You are on page 1of 35

LAPORAN KASUS

Anemia Mikrositik Hipokrom et causa Melena

Disusun Oleh :
M. Fauzan Maulana
Bentito Zulyan
Oryza Ajani
Senida Ayu R

Pembimbing :
dr. Martha Iskandar Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
September 2015

LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan Judul Anemia Mikrositik Hipokrom et causa Melena telah


diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu penyakit dalam di RSUP Fatmawati periode 29 Juni 13
September 2015.

Jakarta, Agustus 2015

( dr. Marta Iskandar, SpPD)

Daftar Isi

BAB I
Pendahuluan

BAB II
ILUSTRASI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: Ny. Faridah

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 59 tahun

Alamat

: jl cilandak raya no.106

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Suku bangsa

: Sunda

Status perkawinan: Menikah


Agama

: Islam

Pendidikan

: Tamat SMA

2.2 Anamnesis
Masuk instalasi rawat inap Gedung Teratai Lantai 5 Selatan Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati pada tanggal 7 Agustus 2015 pada pukul 20.00.
a) Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluah buang air besar hitam sejak 4 hari yang lalu.
b) Keluhan Tambahan
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien 59 tahun datang dengan BAB hitam sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.Setiap BAB keluar darah hitam banyak dengan konsistensi cair kurang
lebih satu gelas sebanyak 5x/hari.Saat ini BAB sudah bercampur warna
kuning.Sejak awal keluhan, pasien merasa lemas dan demam.Keluhan mual tanpa
muntah. Nafsu makan menurun kurang dari setengah porsi. Riwayat keluhan serupa

tidak ada, Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat minum jamu 1x/ bulan untuk
pegal linu. Riwayat minum obat penghilang rasa sakit disangkal. Riwayat minum
obat pengencer darah disangkal.Sejak 3 bulan terakhir belum pernah dirawat di
pelayanan kesehatan.
Riwayat hipertensi selama kurang lebih 5 tahun tidak terkontrol,minum obat
hipertensi secara tidak teratur,lupa nama obat.Riwayat DM, penyakit jantung, asma,
penyakit ginjal, penyakit liver, dan operasi sebelumnya disangkal. Riwayat alergi
makanan dan obat-obatan juga disangkal.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM, penyakit jantung, asma, penyakit ginjal, penyakit liver, dan operasi
sebelumnya disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan juga disangkal.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluhan yang sama, penyakit jantung, ginjal, liver, asma, DM,
paru dan kanker di keluarga juga disangkal. Tidak ada alergi obat dan makanan.
f)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah menikah, tinggal bersama keluarga. Pasien menyangkal pernah
memakai narkoba suntik, konsumsi alkohol, dan seks bebas, tidak pernah memiliki
tato, dan tidak merokok.

2.4 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2015, di bangsal IRNA Teratai,
ruang 528 F RSUP Fatmawati.

A. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis

Status gizi

Tinggi badan

Berat badan

BMI

: 156 cm
: 50

kg

: 20 kg/m2

B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi

: 100 x/menit

Pernapasan

: 24 x/menit

Suhu

: 38,9C

C. Kepala dan Leher


Bentuk kepala

: Normocephali

Rambut: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, benjolan (-), nyeri tekan (-)
Wajah

: Simetris, tidak ditemukan benjolan, malar rash

Mata

Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra

Konjunctiva anemis +/+

Sklera ikterik -/-

Pupil isokor, 3 mm

Tidak ada kekeruhan pada lensa mata dextra dan sinistra

Reflek cahaya langsung +/+

Refleks cahaya tidak langsung +/+

Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra

Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan

Telinga

kulit, tidak hiperemis

Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra

Nyeri tekan tragus -/-

Nyeri tekan aurikula -/-

Nyeri tarik aurikula -/-

Nyeri tekan retroaurikula -/-

Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan

Nares anerior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/-

Ditemukan ada darah darah yang sudah kering di sekitar lubang hidung

Hidung

Mulut

Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, tidak terdapat gangguan
bicara, sudut bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan
tersenyum.

Tidak ditemukan kelainan kulit daerah perioral

Bibir tidak kering, tidak sianosis

Oral higiene cukup baik

Lidah tidak kotor, tidak tremor, lurus terjulur ditengah, tidak hiperemis,
tidak kering

Uvula terletak ditengah, tidak oedem

Faring tidak hiperemis

Tonsil T1-T1 tenang.

Leher
Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak pembesaran kelenjar
tiroid, tidak tampak pembesaran KGB, tidak tampak deviasi trakea
Palpasi

: Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP 5-2
cmH2O.

