Professional Documents
Culture Documents
Anoa
Versi Cetak
Tersius
Kuskus
Katak Pohon
Burung Alo
Babi Rusa
Kupu-Kupu
Gambar 1.1. Peta daerah flora dan fauna di Indonesia menurut Wallace dan Weber.
Sumber: Buku Geografi SMU, Drs. Priatna Sutisna, dkk.
Papua, TERNYATA bukan manusia saja yang bisa menjadi turis. Burung pelikan pun
bisa juga berlagak seperti turis. Berjemur di pinggir pantai sambil menikmati hidangan
makanan yang ada. Begitulah kehidupan sehari-hari burung pelikan asal Australia yang
sedang berkunjung ke tanah Papua.
"Burung pelikan itu seperti turis saja. Keseharian
mereka saat berkunjung ke Papua yaitu mencari
ikan di pagi hari saat sinar matahari belum terasa
panas, lalu berjemur di bawah sinar matahari saat
perut sudah terasa kenyang, dan begitu matahari
mulai menghilang, mereka masuk ke dalam
lubang pasir untuk beristirahat. Begitu saja
perilaku mereka setiap hari," papar pemerhati flora
dan fauna Papua Kalman Muller.
Meski berkebangsaan Hongaria, Kal, begitu ia biasa disapa, dapat menjelaskan secara
rinci habitat hewan dan tumbuhan yang ada di Papua. Bahkan, pria kelahiran 65 tahun
lalu ini mampu menjelaskan secara rinci keberadaan suku-suku yang ada di Papua.
Karena itulah, tim dari Media Indonesia dan Metro TV mendapat kehormatan dengan
kesediaannya menjadi guide selama berada di Papua.
Lucu juga ya, ada orang bule yang justru menjadi guide saat kita mengunjungi bagian
dari negara kita sendiri.
Tim dapat memakluminya karena wawasan Kal soal Papua tidak perlu diragukan lagi.
Apalagi ia telah bermukim di tengah-tengah komunitas masyarakat Suku Kamoro, Papua,
sejak 1985.
Demikian pula jika diajak berbicara soal burung pelikan. Pria yang juga menggemari seni
fotografi satwa ini mampu menjelaskannya secara gamblang meski bukan berlatar
belakang pendidikan ilmu hayati.
"Pelikan itu bukan hewan asli Indonesia. Asalnya dari Australia. Mereka berkunjung ke
Indonesia hanya untuk mencari makan karena negara asalnya sedang turun salju sehingga
kekurangan makanan. Saat musim salju selesai, mereka akan kembali lagi ke Australia.
Tapi begitu kekurangan makanan lagi, mereka akan berbondong-bondong datang ke
Indonesia. Tentunya tanpa menggunakan paspor dan visa, he... he... he...," tambah pria
yang sudah fasih berbahasa Indonesia ini.
Menurut dia, kawanan pelikan tersebut datang ke Indonesia khusus untuk mencari makan
dan bukan untuk menetap atau berkembang biak. Saat tubuh sudah gemuk, mereka akan
kembali ke negara asalnya.
Pemerhati flora dan fauna dari Universitas Cendrawasih Pratita Puradyatmika
menambahkan bahwa kawanan pelikan yang datang ke Papua tidak saja berasal dari
Australia, tetapi juga dari benua lain yang mengalami musim salju.
Berdasarkan pengamatannya, ternyata tidak seluruh pelikan kembali ke negara asalnya
begitu musim salju usai. Berdasarkan data yang dimilikinya, hingga saat ini ada sekitar
200 ekor pelikan yang masih bertahan di Papua. Padahal Australia sudah mulai musim
panas.
"Saya tidak yakin jika mereka seluruhnya kembali ke Australia. Saya kira justru sebagian
besar dari mereka tetap tinggal di perairan Papua karena ketersediaan makanan yang
melimpah. Buktinya kita masih mendapatkan mereka di sini saat Australia sudah musim
panas," papar Tito, begitu ia biasa dipanggil, saat menemani tim menjelajahi daerah
pantai Arafura, Papua.
Tito menyebut spesies burung ini sebagai 'Penerbang Tangguh'. Tidaklah berlebihan jika
dikatakan demikian mengingat kedatangan burung migran ini ke Papua tanpa beristirahat
sedikit pun sejak dari Australia.
Burung yang selalu terbang dalam jumlah ratusan ini bukanlah tipikal burung laut yang
dapat berenang di tengah keganasan ombak laut. Pelikan adalah jenis burung pantai yang
dapat berenang hanya di pinggiran pantai.
"Karena itu, pelikan tidak mungkin beristirahat dengan mengambang di tengah besarnya
ombak laut antara Australia-Papua. Apalagi tidak ada satu pun pulau yang bisa dihampiri.
