2500-2999

0%

Male

Multifocal

No

1000-1499

76-99%

Female

Multifocal

Yes

2000-2499

100%

Male

Multifocal

Yes

1000-1499

100%

Male

Universalis

Yes

1000-1499

0%

10

Female

Multifocal

No

1500-1999

76-99%

11

Female

Multifocal

Yes

1500-1999

100%

12

Female

Universalis

Yes

2000-2499

76-99%

13

Male

Multifocal

Yes

500-999

100%

14

Male

Universalis

Yes

1500-1999

0%

15

Male

Multifocal

Yes

500-999

76-99%

16

Female

Totalis

Yes

1000-1499

51-75%

17

Female

Multifocal

No

500-999

76-99%

18

Male

Multifocal

Yes

500-999

51-75%

19

Female

Universalis

No

500-999

26-50%

20

Female

Diffuse

No

1-499

0%

21

Male

Universalis

Yes

1-499

51-75%

22

Female

Universalis

Yes

1-499

76-99%

23

Female

Diffuse

Yes

500-999

26-50%

24

Female

Multifocal

Yes

1-499

51-75%

25

Female

Multifocal

Yes

1-499

100%

26

Female

Totalis

No

1-499

26-50%

27

Female

Diffuse

Yes

1500-1999

76-99%

28

Male

Multifocal

Yes

1000-1499

76-99%

29

Female

Multifocal

Yes

500-999

76-99%

30

Female

Universalis

Yes

1-499

51-75%

31

Male

Universalis

Yes

1-499

26-50%

Sebagian besar pasien telah mendapatkan terapi percobaan sebelumnya, seperti


sensitizer topikal (58%) dan kortikosteroid topikal (51.6%), baik yang gagal maupun dengan
kekambuhan setelah penghentian pengobatan.
Dosis permulaan dari MTX berkisar antara 10 sampai 25 mg (15 mg), dengan dosis
terapi median ( 20 mg). Dosis kumulatif untuk timbulnya respon berkisar antara 30-630 mg
(180 mg). Distribusi dosis kumulatif dalam sampel adalah sebagai berikut: : <500 mg,
25.8%; 501-1000 mg, 29%; 1001-1500 mg, 19.3%; 1501-2000 mg, 12.9%; and >2000 mg,
12.9%.
Sebuah respon terapi dengan pertumbuhan kembali > 50% dari kulit kepala (Gambar 1,
2, dan 3), dianggap dapat diterima secara kosmetik, didapatkan pada 67,7% (n = 21) dari
seluruh pasien, dengan 29% (n = 9) mencapai 76-99% pertumbuhan kembali dan 19.3% (n
= 6) mencapai 100% pertumbuhan kembali. Frekuensi pertumbuhan kembali secara
signifikan lebih besar pada laki-laki (72.8%, p> 0.05), pasien berusia 40 tahun atau lebih tua
(73.3%, p> 0.05), dan mereka yang mendapatkan dosis kumulatif MTX sebesar 1001-1500
mg (83.3%, p> 0.05) (Tabel 2).
Selain itu, respon yang lebih besar ditemui pada pasien dengan durasi penyakit <5
tahun (79% pertumbuhan kembali), dengan keseluruhan tingkat pertumbuhan kembali yang
hanya mencapai 50% pada pasien dengan durasi penyakit> 5 tahun. Ada hubungan terbalik
yang signifikan antara durasi penyakit dan persentase perbaikan (p = 0.02); semakin pendek
durasi penyakit, semakin besar perbaikan yang dialami. Sehubungan dengan pola AA,> 50%
pertumbuhan kembali ditemukan pada 93.3% (n = 14) dengan AA multifokal, 45.4% (n = 5)
dengan AA universalis, 50% (n = 1) dengan AA totalis, dan 33.3% (n = 1) dengan AA difus.
Perbedaan antara dua bentuk yang paling umum, universalis dan multifokal, adalah signifikan
(p = 0.018) (Tabel 3).
Tabel 2: Persentase pertumbuhan kembali yang dicapai dengan dosis metotreksat kumulatif
CUMULATIVE METHOTREXATE DOSE

% REGROWTH

<500

501 -

1001 - 1500

1501 - 2000

> 2000

TOTAL

1000
0%

025%

2550%

5075%

75100%

100%

31

Total

Tabel 3: Distribusi pertumbuhan kembali dalam berbagai jenis alopecia areata dalam sampel,
dikelompokkan berdasarkan prevalensi
AA type

Multifocal
Universalis
Diffuse
Totalis

Sample-wide prevalence
%
48.3
35.4
9.6
6

(%)
N
15
11
3
2

>50% regrowth
%
93
45
33
50

N
14
5
1
1

Gambar 1: AA Multifocal. Kiri, sebelum pengobatan; kanan, setelah pemberian metotreksat


dengan dosis kumulatif 180 mg dan kombinasi denan kortikosteroid (80% pertumbuhan
kembali)

Gambar 2: AA totalis. Kiri, sebelum pengobatan; kanan, setelah pemberian metotreksat


dengan dosis kumulatif 320 mg dalam kombinasi dengan kortikosteroid (90% pertumbuhan
kembali).

