You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelahiran prematur merupakan tantangan utama dalam perawatan
kesehatan perinatal. Sebagian besar kematian perinatal terjadi pada bayi
prematur, dan kelahiran prematur merupakan faktor risiko yang penting bagi
kerusakan neurologis dan terjadinya kecacatan. Kelahiran prematur adalah
kelahiran bayi sebelum 37 minggu kehamilan. Kebanyakan mortalitas dan
morbiditas mengenai bayi "very prematur " (bayi yang lahir sebelum 32
minggu kehamilan), dan terutama "extremely prematur" bayi (bayi yang lahir
sebelum 28 minggu kehamilan) 1,2.
Di Amerika Serikat, tingkat kelahiran prematur mencapai 12-13%; di
Eropa dan negara-negara maju lain, melaporkan tingkat kelahiran prematur
umumnya 5-9%. Beberapa bukti menunjukkan bahwa kejadian ini telah
sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir, tetapi tingkat kelahiran
sebelum 32 minggu kehamilan hampir tidak berubah, yakni 1-2%. Di
Amerika Serikat kelahiran prematur meningkat dari 9,5% pada tahun 1981
menjadi 12,7% pada tahun 2005 1.
Kelahiran prematur merupakan penyebab 75% dari mortalitas perinatal
dan lebih dari separuh morbiditas jangka panjang. Sebagian besar bayi
prematur yang bertahan hidup, berisiko tinggi mengalami gangguan
perkembangan saraf dan pernapasan serta komplikasi gastrointestinal. Oleh
karenanya dibutuhkan penilaian secara tepat mengenai maturitas neonatus
agar dapat segera menentukan tatalaksana yang tepat sesuai dengan tingkat
maturitasnya. Tujuan penilaian adalah membandingkan bayi menurut nilai
standar pertumbuhan neonatus berdasar usia kehamilan (dianggap akurat
dengan kisaran ±2 mgg), verifikasi perkiraan obstetrik untuk usia kehamilan,
identifikasi bayi kurang bulan, lebih bulan, besar/ kecil untuk usia kehamilan,
amati dan rawat terhadap kemungkinan komplikasi 2.
Salah satu penilaian maturitas yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan skor The New Ballard . Sistem penilaian ini dikembangkan
oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir
melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi
postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear
maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan
plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia 3.

B. Tujuan
1. Mengetahui epidemiologi kelahiran prematur.
2. Mengetahui penyebab dan faktor risiko kelahiran prematur.
3. Mengetahui outcome kelahiran prematur.
4. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi bayi prematur.
5. Mengetahui mengenai pencegahan kelahiran prematur.
6. Mengetahui penilaian usia gestasi pada neonatus.
7. Mengetahui mengenai cara penggunaan sistem skor The New Ballard
Score pada bayi prematur.

C. Manfaat
Manfaat penulisan referat ini adalah:
1. Bagi penulis:
a. Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Margono Soekarjo.
b. Menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak.
2. Bagi pembaca:
a. Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai
penggunaan skor The New Ballard dalam menilai usia kehamilan bayi
prematur.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Epidemiologi Kelahiran Prematur


Kelahiran prematur adalah kelahiran dengan usia kehamilan kurang
dari 37 minggu. Di Amerika Serikat insindensi kelahiran preterm sekitar 12-
13%. Berbeda halnya dengan Eropa dan negara-negara maju lainnya yakni
sekitar 5-9%. Kelahiran prematur meningkat terutama di negara-negara
industri. Di Amerika Serikat insidensinya meningkat dari 9,5% pada tahun
1981 menjadi 12,7% pada tahun 2005 (Diagram II.1) 1,2.