Kawanan pelikan pasti terbang tanpa henti dari Australia ke Papua. Benar-benar
penerbang tangguh," tambah Tito.
Berbicara soal pelikan saat berada di udara, ada hal lain
yang menarik yakni saat menyaksikan kawanan burung ini
sedang terbang. Jenis burung yang selalu terbang dalam
jumlah yang besar ini akan membentuk formasi mirip
ujung anak panah yang berbentuk 'V' saat berada di udara.
Tidak seperti jenis burung lain yang biasanya terbang
secara bergerombol, pelikan terbang dalam sebuah barisan
yang teratur, yang dipimpin oleh burung yang berada di
ujung sudut formasi. Secara teratur pula, para pelikan
akan saling bergantian posisi dengan yang ada di
belakangnya, sehingga setiap burung bisa menjadi pemimpin rombongan.
Dikatakan sebagai pemimpin karena burung yang berada di paling depan menjadi acuan
arah dan gerakan oleh burung yang berada di belakangnya. Ke mana pun arah pemimpin
terbang, anggota di belakangnya akan selalu mengikutinya. Saat pemimpin menukik ke
arah air, anggotanya pun tanpa dikomando akan mengikutinya.
Saat berada di udara, burung ini jarang sekali mengepakkan sayap. Kepakannya yang
kuat membuat burung ini sudah dapat melaju beberapa meter hanya dalam satu kepakan.
Mereka juga kompak dalam hal ini. Jika pemimpin mengepakkan sayap, dengan kompak
anggota yang ada di belakangnya pun akan mengikutinya.
"Sebetulnya, burung migran yang datang ke Papua tidak sebatas pada pelikan dari
Australia saja. Pernah juga kita temukan burung dari daratan Siberia di Kutub Utara yang
bernama Eastern Curlew. Bahkan burung kutub ini terbang hingga ke Tembagapura yang
berada di dataran tinggi," jelas Tito. (Msc/S-5)
sebelah timur dengan kawasan Wallacea di sebelah barat. Sebelah Utara kawasan
Wallacea adalah Philipina dan Samudera Indonesia (Coates, dkk. 2000).
Pulau Sulawesi adalah pulau terbesar di kawasan Wallacea dan secara geologis
paling rumit karena menjadi tempat hidup bagi fauna campuran oriental dan Australia
serta menjadi arena evolusi berbagai jenis fauna endemik (Coates, dkk.2000). Sejarah
Sulawesi dimulai kira-kira 200 juta tahun yang lalu, ketika Dinosaurus berkeliaran di
bumi dan Gondwana land mulai terpecah-pecah. Pecahannya yang besar-besar terpecah
lagi dan didorong kesana kemari oleh lempeng dibawahnya dan terjadi pertemuan
sementara antara Asia dan Australia yang memungkinkan berpindahnya flora dan fauna.
Salah satu pecahan ini mencakup daratan yang kelak membentuk Sulawesi Barat,
Sumatera dan lempeng bagian Kalimantan. Hampir 100 juta tahun kemudian, Australia,
bersama dengan bagian yang sekarang membentuk Irian dan Sulawesi Timur,
memisahkan diri dari Antartika dan bergerak lambat ke utara dengan membawa serta
Mamalia kuno, burung purba dan tumbuhan berbunga. Masa 60-70 juta tahun berlalu,
sebelum Sulawesi barat berpisah dengan Kalimantan, lempeng Australia yang
mengapung ke utara mulai meluncur dengan kecepatan 10 cm setahun untuk bertabrakan
dengan lempeng yang berisi Sulawesi barat. Pada 15 juta tahun yang lalu, Sulawesi
timur terpisah dari Irian dan mengenai Sulawesi barat tepat ditengahnya. Peristiwa ini
menyebabkan membeloknya bagian Sulawesi dan semenanjung utara berputar hampir 90
derajat ke posisinya yang sekarang (Kinnaird, 1997). Sementara itu, semenanjung barat
daya berputar berlawanan dengan arah jarum jam sebesar 35 derajat, yang secara
bersamaan membuka teluk Bone (Whitten, et al., !987).
1. Babirusa (Babyrousa babyrussa). Hewan ini dicirikan oleh gigi taringnya yang
mencuat ke atas, membengkok kebelakang sampai di depan matanya. Fungsi
taring ini sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti. Hewan ini makan buah-
buahan yang jatuh dilantai hutan, sering mendatangi tempat bergaram, untuk
mendapatkan mineral sebagai pelengkap makanannya. Walaupun dianggap
sebagai hewan malam, babirusa terkadang dapat ditemukan pada siang hari.
