You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahanbahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
allergen. Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas, tubuh bereaksi
dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda asing.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu mengetahui sistem imunitas secara keseluruhan
2. Agar mahasiswa mampu memahami fungsi system imun
3. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi imunoglubulin
4. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi alergi
5. Agar mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan
C. Terminologi
Gatal
Pupal
asama
Eritema
Alergi / hipersensitivitas
D. Rumusan masalah
1. Sistem Imunitas secara keseluruhan
2. klasifikasi imunoglubulin
3. Klasifikasi alergi
4. Penatalaksanaan

BAB II
PEMBAHASAN
1. Skenario
TANGAN GATAL
Seorang anak berusia 10 tahun diantar ibunya ke Puskesmas dengan keluhan gatal
di pergelangan tangan kiri.Keluhan ini di rasakan sejak 5 hari yang lalu bersamaan
dengan

pemakain jam tangan yang baru.Pasien juga di keluhkan sering gatal seluruh

tubuh dan kemerahan terutama saat bangun tidur,tapi hilang sendiri.Dari pemeriksaan
didapatkan eritema terbatas tegas dan papul yang menyebar mengikuti pola jam
tangan.Riwayat ayah pasien asma dan ibu alergi kacang.Kemudian dokter melakukan
pemeriksaan lebih lanjut pada pasien.

2. Terminologi
Gatal : -

Berbagai gangguan kulit.


Pruritus : sensasi kulit yang tidak menyenangkan yang mencetuskan
keinginan untuk menggosok dan menggaruk kulit untuk

menghilangkannya.3
Papul : tonjolan kecil superficial pada kulit, berbatas tegas, dan padat, diameternya
kurang dari 1 cm.3
Asma : serangan berulang dispnea paroksismal, disertai dengan peradangan jalan
napas dan mengakibatkannya kontraksi spasmodic bronkus. Beberapa kasus asma
adalah manifestasi alergi pada orang-orang yang telah tersensitisasi.3
Eritema : warna merah pada kulit yang disebabkan oleh pembesaran pembuluh
darah.3
Alergi / hipersensitivitas : keadaan perubahan reaktivitas saat tubuh bereaksi
terhadap respons imun yang berlebihan atau tidak tepat terhadap sesuatu yang
dianggap sebagai benda asing.3

3. Rumusan masalah
3.1 SISTEM IMUNITAS SECARA KESELURUHAN
2

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hamper semua jenis


organisme

atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.

Kemampuan ini disebut imunitas. Sebagian imunitas merupakan munitas didapat


yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri, virus, atau toksin,
sering kali membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbula-bulan untuk
membentuk imunitas ini. Ada suatu imunitas jenis lain yang merupakan akibat dari
proses umum, dan bukan dari proses yang ditujukan untuk organism suatu penyebab
penyakit tertentu. Imunitas ini disebut imunitas bawaan yang meliputi :
1. Proses fagositosis bakteri dan organism lainnya oleh sel darah putih dan sel pada
system makrofag jaringan.1
2. Penghancuran organism yang tertelan ke dalam saluran cerna oleh asam lambung
dan enzim pencernaan.1
3. Daya tahan kulit terhadap invasi organism.1
4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organism asing
atau toksin dan kemudian menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah
(1) lisozim, suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan
membuatnya larut; (2) polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bakteri grampositif tertentu dan membuatnya menjadi tidak aktif; (3) kompleks komplemen,
merupakan suatu system yang terdiri dari kurang lebih 20 protein, yang dapat
diaktifkan melalui berbagai macam cara untuk menghancurkan bakteri; dan (4)
limfosit pembunuh alami (natural killer lymphocyte) yang dapat mengenali dan
menghancurkan sel-sel asing, sel tumor, dan bahkan beberapa sel yang terinfeksi.1
Imunitas bawaan ini membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit seperti
beberapa infeksi virus paralitik pada hewan, kolera pada babi, pes pada lembu, dan
distemper-penyakit virus yang banyak meneyebabkan kematian pada anjing yang
menderita penyakit ini. Sebaliknya, banyak binatang tingkat rendah yang tahan atau
bahkan kebal terhadap banyak penyakit yang menyerang manusia, seperti
poliomyelitis, parotitis, kolera pada manusia, campak, dan sifilis, yang menimbulkan
kerusakan atau bahkan kematian bagi manusia.1

Imunitas Didapat (Adaptif)


Selain imunitas bawaan yang bersifat umum, tubuh manusia juga mampu
membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerang yang
mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal
3

dari hewan lain. Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat atau imunitas
adaptif. Imunitas didapat dihasilkan oleh system imun khusus yang membentuk
antibody

dan/atau

mengaktifkan

limfosit

yang

mampu

menyerang

dan

menghancurkan organism spesifik atau toksin.1


Tipe-tipe Dasar Imunitas Didapat
Dalam tubuh dapat dijumpai dua tipe dasar imunitas didapat yang
berhubungan erat satu sama lain. Pada tipe yang pertama, tubuh membentuk
antibody yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam plasama darah yang
mampu menyerang agen yang masuk ke dalam tubuh. Tipe imunitas ini disebut
imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit B memproduksi antibody).
Sedangkan tipe yang kedua diperoleh melalui pembentukan limfosit T teraktivasi
dalam jumlah yang besar secara yang secara khusus dirancang untuk
menghancurkan benda asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas yang diperantarai
sel atau imunitas sel-T (karena limfosit yang teraktivasi merupakan limfosit T).1
Kedua Tipe Imunitas Didapat Dicetuskan oleh Antigen
Karena imunitas yang didapat ini tidak akan terbentuk sampai ada invasi oleh
organism asing atau toksin, maka jelaslah bahwa tubuh harus mempunyai suatu
mekanisme tertentu untuk mengawali invasi ini. Setiap toksin atau setiap jenis
organisme hampir selalu mengandung satu atau lebih senyawa kimia spesifik yang
membuatnya berbeda dengan seluruh senyawa lainnya. Pada umumnya, senyawa
tersebut adalah protein atau polisakarida besar, dan senyawa inilah yang memicu
imunitas didapat. Bahan-bahan ini disebut antigen (antibody generations).1
Limfosit Berperan dalam Pembentukan Imunitas Didapat
Imunitas didapat merupakan produk limfosit tubuh. Limfosit paling banyak
ditemukan dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid
khusus seperti limpa daerah submukosa saluran cerna, timus, dan sumsum tulang.1
Jaringan limfoid tersebar di lokasi-lokasi yang sangat menguntungkan di dalam
tubuh untuk menahan invasi organism atau toksin sebelum dapat menyebar lebih
luas. Pada kebanyakan kasus, mula-mula agen yang menginvasi akan masuk ke
dalam cairan jaringan dan kemudian dibawa melalaui pembuluh limfe ke nodus
limfe atau jaringan limfoid yang lain.1
4