Diagram II.1. Proporsi Kelahiran Prematur 2

Kelahiran premature menyumbang sekitar 75% dari mortalitas


perinatal dan lebih dari separuh penyebab morbiditas jangka panjang.
Meskipun, kebanyakan bayi bertahan hidup tetapi kemungkinan terjadinya
komplikasi berupa gangguan perkembangan saraf, komplikasi respirasi, dan
gastrointestinal lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir matur 2.
Terdapat tiga prediktor kelahiran prematur (Diagram II.2), yakni
kelahiran atas indikasi fetal atau maternal dimana kelahiran diinduksi atau
dilakukan dengan premature caesarean, kelahiran prematur spontan dengan
membrane amnion yang intak, dan kelahiran prematur dengan rupture
membrane prematur. Sekitar 30-35% kelahiran prematur merupakan
kelahiran atas indikasi, 25-30% merupakan kelahiran prematur dengan
rupture membrane prematur, dan sekitar 40-45% merupakan kelahiran
prematur spontan. Masing-masing prematur tersebut berbeda pada masing-
masing ras 1,2.

Diagram II.2. Prekursor Obstetrik Kelahiran Prematur 2

Berdasarkan usia kehamilannya kelahiran prematur dapat dibedakan


menjadi extreme prematurity yakni kelahiran dengan usia kurang dari 28
minggu dan merupakan 5% dari semua kelahiran prematur; Severe
prematurity yakni kelahiran prematur dengan usia 32-33 minggu dan
merupakan 15% dari semua kelahiran prematur; moderate prematurity yakni
kelahiran prematur dengan usia antara 34-36 minggu dan merupakan 20%
dari seluruh kelahiran prematur; serta near term yakni kelahiran dengan usia
gestasi antara 34-36 minggu dfan merupakan 60-70% dari seluruh kelahiran
prematur (grafik II.3) 1,4.
Grafik II.3. Pembagian Bayi Prematur 1

B. Penyebab dan Faktor Risiko Kelahiran Prematur


Patogenesis kelahiran prematur masih belum diketahui secara pasti.
Peranan fetus dalam kelahiran prematur pernah diteliti pada kambing
hasilnya kortisol memegang peranan dalam memulai proses kelahiran. Pada
janin kambing yang telah dilakukan ablasi hipofisis dan adrenal atau
keduanya ternyata proses kelahiran tidak terinisiasi. Beberapa teori
menjelaskan tentang proses inisiasi kelahiran yakni, disebabkan oleh
penurunan kadar progesteron, inisiasi oleh oksitosin, dan aktivasi desidua 1,4.
Ketika mendekati masa kelahiran aksis fetal-adrenal menjadi lebih
sensitif terhadap hormon adrenokortikotropik dan menyebabkan
meningkatnya sekresi kortisol pada fetus. Kortisol fetus menstimulasi
aktivitas 17α-hidroksilase plasenta yang menyebabkan menurunnya produksi
progesteron dan meningkatkan produksei esterogen. Rasio
esterogen/progesteron yang berbalik meningkatkan produksi prostaglandin
dan pada akhirnya menginisiasi proses kelahiran 1,5.
Oksitosin terbukti meningkatkan kontraksi uterus tetapi tidak terbukti
menginisiasi terjadinya kelahiran. Pada saat menjelang inisiasi kelahiran
kadar oksitosin dan klirens oksitosin dari dalam tubuh tidak terbukti
meningkat.
Proses lain yang penting dalam inisiasi kelahiran adalah aktivasi
desidual. Pada bayi matur aktivasi desidual terjadi akibat dari aktivitas sistem
parakrin fetal-desidual akibat penurunan secara lokal kadar progesteron.
Aktivasi desidual pada kelahiran prematur biasanya terjadi akibat adanya
inflamasi atau perdarahan intrauterin 1.
Penyebab kelahiran prematur 2:
1. Kelahiran Prematur Spontan dan Ruptur Membran Amnion
Kebanyakan kelahiran prematur terjadi dengan kelahiran spontan yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya atau kelahiran prematur spontan yang
didahului oleh ruptur membran amnion. Prediktor paling penting dari
kelahiran prematur spontan adalah riwayat melahirkan prematur dan latar
belakang sosial ekonomi ibu yang rendah 2.
Hal ini dapat diterangkan karena terdapat keterkaitan antara kebiasaan
merokok dengan latar belakang social ekonomi ibu. Menurut penelitian
ibu dengan latar belakang social ekonomi rendah mempunyai
kecenderungan lebih sulit untuk berhenti merokok. Ibu yang merokok
memiliki kemungkinan dua kali lipat melahirkan bayi sebelum usia
kehamilan 32 minggu 2.
2. Kehamilan Multipel dan Assisted Reproduction
Sekitar seperempat kelahiran prematur terjadi pada kehamilan multiple.
Setengah dari semua kelahiran kembar dua dan kebanyakan kembar tiga
lahir secara prematur 2.
Insidensi kehamilan multiple di negara maju meningkat pesat dalam 20-
30 tahun terakhir. Peningkatan ini terutama disebabkan meningkatnya
penggunaan assisted reproduction seperti penggunaan obat yang memicu
ovulasi dan fertilisasi in vitro. Sebagai contoh, di Amerika Serikat
insidensi kelahiran kembar meningkat 55% sejak tahun 1980. Pada
assisted reproduction dengan kehamilan tunggal juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya kelahiran prematur. Hal ini terkait
beberpa factor seperti terjadinya trauma serviks, insidensi terjadinya
masalah uterus yang lebih besar, dan meningkatnya risiko infeksi 6.
3. Komplikasi Maternal dan Fetal
Sekitar 15-25% bayi prematur dilahirkan karena adanya komplikasi
maternal atau fetal kehamilan. Komplikasi obstetrik seperti preeklamsia
bisa menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu serta kematian
perinatal jika bayi tidak segera dilahirkan. Resiko maternal preeklamsia
seperti kejang eklamsia, perdarahan cerebral, sindrom HELLP
(haemolysis, elevated liver enzyme, low platelet), dan kematian ibu.
Selain itu, ibu dengan diabetes,penyakit ginjal, penyakit-penyakit
autoimun, dan kelainan jantung kongenital membutuhkan perhatian yang
intensif. Pada keadaan-keadaan tersebut kelahiran bayi secara prematur
mungkin bisa diindikasikan mengingat kemungkinan timbulnya
komplikasi obstetrik dan ancaman terhadap jiwa ibu dan janin lebih besar.
Ketika merencanakan waktu dan metode kelahiran prematur maka harus
dipertimbangkan berbagai risiko baik bagi ibu maupun bayi termasuk
risiko apabila kehamilan tersebut dilanjutkan 1,2,6.

