You are on page 1of 10

Sejarah Singkat Ejaan Bahasa Indonesia

Rabu, 01 Agustus 2012 13:07 |


Wahyono | |

Ditulis oleh

Kalau kita melihat perkembangan bahasa Indonesia


sejak dulu sampai sekarang, tidak terlepas dari
perkembangan
ejaannya.
Kita
ketahui
bahwa
beberapa ratus tahun yang lalu bahasa Indonesia
belum disebut bahasa Indonesia, tetapi bahasa
Melayu.
Nama
Indonesia
itu
baru
datang
kemudian.
Kita masih ingat pada masa kerajaan Sriwijaya, Ada
beberapa prasasti yang bertuliskan bahasa Melayu
Kuno dengan memakai huruf Pallawa (India) yang
banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta, seperti
juga halnya bahasa Jawa Kuno. Jadi bahasa pada
waktu itu belum menggunakan huruf Latin. Bahasa
Melayu Kuno ini kemudian berkembang pada berbagai
tempat di Indonesia, terutama pada masa Hindu dan
masa awal kedatangan Islam (abad ke-13).
Pedagang-pedagang Melayu yang berkekeliling di
Indonesia memakai bahasa Melayu sebagai lingua
franca
,
yakni
bahasa
komunikasi
dalam

perdagangan, pengajaran agama, serta hubungan


antarnegara dalam bidang ekonomi dan politik.
Lingua franca ini secara merata berkembang di
kota-kota pelabuhan yang menjadi pusat lalu lintas
perdagangan. Banyak pedagang asing yang berusaha
untuk mengetahui bahasa Melayu untuk kepentingan
mereka.
Bahasa
Melayu
ini
mengalami
pula
penulisannya
dengan
huruf
Arab
yang
juga
berkembang menjadi huruf Arab-Melayu. Banyak
karya sastra dan buku agama yang ditulis dengan
huruf Arab-Melayu. Huruf ini juga dijadikan sebagai
ejaan
resmi
bahasa
Melayu
sebelum
mulai
digunakannya huruf Latin atau huruf Romawi untuk
penulisan bahasa Melayu, walaupun masih secara
sangat terbatas.
Ejaan latin untuk bahasa Melayu mulai ditulis oleh
Pigafetta, selanjutnya oleh de Houtman, Casper
Wiltens, Sebastianus Dancaert, dan Joannes Roman.
Setelah tiga abad kemudian ejaan ini baru mendapat
perhatian dengan ditetapkannya Ejaan Van Ophuijsen
pada tahun 1901.
Keinginan
untuk
menyempurnakan
ejaan
Van
Ophuijsen
terdengar
dalam
Kongres
Bahasa
Indonesia I, tahun 1938 di Solo, yang sembilan

tahun kemudian terwujud dalam sebuah Putusan


Menteri Pengadjaran Pendidikan dan Kebudajaan, 15
April 1947, tentang perubahan ejaan baru.
Perubahan tersebut terlihat, antara lain, seperti di
bawah ini.
Van Ophuijsen
1901

Soewandi 1947

boekoe

buku

malum

maklum

adil

adil

mulai

mulai

masalah

masalah

tida

tidak

pende

pendek

Perubahan Ejaan bahasa Indonesia ini berlaku sejak


ditetapkan pada tahun 1947. Waktu perubahan
ejaan itu ditetapkan rakyat Indonesia sedang
berjuang menentang kembalinya penjajahan Belanda.
Penggunaan Ejaan 1947 ini yang lebih dikenal sebagai

Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik, sebenarnya


memancing reaksi yang muncul setelah pemulihan
kedaulatan (1949). Reaksi ini kemudian melahirkan
ide untuk mengadakan perubahan ejaan lagi dengan
berbagai
pertimbangan
mengenai
sejumlah
kekurangan.
Gagasan mengenai perubahan ejaan itu muncul dengan
nyata dalam Kongres Bahasa Indonesia II di Medan
(1954).
Waktu
itu
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudajaan adalah Mr. Muh. Yamin. Dalam kongres
itu dihasilkan keputusan mengenai ejaan sebagai
berikut :
1.
Ejaan sedapat-dapatnya
menggambarkan satu fonem dengan satu huruf.
2.
hendaknya dilakukan
kompeten.