Gambar 3: AA difus, tampak atas. Kiri, sebelum pengobatan; kanan, setelah pemberian
metotreksat dengan dosis kumulatif 930 mg dalam kombinasi dengan kortikosteroid selama 4
bulan pertama terapi (60% pertumbuhan kembali).
Pengobatan yang dikombinasikan dengan MTX termasuk minoxidil topikal,
kortikosteroid intralesi, dan kortikosteroid sistemik (prednisone). Hanya satu pasien yang
tidak menggunakan terapi kombinasi. Terapi kombinasi yang paling umum ditambahkan ke
MTX adalah minoxidil topikal + kortikosteroid sistemik (29%).
Di antara pasien yang menggunakan kortikosteroid sistemik dalam kombinasi dengan
MTX (70%), 77,3% mengalami> 50% pertumbuhan kembali. Kebanyakan hanya
menggunakan steroid pada bulan pertama pengobatan. Di antara mereka yang tidak
menggunakan kortikosteroid sistemik dalam kombinasi dengan MTX (30%), hanya 44,4%
yang mengalami> 50% pertumbuhan kembali. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
terapi kortikosteroid dan respon pengobatan. Durasi kombinasi terapi kortikosteroid berkisar
antara 1 sampai 12 bulan ( 4 bulan), dan dengan dosis dari 20 sampai 30 mg / hari ( 30
mg).

Semua pasien menjalani hitung darah lengkap dan tes fungsi hati dan ginjal di awal.
Sembilan orang juga menjalani tes serologi hepatitis (semua non-reagen) dan sembilan orang
menjalani pengujian PPD, tiga orang di antaranya sangat reaktif, meskipun X-ray dada
normal.
Semua pasien mendapat suplemen asam folat (5 mg) setidaknya satu minggu, sehari
setelah pemberian MTX. Pemberian asam folat meningkat menjadi dosis tiga mingguan pada
pasien dengan intoleransi MTX atau efek samping lambung atau hematologi.
Mengenai toleransi pengobatan, hanya tiga pasien (9,3%) melaporkan efek samping
gastrointestinal (mual, nyeri epigastrium, dan diare), yang dikelola dengan meningkatkan
suplemen asam folat dan membagi dosis MTX, dengan perbaikan gejala pada dua pasien;
hanya satu yang memerlukan penghentian pengobatan.
Efek samping hematologi (leukopenia ringan sampai sedang, tanpa gejala klinis yang
signifikan) ditemukan pada 9,7% (n = 3) pasien, dan membaik setelah peningkatan
suplementasi asam folat.
Efek samping hati (ringan, peningkatan sementara transaminase) ditemukan pada
6,5% (n = 2) pasien, salah satunya merupakan alkoholisme. USG perut dan biopsi hati,
dilakukan pada tiga pasien dengan dosis kumulatif MTX > 2 g (9,6% pasien), berada dalam
batas normal.
Durasi follow-up berkisar 3-51 bulan ( 13). Relaps terjadi pada 33,3% (n = 7) dari
pasien dengan > 50% pertumbuhan kembali (n = 21) dan 40% (n = 6) pasien dengan> 75%
pertumbuhan kembali (n = 15). Satu pasien mengalami kekambuhan selama pengobatan, tiga
saat pasien saat penghentian pengobatan (setelah pengurangan dosis hingga <7,5 mg /
minggu), dan tiga pasien setelah rata-rata 6,3 bulan setelah penghentian MTX. Pola alopecia
saat kambuh adalah multifokal (plak kecil) pada enam pasien dan AA totalis pada satu pasien.
Pilihan pengobatan kekambuhan termasuk inisiasi prednison, peningkatan dosis MTX,
kortikosteroid intralesi, atau ditranol topikal.