Dua macam Limfosit yang Menimbulkan Imunitas yang Diperantarai Sel


dan Imunitas Humoral-Limfosit T dan B. Walaupun sebagian besar limfosit
dalam jaringan limfoid normal tampak serupa di bawah mikroskop, tetapi sel-sel
tersebut secara jelas dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. Kelompok
pertama, yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit
teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain,
yaitu limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan antibody yang memberikan
imunitas humoral.1
Pada masa embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem
hematopoietic pluripoten yang membentuk limfosit sebagai salah satu hasil dari
diferensiasi sel terpenting. Hamper semua limfosit yang terbentuk akhirnya ber
berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit berdiferensiasi lebih
lanjut atau diolah lebih dulu dengan cara sebagai berikut.1
Limfosit yang dipersiapkan untuk membuat limfosit T teraktivasi, mula-mula
bermigrasi ke kelenjar timus dan diolah lebih dulu di sana, sehingga limfosit tersebut
disebut limfosit T untuk menunjukkan peranan kelenjar timus. Limfosit ini
bertanggung jawab untuk membentuk imunitas yang diperantarai sel.1
Kelompok limfosit yang lain-limfosit B yang dipersiapkan untuk membentuk
antibody-mula-mula diolah lebih dulu di hati selama masa pertengahan kehidupan
janin, kemudian diolah di sumsum tulang pada masa akhir janin dan sesudah lahir.
Kelompok sel ini mula-mula ditemukan pada burung, yang mempunyai organ
pengolahan khusus yaitu bursa Fabricius. Karena alas an tersebut, limfosit ini
disebut limfosit B, dan bertanggung jawab untuk imunitas humoral.1
Pengolahan Pendahuluan Terhadap Limfosit T dan B
Walaupun semua limfosit tubuh berasal dari sel stem yang membentuk limfosit
di masa embrio, sel stem ini sendiri tidak mampu membentuk limfosit T teraktivasi
atau antibody secara langsung. Sebelum dapat melakukan hal itu, sel stem tersebut
harus berdiferensiasi lebih lanjut di tempat pengolahan yang tepa sebagai berikut.1
Limfosit T Diolah Lebih Dulu di Kelenjar Timus. Limfosit T, setelah
pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Disini,
limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk
5

keanekaragaman yang ekstrem untuk bereaksi melawan berbagai antigen spesifik.


Artinya, tiap tiap satu limfosit di kelenjar timus membntuk reaktivitas yang spesifik
untuk melawan satu antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifisitas
terhadap antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat ribuan jenis
limfosit timus dengan reaktivitas spesifik untuk melawan ribuan jenis antigen.
Berbagai tipe limfosit T yang telah diproses ini sekarang meninggalkan timus dan
menyebar ke seluruh tubuh melalui darah untuk mengisi jaringan limfoid di setiap
tempat.1
Timus juga memastikan bahwa setiap limfosit T yang meinggalkan timus tidak
akan berekasi terhadap protein atau antigen lain yang berasal dari jaringan tubuh
sendiri; kalau tidak, limfosit T akan bersifat mematikan bagi jaringan tubuh dalam
waktu beberapa hari saja. Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan, yaitu
mula-mula dengan cara mencampurkan limfosit dengan semua antigen-sendiri
yang spesifik yang berasal dari jaringan tubuh sendiri. Jika limfosit T bereaksi, maka
limfosit ini akan dihancurkan dan digagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan
dilepaskan, inilah yang terjadi pada 90 persen sel. Jadi, yang akhirnya dilepaskan
hanyalah sel-sel yang bersifat non-reaktif terhadap antigen tubuhnya sendiri-limfosit
hanya berekasi terhadap antigen dari sumber di luar tubuh, seperti dari bakteri,
toksin, atau bahkan jaringan yang ditransplantasikan dari orang lain.1
Sebagian besar proses pengolahan limfosit T dalam timus berlangsung
beberapa saat sebelum bayi lahir dan selama selama beberapa bulan setelah lahir.
Sesudah melewati periode ini, bila dilakukan pengangkatan kelenjar timus maka
akan menurunkan (tetapi tidak menghilangkan) system imun limfosit-T. namun
pengangkatan kelenjar timus beberapa bulan sebelum lahir dapat mencegah
pembentukan semua imunitas yang diperantarai sel. Karena tipe imunitas seluler ini
terutama

bertanggung

jawab

untuk

penolakan

terhadap

organ

yang

ditransplantasikan, seperti jantung dan ginjal, maka kita dapat mentransplan organ
dengan sedikit sekali kemungkinan penolakan jika timus pada seekor hewan
diangkat sebelum lahir (tetapi masih dalam masa yang memungkinkan).1
Limfosit B Diolah Lebih Dulu di Hati dan Sumsum Tulang. Pengolahan
limfosit B yang rinci lebih sedikit diketahui daripada proses pengolahan limfosit T.
pada manusia, limfosit B diketahui diolah lebih dulu di hati selama periode
pertengahan kehidupan janin, dan di sumsum tulang selama masa akhir kehidupan
janin dan setelah akhir.1
6

Limfosit B berbeda dengan limfosit T dalam dua hal : peratama, berbeda


dengan seluruh sel yang membentuk reaktivitas terhadap antigen, seperti yang
terjadi pada limfosit T, limfosit B secara aktif menyekresikan antibody yang
merupakan bahan reaktif. Bahan ini merupakan molekul protein besar yang mampu
berikatan dengan bahan antigenic dan menghancurkannya. Kedua, limfosit B bahkan
memiliki lebih banyak keanekaragaman daripada limfosit T, jadi membentuk banyak
sekali sampai berjuta-juta antibody tipe limfosit B dengan berbagai reaktivitas yang
spesifik. Setelah diolah lebih dulu limfosit B, seperti juga limfosit T, bermigrasi ke
jaringan limfoid di seluruh tubuh, tempat limfosit B tersebut menempati daerah yang
berdekatan dengan limfosit-T tetapi sedikit lebih jauh.1

Limfosit T dan Antibodi Limfosit B Bereaksi Secara Sangat Spesifik


Terhadap Antigen Spesifik-Peran Klon Limfosit
Bila antigen spesifik melakukan kontak dengan limfosit T dan B di dalam
jaringan limfoid, maka limfosit T tertentu menjadi teraktivasi untuk membentuk sel
T teraktivasi, dan limfosit B tertentu menjadi teraktivasi untuk membentuk antibody.
Sel T yang teraktivasi dan antibody ini kemudian bereaksi dengan sangat spesifik
terhadap antigen tipe tertentu yang mencetuskan pembentukan sel imun tadi.
Mekanisme spesifitas ini adalah sebagai berikut.1
Jutaan Tipe Limfosit yang Spesifik Disimpan dalam Jaringan Limfoid.
Terdapat berjuta-juta jenis calon limfosit B dan limfosit T yang disimpan dalam
jaringan limfe. Sel-sel ini mampu membentuk antibody atau sel T yang sangat
spesifik. Masing-masing limfosit ini hanya mampu membentuk satu jenis antibody
atau satu jenis sel T dengan satu macam spesifisitas. Begitu limfosit yang spesifik
diaktifkan oleh antigennya, maka ia akan berkembang biak dengan cepat dan
membentuk banyak sekali limfosit turunan. Bila limfosit itu adalah limfosit B, maka
keturunannya kemudian akan menyekresikan antibody spesifik yang kemudian
bersirkulasi ke seluruh tubuh. Dan bila limfosit tersebut adalah limfosit T, maka
keturunanya adalah sel T spesifik yang tersensitisasi yang akan dilepaskan ke dalam
cairan limfe dan diangkut ke dalam darah, kemudian disirkulasikan ke seluruh cairan
jaringan dan kembali lagi ke dalam limfe, kadang-kadang sirkulasi yang terus
menerusdalam sirkuit ini terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.1

