You are on page 1of 12

Laporan Kasus

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

Disusun Oleh:
WIDYA ADRIANI
1008120616

Pembimbing:
dr. HENDRA ASPUTRA, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
LAPORAN KASUS

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS


Widya Adriani,1 Hendra Asputra2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau
2
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Abstrak
1

Pendahuluan : Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah adalah penyakit autoimun


dimana sistem imunitas tubuh secara keliru menyerang jaringan tubuh yang sehat. 1,2 Belum
ada data mengenai prevalensi SLE di Indonesia, namun ada 12.000 penderita SLE yang
terdaftar di Yayasan Lupus Indonesia tahun 2014 dengan perkiraan total penderita SLE di
Indonesia adalah 1,2 juta penderita.3,4 Penyakit SLE sulit untuk didiagnosis dini karena
gejalanya mirip dengan penyakit lain, sehingga sering di diagnosis sebagai penyakit lain,
setelah perjalanan penyakitnya semakin parah baru terdiagnosis sebagai SLE. Angka
mortalitas penyakit ini juga cukup tinggi. Sehingga perlu pembelajaran lebih lanjut untuk
meningkatkan kewaspadaan terhadap SLE.
Laporan Kasus : Ny N, 31 tahun datang ke RSUD AA pekanbaru pada tanggal 16 Juni 2015
dengan keluhan demam yang hilang timbul sejak 2 minggu SMRS. Badan sering lemas,
demam hilang timbul, nyeri dan kaku pada seluruh tubuh terutama pada sendi-sendi, muncul
ruam kemerahan pada kulitnya jika terkena sinar matahari dan merasa silau jika terkena sinar
matahari dan rambutnya rontok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan allopesia, ruam berwarna
kemerahan pada daerah hidung, pipi hingga telinga, konjungtiva anemis (+), pada mukosa
mulut terdapat bercak berwarna putih, ruam berwarna kemerahan pada lengan bawah kanan
dan kiri dan pada telapak kanan dan kiri. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
penurunan Hb, leukosit, eritrosit, trombosit dan peningkatan ureum, kreatinin, AST, ALT
serta sel LE positif.
Kesimpulan : Pasien didiagnosis SLE. Pada pasien sudah diberikan terapi IVFD RL 20 tpm,
Inj. Metil prednisolon 3x125 mg (500 mg perhari selama 3 hari berturut-turut), AZA
(azatioprin 2mg/kgBB/hr) 2x50 mg, Meloxicam 1x15 mg.

PENDAHULUAN
Systemic

Lupus

dimana sistem imunitas tubuh secara keliru


Erythematosus

menyerang jaringan tubuh yang sehat.

(SLE) adalah adalah penyakit autoimun

Menurut literatur lain, SLE merupakan

penyakit inflamasi autoimun kronis yang


belum

jelas

penyebabnya,

memiliki

Penyakit
untuk

tampilan

pengelolaannya.

penyakit

yang

beragam.1,2
Penyakit lupus dapat ditemukan
pada semua kelompok usia dimana banyak
mengenai usia produktif yaitu antara usia

dikategorikan

berdasarkan ringan, sedang, dan berat

sebaran gambaran klinis yang luas serta


perjalanan

SLE

mempermudah

proses

1. SLE ringan jika memenuhi kriteria:


a. Secara klinis tenang
b. Tidak terdapat gejala atau tanda
yang mengancam nyawa
c. Fungsi organ normal

15 sampai 40 tahun dengan prevalensi di

stabil,

dunia 15 kasus per 100.000 penduduk

jantung,

dunia.

susunan saraf pusat, sendi,

Perbandingan

antara

laki-laki

dengan perempuan adalah 1:6-10 dan lebih

yaitu:

ginjal,

atau

gastrointestinal,

hematologi dan kulit.

banyak terjadi pada perempuan muda.