PEMBAHASAN
Beberapa pilihan terapi tersedia untuk pengobatan AA luas atau refrakter. Termasuk
intralesi, topikal, atau kortikosteroid sistemik;minoxidil; ditranol; sensitizer topikal (DNCB,

DPCP); dan PUVA. Namun, tidak ada yang terbukti dapat menyembuhkan ataupun
mencegah.
Methotrexate (4-amino-N-methylpteroylglutamic asam, MTX) merupakan antagonis
asam folat dan turunan dari aminopterin. Dikenal sebagai agen antineoplastik pada tahun
1953 dan digunakan huntuk pengobatan psoriasis pada 1971, MTX bertindak sebagai
imunosupresan dan digunakan dalam pengobatan beberapa kondisi kulit, seperti psoriasis,
penyakit kulit bulosa, gangguan penyimpanan kolagen, vaskulitis, dermatosis neutrophilic,
dan dermatitis atopik. Baru-baru ini, telah digunakan dalam pengobatan AA, dengan hasil
yang memuaskan.
Dalam sirkulasi, 50% dari MTX adalah proteinbound. Ini menunjukkan afinitas
tertentu untuk hepatosit, prekursor myeloid, sel-sel darah merah, dan fibroblas. Hal tersebut
dikonversi menjadi metabolit poliglutamat yang aktif, yang berlangsung selama berbulanbulan dan memungkinkan dosis mingguan. Ekskresi sebagian besar di ginjal dan, pada
tingkat lebih rendah, empedu.
Meskipun mekanisme MTX tidak sepenuhnya dipahami, diketahui menghambat
enzim dihidrofolat reduktase, yang mengarah ke penurunan konsentrasi folat intraseluler.
Penurunan ini menghambat metabolisme purin dan pirimidin dan, akibatnya, sintesis asam
nukleat, sehingga mengakibatkan efek antineoplastik bila diberikan dalam dosis tinggi.
Polyglutamates MTX juga menghambat Aicar (ribonucleotide 5-aminoimidazole-4karboksamida formyltransferase), enzim yang terlibat dalam sintesis purin, yang akhirnya
mengarah ke penumpukan adenosin, mediator dari banyak efek anti-inflamasi MTX.
Adenosine dilepaskan ke dalam ruang ekstraselular dan, di antara beberapa anti-inflamasi,
menghambat akumulasi sel darah putih, menyebabkan penurunan sintesis TNF- dan IFN-,
dan menghambat berbagai monosit, makrofag, dan aktivitas T-sel. Keadaan ini mungkin
dapat menjelaskan efek MTX pada AA.
Dalam penelitian ini, MTX digunakan untuk bentuk parah AA (multifokal,
universalis, totalis, dan difus) ke efek yang baik (> 50% pertumbuhan kembali pada 67,7%
kasus), dengan beberapa efek samping. Hasil ini sama dengan yang dilaporkan dalam
penelitian sebelumnya: Joly (2010) dan Droitcourt (2012) melaporkan pertumbuhan kembali
yang memuaskan dalam 64% dan 70% pasien. Sebuah studi yang dilakukan pada anak-anak
juga tidak menemukan efek samping yang serius, dengan> 50% pertumbuhan kembali dalam
lima dari 13 pasien yang diperiksa.

Faktor yang terkait dengan insidensi respon yang lebih tinggi (meskipun tidak
signifikan) adalah jenis kelamin laki-laki, usia> 40 tahun, terapi kortikosteroid sistemik, dan
MTX dosis kumulatif 1001-1500 mg. Faktor-faktor lain, seperti AA multifokal dan durasi
penyakit <5 tahun, secara signifikan berhubungan dengan respon, dan mungkin dapat
digunakan sebagai indikator prognosis yang lebih baik. Sebuah hubungan langsung antara
keparahan AA dan prognosis jangka panjang telah ditunjukkan sebelumnya.
Penggunaan kortikosteroid sistemik dalam kombinasi dengan MTX pada bulan-bulan
awal pengobatan dapat menutupi respon terapi. Namun demikian, hal itu terkait dengan
peningkatan respon, seperti pada penelitian sebelumnya, meskipun perbedaannya tidak
signifikan pada sampel saat ini.
Efek samping jangka pendek utama berkaitan dengan hematologi, khususnya
pansitopenia. Efek merugikan lainnya termasuk mucositis, ulkus oral dan / atau ulkus
gastrointestinal, ruam, fotosensitivitas, jerawat, alopecia, anoreksia, diare, mual, dan
pneumonitis interstitial, terutama pada pasien dengan hipoalbuminemia. Efek samping jangka
panjang sebagian besar berkaitan dengan hati, dan berkisar pada peningkatan transaminase
hingga steatosis dan sirosis. Efek jangka panjang lainnya termasuk fibrosis paru, keganasan
(peningkatan risiko limfoma pada pasien dengan psoriasis atau rheumatoid arthritis), dan
peningkatan risiko penyakit vaskular oklusif (akibat peningkatan kadar homosistein).
Berdasarkan mekanisme folat-depleting dari kinerja (terapi dan beracun) dari MTX,
telah dilakukan studi untuk menilai efek dari asam folat atau suplemen asam folinic yang
diberikan setelah MTX; semua menunjukkan penurunan efek buruk tanpa menghilangkan
efektifitas. Dalam penelitian ini, asam folat diberikan dengan dosis 5 mg sekali untuk tiga
kali seminggu.
Mielosupresi adalah salah satu efek samping MTX yang paling menakutkan, karena
keparahan dan ketidakpastiannya. Leukopenia ringan sampai sedang (manifestasi yang paling
umum), trombositopenia, dan anemia megaloblastik terjadi pada 3-24% dari pasien. Dalam
sampel kami, tiga pasien (9,7%) mengalami leukopenia ringan sampai sedang, dengan
perbaikan setelah peningkatan suplemen asam folat.
Risiko hepatotoksisitas meningkat jika terdapat asupan alkohol berlebih, bersamaan
dengan terapi retinoid, diabetes mellitus, atau obesitas. Dalam penelitian ini, dua pasien
mengalami peningkatan transaminase: satu dengan riwayat alkoholisme (faktor risiko yang