Asal-Usul Banyak Klon Limfosit


Hanya ada beberapa ratus sampai beberapa ribu penyandi gen untuk jutaan
jenis antibody dan limfosit T. pada mulanya, memang masih merupakan suatu
misteri bagaimana mungkin dengan jumlah gen yang hanya sedikit dapat menyandi
berjuta-juta sifat spesifik pada molekul antibody atau sel T yang dapat dihasilkan
oleh jaringan limfoid, khususnya bila kita berpikir bahawa satu gen biasanya hanya
berguna untuk pembentukan setipa protein yang berbeda. Misteri ini sekarang telah
terpecahkan.1
Seluruh gen yang membentuk setiap jenis sel T atau sel B tidak pernah ada di
dalam sel stem asal tempat sel imun fungsional terbentuk. Melainkan, yang ada
hanyalah segmen gen-sebenarnya, terdiri dari beratus-ratus segmen-tetapi tidak
seluruh gen. selama proses pengolahan sel limfosit T dan B, segmen-segmen gen ini
menjadi tercampur satu sama lain dalam kombinasi acak, dan dengan cara ini
akhirnya membentuk seluruh gen.1
Karena jenis segmen gen ada beberapa ratus, maka terdapat jutaan kombinasi
segmen yang dapat tersusun dalam sel tunggal, sehingga kita dapat mengerti dapat
mengapa dapat terjadi jutaan jenis gen sel yang berbeda-beda. Pada setiap limfosit T
atau limfosit B fungsional yang bakhirnya terbentuk, sandi struktur gen yang ada
hanya untuk satu spesifitisitas antigen. Sel-sel matang ini kemudian menjadi sel T
dan sel B yang sangat spesifik, yang memenuhi dan menyebar ke jaringan limfoid.1
Mekanisme untuk Mengaktifkan Suatu Klon Limfosit
Setiap klon limfosit hanya responsive terhadap satu tipe antigen (atau terhadap
beberapa antigen serupa yang sifat stereokimianya hamper sama). Alas an terjadinya
hal ini adalah sebagai berikut : pada limfosit B, masing-masing mempunyai kira-kira
100.000 molekul antibody pada permukaan membrane selnya yang akan bereaksi
sangat spesifik dengan satu macam antigen spesifik saja. Jadi, bila ada antigen yang
tidak cocok, maka antigen ini segera melekat dengan antibody di membrane sel.
Pada limfosit T, di permukaan membrane selnya terdapat molekul yang sangat mirip
dengan antibody, yang disebut protein reseptor permukaan (atau penanda sel-T), dan
ternyata protein ini juga bersifat sangat spesifik terhadap satu antigen spesifik yang
mengaktifkannya.1

Peran makrofag dalam Proses Aktivasi. Dalam jaringan limfoid, selain


limfosit juga terdapat berjuta-juta makrofag. Makrofag melapisi sinusoid-sinusoid
pada nodus limfe, limpa, dan jaringan limfoid lain, dan makrofag ini terletak
bersebelahan dengan banyak limfosit dalam nodus limfe. Kebanyakan organisme
yang menginvasi mula-mula difagositosis dan sebagian akan dicerna oleh makrofag,
kemudian produk antigeniknya dilepaskan ke dalam sitosol makrofag. Makrofag
kemudian mentransfer antigen-antigen tersebut secara langsung ke dalam limfosit
dengan cara kontak sel-ke-sel, sehingga menimbulkan aktivasi klon limfositik yang
spesifik. Selain itu, makrofag juga menyekresikan zat pengaktivasi khusus yang
meningkatkan pertumbuhan dan reproduksi limfosit spesifik. Zat ini disebut
interleukin-1.1
Peran sel T dalam Mengaktifkan Limfosit B. kebanyakan antigen
mengaktifkan limfosit T dan limfosit B pada saat yang bersamaan. Beberapa sel T
yang terbentuk disebut sel pembantu (helper cell), kemudian menyekresikan bahan
khusus (yang secara keseluruhan disebut limfokin) yang mengaktifkan limfosit B
spesifik. Sesungguhnya tanpa bantuan sel T pembantu ini, jumlah antibody yang
dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit.1

Sifat-Sifat Khusus Sistem Limfosit-B-Imunitas Humoral dan


Antibodi.
Pembentukan Antibodi oleh Sel Plasma. sebelum terpajan dengan antigen
yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan dorman di dalam jaringan
limfoid. Bila ada antigen yang masuk, makrofag dalam jaringan limfoid akan
memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya.
Selain itu, antigen tersebut juga dapat dibawa ke sel T pada saat yang bersamaan,
dan terbentuk sel T pembantu yang teraktivasi. Sel pembantu ini juga berperan
dalam aktivasi hebat limfosit B.1
Limfosit B yang bersifat spesifilk terhadap antigen segera membesar dan
tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapa limfoblas berdiferensiasi lebih lanjut
untuk membentuk plasmoblas, yang merupakan prekursol sel plasma. dalam
plasmablas ini, sitoplasma meluas dan reticulum endoplasma kasar akan
berproliferasi dengan cepat. Sel-sel ini kemudian mulai membelah dengan kecepatan
9

satu kali setiap 10 jam, sampai sekitr Sembilan pembelahan, sehingga dari satu
plasmablas dapat terbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel plasma yang
matur kemudian menghasilkan antibody gamma globulin dengan kecepatan tinggikira-kira 2000 molekul per detik untuk setipa sel plasma. kemudian, antibody
disekresikan ke dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah. Proses ini
berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma
akhirnya kelelahan dan mati.1
Pembentukan Sel Memori-Perbedaan Antara Respon Primer dan
Respon Sekunder. Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan klon
limfosit B, yang tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel
limfosit B baru dalam jumlah yang cukup dan serupa dengan klon asal. Dengan kata
lain, populasi sel-B dari klon yang teraktivasi secara spesifik menjadi sangat
meningkat. Dan limfosit B baru terebut ditambahkan ke limfosit asal pada klon yang
sama. Limfosit B yang baru ini juga bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendiami
seluruh jaringan limfoid; tetapi secara imunologis, limfosit B tetap dalam keadaan
dorman sampai diaktifkan lagi oleh sejumlah antigen baru yang sama. Limfosit ini
disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan
respon antibody untuk kedua kalinya yang jauh lebih cepat dan jauh labih kuat,
karena terdapat lebih banyak sel memori daripada yang dibentuk hanya oleh sel
limfosit B asal yang spesifik.1
Sifat antibody
Antibody merupakan gamma globulin yang disebut immunoglobulin (Ig),
dan berat molekulnya antara 160.000 dan 970.000. Immunoglobulin biasanya
mencakup sekitar 20% dari seluruh protein plasma.1
Semua immunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai polipeptida ringan dan
berat. Sebagian besar merupakan kombinasi 2 rantai berat dan 2 rantai ringan.
Meskipun begitu, ada beberapa immunoglobulin yang mempunyai kombinasi
sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan, yang menghasilkan immunoglobulin
dengan berat molekul besar. Ternyata dalam semua immunoglobulin, tiap rantai
berat terletak sejajar dengan satu rantai ringan pada salah satu ujungnya, sehingga
membentuk satu pasang berat-ringan, serta selalu terdapat sedikitnya 2 pasang dan
sebanyak-banyaknya

