You are on page 1of 4

Faktor ekstrinsik adalah segala faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karya

sastra. Ia merupakan milik subjektif pengarang yang bisa berupa kondisi social, motivasi,
tendensi yang mendorong dan mempegaruhi kepengarangan seseorang. Faktor-faktor
ekstrinsik itu dapat meliputi:
1) tradisi dan nilai-nilai,
2) struktur kehidupan sosial,
3) keyakinan dan pandangan hidup,
4) suasana politik,
5) lingkungan hidup,
6) agama, dan sebagainya.
Kondisi masyarakat sebagai unsur kemasyarakatan

Berkaitan dengan kondisi sekarang dari karya sastra seperti tentang pemanasan global
atau kondisi masyarakat (ekonomi, politik , dan sosial) yang dapat di refleksikan dengan
kondisi masyarakat saat ini.

CERPEN MALAM SEORANG MALING KARYA JAKOB SUMARDJO


(Suatu Tinjauan Mimetik)

Cerpen Malam Seorang Maling karya Jakob Sumardjo adalah cerpen


pilihan Kompasyang diterbitakan pada 15 April 1970. Dalam cerpen ini pengarang
menceritakan maling yang sedang beraksi di malam hari. Ia mencuri di rumah sepasang
suami istri yang ceroboh dan sembrono, karena dengan mudah ia bisa masuk dan mencuri
barang berharga dari rumah tersebut. Namun ia tak beruntung, karena kopor yang ia bawa
tersangkut jendela dan menimbulkan suara yang membuatnya ketahuan dan dikejar-kejar
warga. Di saat yang menegangkan itu temannya malah kabur menyelamatkan diri terlebih
dahulu. Ia lari tunggang langgang mencari tempat yang aman. Maling itu selamat, tetapi telah
terjadi kesalahpahaman antarwarga. Mereka menangkap orang yang salah, yang dianggap
sebagai maling dan mereka memukuli orang tersebut hingga tewas tanpa mengetahui pasti
dan penyelidikan terlebih dahulu terhadap orang tersebut. Kejadian-kejadian di atas
merupakan gambaran dari kejadian yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Maling
lebih sering beraksi pada malam hari disaat penghuni rumah tertidur pulas dan aksi mereka
tak diketahui warga. Seperti contoh kasus yang terjadi pada 25 Desember 2009 saat satu
keluarga berlibur natal di vila mereka, pelaku masuk ke dalam rumah dengan cara
mencungkil jendela vila. Diduga sebelum masuk ke dalam rumah, pelaku terlebih dahulu
mengincar wisatawan dari Surabaya ini, kemudian beraksi pada malam hari, ketika korban
tidur lelap. Berita dalam media massa tersebut merupakan penggambaran nyata dari kasus
yang disampaikan penulis dalam cerpen Malam Seorang Maling bahwa maling sering

