You are on page 1of 2

Generasi Wacana

Jawa Pos 17 Oct 2015 Oleh RHENALD KASALI

Sering kasihan melihat anak-anak muda yang makin pintar tetapi hidupnya galau.
Penyebabnya beragam. Misalnya, karena hal sepele saja. Belum lagi tamat SMA,
mereka sudah dikejar-kejar orang tuanya, Mau kuliah di mana? Swasta atau negeri?
Bahkan, sampai menjelang lulus SMA sekalipun, masih banyak yang bingung mau
kuliah di mana dan jurusan apa? Jangan heran kalau banyak yang salah jurusan
Bahkan, sarjana nuklir pun berkarir di bank, sarjana pertanian jadi wartawan, dan
seterusnya. Susah-susah kuliah di fakultas kedokteran, namun begitu lulus maunya
jadi motivator.
Karena sejak awal sudah galau, setelah lulus tetap galau. Generasi ini pada
gilirannya bermetamorfosis menjadi generasi wacana. Jadi, karena dulu selalu galau,
setelah lulus hanya mampu berwacana. Ribut melulu. Paling jauh cuma bisa buat
heboh di media sosial, membuat meme, tetapi tidak berani bertindak. Apalagi
mengambil keputusan.
Suaranya Keras Indikatornya simpel. Kita bisa dengan mudah menemukan
mereka di mana-mana. Contohnya begini. Ada dahan yang patah dan menghalangi
jalan. Lalu lintas pun jadi macet. Apa yang dilakukan generasi wacana? Dengan
gadgetnya, mereka memotret dahan itu. Juga memotret kemacetan yang terjadi. Lalu,
mengunggahnya ke media sosial, tentu disertai dengan komentar. Isinya kritik. Di
mana dinas pertamanan kita? Ada dahan tumbang kok didiamkan! Lalu, ketika hasil
unggahannya dikomentari banyak orang, senangnya bukan main.
Begitulah potret generasi wacana. Padahal, kalau mau membantu, dia bisa
menyingkirkan dahan tersebut dari jalan. Tidak hanya berwacana. Begitulah kita juga
saksikan sikap mereka terhadap asap. Itu hanya satu contoh. Contoh lainnya ada di
mana-mana.
Sebagian generasi wacana tersebut memasuki dunia kerja. Karir beberapa di
antara mereka meningkat dan menduduki posisiposisi penting. Kalau di perusahaan
swasta, mereka itulah yang berteriak paling keras ketika kondisi ekonomi menjadi
lebih sulit. Misalnya, ketika pemerintah mengubah kebijakan atau ketika rupiah
melemah/kembali menguat seperti sekarang ini.
Kalau di dunia politik, mereka ributnya minta ampun. Persis seperti anggota DPR
kita. Bisanya kritik sana, kritik sini, tetapi pekerjaan utamanya, seperti membuat
undang-undang, malah tidak diurus.
Kalau di lingkungan pemerintahan, mereka adalah orang-orang yang sibuk
mengamankan posisi dan cari selamat. Caranya? Adu pintar debat dan lihai

membangun argumentasi. Mereka sangat pintar kalau soal ini. Tetapi, nyalinya
langsung menciut ketika ditantang untuk mengambil keputusan.
Akibatnya, kita merasakan dampaknya. Penyerapan anggaran akan terus sangat
rendah dan kinerja perekonomian kita melambat. Kalau pemerintah saja tidak punya
nyali, apalagi kalangan swasta.
We-CHANGE Kalau mau melihat masa depan suatu negara, lihatlah generasi
mudanya. Kalau generasi mudanya mudah galau, hanya bisa berwacana, bisa ditebak
kelak seperti apa nasib negaranya. Kata banyak orang, karena galau dan hanya sibuk
berwacana, negara kita tertinggal sepuluh tahun dari negara-negara lain.
Contohnya gampang. Lihatlah jalan tol kita. Kita membangun jalan tol sejak 1973.
Lebih dulu ketimbang Malaysia dan Tiongkok. Tapi, coba lihat berapa panjang jalan
tol yang sudah kita bangun?
Malaysia mulai membangun jalan tol pada 1990. Namanya jalan tol AnyerHitam.
Panjangnya sekitar 10 kilometer. Itu pun yang mengerjakan adalah BUMN kita, PT
Hutama Karya. Kini panjang jalan tol di Malaysia sudah mencapai 3.000 kilometer.
Tiongkok pun baru membangun jalan tol pada 1990. Jalan tol pertama yang
mereka bangun bernama Shenda, menghubungkan dua kota, Shenyang dan Dalian.
Kini Tiongkok sudah memiliki jalan tol sepanjang 85 ribu kilometer. Anda tahu berapa
panjang jalan tol yang sudah kita bangun hingga saat ini? Belum sampai 900
kilometer! Begitulah kalau negara lain sibuk membangun, kita sibuk berwacana
lantaran tidak berani mengambil keputusan.
Baiklah, saya juga tidak mau disebut hanya bisa berwacana. Sebagai pendidik,
yang saya lakukan adalah menempa anak-anak muda kita agar mereka tidak hanya
bisa berwacana, tetapi berani mengambil keputusan.
Karena itu, di Rumah Perubahan, saya menyiapkan program boot champ, weCHANGE. Lewat program tersebut, saya akan merekrut banyak anak muda di bawah
usia 30 tahun. Syaratnya sederhana. Gigih, disiplin, berpikiran terbuka, siap belajar,
dan punya tekad yang kuat untuk memperbaiki masa depan.
Mereka akan saya jadikan mentee, sedangkan saya mentornya. Saya akan
mendidik untuk berani mengambil keputusan. Saya akan mendidik mereka untuk
menjadi driver, bukan passenger. Silakan cari informasinya. Ayo anak-anak muda,
siapa berminat?
Rhenald Kasali (@Rhenald_Kasali)

You might also like