10

pasang

semacam

ini

dalam

setiap

molekul
10

immunoglobulin.1
Spesifisitas Antibodi. Setiap antibody bersifat spesifik untuk antigen
tertentu; hal ini disebabkan oleh struktur orhganisasi asam amino yang unik pada
bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringa dan berat. Susunan asam amino
ini memiliki bentuk sterik yang berbeda untuk setiap spesifisitas antigen, sehingga
bila suatu antigen melakukan kontak dengan bagian ini, maka berbagai kelompok
postetik antigen tersebut seperti sebuah bayangan cermin dengan asam amino yang
terdapat dalam antibody, sehingga terjadilah ikatan yang cepat dan kuat antara
antibody dan antigen. Bila antibody bersifat sangat spesifik, maka akan ada banyak
tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibody-antigen itu sangan kuat
terikat satu sama lain, yaitu dengan cara (1) ikatan hidrofobik, (2) ikatan hydrogen,
(3) daya tarik ionic, dan (4) kekuatan vander Waals. Ikatan ini juga mematuhi hokum
kerja massa termodinamik.1

Ka=

Konsentrasi ikatan antibodiantigen


Konsentrasi antibodi x Konsentrasi antigen
Ka disebut konstanta afnitas dan merupakan ukuran yang menunjukkan
seberapa kuat ikatan antara antibody dengan antigen.1
Penggolongan Antibodi. Terdapat lima golongan umum antibody, masingmasing diberi nama IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Ig singakatan dari
immunoglobulin, dan kelima huruf di atas menunjukkan masing-masing golongan.
Ada dua golongan antibody yang sangat penting; IgG yang merupakan
antibody bivalen dan memcakup kira-kira 75% dari seluruh antibody pada orang
normal. Dan IgE, yang merupakan antibody dalam junlah kecil tetapi khususnya
terlibat dalam peristiwa alergi. Golongan IgM juga penting sebab sebagian besar
antibody yang terbentuk selama respon primer adalah antibody jenis ini. Antibody
ini mempunyai 10 tempai ikatan sehingga sangat efektif dalam melindungi tubuh
terhadap agen yang masuk, walaupun antibody IgM jumlahnya tidak begitu banyak.1
Mekanisme Kerja Antibodi
Antibody bekerja terutama melalui dua cara untuk melindungi tubuh terhadap
agen yang menginvasi : (1) dengan langsung menyerang penyebab penyakit tersebut
dan (2) dengan mengaktifak system komplemen yang kemudian dengan berbagai
11

cara yang dimilikinya akan mengahncurkan penyebab penyakit tersebut.1


Kerja Langsung Antibodi Terhadap Agen yang Menginvasi. Karena sifat
bivalen yang dimiliki oleh antibody dan banyaknya tempat antigen pada sebagian
besaragen penyebab penyakit, maka antibody dapat mematikan aktivitas gen tersebut
dengan salah satu cara berikut :1
1. Aglutinasi, yaitu proses yang menyebabkan banyak partikel besar dengan
antigen di permukaan, seperti bakteri atau sel darah merah, terikat bersamasama menjadi satu gumpalan.1
2. Presipitasi, yaitu proses yang menyebabkan kompleks molekular dari antigen
yang mudah larut (misalnya racun tetanus) dan antibody menjadi begitu besar
sehingga berubah menjadi tidak larut dan membentuk presipitat.1
3. Netralisasi, yaitu proses yang menyebabkan antibody menutupi tempat-tempat
yang toksik dari agen yang bersifat antigenic.1
4. Lisis, yaitu suatu proses yang menyebabkan beberapa sntibodi yang sangat kuat
kadang-kadang mampu langsung menyerang membrane sel agen penyebab
penyakit sehingga menyebabkan agen tersebut rupture.1
Kerja antibody yang langsung menyerang agen penyebab penyakit yang bersifat
antigenic sering kali tidak cukup kuat untuk melindungi tubuh terhadap penyebab
penyakit tersebut. Kebanyakan sifat pertahanan didapat melalui efek penguatan oleh
system komplemen.1
System Komplemen pada Kerja Antibodi.
komplemen merupakan istilah gabungan untuk menggambarkan suatu system
yang terdiri dari kira-kira 20 protein, yang kebanyakan merupakan precursor enzim.
Pemeran utama dalam system ini adalah 11 protein yang ditandai dengan C1 sampai
C9, B, dan D. biasanya, semua protein ini ada di antara protein-protein plasma

dalam darah dan juga di antara protein-protein yang bocor keluar dari kapiler masuk
ke dalam ruang jaringan. Biasnya precursor enzim ini bersifat inaktif, namun dapat
diaktifkan terutama oleh jalur klasik.1
Jalur klasik. Jalur ini diaktifkan oleh suat reaksi antigen-antibodi. Yaitu, bila
12

suatu antibody berikatan dengan suatu antigen, maka tempat reaktif yang spesifik
pada bagian antibody yang tetap akan terbuka atau diaktifkan dan bagian ini
kemudian langsung berikatan dengan molekul C1 dari system komplemen, memulai
pergerakan kaskade rangkaian reaksi, yang diawali dengan pengaktifan proenzim
C1 itu sendiri. Enzim C1 yang terbentuk kemudian mengaktifkan penambahan
jumlah enzim secara berturut-turut pada tahap system berikutnya, sehingga dari
awal yang kecil, terjadilah reaksi peguatan yang sangat besar. Disebelah kanan
gambar tersebut tampak terbentuk berbagai produk akhir, dan beberapa diantaranya
menimbulkan efek penting yang membantu mencegah kerusakan jaringan tubuh
akibat organism yang menginvasi atau oleh toksin. Beberapa efek penting tersebut
adalah sebagai berikut :1
1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk kaskade komplemen, yaitu C3b,
dengan kuat mengaktifkan proses fagositosis oleh netrofil dan

makrofag,

menyebabkan sel-sel ini menelan bakteri yang telah dilekati oleh kompleks
antigen-antibodi. Proses ini disebut oponisasi. Proses ini sering kali mampu
meningkatkan jumlah bakteri yang dapat dihancurkan, sampai 100 kali lipat1
2. Lisis. Salah satu produk paling penting dari seluruh produk kaskade komplemen
adalah komplek litik, yang merupakan kombinasi dari banyak factor ini
komplemen dan ditandai dengan C5b6789. Produk ini mempunyai pengaruh
langsung untuk merobek membrane sel bakteri atau organism penginvasi
lainnya.1
3. Aglutinasi. Produk komplemen juga mengubah permukaan organisme yang
menginvasi tubuh, sehingga melekat satu sama lain, dan dengan demikian
memicu proses aglutinasi.1
4. Netralisasi virus. Enzim komplemen dan produk komplemen lain dapat
menyerang struktur beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi
menjadi nonvirulen.1
5. Kemotaksis. Fragmen C5a memicu kemotaksis netrofil dan makrofag sehingga
menyebabkan sejumlah sel besar sel fagosit ini bermigrasi ke dalam jaringan
yang berbatasan dengan agen antigenic.1
6. Aktivasi sel mast dan basofil. Fargmen C3a, C4a, dan C5a mengaktifakn sel
mast dan basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamine,
heparin dan beberapa substansi lainnya ke dalam cairan setempat. Bahan-bahan
ini kemudian menyebabkan peningkatan aliran darah setempat, meningkatkan
kebocoran dan protein plasma ke dalam jaringan, dan meningkatkan reaksi
13

jaringan setempat lainnya yang membantu agar agen antigenic menjadi tidak
aktif atau tidak mobil lagi. Factor-faktor yang sama juga berperan penting dalam
proses peradangan dan alergi.1
7. Efek peradangan. Di samping efek oeradangan yang disebabkan oleh aktivasi
sel mast dan basofil, ada beberapa produk komplemen lain yang turut
menimbulkan peradangan setempat. Produk-produk ini menyebabkan (1) aliran
darah yang sebelumnya telah meningkat menjadi semakin meningkat, (2)
peningkatan kebocoran protein dari kapiler, dan (3) protein cairan interstisial
akan berkoagulasi dalam ruang jaringan sehingga menghambat pergerakan
organism yang melewati jaringan.1