C. Outcome Kelahiran Prematur


Secara umum, dampak dari kelahiran prematur membaik dengan
meningkatnya umur gestasi walaupun pada masing-masing usia gestasi
kemampuan bertahan neonatus juga dipengaruhi oleh berat badan lahir.
Faktor lain seperti etnis dan jenis kelamin juga mempengaruhi daya tahan
nenonatus dan risiko terjadinya kelainan neurologis. Neonatus prematur yang
lahir 32 minggu atau lebih menunjukkan hasil yang hampir sama dengan bayi
matur. Permasalahan serius terjadi pada sekitar 1-2% neonatus yang lahir
sebelum usia gestasi 32 minggu dan 0,4% terjadi pada usia gestasi kurang
dari 28 minggu (table II.1) 1.
Perawatan perinatal modern dan penanganan spesifik seperti
pemberian profilaksis steroid antenatal dan surfaktan eksogen mempunyai
peranan dalam meningkatkan kualitas neonatus prematur. Namun demikian
prognosis tetap buruk terutama pada bayi yang lahir kurang dari 26 minggu
usia gestasi 1.
Tabel II.1. Outcome Kelahiran Prematur1

D. Bayi Prematur
Ukuran bayi prematur kecil biasanya memiliki panjang badan kurang
dari 47 cm. Kepala relatif besar, sutura terpisah jauh dan fontanella lebar.
Muka tampak kecil dan lemak pada pipi minimal.Kulitnya tipis, pink,
berkilau, dan odem. Sering dilapisi lanugo yang banyak dan sedikit verniks
kaseosa. Lemak subkutannya rendah, nodul payudara tidak ada atau lebarnya
kurang dari 5 mm.Telinganya lembut dan datar dengan kartilago telinga yang
rendah. Testis tidak turun ke dalam skrotum, kurang terpigmentasi dan
rugoritas. Pada wanita, labia mayor tampak jauh terpisah sehingga labia
mayor dan klitoris dapat dilihat.Tidak terdapat garis- garis kaki yang dalam,
atau ada satu garis yang dalam yang melewati 1/3 anterior telapak kaki.
Hipotonia dan tangan kurang fleksi (Gambar II.1) 6.
Gambar II.1. Bayi Prematur 3

Pada bayi prematur kita jumpai adanya immaturitas sistem saraf.