Auskultasi : Tidak terdengar bruit


Thorax

Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang
tertinggal, pernapasan abdominotorakal
Tidak tampak retraksi sela iga
Tidak ditemukan eflouresensi yang bermakna pada kulit dinding dada
Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
Tidak terlihat spider navy
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan pada
dinding dada
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, thrill (-)
Teraba ictus cordis pada sela iga V, 1 jari lateral dari linea midclavicularis kiri
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas kanan paru-jantung pada sela iga IV, garis parasternalis kanan
Batas kiri paru-jantung pada sela iga V, 1 jari lateral dari garis midcavicularis kiri
Batas atas kiri paru-jantung pada sela iga III, garis parasternalis kiri
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronkhi -/+, wheezing-/ BJ I, BJ II regular, murmur sistolik, gallop (-), splitting (-)
Thorax Posterior
Inspeksi
Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis

Tidak terlihat eflouresensi


Tidak terlihat benjolan
Tidak terdapat kelainan vertebra
Palpasi
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris
Tidak ditemukan nyeri tekan
Perkusi
Tidak terdapat nyeri ketuk
Perkusi secara umum terdengar sonor
Batas bawah paru kanan pada sela iga X, batas bawah paru kiri pada sela iga XI
Auskultasi
Suara nafas vesikuler +/+
Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut datar
Venektasi (-), caput medusae (-), striae alba (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus meningkat
Arterial bruit (-)
Palpasi

Dinding abdomen teraba supel, defans muskular (-), turgor kulit baik
Nyeri tekan epigastrium (+), Distensi abdomen
Hepar tidak teraba membesar. Lien tidak teraba membesar
Ballotement -/ Undulasi (-)
Perkusi
Shifting dullness (-)
Ekstremitas
Ektremitas atas
Inspeksi
Tangan kiri dan kanan simetris,
Palmar eritema (-)
Oedem (-)
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger
Tidak tampak pembengkakan sendi, atau kedua extremitas atas dapat bergerak aktif
dan bebas
Tidak ada gerakan involunter
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan
Akral hangat
Pitting edema -/- -/ Refleks patologis Hoffmann Tromner -/ Flapping tremor -/ Capillary Filling Test <2 detik
Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi

Kekuatan otot normal


5555

5555

5555

5555

Ekstremitas bawah
Inspeksi
Tungkai kiri dan kanan simetris, tampak purpura pada kedua tungkai bawah.
Tampak hematom di extremitas bawah kiri dan kanan
Tidak sianosis, tidak ikterik
Clubbing finger
Kedua tungkai dapat bergerak aktif dan bebas
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua tungkai kanan dan kiri
Pitting oedem

Klonus patella -/-, klonus achilles -/ Tidak ada atrofi otot, tidak terdapat rigiditas sendi

2.4 Pemeriksaan Penunjang


08 - 08 - 2015
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
VER/HER/KHER/RDW
VER
HER

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

4.8
20
11.0
459
3.84

g/dL
%
ribu/ul
ribu/ul
juta/ul

11,7 - 15,5
33 -45
5.0 - 10.0
150 - 440
3.8 - 5.20

51.1
12.3

fl
Pg

80.0 - 100.0
26.0 - 34.0

KHER
RDW
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
Albumin
Bilirubin Total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Fungsi Ginjal
Ureum darah
Kreatini darah
Diabetus
GDS
Elektrolit Darah
Natrium
Kalium
Klorida

24.1
20.0

g/dl
%

32.0 - 36.0
11.5 - 14.5

41
15
3.60
0.90
0.50
0.40

U/l
U/l
g/dl
mg/dl
Mg/dl
mg/dl

0 - 34
0 - 40
3.40 - 4.80
0.10 - 1.00
<0.2
<0.6

30
0.7

mg/dl
mg/dl

20 - 40
0.6 - 1.5

102

mg/dl

70 - 140

124
3.15
91

mmol/l
mmol/l
mmol/l

135 - 147
3.10 - 5.10
95 - 108

2.5 Resume
Seorang wanita usia 59 tahun datang dengan keluhan melena sejak 4 hari
SMRS,BAB keluar berwarna hitam banyak 5x/hari. Kurang lebih 100cc.Pasien juga
mengeluh adanya mual disertai muntah berisi makanan. Adapun keluhan demam selama
4 hari. Keluhan ini dirasakan untuk yang pertama kali. Kebiasaan komsumsi jamu untuk
nyeri 1x/seminggu.Riwayat ikterus,komsumsi NSAID jangka panjang dan komsumsi
antiplatelet disangkal.Riwayat Hipertensi selama 5 tahun,tidak terkontrol..Riwayat
Diabetus melistus dan jantung disangkal.
Pada

pemeriksaan

fisik

didapetkan

hipertensi,suhu

febris.Konjungtiva

anemis,Terdapat ronkhi basah di basal paru sinistra,murmur sistolik yang disertai


Cardiomegali.Distensi abdomen disertai nyeri epigastrium.