Contohnya

Penyakit ini lebih banyak menyerang ras

manifestasi artritis dan kulit.

kulit hitam daripada ras kulit putih. Belum


ada data mengenai prevalensi SLE di
Indonesia, namun ada 12.000 penderita
SLE yang terdaftar di Yayasan Lupus
Indonesia tahun 2014 dengan perkiraan
total penderita SLE di Indonesia adalah 1,2
juta penderita.3,4
Penyakit

SLE

sulit

untuk

didiagnosis dini karena gejalanya mirip


dengan penyakit lain, sehingga sering di

dengan

2. SLE sedang, jika ditemukan:


a. Nefritis ringan sampai sedang
(lupus nefritis kelas I dan II)
b. Trombositopenia
c. Serositis mayor
3. SLE berat atau mengancam nyawa
jika ditemukan:
a. Jantung: endokarditis libmansacks,

SLE

paru,

vaskulitis

koronaria,

arteri

miokarditis,

tamponade jantung, hipertensi

diagnosis sebagai penyakit lain terlebih

maligna.
b. Paru-paru: hipertensi pulmonal,

dahulu, setelah perjalanan penyakitnya

perdarahan paru, pneumonitis,

semakin parah baru terdiagnosis sebagai

emboli

SLE. Angka mortalitas penyakit ini juga

fibrosis interstitial, shrinking

cukup tinggi. Sehingga perlu pembelajaran

lung.
c. Gastrointestinal: pankreatitis,
d. Ginjal: nefritis proliferatif dan

lebih

lanjut

untuk

kewaspadaan terhadap SLE.


KLASIFIKASI

meningkatkan

paru,

infark

paru,

atau membranous
e. Kulit: vaskulitis berat, ruam
difus disertai ulkus atau lepuh

f. Neurologi:
stroke,

kejang,

mielopati

mononeuritis,
neuritis

koma,

transversa,
polineuritis,

optik,

berhubungan dengan peningkatan risiko


SLE.5
Sejumlah

penelitian

telah

psikosis,

menyelidiki peran etiologi infeksi yang

sindroma demielinasi.
g. Hematologi: anemia hemolitik,

juga dapat menyebabkan autoimunitas.

neutropenia,

trombositopenia,

purpura

trombolitik

trombositopenia, trombus vena


atau arteri.

Pasien SLE memiliki titer antibodi yang


lebih tinggi terhadap virus Epstein-Barr
(EBV), meningkatkan peredaran viral load
EBV, dan membuat antibodi terhadap
retrovirus. Virus dapat merangsang sel-sel
tertentu dalam jaringan kekebalan tubuh.

ETIOLOGI

Infeksi kronis dapat menyebabkan antibodi

Penyebab spesifik dari SLE tidak


diketahui, tetapi beberapa kecenderungan
genetik dan interaksi genetik-lingkungan
telah diidentifikasi mungkin menjelaskan
manifestasi klinis pada orang dengan
SLE.

anti-DNA.5
Penyebab

lingkungan

terhadap

SLE masih kurang jelas, tetapi beberapa


agen lingkungan yang berpotensi memicu
SLE meliputi: debu silika dan asap rokok,
penggunaan hormon estrogen sintesis pada

Ada sekitar 35 gen yang diketahui


meningkatkan resiko SLE. Kecenderungan

perempuan, sinar ultraviolet, kadar vitamin


D rendah dalam tubuh.5

genetik ini didukung hasil penelitian jika


seorang

ibu

menderita

SLE,

maka

kemungkinan resiko putrinya menderita


SLE adalah 1:40 sedangkan kemungkinan
resiko pada putranya adalah 1:250.

(HLAs) mengungkapkan bahwa HLA-A1,


HLA-B8, dan HLA-DR3 lebih sering ada
pada orang dengan SLE dibandingkan
dengan populasi umum. Kehadiran null
alleles

dan

defisiensi

complement bawaan (terutama C4, C2,


dan

komponen

awal

lainnya)