Dewasa ini, babirusa termasuk hewan paling terancam di Sulawesi. Kondisi
yang sangat membahayakan ini disebabkan antara lain oleh perkembangbiakan
yang lambat, perburuan yang tidak terkendali, dan perusakkan habitatnya.
Wallace pada tahun 1857 pernah melakukan perburuan babirusa ke Gunung
Tangkoko Bitung, Sulawesi Utara dan banyak mendapatkan hewan tersebut.
Pada saat ini, daerah tersebut sangat jarang ditemukan babirusa (Kinnaird, 1997;
Whitten, et al. 1987). Status babirusa sekarang adalah vulnerable VU (rentan)
(IUCN, 2002). Hewan ini menghadapi resiko yang tinggi untuk punah di alam,
disebabkan oleh penurunan populasi lebih besar dari 50 % selama 10 tahun
terakhir. Penurunan ini terjadi karena penurunan kuantitas dan kualitas habitat
serta tingkat eksploitasi yang tinggi.
2. Anoa (Bubalus spp.). Anoa disebut juga sapi hutan atau kerbau kerdil. Anoa
merupakan satwa terbesar daratan Sulawesi. Tubuh Anoa berukuran sekitar 1
meter, warna bervariasi dari abu-abu hingga coklat tua, dan kaki keputihputihan. Terdapat dua jenis anoa di Sulawesi, yaitu Bubalus depressicornis
(Anoa dataran rendah) dan Bubalus quarlesi (Anoa dataran tinggi). Makanan
anoa berupa buah-buahan, tunas daun, rumput, pakis, dan lumut. Anoa bersifat
soliter, walaupun pernah ditemui dalam kelompok. Seperti umumnya sapi liar,
Anoa dikenal agresif dan perilakunya sulit diramalkan. Karena hanya makan
tunas pohon dan buah-buahan yang tidak banyak mengandung natrium, maka
anoa harus melengkapi makanannya dengan mencari natrium ditempat
bergaram. Pada saat ini, populasi Anoa merosot tajam. Di cagar alam Tangkoko
Dua Saudara Bitung Sulawesi utara, jumlah Anoa menurun 90 % selama 15
tahun dan jenis ini sudah mengalami kepunahan setempat (Whitten, et al. 1987;
Kinnaird, 1997). Status Bubalus spp. Adalah endangered (genting) - EN
C1+2a (IUCN, 2002). Kedua jenis anoa ini menghadapi resiko yang sangat
tinggi untuk punah di alam, sebab populasinya diduga tinggal kurang dari 2500
individu dewasa dan populasi hewan ini terus menurun.
3. Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii). Jenis musang ini adalah
karnivora kurang dikenal dan jarang ditemukan. Di alam, umumnya hanya
menemukan jejak kaki dan kotorannya (Kinnaird, 1997). Status hewan ini
adalah vulnerable (rentan) VU A2c (IUCN, 2002). Kelompok hewan ini
beresiko tinggi untuk punah di alam, karena terjadi penurunan populasi lebih dari
30 % dalam 10 tahun terakhir. Penurunan ini terjadi karena daerah okupansinya
berkurang.
4.
Primata (monyet dan tangkasi). Sulawesi merupakan habitat yang unik untuk
kehidupan primata. Yaki, monyet hitam berjambul (Macaca nigra), merupakan
satu jenis yang bertubuh besar, yang ditemukan di Sulawesi. Berat badan betina
primata tersebut mencapai 11 kg. Hewan ini dicirikan dengan moncong yang
tampak mencolok karena tulang pipi menonjol, rambut hitam mengkilap, dan
terdapat bantalan kulit berwarna merah muda pada pantatnya. Pada bagian kepala
memiliki rambut panjang. Yaki hidup berkelompok dengan jumlah 30100 ekor.
Dalam populasinya, jumlah betina umumnya lebih banyak (empat kali jumlah
jantan). Kawanan ini menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkeliaran
mencari buah-buahan, yang merupakan 70 % menu makanannya. Untuk
memenuhi kebutuhan protein, yaki makan serangga. Yaki menyimpan makannya
dalam kantung khusus di pipinya. Pada saat berjalan, hewan ini kadang
mengeluarkan simpanan makanan dari kantungnya, mengunyah, menelan daging
buah, dan membuang bijinya (Kinnaird, 1997). Status hewan ini adalah
endangered (genting) EN A1acd (IUCN, 2002). Yaki menghadapi resiko
punah di alam yang sangat tinggi, karena terjadi penurunan populasi lebih dari 70
% dalam sepuluh tahun terakhir. Hal ini terjadi karena penurunan jumlah dan
kualitas habitatnya serta perburuan liar.