Penetapan
ejaan
oleh satu badan yang

3.
Ejaan
praktis tetapi ilmiah.

itu

hendaknya

Keputusan kongres ini kemudian ditindaklanjuti oleh


pemerintah, yang menghasilkan konsep sistem ejaan
yang disebut Ejaan Pembaharuan. Namun Ejaan ini
tidak dapat dilaksanakan karena adanya beberapa

huruf
baru
memengaruhi
Indonesia.

yang
tidak
praktis,yang
dapat
perkembangan
ejaan
bahasa

Terilhami oleh Kongres Bahasa Indonesia II di


Medan (1954), diadakan pula kongres bahasa
Indonesia di Singapura (1956) yang menghasilkan
suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa
Melayu di Semenanjung Melayu dengan ejaan bahasa
Indonesia di Indonesia. Perkembangan selanjutnya
dihasilkan suatu konsep ejaan bersama yang diberi
nama Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia).
Namun, rencana untuk meresmikan ejaan ini pada
tahun 1962 mengalami kegagalan karena adanya
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia beberapa
tahun kemudian.
Pada tahun 1966 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan
(LBK) membentuk sebuah panitia yang diketuai oleh
Anton M. Moeliono dan mengusulkan konsep baru
sebagai ganti konsep Melindo.
Pada tahun 1972, setelah melalui beberapa kali
seminar, akhirnya konsep LBK menjadi konsep
bersama
Indonesia-Malaysia
yang
seterusnya
menjadi Sistem Ejaan Baru yang disebut Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Kalau kita beranalogi dengan

Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan Soewandi, EYD dapat


disebut Ejaan Mashuri, karena pada waktu itu
Mashuri
sebagai
Mnteri
Kebudayaan
memperjuangkan EYD sampai diresmikan oleh
presiden.
Ada empat ejaan
pemakaiannya yaitu :

yang

sudah

diresmikan

1.

1.Ejaan Van Ophuijsen (1901)

2.

2.Ejaan Soewandi (1947)

3.

3.Ejaan Yang Disempurnakan (1972)

4.
4.Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan
(1975)
Sistem ejaan yang belum atau
diresmikan oleh pemerintah
adalah :
1.

1.Ejaan Pembaharuan (1957)

2.

2.Ejaan Melindo (1959)

3.

3.Ejaan LBK (1966)

tidak

sempat

Sekilas Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia


5 10 2010
Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah
ejaan yang disusun Mr. Soewandi. Namun tahukah
Anda, bahwa sebenarnya cikal bakal tata ejaan
untuk bahasa yang kita pakai ini pertama kali disusun
pada 1901 dalam Kitab Logat Melayu yang judul
aslinya adalah Maleische Spraakkunst? Buku tata
bahasa Melayu ini disusun oleh Charles Adrian van
Ophuijsen dan dibantu oleh asistennya yang orang
Melayu. Ketika itu, bahasa yang digunakan di
Nusantara memang masih bahasa Melayu. Akan
tetapi, setelah disepakatinya nama dan penggunaan
bahasa Indonesia, rakyat Indonesia menyebut
bahasa mereka sebagai bahasa Indonesia.
1. Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf
Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan.
Ejaan tersebut dirancang oleh Charles Adriaan van
Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan
Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Halhal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai
berikut.

1.
Huruf j untuk menuliskan kata-kata
jang, pajah, sajang.
2.
Huruf oe untuk menuliskan katakata goeroe, itoe, oemoer.
3.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda
trema, untuk menuliskan katakata mamoer, akal, ta, pa, dinamai.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi
diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan
baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan
Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan
dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
1.
Huruf oe diganti dengan u, seperti
pada guru, itu, umur.
2.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis
dengan k, seperti pada katakata tak, pak, maklum, rakjat.
3.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2,
seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.

4.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
seperti kata depan di padadirumah, dikebun,
disamakan dengan imbuhan dipada ditulis,dikarang.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan
Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail,
Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang
kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama
tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian
ejaan itu.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik
Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa
Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan
Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil
yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan
itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia


Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No.
156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun
buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan
yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi.
Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987,
tanggal 9 September 1987.
Dikutip dari Cermat Berbahasa Indonesia karangan
Zainal Arifin dan S. Amran Tasai

You might also like