Sel

memainkan

telah
peran

lama

difikirkan

sentral

dalam

patogenesis SLE. Sel T dari pasien lupus

Studi human leukocyte antigens

complement

PATOGENESIS

juga

menunjukkan

kecacatan

pada

fungsi

signaling dan fungsi efektor. Sel-sel T


sedikit mensekresi interleukin (IL) -2, dan
kecacatan

pada

fungsi

sinyal

meningkatkan masuknya kalsium, hal ini


mungkin

disebabkan

oleh

perubahan

dalam subunit sinyal CD3. Beberapa hal


yang dipengaruhi oleh sel T dari pasien
SLE yaitu: aktivitas efektor seperti CD8

cytotoxicity; T-regulatory, B-cell helper;


migrasi; dan adhesi. Namun, mekanisme
terjadinya sindrom klinis yang terlihat

d. Trombosit < 100.000/ mm3


7. Kelainan ginjal proteinuria > 0,5 g per
24 jam

pada pasien masih belum diketahui.5

8. Terjadinya pleuritis ataupun perikarditis

DIAGNOSIS

9. Terjadi kelainan neurologi baik konvulsi

Diagnosis dini SLE tidak mudah

ataupun psikologis

ditegakkan karena perjalanan penyakitnya

10. Terjadi ulser di rongga mulut

yang dinamis. Diagnosis SLE ditegakkan

11. Adanya salah satu kelainan imunologis

jika terpenuhi minimal 4 dari 11 kriteria

a. Sel Lupus eritematosus (LE) positif

SLE

b.

menurut

American

Reumatism

Anti

ds-Deoxyribonucleat

Acid

Association (ARA), yaitu:

(DNA) diatas titer normal

1. Artritis/ nyeri sendi

c. Anti Sm (Smith) diatas titer normal

2. ANA diatas titer normal

d. Tes serologi sifilis positif palsu

3. Bercak malar/ Butterfly rash

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas,

4. Sensitif terhadap sinar matahari (timbul

diagnosis SLE memiliki sensitifitas 85%

bercak setelah terkena sinar matahari

dan spesifitas 95%. Sedangkan jika hanya

ultraviolet A dan B)

3 kriteria dan salah satunya ANA positif,

5. Bercak diskoid

maka sangat mungkin SLE dan diagnosis

6. Terjadi satu kelainan darah

bergantung pada pengamatan klinis. Jika

a. Anemia hemolitik

hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan

b. Leukosit < 4.000/ mm3

bukan SLE.

c. Limfosit < 1.500/ mm3

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan SLE berdasarkan aktivitas penyakitnya:
Derajat beratnya SLE

Ringan

Manifestasi kulit

Artritis
Terapi
Hidroksiklorokuin/
klorokuin atau
MTX KS (dosis
rendah) OAINS

Sedang

Berat

Nefritis ringan sampai

sedang
Trombositopenia
(trombosit 2050x103/mm3

Terapi Induksi
MP iv (0,5-1 gr/hari selama 3
hari diikuti oleh:
AZA (2 mg/kgBB/hr) atau MMF
(2-3 gr/hr)
+
KS (0,5-0,6 mg/kg/hr selama 46 minggu lalu diturunkan
bertahap)
TR
Terapi pemeliharaan
AZA (1-2 mg/kgBB/hr) atau
MMF (1-2 gr/hr)
+
KS (KS diturunkan sampai dosis
0,125 mg/kg/hr selang sehari)

Nefritis berat (kelas IV, III+V,


IV+V atau III-V dengan
gangguan fungsi ginjal
Trombositopenia refrakter berat
(trombosit < 20-103/mm3)
Anemia hemolitik refrakter berat
Keterlibatan paru-paru
(hemoragik)
NPSLE (serebritis, mielitis)

Terapi Induksi
MP iv (0,5-1 gr/hari selama 3 hari)
+
CYC iv (0,5-0,75 gr/m2/bln x 7
dosis)
RP
RS

Terapi pemeliharaan
CYC iv (0,5-0,75 gr/m2/
3 bulan selama satu
tahun

TR

Tambahkan
Rituximab inhibitor
calsineurin
(siklosporin) IVIg
(imunoglobulin
intravena)

Bagan 1. Algoritme penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Terapi SLE sesuai dengan
keparahan manifestasinya. TR (tidak respon), RS (respon sebagian), RP (respon penuh) KS
(kortikosteroid setara prednison), MP (metilprednisolon), AZA (azatioprin), OAINS (obat
anti in lamasi steroid), CYC (siklofosfamid), NPSLE (neuropsikiatri SLE).

LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien

Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan

: Ny. N
: 31 tahun
: perempuan
: ibu rumah tangga

Alamat
No. RM
Masuk RS

Pasien

: Rokan Hulu
: 893565
: 16 Juni 2015

sebelumnya

tidak

menderita sakit seperti ini.


Hipertensi (-)
Diabetes melitus (-)
Asma (-)
TBC (-)
Maag (+).

Demam yang hilang timbul sejak 2

minggu sebelum masuk Rumah sakit.

Riwayat penyakit keluarga

II. Anamnesis (autoanamnesis)


Keluhan utama

pernah

Keluarga tidak ada yang mengeluhkan


Riwayat penyakit sekarang

5 bulan yang lalu pasien mengaku


sering lemas dan demam hilang timbul,
pasien juga mengeluh nyeri dan kaku pada
seluruh tubuh terutama pada sendi-sendi.
Pasien

juga

mengaku

muncul

ruam

keluhan yang sama.


Hipertensi (-)
Diabetes melitus (-)
Asma (-)
TBC (-).

Riwayat kebiasaan/sosial ekonomi

kemerahan pada kulitnya jika terkena sinar

Pasien tidak bekerja, pasien lebih sering

matahari dan merasa silau jika terkena

dirumah, pasien tinggal dilingkungan yang

sinar matahari. Pasien juga mengeluhkan

bersih dan tidak padat, pasien jarang

rambutnya rontok.

berolahraga

1 bulan sebelum masuk rumah


sakit, keluhan yang dirasakan semakin
bertambah, pasien juga mengeluhkan sakit
tenggorokan hingga mengalami kesulitan
bicara, sering sariawan, bibir pecah-pecah,
kaki sering kesemutan, dan berat badan
dirasakan semakin menurun.

dan

mengaku

jarang

menggunakan lotion saat keluar rumah.


III.

Pemeriksaan fisik

Keadan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran

: Komposmentis

Berat badan

: 58 kg

Tinggi badan : 165 cm


BMI

: 21,30 (normoweight)

sakit pasien mengeluhkan demam, sakit

TD

: 120/80 mmHg

kepala, mual dan muntah, pasien juga

Nadi

: 85 x/menit, irama reguler

mengeluhkan ruam pada kulitnya semakin

Pernafasan

: 20 x/menit

bertambah banyak terutama pada muka

Suhu

: 36,7C

dan lengan. Pasien mengaku lemah dan

Status general :

nyeri pada seluruh tubuh. Pasien juga

Kepala

mengaku kencingnya berbusa.

Kepala ditemukan allopesia

Riwayat penyakit dahulu

Wajah

2 minggu sebelum masuk rumah

Pada muka terdapat ruam berwarna

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

kemerahan pada daerah hidung hingga

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

telinga.

Perkusi

Mata

Batas jantung kanan, ICS IV linea

Konjungtiva anemis (+)


Sklera tidak ikterik

sternalis dekstra
-

Batas jantung kiri, ICS V linea mid

Pupil isokor

klavikula sinistra

Mulut

Auskultasi

Pada mukosa mulut terdapat bercak

: S1 S2 reguler, murmur (-),


gallop (-)

berwarna putih.

Abdomen

Leher

Inspeksi

:Perut tampak datar, scar (-)

JVP tidak meningkat

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani, shifting dullnes


(-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-),


hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

Ruam berwarna kemerahan pada


lengan bawah kanan dan kiri dan pada
telapak kanan dan kiri

Thorax
Paru-Paru
Inspeksi
-

Statis, bentuk dinding dada simetris

Dinamis, gerakan dinding dada simetris

Palpasi

: Vocal fremitus (+) normal


pada kedua lapangan paru

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan


paru

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler,


ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Akral hangat,

CRT <2 detik

Edema (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Darah rutin

Penatalaksanaan

WBC 890/UL (4.300-10.800)

IVFD RL 20 tpm

RBC 3.318.000/UL (4,6-6,2 jt/ l)

