You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA THORAX

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI THORAX


1. Anatomi Thorax

Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada
vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax,
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan
articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk
tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga
pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk
dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding
anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding
posterior

thorax.

Tepi

bawah

musculus

pectoralis

mayor

membentuk

lipatan/plika axillaris posterior.


Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan
rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan
bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama sama
dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama
respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
2. Fisiologi Thorax
Rongga thorax dapat dibandingkan dengan suatu pompa tiup hisap yang
memakai pegas, artinya bahwa gerakan inspirasi atau tarik napas yang bekerja
aktif

karena

kontraksi

otot

intercostals

menyebabkan

rongga

thorax

mengembang, sedangkan tekanan negatif yang meningkat dalam rongga thorax


menyebabkan mengalirnya udara melalui saluran napas atas ke dalam paru.
Sebaliknya, mekanisme ekspirasi atau keluar napas, bekerja pasif karena
elastisitas/daya lentur jaringan paru ditambah relaksasi otot intercostals,
menekan rongga thorax hingga mengecilkan volumenya, mengakibatkan udara
keluar melalui jalan napas.
Adapun fungsi dari pernapasan adalah:
a. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi.
b. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh
sistem jalan napas sampai alveoli
c. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel pada
dinding alveoli (pertukaran gas)
d. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya
dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan
menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya
oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada

thorax. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding thorax menyebabkan


terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga
thorax, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua
fungsi-fungsi pernapasan tersebut.
B. DEFINISI
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut. Trauma thorax atau cedera dada dapat menyebabkan
kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ
disekitarnya termasuk viscera (berbagai organ dalam besar di dalam rongga dada).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah masalah utama
yang paling sering terjadi pada bagian emergency.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor
missal, sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau
akibat terjatuh juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi
umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
C. KLASIFIKASI
Menurut Marijata (2006), berdasarkan penyebabnya trauma toraks dbagi
menjadi 2, yaitu:
1. Trauma toraks terbuka
Akibat luka tusuk atau luka yang menembus/membuat lubang.
Patologi pembedahan : trauma yang menusuk pada dinding dada akibat
pisau, tembakan pistol, atau luka lain besar kemungkinannya terjadi komplikasi
berupa pneumotoraks, kerusakan organ visceral intratorakal, dan infeksi.
2. Trauma toraks tertutup
Akibat trauma tumpul, deselerasi, atau luka remuk.
Patologi pembedahan : trauma tumpul langsung pada dinding dada terjadi
akibat luka tabrak, terkena dashboard dan kemudi setir yang dapat
menyebabkan patah tulang iga, dada flail (flail chest) dengan gerakan
paradoksal, ruptur diafragma, atau komplikasi kardiovaskuler yang serius.

Kekerasan deselerasi, yang dapat terjadi pada kecelakaan pesawat dan mobil
besar kemungkinannya menyebabkan ruptur aorta descenden distal arteri
subclavia dan ruptur diafragma. Luka yang remuk/hancur menyebabkan
perdarahan intraalveolar, hematom pulmo dan hipoksia.
D. ETIOLOGI
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma
tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan
(impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar dan terguling.
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks
oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya yaitu:
trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi sedang dengan
kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan trauma toraks oleh
karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan kecepatan melebihi 3000
kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain oleh karena adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah atau pneumotoraks (seperti
pada scuba) (David.A, 2005; Sjamsoehidajat, 2003).

E. MEKANISME TRAUMA THORAX


1. Mekanisme Tauma
a. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan
(akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga
bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari
trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high
velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan
peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru
b. Deselerasi

Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan.


Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat
trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam
yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih
bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding
thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat
organ tersebut.
c. Torsio dan Rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau
atrium. Akibat adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat
terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.
d. Blast Injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya
merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

Faktor yang memengaruhi trauma


a.

Sifat jaringan tubuh


Jenis jaringan tubuh bukan merupakan mekanisme dari perlukaan, akan
tetapi sangat menentukan pada akibat yang diterima tubuh akibat trauma.
Seperti adanya fraktur iga pada bayi menunjukkan trauma yang relatif berat
dibanding bila ditemukan fraktur pada orang dewasa. Atau tusukan pisau
sedalam 5 cm akan membawa akibat berbeda pada orang gemuk atau orang
kurus, berbeda pada wanita yang memiliki payudara dibanding pria, dsb.

b.

Lokasi
Lokasi tubuh tempat trauma sangat menentukan jenis organ yang
menderita kerusakan, terutama pada trauma tembus. Seperti luka tembus
pada daerah pre-kordial.

c.