Tangkasi (Tarsius spektrum), tergolong mamalia paling kecil didunia, dengan
bobot tubuh sekitar 100 g pada usia dewasa, mata besar dibanding ukuran
tubuhnya, telinga sensitive dan terus bergerak, gigi tajam, dan kemampuan
memutar kepala hampir 180 derajat. Hewan ini nocturnal, dengan memiliki
batas territorial, yang ditandai dengan urin. Kekuasaan teritorial diumumkan
setiap pagi dan sore oleh pejantan dan betina dengan suara yang khas. Memiliki
pohon tidur yang merupakan pusat kehidupan. Rumpun bambu, jalinan
tumbuhan merambat dan pohon yang berlobang digunakan sebagai tempat tidur.
Tangkasi adalah hewan pemakan serangga, dan setengah waktu malamnya habis
untuk mencari makan. Mereka menangkap mangsa dengan meloncatinya dan
menindihnya atau menggenggamnya dengan jari-jarinya yang ramping panjang
(Kinnaird, 1997). Status tangkasi saat ini adalah low risk - LR/nt (IUCN, 2002).
Pada saat ini, jenis ini masih banyak dijumpai di Sulawesi.
6. Burung (Aves). Bagi para pengamat burung, Sulawesi merupakan tempat yang
menarik terutama tingkat endemisitasnya. Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya
memiliki sekitar 380 jenis, dengan 96 jenis diantaranya adalah endemik (25 %).
Sebanyak 115 jenis burung di Indonesia ditemukan di Sulawesi (Holmes and
Phillipps, 1999). Dua jenis burung paling terkenal di Sulawesi, yaitu rangkong
dan maleo. Rangkong Sulawesiknobbed Hornbill-(Rhyticeros cassidix) adalah
burung hutan dengan warna menarik ini termasuk yang terbesar diantara 54 jenis
rangkong yang lain di daerah tropis Asia dan Afrika. Burung ini memiliki bobot
tubuh sekitar 2.5 kg dengan rentang sayap mencapai 1 m. Tubuh dan sayapnya
berwarna hitam, ekor putih, memiliki sebuah tanduk yang besar diatas paruh,
warna merah pada jantan dan kuning pada betina. Paruh berwarna kuning,
memiliki kantung biru pada tenggorokkan dengan sebuah garis gelap
melintanginya. Burung jantan memiliki topi berwarna kadru, leher dan dada
bagian atas putih, sering bernoda kuning. Burung ini terbang di sekeliling dan di
atas tajuk pohon dalam kelompok kecil tetapi sesekali berkumpul sampai lima
puluh ekor atau lebih dengan suara bernada ringkikan yang keras. Ketika terbang
bunyi sayapnya dapat terdengar sampai 300 meter. Beberapa burung mempunyai
hiasan seperti tanda pangkat militer pada pangkal paruh jantan dan betina.
Menurut cerita rakyat Minahasa, jumlah tanda pangkat ini menyatakan umur
burung; konon satu garis bertambah setiap tahun, itulah sebabnya mereka
menamakannya burung taong (burung tahun). Di cagar alam Tangkoko Dua
Sudara, terdapat 30 jenis pohon ara sebagai sumber makanan burung ini,
sehingga disini terdapat populasi tertinggi yaitu 51 ekor burung/km persegi
(Kinnaird, 1997; Holmes dan Phillipps, 1999).
Maleo senkawor (Macrocepalon maleo) merupakan burung terkenal di Sulawesi
Utara karena warna yang indah. Burung ini sangat pemalu, berbiak di pantaipantai berpasir atau sungai-sungai di pedalaman, atau di tempat-tempat yang ada
sumber air panasnya. Yang menarik dari jenis ini adalah telur yang berukuran 4
kali ukuran telur ayam kampung, dan dapat mencapai 250 g atau 16% berat
tubuhnya. Telur ini mengandung kuning telur besar sebagai persediaan makanan
bagi anak burung setelah menetas. Terdapat sekitar 50 tempat berbiak yang
diketahui, hampir semuanya di Sulawesi Utara dan Tengah, yang hampir
semuanya terancam oleh berbagai aktivitas manusia (Holmes dan Phillipps,
1999; Kinnaird, 1997). Status burung ini adalah endangered (genting) EN
A4abcd (IUCN, 2002). Kelompok hewan ini sangat tinggi resikonya untuk
punah di alam karena mengalami penurunan populasi sebesar lebih dari 50 %
dalam 10 tahun terakhir.