Immaturitas sistem saraf menyebabkan letargi dan inaktif, refleks menghisap
dan menelan yang rendah sehingga mengalami kesulitan makan. Masalah
pernafasan, respirasi condong dengan kedalaman dan kecepatan irregular dan
periode apnea selama beberapa detik. Refleks batuk yang rendah
menyebabkan bayi prematur mudah terkena infeksi. Kadar surfaktan yang
rendah menyebabkan adanya respiratory distress syndrome. Surfaktan
merupakan lipoprotein paru- paru yang bila terjadi defisiensi , tegangan pada
paru – paru tidak dapat menurun 6.
Sistem pencernaan, ada kecenderungan terjadi regurgitasi karena
inkompeten dari kardiooesopharingeal dan kapasitas perut yang menurun.
Fungsi hati yang immatur menyebabkan hiperbilirubinemia, hipogilkemia,
dan rendahnya detoksifikasi obat -obatan. Pencernaan protein dan karbohidrat
cukup sedangkan lemak sulit diserap. Fungsi ginjal yang immatur,
Glomerular Filtration Rate (GFR) dan konsentrasi dari tubulus ginjal rendah
sehingga mudah terjadi asidosis. Pengaturan temperatur, adanya brown fat
akan menghasilkan panas tetapi pada bayi prematur kadar brown fat dalam
tubuhnya sangat rendah sehingga dapat menyebabkan hipotermia. Respon
termik yang kurang juga dpat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang,
konsumsi oksigen yang rendah, dan inaktif dari otot-otot 6.
Sistem sirkulasi, penutupan duktus arteriosus dapat terlambat pada
bayi prematur. Sirkulasi periferal tidak adekuat, intrakranial hemorrhage
dapat terjadi karena autoregulasi dari aliran darah otak 6.

E. Pencegahan Kelahiran Prematur


Beberapa metode medis telah dikembangkan untuk mencegah terjadinya
kelahiran premature diantaranya yaitu:
1. Obat-obatan Tokolitik 1,2,7
Pengobatan tokolitik seperti dengan β agonis, penyekat kanal kalsium,
inhibitor prostaglandin sintetase, magnesium sulfat, dan antagonis
oksitosin dapat memperlambat proses kelahiran sementara tetapi juga
dapat menimbulkan efek samping terhadap ibu seperti hipotensi,
takikardi, dan overload cairan. Oleh karenanya penggunaannya harus
hati-hati. Penggunaan obat-obatan ini biasanya hanya dimaksudkan untuk
menunda kelahiran hingga ibu yang akan melahirkan sampai di pusat
perawatan perinatal yang mempunyai fasilitas perawatan intensif atau
untuk memberikan waktu untuk terapi steroid antenatal.
2. Pengobatan Antibiotik 1,2,7
Berdasarkan penelitian antibiotik pada kelahiran premaur dengan ruptur
membran prematur dapat memperlama kehamilan dan mengurangi risiko
infeksi neonatal. Namun, penggunaan antibiotik sebagai profilaksis tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengurangan risiko kematian perinatal
bahkan, berdasarkan ORACLE I penggunaan antibiotik sebagai
profilaksis berkaitan dengan gangguan perkembangan saraf pada bayi
lahir prematur dengan ruptur membran prematur.
Berdasarkan ORACLE II disimpulkan bahwa antibiotik tidak seharusnya
diresepkan secara rutin pada wanita yang sedang melahirkan preterm
dengan membran amnion yang intak dan tanpa adanya bukti infeksi
nyata.
3. Cervical Cerclage 1,2,7
Cervical Cerclage adalah salah satu cara untuk mengatasi adanya
inkompetensi cerviks (Gambar II.2). Fungsi metode ini masih
diperdebatkan apakah lebih baik sebagai profilaksis, terapi atau hanya
untuk penyelamatan bagi wanita yang berisiko mengalami kelahiran
prematur akibat inkompetensi cerviks. Beberapa kajian menyarankan
prosedur invasif ini hanya boleh dilakukan pada wanita yang mempunyai
risiko tinggi mengalami kelahiran prematur pada trimester kedua atau
extremely prematur.