Pada beberapa kondisi, salah satu efek samping imunitas yang peling
penting adalah timbulnya alergi atau jenis hipersensitivitas imun lainnya. Ada
beberapa tipe alergi dan hipersensitivitas lainnya, beberapa diantaranya hanya
terjadi pada orang orang yang mempunyai kecendrungan alergi spesifik.1

Sifat-sifat khusus system limfosit- t atau sel t teraktivasi dan


imunitas yang di prantarai sel
Pelepaan sel T yang teraktivasi dari jaringan limfoid dan pembentukan
sel memori. Limfosit dari klon limfosit yang spesifik akan berpoliferasi dan
melepaskan banyak sel T yang teraktivasi dan bereaksi secara spesifik bersamaan
dengan pelepasan antibody oleh sel B yag teraktivasi. Perbedaan utamanya adalah
bukan antibody yang dilepaskan, tetapi seluruh sel T reraktivasi yang terbentuk dan
dilepaskan kedalam cairan limfe. Selanjutnya, sel T masuk ke dalam sirkulasi dan
disebarkan ke seluruh tubuh, melewati dinding kapiler masuk ke dalam cairan limfe
dan darah, dan bersirkulasi ke seluruh tubuh demikian seterusnya, kadang-kadang
berlangsung sampai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.1
Sel memori limfosit T dibentuk melalui cara seperti pembentukan sel memori
B dalam system antibody. Jadi, bila ada suatu klon limfosit T diaktifkan oleh suatu
antigen, maka banyak limfosit yang baaru terbentukm disimpan dalam jarinfgan
limfoid untuk menjadi limfosit T tambahan pada klon yang spesifik itu, dan ternyata,
sel-sel memori ini bahkan menyebar keseluruh jaringan limfoid di seluruh tubuh. Oleh
karena itu, pada paparan berikutnya terhadap antigen yang sama dibagian tubuh,
14

terjadi pelepasan sel-sel T teraktivasi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat
dibandingkan dengan paparan pertama.1
Sel yang menampilkan antigen, protein MHC, dan reseptor antigen pada
limfosit T. Respon sel T terhadap antigen bersifat sangat spesifik. Kenyataannya,
respon imun yang didapat biasanya membutuhkan bantuan sel T untuk memulainya,
dan sel T sungguh berperan penting untuk membantu menyelenyapkan paatogen yang
masuk.1
Meskipun limfosit B dapat mengenal antigen yang utuh, limfosit T akan
berespon terhadap antigen yang hanya bila antigen berikatan dengan molekul spesifik
yang dikenal sebagai protein MHC. Pada permukaan sel yang menampilkan antigen
(antigen presenting cell) didalam jaringan limfoid. Tipe-tipe antigen pesendin cell
adalah magrofag, limfosit B, dan sel dendritik. Sel dendritik, antigen presenting cell
yang paling poten, ada diseluruh tubuh, dan fungsi sel ini yang diketahui hanyalah
untuk memperkenalkan antigen pada sel T. Interaksi yang terjadi pada protein adhesik
sel merupakan hal penting yang memungkinkan sel T berikatan cukup lama dengan
antigen presenting sel sehingga sel T menjadi sel T teraktivasi.1
Protein MHC disandikan oleh sekelompok besar gen yang disebut kompleks
histokompabilitas mayor (major histocompability complex, MHC). Protein MHC
berikatan dengan flagmen peptida dari protei antigen yang dipecah didalam antigen
presenting sel dan kemudian mengangkutnya ke permukaan sel. Terdapat 2 jenis
protein MHC; 1) Protein MHC I, yang memperkenalkan antigen kepada sel sitotoksik,
dan 2) protein MCH II, yang memperkenalkan antigen kepada sel T pembantu.1
Antigen pada permukaan antigen presenting sel akan berikatan dengan
molekul reseptor pada permukaan sel T melalui cara sama seperti dengan ikatannya
dengan antibody protein plasma. Molekul reseptor ini dibentuk dari unit yang dapat
berubah (unit variabel) yang serupa dengan bagian variaabel pada antibody humoral,
tetapi bagian utamaanya berikatan kuat dengan membran sel limfosit T. Sel T
memiliki 100.000 tempat reseptor.1

Beberapa tipe sel T dan berbagai fungsinya.


Sel ini digolongkan dalam 3 kelompok utama, 1) sel T pembantu, 2) sel T
sitotoksik, dan 3) sel T supresor. Fungsi setiap sel ini berbeda-beda.1

15

Sel T pembantu-perannya dalam seluruh pengaturan imunitas. Sel T


merupakan sel pembantu untuk melakukan sungsi system imun dengan banyak cara.
Sel ini bertindak sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun. Sel ini melakukan
hal tersebut dengan membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin,
yang bekerja pada sel lain dari system imun dan sel dalam sumsum tulang. Limfoking
yang penting yang disekresikan oleh sel T pembantu adalah sebagai berikut :1
Interleukin-2
Interleukin-3
Interleukin-4
Interleukin-5
Interleukin-6
Factor perangsang-koloni granulosit-monosit
Interferon-Y
Fungsi pengaturan spesifik oleh limfokin. Bila tidak dapat limfokin yang
berasal dari sel T pembantu, maka system imun yang tersisa hampir menjadi lumpuh.
Sel T pembantulah yang diinaktivasi atau dihancurkan oleh virus ocquired
immunodeficiency syndrome (AIDS), yang membuat tubuh hampir secara total tidak
terlindungi terhadap infeksi, oleh karena itu, menimbulkan efek melemahkan dan
mematikan akibat AIDS. Beberapa fungsi pengaturan spesifik adalah sebagai berikut.1
Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sl T dan sel T supresor. Bila
tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T sitotoksin dan sel T supresor
diaktifkan sedikit sekalih oleh sebagian besar antigen. Limfokin interleukin-2
khususnya memiliki efek perangsangan yang sangat kuat dalam menyebabkan
pertumbuhan daan porliferasi sel T sitotoksin dan sel T supresor. Selain itu, beberapa
limfokin lain memiliki efek potensial yang lebih sedikit.1
Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel-B untuk membentuk sel
plasma daan antibody. Kerja antigen untuk menghasilkan pertumbuhan sel-B,
proliferasi, pembentuan sel plasma, dan sekresi antibody juga lemah tampa bantuan
sel-T pembantu. Interleukin berperan dalam respons sel-B, tetapi khususnya
interleukin 4,5 dan 6. Interleukin ini memiliki efek yang kuat terhadap sel-B, sehingga
16