Inj. Metil prednisolon 3x125 mg (500

Hb 9,51 g/dl (12-16 mg/dl)

mg perhari selama 3 hari berturut-

Ht 27,74%,

turut)

MCV 83,60 fl (80-100 fl) normositik

AZA (azatioprin 2mg/kgBB/hr) 2x50

MCH 28,67 pg (21-31 pg) normokrom

mg

MCHC 34,29 g/dl (32-36 gr/dl)

Meloxicam 1x15 mg

normokrom

dilanjutkan prednison tablet dengan

RDW 15,00%,

dosis 0,5-0,6 mg perhari selama 4-6

PLT 87,300/ul (150.000-450.000)

minggu

MPV 10,00 fl,

lalu

diturunkan

secara

bertahap.

PCT 0,0870%,
PDW 17,78.
Kimia darah
GLU1 88 mg/dl,
URE 58,9 mg/dl (10-50 mg/dl)
CRE 1,4 mg/dl (0,5-1,3 mg/dl)
AST 65,8 U/L (<38 U/L)
ALT 61 U/L (<41 U/L)
BUN 27,5 mg/dl.
Sel LE positif.

FOLLOW UP PASIEN
17 Juni 2015
S : badan masih terasa lemas, ruam pada
kulit masih memerah, tidak demam lagi,
nyeri sendi sudah mulai berkurang, rambut
masih rontok.
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 110/80 mmHg
RR : 22 x/mnt
N : 88 x/menit
T : 36,9 0C

DAFTAR MASALAH
1. SLE
DIAGNOSIS
SLE
Rencana pemeriksaan
Anti dsDNA, ANA

Konjungtiva anemis (+/+)


Hb = 10,3 gr/dl
A : SLE
P:

IVFD RL 20 tpm

Inj. Metil prednisolon 3x125 mg (500


mg perhari selama 3 hari berturut-turut)

AZA (azatioprin 2mg/kgBB/hr) 2x50

PEMBAHASAN
Berdasarkan

mg

anamnesis,

Meloxicam 1x15 mg

pemeriksaan

dilanjutkan prednison tablet dengan

penunjang yang dilakukan pada pasien Ny.

dosis 0,5-0,6 mg perhari selama 4-6


minggu lalu diturunkan secara bertahap.

S : badan tidak lemas lagi, ruam pada kulit


masih sudah tidak merah, tidak demam,
nyeri sendi sudah mulai berkurang, rambut
masih rontok.
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 120/70 mmHg
RR : 18 x/mnt
N : 70 x/menit
T : 35,8 0C
Konjungtiva anemis (-/-)
Hb = 11 gr/dl
A : SLE
P:

IVFD RL 20 tpm

Inj. Metil prednisolon 3x125 mg (500


mg perhari selama 3 hari berturut-turut)

dan

kerusakan organ.
Pada kasus ini, dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan, di
dapatkan

ruam

malar

pada

kulit,

fotosensitifitas terhadap sinar matahari,


dan

adanya

pemeriksaan

artritis.

Sedangkan

penunjang

dari

didapatkan

Hemoglobin 9,51 gr/dl yang menandakan


adanya

gangguan

hematologik,

kadar

ureum dan kreatinin pada pasien ini juga


menunjukan adanya abnormalitas pada
renal, serta ditemukan sel LE. Hal ini
sudah memenuhi kriteria diagnosis SLE
menurut ARA yaitu 5 dari 11 kriteria ARA.
Pasien
gangguan

ini

sudah

renal,

mengalami

sehingga

pada

klasifikasinya dapat dimasukan ke dalam


SLE sedang. Penatalaksanaan pada pasien
ini dapat dilakukan dengan memenuhi
pilar pengobatan SLE yaitu edukasi dan

AZA (azatioprin 2mg/kgBB/hr) 2x50

konseling,

mg

pengobatan

Meloxicam 1x15 mg

antimalaria,

dilanjutkan prednison tablet dengan

sitotoksik, dan terapi lain.2

pemeriksaan

N, pasien ini didiagnosis SLE dengan

Cek Hb

18 Juni 2015

fisik

program

rehabilitasi,

medikamentosa:
steroid,

OAINS,

imunosupresan/

dosis 0,5-0,6 mg perhari selama 4-6

Edukasi dan konseling pada pasien

minggu lalu diturunkan secara bertahap.