Gambar II.2. Cervical Cerclage 2

4. Skrining Terhadap Vaginosis Bakterial 1,2,7


Pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob di vagina merupakan
predisposisi bagi terjadinya kelahiran prematur. Pada wanita dengan
riwayat melahirkan prematur sebelumnya, skrining dan pengobatan
vaginosis bakterial dapat mengurangi risiko kelahiran prematur
selanjutnya.

F. Penilaian Usia Gestasi


1. Antenatal 4
Taksiran yang paling sering digunakan untuk menilai usia kehamilan
janin adalah diameter biparietal pada usia kehamilan 16 minggu. Jika
scan dilakukan antara enam hingga sepuluh minggu, pengukuran panjang
dari ubun-ubun hingga pantat telah akurat, tapi posisi janin mungkin
membuat pengukuran menjadi sulit. Kombinasi pengukuran ini dapat
dilakukan dan jika diperlukan dikombinasikan dengan pengukuran
panjang tulang paha janin 4,6.
Ketepatan penilaian usia kehamilan dengan scan akan menurun saat
kehamilan berlanjut karena variasi dalam pertumbuhan biologis. Scan
lebih lanjut berguna untuk mengikuti pertumbuhan, tapi scan pertama
yang dilakukan pada usia kehamilan lanjut hanya sedikit memberikan
kontribusi untuk penilaian kehamilan. Biometri ultrasonografi pada awal
kehamilan merupakan penilaian kehamilan yang lebih akurat dan dapat
memperkirakan tanggal kelahiran lebih akurat dibandingkan taksiran
berdasarkan peroide menstruasi 4,6.

2. Postnatal
Pada tahun 1970 Dubowitz menyusun sebuah sitem scoring untuk
menilai usia kehamilan pada nenonatus berusia kurang dari 5 hari
berdasarkan karakteristik morfologi dan neurologis. Namun skoring ini
kemudian mempunyai kelemahan yakni memiliki Confidence interval ±
14 hari yang berarti jika seorang pemeriksa menyimpulkan usia gestasi
bayi pada 32 minggu maka usia gestasi yang sesungguhnya secara pasti
95% berada pada rentang 30 hingga 34 minggu. Rentang Confidence
interval bahkan lebih lebar (>2,5 minggu) pada usia gestasi yang lebih
muda atau dengan berat badan lahir yang lebih rendah (<1500 gram) 4,6.
Berdasarkan pada fakta tersebut, Parkin kemudian membuat sistem
scoring baru yang lebih ringkas dan hanya berdasarkan morfologis
neonatus. Hasilnya, system scoring ini ternyata tidaka lebih baik dengan
rentang Confidence interval ± 18 hari. Kelemahan-kelemahan terhadap
kedua sistem skoring di atas menjadi lebih lanjut dibuktikan oleh ahli
pediatric dari Norwegia yang menyebutkan rentang Confidence interval
kedua skor tersebut secara berturut-turut ± 5 dan ±6 minggu 4,6.
Skor Ballard merupakan versi yang disingkat dari sistem skor
Dubowitz. Oleh karena itu tunduk pada keterbatasan yang sama.
Meskipun terdapat keterbatasan di atas, perluasan baru penilaian sistem
Ballard telah dikembangkan untuk bayi berat lahir rendah dan bahkan
berat lahir bayi yang sangat rendah 4,6.
Pembaruan Ballard melibatkan 61 bayi dengan usia gestasi kurang
dari 26 minggu dan 89 bayi dengan usia gestasi antara 26 dan 31 minggu
kehamilan. Sistem ini memberikan sarana penilaian kehamilan untuk
semua bayi dari usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Untuk kebanyakan
bayi imatur, penilaian akan lebih akurat ketika dilakukan dalam 12 jam
pertama kehidupan. Cara lain untuk memperkirakan usia gestasi yaitu
studi konduksi saraf dan pemeriksaan vaskular anterior kapsul lensa 4,6,7.
Saat ini, dengan keakuratan USG antenatal, tidak perlu lagi penilaian
pascakelahiran kehamilan. Namun, metode penilaian usia kehamilan di
atas mungkin sangat berguna dalam keadaan kehamilan tertentu
di mana ibu sengaja menyembunyikan kehamilannya, tidak mampu
mengatakan (karena bahasa atau kesulitan berkomunikasi) atau tidak
mau membocorkan informasi kehamilan tersebut, atau khususnya tidak
dapat dipercaya (seperti ibu dengan penyalahgunaan obat). Dengan
demikian, pengalaman dengan setidaknya salah satu dari sistem penilaian
di atas merupakan hal yang bermanfaat 4,8.