interleukin disebut sebagai factor perangsang sel-B atau factor pertumbuhan sel-B.1
Aktifasi sistem magrofag. Limfokin mempengaruhi magrofag, pertama,
limfokin memperlambat atau menghentikan migrasi magrofag setelah magrofag
secara kemotaktik tertarik kedalam area jaringan yang meradang, dengan
menyebabkan pengumpulan magrofag dalam jumlah yang banyak. Kedua, limfokin
mengaktifkan magrofag untuk melakukan fagositosis yang jauh lebih efesien,
sehingga memungkinkan magrofag untuk menyerang dan mengahncurkan organism,
atau agen perusak jaringan lainnya dalam jumlah yang lebih banyak.1
Efek perangsangan umpan balik terhadap sel pembantu. Limfokin
interleukin-2 memiliki efek umpan balik positif yang langsung merangsang aktivitas
sel-T pembantu. Kerja ini sebagai suatu penguat, dengan caara semakin memperkuat
respon sel pembantu selanjutnya sdan juga respon imun keseluruhan dalam melawan
antigen yang masuk.1
ALERGI YANG DISEBABKAN OLEH SEL T TERAKTIVASI: ALERGI
REAKSI-LAMBAT
Alergi reaksi-lambat disebabkan oleh sel T teraktivasi dan bukan oleh
antibody. Pada kasus terkena racun dari tumbuhan yang menjalar ,toksin
menyebabkan pembentukan sel T pembantu dan sel T sitotoksisk yang teraktivasi.
Kemudian pada kontak berikutnya, dalam waktu satu atau lebih, sel T teraktivasi
dalam jumlah besar akan berdifusi dari sirkulasi darah ke dalam kulit sebagai respons
terhadap toksin dari tumbuhan beracun tadi. Dan, pada saat yang sama, sel T ini
menimbulkan reaksi imun yang diperantarai sel. Mengingat bahwa tipe imunitas ini
dapat menyebabkan pelepasan banyak bahan toksik dari sel T yang teraktivasi, dan
juga menyebabkan invasi makrofag yang luas ke jaringan beserta efek-efek makrofag
selanjutnya, maka kita dapat mengerti bahwa hasil akhir dari beberapa alergi reaksilambat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang serius. Biasanya, kerusakan
terjadi pada area jaringan yang ditempati oleh antigen pemicu, seperti dikulit pada
kasus terkena racun tumbuhan,stsu diparu yang menyebabkan edema paru dan
serangan asma pada kasus yang disebabkan oleh beberapa antigen yang dikeluarkan
lewat udara.1
Alergi pada orang alergik dengan antibody IgE yang berlebihan
17

Beberapa orang mempunyai kecendrungan alergik. Alergik semacam ini


disebut alergik atopic karena disebabkan oleh respon imun yang tidak lazim.
Kecendrungan alergi ini diturunkan secara genetis dari orang tua ke anak, dan ditandai
dengan sejumlah besar antibody IgE dalam darah. Antibody ini disebut regain atau
antibody tersensitisasi untuk membedakannya dengan antibody IgG yang lebih umum.
Bila suatu allergen (yang didefinisikan sebagai suatu antigen yang bereaksi )
memasuki tubuh, maka terjadi reaksi allergen-reagin, dan kemudian terjadi reaksi
alergi.1
Sifat khusus antibody IgE (regain ) ada;ah adanya kecendrungan yang kuat
untuk melekat pada sel mast dan basofil. Sesungguhnya, satu sel mast atau basofil
dapat mengikat sampai setengah juta molekul antibody IgE. Bila suatu antigen
(allergen) yang mempunyai banyak tempat ikatan kemudian berikatan dengan
beberapa antibody IgE yang melekat pada sel mast atau basofil, maka ini
menyebabkan perubahan segera pada membrane sel masrt atau basofil, mungkin
disebabkan oleh efek fisik dari molekul antibody yang dapat merubah membrane sel.
Pada setiap saat, banyak sel mast dan basofil yang rupture, ada juga yang segera
melepaskan substansi khusus seperti histamine, protease, substansi anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan campuran leukotrien-leukotrien toksik), substansi
kemotaktik eosinofil, sunstansi kemotaktik netrofil, heparin, dan factor pengaktif
trombosit. Substansi-substansi ini menyebabkan beberapa efek seperti dilatasi
pembuluh darah setempat; penarikan eosinofil dan netrofil menuju tempat yang
reaktif; peningkatan permeabilitas kapiler dan hilangnya cairan kedalam jaringan; dan
kontraksi sel otot polos local. Karena itu, dapat terjadi berbagai respon jaringan,
bergantung pada macam jaringan tempat reaksi allergen-reagin terjadi. Bermacammacam reaksi alergi yang disebabkan oleh pola ini adalah sebagai berikut:1

Anafilaksis. Bila suatu allergen spesifik disuntikan secara langsung kedalam


sirkulasi, maka allergen tersebut dapat bereaksi dengan basofil dalam darah dan sel
mast pada jaringanb yag terletak tepat diluar pembuluh darah kecil jika basofil dan sel
mast tersebut telah dissnsittisasi oleh pelekatan regain IgE. Oleh karna itu, terjadilah
reaksi alergi yang luas di seluruh system pembuluh darah dan jaringan yang berkaitan
erat. Hal ini disebut anafilaksis. Histamine yang dilepaskan kedalam sirkulasi akan
menimbulkan vasodilatasi diseluruh tubuh dan peningkatan permeabilitas kapiler,
18

sehingga menyebabkan kehilangan banyak sekali plasma dari sirkulasi. Orang yang
mengalami reaksi ini, dalam waktu beberapa menit meninggal akibat syok sirkulasi,
kecuali kalau diobati dengan pemberian epinefrin untuk melawan pengaruh histamine.
Basofil dan sel mast yang teraktivitas juga melepaskan suatu campuran leukotrien
yang disebut substansoi anafilaksis bereaksi-lambat. Laukotrien-leukotrien ini dapat
menyebabkan spasme otot polos bronliolus, sehingga menimbulkan serangan seperti
asma dan kadang0kadang menimbulkan kematian akibat mati lemas.1
Urtikaria. Urtikaria timbul akibat masuknya antigen kearea kulit yang
spesifik dan menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Histamine
yang dilepaskan setempat akan menimbulkan : (1) vasodilatasi yang menyebabkan
timbulnya red flare (kemerahan) dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler setempat
sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan setempat yang
berbatas jelas. Pembengkakan ini umumnya disebut urikaria. Pemberian obet
antihistamin sebnel;um seseorang terpajan akan mecegah timbulnya urikatria.1
Hay fever. Pada hay fever, reaksi allergen-alergen terjadi dalam hidung,
histamine

yang

dilepasknan

sebagai

respon

intranasal

setempat,

sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler tekana kapiler dan peningkatan


permeabilitas kapiler. Kedua efek ini menimbulkan kebocoran cairan yang cepat
kedalam rongga hidung dan kedalam jaringan hidung yang lebih dalam; dan saluran
hidung menjadi bengkak dan penuh dengan secret. Sekali lagi, penggunaan obat
antihistamin dapat menghindari reaksi pembengkakan. Tetapi produk reaksi allergenreagin yang lain tetap dapat menyebabkan iritasi pada hidung , sehingga
menimbulkkan sindrom bersin yang khas.1