7. Ikan (Pisces). Fauna air tawar Sulawesi dikenal memiliki banyak ikan-ikan
endemik. Danau Poso, Danau Matano, dan Danau Towuti dikenal sebagai
jantungnya Sulawesi karena merupakan danau-danau terbesar di pulau ini dan
menyimpan sejumlah jenis endemik (MacKinnon, 1994). Sulawesi memiliki 69
jenis ikan air tawar dimana 52 jenis (77 %) adalah ikan endemik. Terdapat 2
jenis yang sudah terancam punah atau sudah tidak ditemukan lagi yaitu
Adrianichthys kruyty dan Xenopoecilus poptae (Whitten et al., 1987; Kotelat,
1990; Soeroto, 1995). Beberapa jenis ikan yang telah masuk dalam IUCN Red
List of Threatened Species tahun 2002, antara lain: A. kruyty, X. poptae, X.
oophoirus, X. sarasinorum, Oryzias marmoratus, O. matanensis, O. nigrimas, O.
ortognatus, O. profundicola, Dermogenys megarrhampus, D. weberi,
Nomorphampus celebensis, Paratherina cyanea, P. labiosa, P. striata, P.
wolterecki, Telmatherina abendanoni, T. celebensis, T. lagidesi, Glossogobius
intermedius, G. matanensis, Mugilogobius latifrons, Stupidogobius flavipinnis,
Tamanka sarasinorum, dan Weberogobius amadi.
DI Papua ada burung cenderawasih, namun jenis fauna ini tidak dijumpai di Sumatera. Lebih
menarik lagi, banyak spesies burung kakatua yang bulunya berwarna-warni hidup di wilayah
Kepulauan Maluku, yang tidak dijumpai di Kalimantan.
Masih kurang signifikan? Ada beragam bunga anggrek berwarna-warni dijumpai di Papua, dan
tidak ada di Pulau Jawa. Gajah banyak dijumpai di Sumatera, namun tidak di Sulawesi. Lalu, ada
kerbau kerdil atau anoa yang khas Sulawesi, tidak ada di tempat lain. Mengapa semua ini bisa
terjadi?
Fenomena-fenomena flora-fauna alam tadi terus menggelitik rasa ingin tahu Alfred Russel
Wallace, seorang eksplorer Inggris, yang selama kurun 1854-1862 mengadakan ekspedisi ke
pulau-pulau Nusantara, dari Sumatera ke Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan
Nusa Tenggara.
Selama delapan tahun, sebanyak 125.000 spesimen flora dan fauna Nusantara berhasil
dihimpunnya. Wallace juga rajin berkorespondensi dengan Charles Darwin, ilmuwan pencetus
teori The Origin of Species yang tersohor itu.
Pada tahun 1858, saat terserang demam, dari Ternate ia menyurati Charles Darwin dan
menyatakan keyakinannya bahwa seleksi alam adalah metode utama, bahkan mungkin satu
satunya metode, yang dapat menerangkan teori evolusi makhluk hidup di Bumi. Hal ini diyakini
Alfred Wallace setelah mempelajari beragam flora dan fauna di Nusantara tadi.
Tentu saja surat-surat dari Alfred Wallace kepada Charles Darwin tadi menggemparkan
Pertemuan Ilmiah Himpunan Linnaeus tahun 1850 karena semua ilmuwan menjadi bimbang:
siapa sebenarnya penemu Teori Evolusi, apakah Wallace ataukah Darwin?
ALFRED Wallace juga memperkenalkan Garis Wallace atau Wallace Line yang tersohor itu, yaitu
Garis Biogeografi Utara-Selatan, suatu garis imajiner memanjang dari Filipina di utara ke Selat
Makassar dan Selat Lombok di selatan, yang memisahkan secara zoogeografis Pulau Sumatera,
Jawa, dan Kalimantan di sebelah barat dengan Pulau Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan
Papua di sebelah timur.
Flora dan fauna di wilayah barat berkecenderungan mirip flora-fauna Benua Asia, sedangkan
flora-fauna di sebelah timur lebih mirip dengan flora-fauna di Benua Australia. Kalau kita
berkunjung ke Taman Burung di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, maka Garis Wallace juga
hadir secara jelas, memisahkan koleksi burung burung dari wilayah barat Indonesia dengan
koleksi burung burung dari wilayah timur Indonesia. Ekspedisi Wallace, 150 tahun lampau, lebih
digencarkan di wilayah daratan dan hutan-hutan Nusantara. Eksplorasi flora dan fauna di wilayah
perairan Indonesia belum banyak tersentuh. Padahal, keanekaragaman hayati laut Indonesia
merupakan yang terkaya di dunia.
Dalam rangka lebih menggairahkan riset flora-fauna laut Indonesia, sekaligus pula untuk
meningkatkan semangat bahari generasi muda, maka mulai 22 Mei 2004 Badan Riset Kelautan
dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) bersama Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka, didukung oleh berbagai instansi terkait serta diikuti pula oleh ilmuwan
ilmuwan mancanegara, selama tiga bulan akan menggelar Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004.