SLE bertujuan memberikan informasi

Cek Hb

yang benar dan melatih pasien SLE hidup


mandiri. Edukasi dan konseling ini dapat
berupa penjelasan mengenai perjalanan

penyakit dan kompleksitasnya, aktivitas

meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan

fisik, mengurangi kekambuhan dengan

penunjang. Anamnesis dilakukan setiap

melindungi kulit dari sinar matahari,

kali pasien datang, sedangkan pemeriksaan

kemungkinan infeksi, pengaturan diet,

pemeriksaan

kontrasepsi, dan dijelaskan dimana pasien

tergantung dari hasil anamnesis.2

fisik

dan

penunjang

dapat memperoleh informasi tentang SLE,

Tugas pokok seorang dokter umum

kelompok pendukung serta yayasan yang

mengenai penyakit SLE pada pelayanan

bergerak dalam pemasyarakatan SLE dan

kesehatan primer adalah waspada terhadap

sebagainya.2

kemungkinan

penyakit

SLE

dan

Program rehabilitasi pasien SLE

melakukan rujukan diagnosis. Melakukan

dapat berupa istirahat, terapi fisik, terapi

tatalaksana serta pemantauan SLE ringan

dengan modalitas, ortotik dan lain-lain.2

dan SLE stabil. Mengetahui saat yang

Terapi medikamentosa pada pasien

tepat untuk melakukan rujukan ke ahli

ini diberikan metilprednisolon intravena

reumatik atau spesialis penyakit dalam

500 mg perhari selama 3 hari berturut-turut

pada

dan

(AZA)

kerjasama dalam pengobatan, menerima

dilanjutkan

rujukan balik dari ahli reumatik atau

prednison tablet dengan dosis 0,5-0,6 mg

spesialis penyakit dalam dan pemantauan

perhari selama 4-6 minggu lalu diturunkan

aktivitas penyakit SLE derajat berat.2

diikuti

oleh

(2mg/kgBB/hr)

Azatioprin

kemudian

kasus

SLE

serta

melakukan

secara bertahap. Tapering dosis prednison


dapat dilakukan penurunan dosis 5 mg
setiap minggu hingga mencapai dosis
terapi pemeliharaan. Terapi pemeliharaan
pada pasien ini dapat diberikan AZA (1-

DAFTAR PUSTAKA

2mg/kgBB/hr) dan kortikosteroid yang


diturunkan

dosisnya

hingga

0,125

mg/kg/hari yang diberikan selang sehari.2


Pasien ini juga disarankan untuk
menggunakan tabir surya dengan sun
protection factor minimal SPF 15.2
Pada

pasien

ini

dikakukan

pemantauan seumur hidup untuk melihat


tanda baru dari perjalanan penyakit dan
efek

pengobatan.

Proses

pemantauan

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Ed 5.
Jakarta. Interna publising; 2009
2. Perhimpunan
Reumatologi
Indonesia. Rekomendasi
Perhimpunan
Reumatologi
Indonesia untuk Diagnosis dan
Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. Jakarta. Perhimpunan
Reumatologi Indonesia; 2011

3. Centers for disease control and


prevention. Systemic
lupus
erythematosus (SLE or lupus).
[ONLINE]
Available
at:
http://www.cdc.gov/arthritis/basics/
lupus.htm (accessed 20 Juli 2015).
4. Yayasan Lupus Indonesia. Lupus
eritematosus sistemik. [ONLINE]
dilihat
pada:

http://yayasanlupusindonesia.org/le
s/ (diakses 21 juli 2015).
5. Bartels

CM,
Diamond
HS. Systemic Lupus Erythematosus
(SLE). [ONLINE] Available at:
http://emedicine.medscape.com/arti
cle/332244overview#aw2aab6b2b4 (accessed
20 Juli 2015).

You might also like