melakukan aksinya di malam hari dan waktu yang tepat untuk maling adalah saat hari libur
tiba. Mereka lebih mudah untuk membobol rumah atau toko yang sedang ditinggalkan
pemiliknya.
Cerita selanjutnya adalah maling ketahuan pemilik rumah karena kecerobohannya
sehingga menimbulkan keributan dan membangunkan pemain rumah. Kemudian pemilik
rumah meneriaki maling tersebut sambil meminta bantuan warga. Dengan tergopoh-gopoh
maling bergegas melarikan diri, segera warga mengejar maling dan mengeroyok maling yang
telah tertangkap, bahkan sampai tewas karena emosi warga meluap.
Kejadian penghakiman massa kepada maling masih sering terjadi hingga saat ini.
Seperti contoh kejadian yang diungkapkan salah satu media massa yaitu di Depok dua pelaku
pencurian di rumah wartawan RCTI dan SINDO TV Iyung Rizki di Jalan Melur Raya RT
003/06 Kelurahan Abadijaya, Sukmajaya, Depok, berhasil diamankan warga. Bahkan, para
pelaku babak belur dihajar dan dikeroyok massa hingga berlumuran darah. Tidak sebatas
berlumuran darah ada pun kejadian saat ini warga mengeroyok maling hingga tewas. Seperti
kasus yang diberitakan salah satu media. Aksi main hakim sendiri warga terhadap pelaku
pencurian kendaraan bermotor (curanmor) kembali terjadi. Seorang pria meregang nyawa
setelah kepergok menggasak motor Yamaha Vixion B 6017 UPP di Kampung Baru, Rt. 01/09
Cakung Barat, Jakarta Timur, Rabu (28/12/2011) malam. Kegiatan main hakim sendiri oleh
warga seharusnya tidak bisa dibenarkan, apalagi sampai menghilangkan nyawa seseorang.
Mereka tidak menghargai dan terkesan mengabaikan hukum yang berlaku serta adanya pihak
berwenang.
Dalam cerpen Malam Seorang Maling karya Jakob Sumardjo penulis berusaha
menyampaikan pesan bahwa sikap solidaritas yang rendah, satu pekerjaan menjadi
berantakan dan penuh resiko. Hal itu menunjukkan kritik dan amanat penulis untuk
kehidupan dalam masyarakat. Kita sebagai pembaca dapat mengambil pesan yang tersirat
dalam cerpen tersebut bahwa satu tindakan dapat berakibat fatal jika dikerjakan dengan
ceroboh dan perencanaan tidak matang. Kesalahpahaman yang terjadi saat mengeroyok
seseorang yang diduga maling hingga membuat orang tersebut tewas. Seperti kejadian yang
terjadi di Jakarta Pusat. Abdul Ghoni, korban tewas dikeroyok teman-temannya di dekat
kereta api. Kejadian itu berawal saat korban, Purwanto, dan Ramdani asik menegak minuman
keras, saat itu istri korban lewat dan Purwanto menyapanya. Korban tidak terima dan
memukul Purwanto, karena menganggap Purwanto telah merayu istrinya. Terjadi saling
pukul di antara mereka. Ramdani, teman Purwanto kesal dan mengambil balok kayu,
selanjutnya memukul dada korban sebanyak dua kali hingga tewas. Purwanto mengaku tidak
tahu kalau perempuan yang disapanya adalah istri korban. Sehingga terjadi kesalahpahaman
diantara mereka yang menyebabkan Abdul Ghoni tewas.
Penggambaran yang disertai imajinasi yang dipaparkan penulis seperti perasaan dan
ketakutan maling saat ia ketahuan yang digambarkan secara detil merupakan salah satu
rekaan agar cerpen terasa begitu menarik dan pembaca dapat terlarut dalam kisah tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa karya sastra hanyalah rekaan atau tiruan dari kehidupan

nyata manusia dan keadaan social yang melatarbelakanginya dan karya sastra tidak mampu
menggambarkan sepenuhnya kenyataan yang ada. Imajinasi pengarang sangat tampak dalam
cerpen ini. Seperti pada kutipan berikut.
Untung sekali lorong kampung itu gelap sehingga sungguh merupakan dewa
penolong bagiku. Kegelapan adalah penyelamatku. Dewa gelap adalah dewa para
maling.