G. The New Ballard Score Pada Bayi Prematur


Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD
untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian
neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square
window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver.
Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar,
payudara, mata/telinga, dan genitalia 3.
1. Penilaian Maturitas Neuromuskular
a. Postur 3,4
Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat
dan adanya tahanan saat otot diregangkan (Gambar II.3). Ketika
pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana
ekstremitas bawah sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal
kehamilan hanya pergelangan kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi
bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai fleksi,
kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi
prematur tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan,
sedangkan pada bayi yang mendekati matur menunjukkan perlawanan
tonus fleksi pasif yang progresif.
Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan terlentang dan
pemeriksa menunggu sampai bayi menjadi tenang pada posisi
nyamannya. Jika bayi ditemukan terlentang, dapat dilakukan
manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi
atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi
dasar kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan
gambaran seperti posisi kaki kodok.
Gambar II.3. Postur Bayi 3
b. Square Window 3,4
Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap
peregangan ekstensor memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan
tangan. Pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan punggung
tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil sudut antara
telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm
diperkirakan berturut-turut > 90 °, 90 °, 60 °, 45 °, 30 °, dan 0 °
(Gambar II.4).
Gambar II.4. Square Window 3

c. Arm Recoil 3,4,6


Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps
dengan mengukur sudut mundur singkat setelah sendi siku difleksi
dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan cara evaluasi saat bayi
terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian bawah
sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan
lepaskan.Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan
tetap terentang/ gerakan acak, Skor 1: fleksi parsial 140-180 °, Skor 2:
fleksi parsial 110-140 °, Skor 3: fleksi parsial 90-100 °, dan Skor 4:
kembali ke fleksi penuh (Gambar II.5).
Gambar II.5. Arm Recoil 3

d. Popliteal Angle 3,4,6


Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut
dengan menguji resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi.
Dengan bayi berbaring telentang, dan tanpa popok, paha ditempatkan
lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi rileks
dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut
dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan
yang lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang, karena
hal ini dapat mengganggu interpretasi.
Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap
ekstensi. Ukur sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah
popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus menunggu sampai
bayi berhenti menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi
kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini
untuk 24 hingga 48 jam pertama usia karena bayi mengalami
kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang
setelah pemulihan telah terjadi (Gambar II.6).
Gambar II.6. Popliteal Angle 3
e. Scarf Sign 3,4,7
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan
bayi berbaring telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis
tengah tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian atas
dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja
dan kepala tetap lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan
bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni, penuh pada
tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral baris
puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis
aksila ipsilateral (4) (Gambar II.7).
Gambar II.7. Scarf Sign 3

f. Heel to Ear 3,7


Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul
dengan memberikan fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot
posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang
kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan
kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja
periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi
lutut ( bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Penguji
mencatat lokasi dimana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat
sebagai resistensi tumit ketika berada pada atau dekat: telinga (-1);
hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah pusar (3); dan lipatan
femoralis (4) (Gambar II.8).
Gambar II.8. Heel to Ear 3