Ekspedisi yang diluncurkan dari Makassar itu akan menempuh tiga jalur pelayaran laut, yaitu Leg
1: Dari Makassar ke Pulau Sabalana dan Pulau Bonerate di wilayah Sulawesi Selatan, kemudian
Leg 2: Dari Pulau Bonerate ke Pulau Kabaena di Sulawesi Tenggara, dan menuju ke Leg 3: dari
Pulau Kabaena ke Kepulauan Banggai di Sulawesi Tengah.
INI merupakan kegiatan ekspedisi kelautan yang multiprogram serta paling lama yang pernah
dilakukan oleh Indonesia. Para ilmuwan laut Indonesia bersama mitra-mitra dari Inggris,
Australia, dan Kanada akan menggelar survei biologi, survei oseanografi, survei geologi, survei
geomorfologi, dan survei geografi dengan menggerakkan kapal riset modern Baruna Jaya milik
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta kapal riset tradisional bernama Cinta
Laut, yaitu kapal Phinisi yang dilengkapi dengan sarana riset modern, seperti sonar, kamera
bawah laut serta alat pengukur arus, temperatur dan kedalaman.
Lebih dari 100 penyelam akan dikerahkan untuk menginventarisasi potensi sumber daya laut di
jalur Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 tadi. Di daratan, para ahli perikanan dari Pusat Riset
Perikanan Tangkap akan mengadakan survei ikan-ikan air tawar di Danau Poso dan Dana
Matano, keduanya di Pulau Sulawesi. Indikasi awal memperlihatkan bahwa ikan air tawar di
danau-danau Sulawesi adalah khas dan tidak dijumpai di wilayah wilayah lain.
Bersamaan dengan kegiatan riset kelautan tadi, maka dalam Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004
ini akan diselenggarakan kegiatan pelayaran ilmiah kelautan untuk para Pramuka dan generasi
muda Indonesia dengan menggunakan kapal perang TNI AL. Di sini, para Pramuka dan generasi
muda akan menempuh jalur ekspedisi dari Leg 1 sampai Leg 3, dan selama ekspedisi akan
berlatih tentang cara-cara meneliti biota laut, belajar teknik penyelaman, dan mengikuti ceramahceramah cinta bahari.
Hasil dan temuan Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 akan digelar dalam Lokakarya I di
Universitas Hasanuddin, Makassar, kemudian pada Lokakarya II di Universitas Haluleo, Kendari.
Sementara Seminar Internasional Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 akan digelar di Jakarta
pada 13 Desember 2004, bersamaan dengan Peringatan Hari Nusantara 2004.
Ekspedisi Wallacea Indonesia 2004 tidak hanya digelar sekali, namun akan disusul dengan
ekspedisi-ekspedisi serupa pada tahun tahun berikutnya dalam rangka menguak potensi florafauna kelautan Indonesia yang kaya itu.
Geografi Indonesia
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
Halaman ini sedang dilindungi dari aksi vandal.
Penyuntingan oleh pengguna yang belum terdaftar (anon)
untuk sementara tidak diaktifkan. Perubahan-perubahan
dapat didiskusikan di halaman diskusinya.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Keadaan alam
o 1.1 Kepulauan Sunda Besar
1.1.1 Pulau Sumatra
1.1.2 Pulau Kalimantan (Borneo)
1.1.3 Pulau Jawa
1.1.4 Pulau Sulawesi
o 1.2 Kepulauan Sunda Kecil
o 1.3 Kepulauan Maluku dan Irian
2 Iklim
3 Data-data geografis
Keadaan alam
Sebagian ahli membagi Indonesia atas tiga wilayah geografis utama yakni:
Pada zaman es terakhir, sebelum tahun 10.000 SM (Sebelum Masehi), pada bagian barat
Indonesia terdapat daratan Sunda yang terhubung ke benua Asia dan memungkinkan
fauna dan flora Asia berpindah ke bagian barat Indonesia. Di bagian timur Indonesia,
terdapat daratan Sahul yang terhubung ke benua Australia dan memungkinkan fauna dan
flora Australia berpindah ke bagian timur Indonesia. Pada bagian tengah terdapat pulaupulau yang terpisah dari kedua benua tersebut.
Karena hal tersebut maka ahli biogeografi membagi Indonesia atas kehidupan flora dan
fauna yakni:
Daratan Indonesia Bagian Barat dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Asia.
Daratan Indonesia Bagian Tengah (Wallacea) dengan flora dan fauna
endemik/hanya terdapat pada daerah tersebut.
Daratan Indonesia Bagian Timur dengan flora dan fauna yang sama dengan benua
Australia.
Ketiga bagian daratan tersebut dipisahkan oleh garis maya/imajiner yang dikenal sebagai
Garis Wallace-Weber, yaitu garis maya yang memisahkan Daratan Indonesia Barat
dengan daerah Wallacea (Indonesia Tengah), dan Garis Lyedekker, yaitu garis maya yang
memisahkan daerah Wallacea (Indonesia Tengah) dengan daerah IndonesiaTimur.