Asma. Asma sering terjadi pada seseorang yang slergikpada orang seperti
ini, reaksi allergen-reagin terjadi di dalam bronkiolus paru. Ditempat ini, produk
paling penting yang dilepaskan dari sel mask tampaknya adalah substansi anafilaksis
bereaksi-lambat, yang menimbulkan spasme otot polod bronkiolus. Akibatnya, orang
tersebut mengalami kesukaran bernapas sampai produk reaktif dari reaksi alergik
dihilangkan. Pemberian antihistamin member efek yang sedikit saja terhadap
penjalanan penyakit asma, karena histamine bukanlah factor utama yang
19

menimbulkan reaksi asma.1


3.2 KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN4
Kelas

Persentase

Lokasi

Penjelasan

Fungsi

dalam Serum ;
Konsentrasi
IgM

Serum
5%-10% ; 80-

Serum

170 mg/dl

Ig paling primitif

Berperan

Permuka

dan paling besar

dalam

an sel B

dengan

respons

waktu-

paruh singkat.4

Beredar
suatu

primer.4

sebagai
pentamer

paling

efisien

(kelompok lima).4

dalam

Yang pertama kali

aglutinasi

terbentuk

sebagai

dan fiksasi

terhadap

komplemen

respons

.4

infeksi bakteri atau

virus.4

Ig

Berikatan

Ig yang pertama

dengan

dibentuk

imunogen

oleh

dipermukaa

janin.4

n sel B.4

Ig

yang

terbentuk
terhadap
imunogen
pada

sel

darah asing
(reaksi
IgG

75%-80% ; 700-

Serum

1700 mg/dl

Cairan

Ig

yang

banyak

paling
didalam

transfuse).4
Berperan
dalam
20

intersti

darah

sium

respons

Satu-satunya

sekunder.4

Ig

menembus

yang

plasenta.4

Menghasilk
an imunitas

Memiliki

empat

subkelas.4

pasif

bagi

bayi

baru

lahir.4

Penting
pada
opsonisasi,
presipitasi,
dan
aglutinasi.4

Memfiksasi
komplemen

IgA

10%-15% ; 170-

Ig utama

Monomer

280 mg/dl

dalam

serum (Y tunggal)

sikan toksin

sekresi;

tetapi

dalam

kolostru

dimer (ganda) atau

m,

trimer

air

terbentuk
(tripel)

darah.4
Pertahanan

dalam sekresi.4

primer

berikatan

dengan

terhadap

dan

secretory

plece

invasi

sekresi

dari

epitel

selaput

saluran

untuk dapat lewat

lender;

napas,

diantara

mencegah

GI, dan

epitel dan masuk

melekatnya

GU

kedalam

bakteri dan

Serum

serosa.4

liur, air
mata,

dalam

.4
Menetralisa

sel

sel-sel
cairan

virus
oleh

mukosa.4

jaringan

limfoid

Berikatan

didekat

selaput

dengan

Disintesis

di

ke

21

lender.4

polipeptida
untuk dapat
melewati
permukaan

IgD

Ditemukan dalam

mukosa.4
Fungsi

Permuka

konsentrasi sangat

tidak jelas;

an sel B

rendah

mungkin

<1%

Serum

<1 mg/dl

dalam

darah.4

berfungsi
sebagai
reseptor
imunogen
atau dalam
diferensiasi

IgE

<1%

<1 mg/dl

Mampu berikatan

sel B.4
Bekerja

cairan

dengan reseptor di

sebagai

interstisi

sel

reseptor

um

basofil.4

Serum

mast

dan

untuk

Sekresi

alergen saat

eksokrin

tubuh
melakukan
respon
alergi;
memicu
pelepasan
histamine
dan
mediator
lain selama
respon
alergi.4

Terlibat
dalam
22

hipersensiti
vitas

tipe

1.4

Pertahan
terhadap
infeksi
parasit 4

3.3 KLASIFIKASI ALERGI


Reaksi tipe 1 (ANAFILAKTIK)
Pada reaksi tipe 1( reaksi tipe anafilaktik, reaksi hiper sensitivitas tipe cepat ),
individu tensensititasioleh imunogen tertentu melalu pajanan sebelum nya.pada
kontak awal yang diperoduksi adalah lgE yang kemudian beredar keseluruh tubuh dan
terfikasi ke permukaan sel mast dan basofil. Saat tubuh kembalin berkontak dengan
imonogen yang sama, intraksi antara imunogen dengan antibodi yang sudah melekat
ke sel mast menyebabkan peleasn secara mendadak dan besaran-besaran zat-zat
proinflamasi, seperti histamine, yang tekandung didalam zel-zel tersebut. Apabila
jumlah imonogen yang

masuk sedikit dan didaerah terbatas, maka pelepasan

meditornya juga lokal. Pada situsi ini, akibatnyna adalah terjadinya vasolidatasi lokal
disertai peningkatan permeabilitas dan pembengkaan. Reaksi ini juga menjadi dasar
bagi uji kulit oleh para ahli alergi. Namun, apabila imunogen masuk dalam jumlah
lebih besar dan secara intravena kedalam prang yang suda peka,maka pelepasan
mediator-mediator dapat sangat banyak dan meluas dan menimubulkan reaksi
anafilaktif.Yang sering menjadi penyebab reaktivitas tipe 1 adalah bisa serangga,
serbuk sari, allergen hewan, jmur, onat, dan makanan.2
Contoh klasik reaksi anafilaktika tipe generalisata ini dijumpain saat seseorang
yang sudah tersensitasi mendapat infuse intravena suatu alergen seperti

pinisilin.

Tanda-tanda disinter muncul dalam beberapa menit atau kurang , dan orang tersebut
dapt meninggal dengan cepat setelah mengalami serangan agitasi, kejang,
bronkospasma, atau kolap sirkulasi. Reaksi anafilaktik seperti ini trjadi karana
obstruksi bronkus, yang menyebapkan terperangkapnya udara inhalasi did ala paru,
gagal napas, dan depist oksigen atau karena factor-faktor misalnya hipotensi berat,
pembengkakan laring, atau ganguan irama jantung. Rangkaian kejadian

ini
23

disebabkan pembebasan bebagai mediator dari sel mest yang kemudian mepengaruhi
otot polos vaskular dan jalan napas. Reaksi yang lebih ringa mencangkup rhinitis
alergi (hay fefer), angioedema, dan urtikarea (biduran).2
REAKSI TIPE II (SITOTOKSIK)
Reaksi tipe II bersifat sitotoksik. igE atau igM dalam darah berikatan dengan
epitop di permukaan imunogen atau antigen MHC yang disajikan di permukaan sel.
Akibat dari intraksi ini mungkin adalah percepatan fagositosis sel sasaran atau lisis sel
sasaran setelah terjadi pengaktivan system C. Apabila

sel sasaran adalah agen

penginvasi, misalnya bakteri, maka hasil akhir dari reaksi ini bermanfaat bagi tubuh.
Apabila sel sasaran adalah tubuh sendiri, misalnya eritrosit, maka akibatnya mungkin
adalah suatu bentuk anemia hemolitik. Jenis lain reaksi tipe II adalah sitotoksisitas
yang diperantarai oleh sel yang dependen antigen (ADCC). Pada reaksi tipe ini,
immunoglobulin yang ditunjukkan terhadap antigen-antigen permukaan suatu sel
berikatan dengan sel tersebut. Leukosit seperti neutrofil dan makrofag yang memiliki
reseptor untuk bagian tertentu (bagian Fc) molekul imunoglobuin tersebut kemudian
berikatan dengan sel dan menghancurkannya. Contoh yang umum untuk reaksi tipe II
adalah destruksi eritrosit sewaktu transfuse darah yang golongan ABO-nya tidak
cocok, miastenia gravis, dan sindrom Goodpasture (serangan pada membrane basal
ginjal dan paru).2

REAKSI TIPE III (KOMPLEKS IMUN)