telah diketahui) dan satu yang bersamaan dengan terapi anti-inflamasi nonsteroidal, yang
mungkin meningkatkan kadar plasma MTX.
Mengenai dosis kumulatif aman MTX, kebanyakan studi tidak menemukan tandatanda fibrosis pada dosis kumulatif yang berkisar antara 1 sampai 1.5 g. Oleh karena itu,
pasien dengan laboratorium dasar yang normal dan tidak ada faktor risiko tidak perlu
menjalani biopsi hati sampai dosis ini tercapai. Risiko rupanya masih tetap rendah (<2,6%)
sampai dengan dosis kumulatif 4 g. Oleh karena itu, dosis rendah (<20 g / minggu)
berhubungan dengan risiko yang lebih sedikit. Dalam literatur, kejadian fibrosis hati berkisar
dari 5,7% menjadi 71,8%. Variabilitas ekstrim ini membuat risiko fibrosis mustahil untuk
diukur.
Penilaian fibrosis hati dapat dilakukan dengan cara invasif (biopsi) dan non-invasif
(USG, Fibroscan, dan serum marker). Dalam penelitian ini, tiga pasien dengan kumulatif
dosis> 2 g menjalani biopsi hati, yang menyatakan tidak ada perubahan.
Dalam sampel kami, dosis terapeutik MTX adalah sekitar 20 mg dan dosis yang
dibutuhkan untuk timbulnya pertumbuhan kembali adalah 180 mg, yaitu, hingga timbul
respon butuh sekitar 9 minggu (2,1 bulan). Joly (2010) dan Droitcourt (2012) melaporkan
jumlah waktu yang sama yang diperlukan untuk permulaan timbulnya respon: 2,5 dan 3 bulan
berturut-turut. Kebanyakan pasien dengan > 50% pertumbuhan kembali menerima dosis
kumulatif di kisaran 1000-1500 mg (87%), hal ini menunjukkan bahwa tingkatan dosis ini
harus dicapai sebelum respon dapat dinilai.
Penelitian sebelumnya menemukan tingkat kekambuhan 80% pada pasien yang
menerima pengobatan dengan MTX, yang sudah pernah mengalami pertumbuhan rambut
kembali. Dalam sampel kami, kekambuhan terjadi pada 33,3% (n = 7) dari pasien dengan>
50% pertumbuhan kembali (n = 21), dan 20% dari pasien dengan> 75% pertumbuhan
kembali. Satu pasien mengalami kekambuhan selama pengobatan, tiga pada saat penghentian
pengobatan (setelah pengurangan dosis hingga <7,5 mg / minggu), dan tiga orang pada
sekitar 6,3 bulan setelah penghentian MTX, yang menunjukkan bahwa dosis MTX 7,5 mg /
minggu adalah tingkat yang baik untuk menentukan waktu penghentian obat atau dosis
efektif minimum untuk pemeliharaan saat remisi.

KESIMPULAN

MTX dengan dosis rata-rata 20 mg / minggu tampaknya menjadi pilihan yang aman
dan menjanjikan untuk pengobatan AA yang parah. Dosis kumulatif rata-rata 180 mg
diperlukan untuk memulai respon, dan jumlah dosis kumulatif 1000-1500 mg berkaitan
dengan respon terbaik.
Keterbatasan penelitian ini meliputi heterogenitas sampel (pasien direkrut dari rumah
sakit umum dan dari praktek pribadi), sebagaimana penelitian retrospektif, non-komparatif.
Sampel lebih besar yang diteliti secara buta dan acak, diperlukan untuk menegakkan MTX
sebagai terapi lini pertama untuk AA. Penggunaan biomarker yang saat ini dalam
pengembangan untuk pemantauan pasien dapat mendorong penggunaan MTX jangka panjang
tanpa mengharuskan pasien untuk menjalani pengujian invasif.

You might also like