Wah, daerah ini betul-betul surga para maling. Dewa gelap telah berkenan
menolongku, menolong putranya lepas dari buruan maut. Terpujilah Diaselamalamanya. Aku betul-betul selamat. Orang-orang itu tak melihat aku membelok. Mereka terus
lari menyusuri lorong-lorong kosong itu. Teriakan-teriakan masih terdengar ganas. Aku
memperlambat lariku dan mengumpulkan napas kembali. Mendadak kulihat bayangan orang
yang samara-samar di depanku.
Kata-kata yang bergaris tebal dari kutipan di atas sulit diterima logika, dan dapat
diartikan secara eksplisit. Tidak mungkin terjadi secara nyata, dan itu hanya imajinasi dan
maknanya dapat dimengerti saat bacaan dibaca secara utuh, sehingga maknanya dapat
dimengerti dengan memperhatikan konteks dan maksudnya ditelaah dengan pragmatik. Sastra
hanya tiruan kenyataan yang disertai imajinasi dan tidak mampu menggambarkan seutuhnya
keadaan yang ada dalam kehidupan. Pemilihan kata dan penggunaan bahasa merupakan ciri
utama karya sastra sebagai tiruan kenyataan. Pengarang memakai kata, kalimat, dan bahasa
untuk menimbulkan suasana yang menarik pembaca.
Karya sastra merupakan sarana untuk menyampaikan tuntunan atau perintah seperti
yang disampaikan Jakob Sumardjo dalam cerpen Malam Seorang Maling yaitu, sebagai
manusia kita tidak boleh ceroboh dan sembrono kita harus tetap waspada terhadap orangorang di sekitar kita. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut.
Dengan mudah jendela itu dapat kucungkil. Penghuni rumah ini terlalu sembrono atau orang
yang tak pernah curiga pada orang-orang semacam aku ini?

Aku berhenti sebentar, dan ini suatu kebodohan. Lelaki itu ternyata bergerak-gerak. Aku
tiba-tiba bingung dan kehilangan akal. Langkah kupercepat. Tetapi, kopor terkutuk sebelah
kiri membentur daun pintu lebar-lebar.
Dari kutipan di atas kita dapat mengambil pelajaran selain kita tidak boleh ceroboh
dan sembrono, kita juga harus memperhitungkan dan merencanakan sesuatu dengan matang
dengan memperhitungkan resiko dan alternatifnya. Kita harus lebih waspada dengan keadaan
sekitar dan lebih berhati-hati, maling sering beraksi di malam hari.

Pelajaran selanjutnya adalah dalam melakukan satu kegiatan yang berisiko dan
berbahaya diperlukan solidaritas antarteman agar terjalin kerjasama yang baik dan pekerjaan
tersebut terselesaikan dengan baik. Kekompakan tim akan menmbuahkan hasil yang baik
pula, jika terjadi kerjasama yang tidak baik atau mementingkan ego sendiri maka pekerjaan
akan terasa lebih berat dan berisiko tinggi seperti pepatah yang mengatakan berat sama
dijinjing ringan sama dipikul. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut.
Di depan kulihat Basran telah mendahului jadi pengecut melarikan diri meloncat pagar yang
setengah meter.

Soalnya saya tak sampai hati dia disiksa begitu. Ia sudah terlalu payah. Paling-paling pagi
nanti dia sudah mati.
Sulit menghindari penghakiman semacam ini. Sebulan ini saja sudah ada lima rumah
kemasukan maling. Kita bisa mengerti kemarahan kampung ini.
Diperlukan satu musyawarah untuk mendapat keputusan yang baik tanpa harus main
hakim sendiri terhadap pelaku kriminal, karena masih ada pihak berwenang yang lebih
berhak untuk menyelidiki dan memberikan hukuman kepada pelaku, tanpa harus
menewaskannya. Meskipun emosi telah memuncak karena ulah maling sebelumnya, tetap
dibutuhkan kesabaran dan keputusan bersama.
Dalam cerpen ini juga mengandung pesan bahwa kecerobohan dan tindakan gegabah
berdampak buruk dan merugikan bagi diri sendiri dan orang lain. Setidaknya saat melakukan
penghakiman diperlukan penyelidikan dan pembuktian agra tidak terjadi kesalahfahaman
yang menimbulkan kerugian seperti contoh kutipan berikut.
Hus, mungkin ini kekeliruan lagi seperti terjadi kekeliruan lagi seperti terjadi di kampung
Meniran dua bulan yang lalu. Seorang gelandangan dihantam sampai mati dituduh maling
juga.
Adegan tersebut dapat kita jadikan pelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan
yang telah dilakukan orang lain dan mengambil hikmah dari suatu kejadian. Salah satunya
dengan membuktikan sebelum menuduh seseorang dan menjatuhi hukuman.

You might also like