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, maka wilayah Indonesia
dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
Pulau Sumatra
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini
membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi
pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi
selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m
di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi
barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau
relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di
sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat
Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan.
Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan
dengan Selat Sunda. Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik
sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra
adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal
yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan
Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum
gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang
disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang
lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di
pulau Sumatra.
Kepadatan penduduk pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa.
Saat ini pulau Sumatra secara administratif pemerintahan terbagi atas 8 provinsi yaitu:
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatra
Selatan, Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang merupakan pecahan
dari provinsi induk di pulau Sumatra yaitu Riau Kepulauan dan Kepulauan
Bangka Belitung.
Pulau Jawa
Pulau Jawa, merupakan pulau yang terpadat penduduknya per kilometer persegi di
Indonesia. Pulau melintang dari Barat ke Timur, berada di belahan bumi selatan.
Barisan pegunungan berapi aktif dengan tinggi diatas 3.000 meter diatas permukaan laut
berada di pulau ini, salah satunya Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Bromo di
Jawa Timur yang terkenal sangat aktif. Bagian selatan pulau berbatasan dengan Samudera
India, pantai terjal dan dalam, bagian utara pulau berpantai landai dan dangkal berbatasan
dengan Laut Jawa dan dipisahkan dengan pulau Madura oleh Selat Madura. Di bagian
barat pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Sumatera oleh Selat Sunda dan di bagian timur
pulau Jawa dipisahkan dengan pulau Bali oleh Selat Bali.
Hutan di pulau Jawa tidak selebat hutan tropik di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan
dan areal hutan dipulau Jawa semakin sempit oleh karena desakan jumlah populasi di
pulau Jawa yang semakin padat dan umumnya merupakan hutan tersier dan sedikit hutan
sekunder. Kota-kota besar dan kota industri di Indonesia sebagian besar berada di pulau
ini dan ibukota Republik Indonesia, Jakarta, terletak di pulau Jawa. Secara geologik,
pulau Jawa merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan
kerak bumi lanjutan patahan kerak bumi dari pulau Sumatera, yang berada dilepas pantai
selatan pulau Jawa.
Saat ini pulau Jawa secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Banten, Daerah Khusus Ibukota - Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa - Yogyakarta dan Jawa Timur.
Pulau Sulawesi
Pulau Sulawesi, merupakan pulau yang terpisah dari Kepulauan Sunda Besar bila ditilik
dari kehidupan flora dan fauna oleh karena garis Wallace berada di sepanjang Selat
Makassar, yang memisahkan pulau Sulawesi dari kelompok Kepulauan Sunda Besar di
zaman es. Pulau Sulawesi merupakan gabungan dari 4 jazirah yang memanjang, dengan
barisan pegunungan berapi aktif memenuhi lengan jazirah, yang beberapa di antaranya
mencapai ketinggian diatas 3.000 meter diatas permukaan laut; tanah subur, ditutupi oleh
hutan tropik lebat (primer dan sekunder).
Sulawesi dilintasi garis katulistiwa di bagian seperempat utara pulau sehingga sebagian
besar wilayah pulau Sulawesi berada di belahan bumi selatan. Di bagian utara, Sulawesi
dipisahkan dengan pulau Mindanao - Filipina oleh Laut Sulawesi dan di bagian selatan
pulau dibatasi oleh Laut Flores. Di bagian barat pulau Sulawesi dipisahkan dengan pulau
Kalimantan oleh Selat Makassar, suatu selat dengan kedalaman laut yang sangat dalam
dan arus bawah laut yang kuat. Di bagian timur, pulau Sulawesi dipisahkan dengan
wilayah geografis Kepulauan Maluku dan Irian oleh Laut Banda.
Pulau Sulawesi merupakan habitat banyak satwa langka dan satwa khas Sulawesi; di
antaranya Anoa, Babi Rusa, kera Tarsius. Secara geologik pulau Sulawesi sangat labil
secara karena dilintasi patahan kerak bumi lempeng Pasifik dan merupakan titik
tumbukan antara Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik.
Saat ini pulau Sulawesi secara administratif pemerintahan terbagi atas 6 provinsi yaitu:
Kepulauan Sunda Kecil merupakan barisan gunung berapi aktif dengan tinggi sekitar
2.000 sampai 3.700 meter diatas permukaan laut. Diantaranya yang terkenal adalah
Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan
Gunung Lewotobi di Flores. Kesuburan tanah di Kepulauan Sunda Kecil sangat
bervariasi dari sangat subur di Pulau Bali hingga kering tandus di Pulau Timor. Di bagian
utara gugus kepulauan dibatasi oleh Laut Flores dan Laut Banda dan di selatan gugus
kepulauan ini dibatasi oleh Samudera Hindia. Di bagian barat Kepulauan Sunda Kecil
dipisahkan dengan pulau Jawa oleh Selat Bali dan di bagian timur, berbatasan dengan
Kepulauan Maluku dan Irian (dipisahkan oleh Laut Banda) dan dengan Timor Timur
berbatasan darat di pulau Timor.