2. Penilaian Maturitas Fisik


a. Kulit 3
Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur
intrinsiknya bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan
pelindung, yaitu vernix caseosa. Oleh karena itu kulit menebal,
mengering dan menjadi keriput dan / atau mengelupas dan dapat
timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi
dengan kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin
tergantung pada pada kondisi ibu dan lingkungan intrauterin.
Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum
corneumnya, kulit agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa.
Pada usia perkembangan selanjutnya kulit menjadi lebih halus,
menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang menghilang
menjelang akhir kehamilan. pada keadaan matur dan pos matur, janin
dapat mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat
mempercepat proses pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas,
pecah-pecah, dehidrasi, sepeti sebuah perkamen.

b. Lanugo 3,4
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada
extreme prematurity kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo
mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25 minggu dan biasanya
sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika memasuki
minggu ke 28.
Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah.
Daerah yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan
maturitasnya dan biasanya yang paling luas terdapat di daerah
lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak ditutupi
lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia
gestasi tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal,
metabolik, serta pengaruh gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan
diabetes mempunyai lanugo yang sangat banyak.
Pada melakukan skoring pemeriksa hendaknya menilai pada
daerah yang mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah
atas dan bawah dari punggung bayi (Gambar II.9).
Gambar II.9. Lanugo 3

c. Permukaan Plantar 3,7


Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini
kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam
kandungan. Bayi dari ras selain kulit putih mempunyai sedikit garis
telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit hitam
dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga
timbulnya garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan.
Namun demikian penialaian dengan menggunakan skor Ballard tidak
didasarkan atas ras atau etnis tertentu.
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai
garis pada telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi
tersebut berdasarkan permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang
dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40 mm diberikan
skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil
pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel (Gambar II.10).
Gambar II.10. Permukaan Plantar 3

d. Payudara 3,4
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh
akibat stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung
dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai ukuran areola dan
menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papila
Montgomery (Gambar II.11). Kemudian dilakukan palpasi jaringan
mammae di bawah areola dengan ibu jari dan telunjuk untuk
mengukur diameternya dalam milimeter 9.

Gambar II.11. Payudara Neonatus 3


e. Mata/Telinga 3,4,6
Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring
perkembangannya menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri
atas palpasi ketebalan kartilago kemudian pemeriksa melipat daun
telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan pemeriksa mengamati
kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi
semulanya (Gambar II.12).

Gambar II.12. Pemeriksaan Daun Telinga 3

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat


ketika dilepaskan. Pemeriksaan mata pada intinya menilai
kematangan berdasarkan perkembangan palpebra. Pemeriksa
berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan inferior
dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely
premature palpebara akan menempel erat satu sama lain (Gambar
II.13). Dengan bertambahnya maturitas palpebra kemudian bisa
dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan meningggalkan sisi lainnya
tetap pada posisinya.
Hasil pemeriksaan pemeriksa kemudian disesuaikan dengan skor
dalam tabel. Perlu diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan
palpebra pada individu dengan usia gestasi yang sama. Hal ini
dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin dan faktor
humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.

Gambar II.13. Palpebra Neonatus Prematur 3

f. Genital (Pria) 3,4,9


Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam
scrotum kurang lebih pada minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun
mendahului testis kanan yakni pada sekitar minggu ke 32. Kedua
testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas
atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan
dengan itu, kulit skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae
(Gambar II.14) .
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di
dalam zona berugae. Pada nenonatus extremely premature scrotum
datar, lembut, dan kadang belum bisa dibedakan jenis kelaminnya.
Berbeda halnya pada neonatus matur hingga posmatur, scrotum
biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika
berbaring.
Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong,
hipoplastik, dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan sisi
yang sehat atau sesuai dengan usia kehamilan yang sama.

Gambar II.14. Pemeriksaan Genitalia Neonatus laki-laki 3

g. Genital (wanita) 3,4,9


Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus
harus diposisikan telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45 o
dari garis horisontal. Abduksi yang berlebihan dapat menyebabkan
labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol sedangkan aduksi
menyebabkankeduanya tertutupi oleh labia majora 9.
Pada neonatus extremely premature labia datar dan klitoris
sangat menonjol dan menyerupai penis. Sejalan dengan
berkembangnya maturitas fisik, klitoris menjadi tidak begitu
menonjol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati usia
kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung
tertutupi oleh labia majora yang membesar (Gambar II.15).
Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung
pada nutrisi intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan
labia majora menjadi besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang
kurang menyebabkan labia majora cenderung kecil meskipun pada
usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora serta klitoris
cenderung lebih menonjol.