Penyatuan

antigen-antibodi

membentuk

suatu

kompleks

yang

mengaktifkan komplemen, menarik leukosit, dan menyebabkan kerusakan


jaringan oleh produk-produk leukosit.
Kompleks antigen-antibody yang beredar dalam darah akan menumpuk
dan mengendap dalam jaringan. Jaringan tubuh yang paling sering terlibat
meliputi jaringan ginjal, persendian, kulit, dan pembuluh darah. Normalnya,
jaringan tersebut membersihkan kompleks imun yang berlebihan dari
peredaran darah. Namun, kompleks imun yang mengendap dalam jaringan
akan mengaktifkan rangkaian komplemen dengan menimbulkan inflamasi
lokal serta memicu trombosit untuk melepaskan amina vasoaktif yang
24

meningkatkan permeabilitas vaskuler dan dengan demikian akan terdapat lebih


banyak kompleks imun yang mengendap dalam dinding pembuluh darah.2
Kemungkinan efek paling berbahaya terjadi karena pembentukan
fragmen komplemen yang menarik sel-sel neutrofil. Sel-sel neutrofil tersebut
berupaya menelan kompleks imun. Umumnya upaya ini tidak membawa hasil
tetapi dalam upaya tersebut sel-sel neutrofil melepaskan enzim lisosom yang
menyebabkan ekserbasi kerusakan jaringan. 2
Pembentukan kompleks imun bersifat dinamis dan selalu berubah.
Kompleks yang terbentuk pada usia kanak-kanak dapat bebrbeda sekali dengan
kompleks yang terbentuk setelah beberapa tahun kemudian. Demikian pula
pada satu waktu bisa terdapat lebih dari satu tipe kompleks imun.2

REAKSI TIPE IV (LAMBAT)


Reaksi limfosit T dengan antigen menyebabkan pelepasan limfokin,
sitotoksisitas langsung dan pengerahan sel-sel reaktif. Peranan dari limfosit T pada
penyakit imunologis pada manusia telah semakin dikenal dan diketahui. Patogenesis
dan tatalaksana penyakit autoimun pada manusia pada saat ini lebih ditujukan pada
kerusakan jaringan yang disebabkan terutama oleh sel limfosit T.2
Hampir semua penyakit yang diperantarai T cell disebabkan oleh mekanisme
autoimun. Reaksi autoimun biasanya ditujukan langsung terhadap antigen pada sel
yang distribusinya terbatas pada jaringan organ tertentu. Oleh karena itu penyakit T
cell mediated cenderung terbatas mengenai organ-organ tertentu dan biasanya tidak
bersifat sistemis. Kerusakan organ juga dapat terjadi menyertai reaksi sel T terhadap
reaksi mikroba, misalnya pada tuberculosis, terdapat reaksi T cell-mediated terhadap
M. tuberculosis, dan reaksi tersebut menjadi kronik oleh karena infeksinya sulit
dieradikasi. Inflamasi granulomatous yang terjadi mengakibatkan kerusakan jaringan
pada tempat infeksi. Pada infeksi virus hepatitis, virusnya sendiri tidak terlalu
merusak jaringan, tetapi sel limfosit T sitolitik (CTL) yang bereaksi terhadap hepatosit
yang terinfeksi menyebabkan kerusakan jaringan hepar.2
Pada penyakit yang diperantarai oleh sel T (T cell-mediated), kerusakan
jaringan dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai
25

oleh sel T CD4+ atau sel lisis oleh CD8+ CTLs.2


Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang digunakan
oleh sel T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan mikroba. Sel T CD4+
bereaksi terhadap antigen pada sel atau jaringan, terjadi sekresi sitokin yang
menginduksi inflamasi dan mengaktivasi makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan
oleh sekresi sitokin dari makrofag dan sel-sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+ dapat
menghancurkan sel yang berikatan dengan antigen asing. Pada banyak penyakit
autoimun yang diperantarai oleh sel T, terdapat sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang
spesifik untuk antigen. 2

Tip
e
I

Mekanisme
Anafilaktik

Contoh

Antigen bereaksi dengan antibody Uji gores alergi


IgE yang terikat ke permukaan sel yang positif
mast;

menyebabkan

pelepasan Anafilaksis

mediator dan efek mediator

Alergi

saluran

nafas
II

Sitotoksik

Bisa serangga
Antibody berikatan dengan antigen Anemia
yang merupakan bagian dari sel atau hemolitik imun
jaringan tubuh; terjadi pengaktivan Sindrom
komplemen,

atau

fagositosis

sel Goodpasture

sasaran dan mungkin sitotoksisitas


yang diperantarai oleh sel yang
III

Komleks imun

dependen-antibody
Penyatuan antigen

dan

antibody Serum sickness

membentuk suatu kompleks yang Beberapa bentuk


mengaktifkan

komplemen,

enarik glomerulonefriti

leukosit, dan menyebabkan kerusakan s


jaringan oleh produk-produk leukosit

Lesi pada lupus


eritematosus

IV

Diperantarai
sel

sistemik
Reaksi limfosit T dengan antigen Dermatitis
menyebabkan

pelepasan

limfokin, kontak alergi


26

sitotoksisitas

langsung,

pengerahan sel-sel reakstif

dan Penolakan
alograf
Lesi/uji

kulit

tuberculosis

3.4 PENATALAKSANAAN
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada tiga dasar :
1

Menghindari alergen

Terapi farmakologis
Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin,
isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol,
metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ).
Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulakn bronkodilatasi sedikitnya
selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen
inhalen, dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34
jam.2
Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada
reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis
kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja
histamin.2
Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini
merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot
polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak
efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma

27

alergika atau ekstrinsik.2


Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan
alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian
peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid
topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang,
edema, produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.2
3

Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang
diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat
pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in
vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah
antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah
yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari
beberapa

penderita

yang

diobati

bereaksi

seolah-olah

mereka

telah

terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan


dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun.2

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umunya non
imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahanbahan yang oleh tubuh di anggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
28

hipersensitivitas tersebut di sebur allergen.


Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4 tipe yaitu; (1) Hipersensitivitas tipe 1, yang
merupakan hipersensitivitas langsung atau hipersenitivitas anafilaktik, karena reaksi ini berhubungan
dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat
mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. (2)
Hipersensitivitas tipe 2, yang di karenakan oleh antibody berupa imunoglobin G (IgG) dan
Imunoglobin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. (3)
Hipersensitivitas tipe 3, yang merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini di sebabkan adanya
pengendapan kompleks antigen-antibody yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini di tandai
dengan adanya inflamasi atau peradangan. (4) Hipersensitivitas tipe 4, hipersensitivitas ini di perantarai
sel atau tipe lambat. Reaksi ini tejadi karena aktifitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag.

DAFTAR PUSTAKA

1 GUYTON AND HALL, 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN.


JAKARTA: EGC
2

JENNIFER P. KOWALAK, WILLIAM WELSH, BRENNA MAYER. 2011.


BUKU AJAR PATOFISIOLOGI. JAKARTA : EGC .

KAMUS KEDOKTERAN DORLAND. EDISI 31. JAKARTA ; EGC


29

SYLVIA ANDERSON PRICE, LORRAINE MCCARTY WILSON. 2005.


PATOFISIOLOGI : KONSEP KLINIS PROSES-PROSES PENYAKIT (EDISI
ENAM ). JAKARTA : EGC. (HLM: 299).

30

You might also like