Arah trauma
Arah gaya trauma atau lintasan trauma dalam tubuh juga sangat
mentukan dalam memperkirakan kerusakan organ atau jaringan yang terjadi.
Perlu diingat adanya efek ricochet atau pantulan dari penyebab trauma
pada tubuh manusia. Seperti misalnya : trauma yang terjadi akibat pantulan
peluru dapat memiliki arah (lintasan peluru) yang berbeda dari sumber peluru
sehingga kerusakan atau organ apa yang terkena sulit diperkirakan.

2. Mekanisme Trauma Thorax


a. Trauma Tumpul
Tiga jenis trauma tumpul yang menyebabkan trauma toraks adalah
kompresi, robekan, dan ledakan. Trauma kompresi toraks seperti fraktur iga
terjadi tekanan yang menumpu dada melebihi kekuatan rongga toraks. Area
dinding dada yang paling lemah ditemukan didaerah 60 dari sternum,
dimana iga iga didaerah tersebut lebih datar dan kurang ditopang.
Seringkali kompresi tulang iga akan mengalami fraktur di dua tempat; satu di
daerah 60 dari sternum dan bagian posterior. Kompresi antero-posterior
dapat pula menyebabkan gangguan costochondral, yang menghasilkan
suatu keadaan sterna flail. Robekan akan menyebabkan cedera jaringan dan
vascular. Sebagai respon terhadap percepatan dan perlambatan, jaringan
dan pergerakan vascular organ dibatasi oleh gabungan anatomi dan
perkembangannya. Oleh sebab itu, jika kekuatan regang dari keseluruhan
jaringan terlampaui, maka dapat terjadi robekan atau ruptur. Kemampuan
untuk menahan regangan inilah yang bertanggung jawab atas satu-satunya
cedera toraks yang mematikan: transeksi aorta. Karena aorta difiksasi oleh
ligamentum arteriosum dan oleh tulang vertebra di bawahnya, maka
penghubung yang membuat aorta dapat lebih mobile dan statisnya aorta
desenden menjadi lokasi tersering yang mengalami gangguan. Robekan
yang terjadi di dalam parenkim paru dapat berupa laserasi, hematoma,
kontusio, atau pneumatocele. Cedera ledakan paru primer terjadi ketika
tekanan gelombang yang meghantam dinding dada dan menciptakan suatu
perbedaan tekanan antara udara-jaringan sekitarnya. Semakin besarnya
perbedaan tekanan, maka akan semakin besarnya kekuatan tekanan yang

akan ditransmisikan ke paru paru. Berat ringannya cedera paru adalah


bergantung jarak jauh dekatnya korban dari sumber ledakan. Ledakan dalam
ruang tertutup lebih parah, karena tekanan gelombang dipantulkan kembali
ke pasien, yang malah memperhebat stimulus aslinya. Karakteristik patologi
dari cedera ledakan pada paru adalah suatu kontosio dengan adema dan
perdarahan alveoli. Cedera ledakan sekunder dihasilkan dari beberapa objek
yang berhamburan akibat ledakan hebat, yang kemudian mengenai pasien.
cedera tersier disebabkan oleh individu yang sedang dipindahkan. Cedera
yang berhubungan dengan luka bakar, agen yang terinhalasi, dan yang
berhubungan dengan tergencet bangunan yang kolaps secara sekunder.
b. Trauma Tajam/ Tembus
Mayoritas adalah luka tusuk atau luka tembak. 85% luka tembus dada
dapat ditanggulangi dengan tube thoracostomy dan terapi suportif. Luka yang
masuk atau keluar dari putting atau bagian bawah skapula akan
menyebabkan perforasi dari kubah diafragma. Jenis luka tembus yang
seperti ini harus dipikirkan adanya kemungkinan keterlibatan organ-organ di
abdomen.
Mekanisme cedera dapat dikategorikan sebagai berikut yang kecepatan
rendah, sedang, dan tinggi. Kecepatan rendah termasuk penusukan
(misalnya, luka tusuk karena pisau), yang hanya mengenai struktur jaringan
sekitar yang ditusuk. Kecepatan sedang, seperti luka tembus karena peluru
dari sebagian besar jenis pistol dan senapan angin yang mana ditandai
dengan gambaran dekstruksi jaringan yang lebih ringan jika dibandingkan
cedera karena kecepatan tinggi. Cedera akibat kecepatan tinggi yaitu seperti
cedera yang diakibatkan oleh rifle dan dari senjata api militer.

F. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis dari trauma toraks terdiri dari :
Gejala trauma dada :
1. Nyeri akibat fraktur costae atau komplikasi pulmo maupun kardivaskular
2. Dyspneu akibat fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, flail chest, ruptur
diafragma, ruptur trakhea atau bronkhus utama atau kerusakan serius organ
viseral; pernapasan yang tiba-tiba meningkat (sesak napas memburuk
secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya pneumotoraks desak (tension
pneumothorax)
Tanda trauma dada :
1. Syok akan parah jika brhubungan dengan kerusakan organ dalam
2. Trauma dinding dada akan tampak memar, suara menyedot dari dinding
dada, gerakan dinding dada paradoksal, atau nyeri pada fraktur kosta.
3. Emfisema ada sensasi krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat udara
yang masuk ke subkutan, disebabkan fraktur kosta atau rupturnya trakhea
daerah servikal/bronkhus.
4. Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis ditandai dengan nyeri atau
suara ngik-ngik dari laring dan suara klik parakardial yang terjadi

bersamaan dengan suara jantung dicurigai adanya rutur esofagus atau


trakhea.
5. Deviasi trakhea akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi
sebelahnya, akibat kolapsnya paru pada sisi yang sama.
6. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP)
terjadi pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva
7. Paru hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang
menurun atau hilang menunukkan hemothoraks, pneumothoraks atau
kolaps paru.
Tabel gawat dada :
PENYEBAB
Obstruksi jalan napas

KLINIS
-

sianosis, pucat, stridor


otot napas bantuan +
retraksi supraklavikula dan interkostal

anemia, syok hipovolemik


sesak napas
pekak pada perkusi
suara napas berkurang
tekanan vena sentral tidak meninggi

Tamponade jantung

syok kardiogenik
tekanan vena meninggi (leher)
bunyi jantung berkurang

Pneumotoraks desak

hemitoraks mengembang
gerakan hemitoraks kurang
suara napas berkurang
emfisema subkutis
trakea terdorong kesisi lateral

gerakan napas paradoksal


sesak napas, sianosis

inpeksi luka

Hemotoraks masif

Toraks instabil

Pneumotoraks terbuka

Kebocoran trakea-bronkial -

kebocoran udra terdengar dan tampak

pneumotoraks
emfisema
infeksi

G. KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX


1.
PNEUMOTHORAX
Adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya udara yang
terperangkap dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan
tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan paru.
Merupakan salah satu dari trauma tumpul yang sering terjadi akibat adanya
penetrasi fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks bisa
juga terjadi akibat decelerasi atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai
adanya fraktur iga. Pasien akan melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan
nyeri pada daerah fraktur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya
suara pernapasan. pneumothoraks terbagi atas tiga yaitu: simple, open, dan
tension pneumothorax.
Simple Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
progresif.
Ciri:
Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
Tidak ada mediastinal shift
PF: bunyi napas , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada

Penatalaksanaan: WSD
Tension Pneumothorax
Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension
ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak
dapat keluar).
Ciri:

Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total

paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi


trakhea venous return hipotensi & respiratory distress berat.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,

hipotensi, JVP , asimetris statis & dinamis


Merupakan keadaan life-threatening tdk perlu Ro

Penatalaksanaan:
a. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea midklavikula)
b. WSD
Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat
keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan
sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound. Terjadi
kolaps total paru. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)
Penatalaksanaan:
a. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
b. Pasang WSD dahulu baru tutup luka
c. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks
lain.
2.

HEMATOTHORAX
Adalah Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul

atau tembus pada dada. Sumber perdarahan umumnya berasal dari A.


interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks
dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok
berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh
karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan
atau jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala
instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan
Pemeriksaan
-

Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)


Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru

Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks

Indikasi Operasi
Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD):
-

Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4

jam setelah kejadian trauma.


Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam

Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila
produksi WSD:
-

200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut


300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
500 cc dalam 1 jam

3. KONTUSIO PARU
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari
tempat yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun
setelah trauma tumpul thoraks.
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial
menyebabkan kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi,
suara nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga,
sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan edema dan reaksi inflamasi
lung compliance ventilation-perfusion mismatch hypoxia & work of
breathing
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 )
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Penatalaksanaan
Tujuan:
-

Mempertahankan oksigenasi
Mencegah/mengurangi edema

Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain


control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)
4. LASERASI PARU

Definisi : Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma
tumpul keras yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan
hemothoraks dan pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh
karena meningkatnya tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan
yang kuat pada thoraks dan robekan pada percabangan trakeobronchial atau
esophagus. Perdarahan dari laserasi paru dapat berhenti, menetap, atau
berulang.
Manifestasi klinik umumnya adalah : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaan umum : WSD
Indikasi operasi :
-

Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)


Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas

5. RUPTUR DIAFRAGMA
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas. Trauma tumpul di daerah
toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal
mendadak yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak
dapat menahan tekanan tersebut. Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat
trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga
akan melukai organ-organ lain (intratoraks atau intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat
kita curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4
anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian ruptur
diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan

Akan terjadi

herniasi organ viseral abdomen ke toraks Kematian dapat terjadi dengan cepat
setelah terjadinya trauma oleh karena shock dan perdarahan pada cavum pleura
kiri. Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik:
-

Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen


Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda

abdomen akut)
Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral,

terlihat adanya organ viseral di toraks)


CT scan toraks

Penatalaksanaan: Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)


6. RUPTUR TRAKEA DAN BRONKUS
Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam
maupun trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%.
Pada trauma tumpul ruptur terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat
peningkatan hebat dan mendadak dari tekanan saluran trakeobronkial yang
melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian ruptur
bronkus utama meningkat pada trauma tumpul thoraks yang disertai dengan
fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan
percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum, emfisema subkutan
dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis dapat merupakan gejala dari ruptur ini.
7. TRAUMA ESOFAGUS
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma
tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks: Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik: Esofagografi
Tindakan: Torakotomi eksplorasi
8. TRAUMA JANTUNG
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks
yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade
jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan
menurunnya suara jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur dapat
menjadi penyebab tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
-

Trauma tumpul di daerah anterior


Fraktur pada sternum
Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II
kiri, grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)

Diagnostik
-

Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)

Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada

mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium


Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade

Penatalaksanaan
a. Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi emergency
b. Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi.
c. Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan
observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi
Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma
ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.
9. RUPTUR AORTA
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur
tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum
arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks dengan ruptur
aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum
yang melebar, fraktur iga 1 dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta
kabur, penekanan bronkus utama kiri.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan
continues suction unit.

11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari
800 cc segera thorakotomi.
I.

PENATALAKSANAAN

Prinsip
-

Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara


umum (primary survey - secondary survey)

Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan)

Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien


stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope.

Tidak

dibenarkan

melakukan

pemeriksaan

dengan

memindahkan pasien dari ruang emergency.


-

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama


untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan
tindakan penyelamatan nyawa.

Pengambilan

anamnesis

(riwayat)

dan

pemeriksaan

fisik

dilakukan

bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.


-

Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).

Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing,


circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks
Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center
memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi broad spectrum antibiotic,
misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy

2. Operatif/invasive
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Pada trauma toraks,
WSD dapat berarti :
1) Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum
penderita jatuh dalam shock.
2) Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
3) Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
Indikasi pemasangan WSD
- Pneumothoraks
- Hemothoraks
- Thorakotomy
- Efusi pleura
- Emfiema
Tujuan pemasangan WSD
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan
-

rongga thorak
Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
Mengembangkan kembali paru yang kolaps
Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada

Tempat pemasangan WSD


-

Bagian apex paru (apical)


o anterolateral interkosta ke 1-2
o fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
Bagian basal
o postero lateral interkosta ke 8-9
o fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga
pleura

Jenis-jenis WSD
1) WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien

simple pneumothoraks
Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang

selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol


Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam
2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang

menyebabkan kolaps paru


Selang untuk ventilasi dalam

botol

dibiarkan

terbuka

untuk

memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar


Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :
o Inspirasi akan meningkat
o Ekpirasi menurun
2) WSD dengan sistem 2 botol
- Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol
-

ke-2 botol water seal


Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong
dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan

selang di botol 2 yang berisi water seal


Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari

rongga pleura masuk ke water seal botol 2


Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan
mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan

keluar melalui selang masuk ke WSD


Biasanya
digunakan
untuk

mengatasi

hemothoraks,

hemopneumothoraks, efusi peural


3) WSD dengan sistem 3 botol
- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol
-

jumlah hisapan yang digunakan


Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang

tertanam dalam air botol WSD


Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan
Botol ke-3 mempunyai 3 selang :
o Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada
o
o

botol ke dua
Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :


- Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu
-

menyeka tubuh pasien.


Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
o Penetapan slang.
o Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga
dimasukkan

tidak

terganggu

dengan

slang

bergeraknya

yang
pasien,

sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.


Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal
kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan
pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,

atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.


Mendorong berkembangnya paru-paru.
o Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
o Latihan napas dalam.
o Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
o Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan
juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

Suction harus berjalan efektif :


o Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi
o

dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.


Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,

warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.


Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring
bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang

tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak,


atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding
-

paru-paru.
Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
o Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
o

yang keluar kalau ada dicatat.


Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan

adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.


Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk

yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.


Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas

botol dan slang harus tetap steril.


Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-

sendiri, dengan memakai sarung tangan.


Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga

dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.


Dinyatakan berhasil, bila :
o Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
o
o

radiologi.
Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Terapi
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant.

You might also like