Gambar II.15. Penilaian Genitalia Neonatus Wanita 3

3. Interpretasi Hasil 3
Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular
maupun fisik disesuaikan dengan skor di dalam tabel (Tabel II.2) dan
dijumlahkan hasilnya. Interpretasi hasil dapat dilihat pada tabel skor.
Tabel II.2. The New Ballard Score 3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kelahiran prematur merupakan penyebab 75% dari mortalitas perinatal
dan lebih dari separuh morbiditas jangka panjang. Kecenderungan
kelahiran prematur semakin meningkat terutama di negara maju.
2. Terdapat tiga prediktor kelahiran prematur, yakni kelahiran atas indikasi
fetal atau maternal, kelahiran prematur spontan dengan membrane
amnion yang intak, dan kelahiran prematur dengan rupture membrane
prematur.
3. Secara umum, dampak dari kelahiran prematur membaik dengan
meningkatnya umur gestasi walaupun pada masing-masing usia gestasi
kemampuan bertahan neonatus juga dipengaruhi oleh berat badan lahir
4. Untuk mengetahui usia kehamilan bayi prematur dapat dilakukan
penilaian antenatal dan posnatal. Salah satu penilaian posnatal adalah
dengan skor The New Ballard yang terdiri atas pemeriksaan maturitas
fisik dan neuromuskular.
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, Roberto Romero. Preterm Birth
1 :Epidemiology and causes of preterm birth. Lancet 2008; 371: 75–84.
2. Tucker J and McGuire W. ABC of preterm birth: Epidemiology of
preterm birth. BMJ 2004; 329: 675-678.
3. New Ballard Score & nbspMaturational Assessment of Gestational Age
[Online]. 2007 Dec [cited 2009 Dec 21]; Available from: URL:
/www.ballardscore.com/Pages/mono_neuro_posture.aspx.
4. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Neonatology. 2nd Ed.
New York: Taylor & Francis Group; 2005.
5. Rosenberg R E, Ahmed A.S.M N U, Ahmed S, Saha S K, Chowdhury A
M A K, Black R E, et al. Determining Gestational Age in a Low-resource
Setting: Validity of Last Menstrual Period. J HEALTH POPUL NUTR
2009; 27(3): 332-338.
6. Von Der Pool B A. Preterm Labor: Diagnosis and Treatment. American
Fam Physic [Serial Online] 1998 May [Cited 2010 Jan 14]; 1(1).
Available from: URL:
http://www.aafp.org/online/en/home/publications/journals/Preterm Labor:
Diagnosis and Treatment/htm.
7. Sanders M, Allen M, Alexander G R, Yankowitz J, Graeber J, Johnson
T R B, and Repka M X. Gestational Age Assessment in Preterm Neonates
Weighing Less than 1500 Grams. PEDIATRICS 1991; 88: 542-45.
8. Valman H B and Thomas R M. ABC of The First Year. 5 th Ed. London:
BMJ books; 2002.
9. Bernbaum J C, Umbach D M, Ragan N B, Ballard J L., Archer J I,
Schmidt-Davis H, and Rogan W J. Pilot Studies of Estrogen-Related
Physical Findings in Infants. Environmental Health Perspectives 2008;
116: 416-19.
REFERAT

PENGGUNAAN SKOR THE NEW BALLARD DALAM MENILAI USIA


KEHAMILAN BAYI LAHIR PREMATUR

Diajukan kepada:

dr. Qodri Santosa, Msi. Med. Sp.A

Disusun oleh:

Pranawa Sri Hapsara K1A005060

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2010
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

PENGGUNAAN SKOR THE NEW BALLARD DALAM MENILAI USIA


KEHAMILAN BAYI LAHIR PREMATUR

Diajukan untuk memenuhi syarat ujian di SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:

Pranawa Sri Hapsara K1A005060

Purwokerto, 2010

Pembimbing,

dr Qodri Santosa, M.si. Med, Sp.A

NIP.
Semangat
m2z pla..

You might also like