Berdasarkan kehidupan flora dan fauna maka sebenarnya pulau Bali masih termasuk
Kepulauan Sunda Besar karena garis Wallace dari Selat Makassar di utara melintasi Selat
Lombok ke selatan, memisahkan pulau Bali dengan gugusan Kepulauan Sunda Kecil
lainnya di zaman es.
Hutan di Kepulauan Sunda Kecil sangat sedikit, bahkan semakin ke timur gugus pulau
maka hutan telah berganti dengan sabana; demikian juga kepadatan populasi di
Kepulauan Sunda kecil sangat bervariasi, dari sangat padat di pulau Bali dan semakin ke
timur gugus pulau maka kepadatan penduduk semakin jarang. Secara geologik, kawasan
Sunda Kecil juga termasuk labil karena dilintasi oleh patahan kerak bumi di selatan
gugusan Kepulauan Sunda Kecil yang merupakan lanjutan patahan kerak bumi diselatan
pulau Jawa. Komodo, reptilia terbesar di dunia terdapat di pulau Komodo, salah satu
pulau di kepulauan Sunda kecil. Danau Tiga Warna, merupakan kawasan yang sangat
unik juga terdapat di Kepulauan Sunda Kecil, yaitu di Pulau Flores.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Sunda kecil dibagi atas 3 provinsi
yaitu: *Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
dan Irian juga termasuk sangat labil karena merupakan titik pertemuan tumbukan ketiga
lempeng kerak bumi, Lempeng Asia, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Palung
laut terdalam di Indonesia terdapat di kawasan ini, yaitu Palung Laut Banda, kedalaman
sekitar 6.500 meter dibawah permukaan laut.
Saat ini secara administratif pemerintahan Kepulauan Maluku dan Irian dibagi atas:
Iklim
Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan
monsun timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat
Laut membawa banyak uap air dan hujan di kawasan Indonesia; dari Juni hingga Oktober
angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di
dataran rendah Indonesia berkisar antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius
sepanjang tahun.
Namun suhu juga sangat bevariasi; dari rata-rata mendekati 40 derajat Celsius pada
musim kemarau di lembah Palu - Sulawesi dan di pulau Timor sampai di bawah 0 derajat
Celsius di Pegunungan Jayawijaya - Irian. Terdapat salju abadi di puncak-puncak
pegunungan di Irian: Puncak Trikora (Mt. Wilhelmina - 4730 m) dan Puncak Jaya (Mt.
Carstenz, 5030 m).
Ada 2 musim di Indonesia yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada beberapa tempat
dikenal musim pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.
Curah hujan di Indonesia rata-rata 1.600 milimeter setahun, namun juga sangat
bervariasi; dari lebih dari 7000 milimeter setahun sampai sekitar 500 milimeter setahun di
daerah Palu dan Timor. Daerah yang curah hujannya rata-rata tinggi sepanjang tahun
adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, sebagian Jawa
barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan delta Mamberamo di Irian.
Setiap 3 sampai 5 tahun sekali sering terjadi El-Nino yaitu gejala penyimpangan cuaca
yang menyebabkan musim kering yang panjang dan musim hujan yang singkat. Setelah
El Nino biasanya diikuti oleh La Nina yang berakibat musim hujan yang lebat dan lebih
panjang dari biasanya. Kekuatan El Nino berbeda-beda tergantung dari berbagai macam
faktor, antara lain indeks Osilasi selatan atau Southern Oscillation.
Data-data geografis
Lokasi: Sebelah tenggara Asia, di Kepulauan Melayu antara Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik.
Koordinat geografis: 500 S 12000 T
Artikel
Pembicaraan
Lihat sumber
Versi terdahulu
Peralatan pribadi
Navigasi
Halaman Utama
Portal komunitas
Peristiwa terkini
Perubahan terbaru
Halaman sembarang
Bantuan
Donasi
Warung Kopi
Pencarian
Tuju ke
Cari
Kotak peralatan
Pranala balik
Perubahan terkait
Pemuatan
Halaman istimewa
Versi cetak
Pranala permanen
Kutip artikel ini
Hapus singgahan
Kontributor halaman
Subhalaman
Peta artikel
Bahasa lain
English
Espaol
Franais
Lietuvi
Bahasa Melayu
Portugus
Romn
Komodo.