2.6 Daftar masalah


1.Melena
Atas dasar : Dari anamnesis didapatkan keluhan bab hitam selama 4 hari SMRS, dengan
konsistensi cair dengan frekuensi 5x/hari.Kurang lebih sebanyak 100cc

setiap kali BAB.Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu untuk


nyeri kurang lebih 1x/minggu
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri epigastrium positif.
Pada pemeriksaan EGD didapatkan kesan gastritis erosif.
Assessmen : Melena et causa Gastritis erosif
Rencana Diagnosis : Urease test breath,
Rencana terapi

: Omeprazol 20mg
Sucralfat 4 x 1 CI

2.Anemia Mikrositik Hipokrom


Atas Dasar : Dari anamnesis didapatkan lemas dan
Pemeriksan fisik didapatkan Konjungtiva anemis
Pemeriksaan lab didapatkan Hb : 4,8 g/dl, VER: 51,1 fl , KHER: 24,1g/dL,
RDW : 20,0 %
Assessmen : Anemia mikrositik Hipokrom
Rencana Diagnosis : SI , TIBC , Ferritin
Rencana Terapi : PRC 750cc
3.Pnemonia
Atas dasar : Dari anamnesi didapatkan demam dan batuk 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sejak 3 bulan terakhir belum pernah dirawat di pelayanan kesehatan.
Pada pemeriksaan auskultasi thorax didapatkan ronkhi basah halus di basal sinistra.
Assessmen : Community Aquired Pnemonia
Rencana Diagnosis : Kultur sputum, Foto Ronsen
Rencana Terapi : Ceftriakson 1 x 2 gr
Paracetamol 3 x 500mg (Bila demam)
4.Hiponatremi
Atas dasar : Dari pemeriksaan elektrolit darah, Gula darah sewaktu dan Test Fungsi ginjal
didapatkan Na : 124 mmol/l , GDS : 102 mg/dl , Ureum : 30 mg/dL
Assesmen : Hiponatremia hipoosmolar

Rencana Diagnosis : Pemeriksaan elektrolit darah


Rencana Terapi : IVFD NaCl 0,9% 500 ml/8jam
5. Hipertensi
Atas dasar : Dari anamnesis didapetkan riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang tidak
terkontrol
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD : 160/80 mmHg
Assessmen : Hipertensi grade II
Rencana Diagnosis :
Rencana Terapi : Captopril 2 x 25mg
2.7 Prognosis
Ad vitam

: Bonam

Ad sanasionam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam

2.8 Follow up
Tanggal
11/8/15

S O AP
S : BAB hitam sudah tidak ada. Demam negatif. Lemas negatif. Makan
5-6 suap/makan. Mual dan muntah negatif. Nyeri ulu hati masih
ada.
O : CM.
TD : 130/70 mmHg
N : 88
RR : 20
T : 37,7
Mata

: Konjungtiva anemis +/+, Sklera tidak ikterik

Leher

: Pembesaran KGB - , JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler , ronkhi basah halus basal kiri, wheezing negatif

Abdomen

: Supel, nyeri tekan epigastrium, hepar lien tidak


teraba,asites negatif, Bising usus normal

Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif


Pemeriksaan Hematologi
Feritin : 22 ng/mL
Serum Iron : 6,0 mg/dL
TIBC : 273 mg/dL
A : Riwayat melena e.c gastritis erosif
Anemia gravis e.c perdarahan
Hiponatremia hipoosmolar hipovolemik
CAP
Ht terkontrol
P:
Rencana diagnostik : Endoskopi
Rentogen thoraks
Rencana Terapi :
IVFD NaCl 0,9% 500 ml/8jam
Omeprazole 2 x 40mg
Sucralfat
Captopril 2 x 25mg
Ceftriakson 1 x 2 gr
Azitromisin 1 x 500mg
Paracetamol 3 x 500mg (Bila demam)
12 - 8 - 2015

S : BAB hijau.Mual dan muntah negatif.Lemas negatif. Nyeri ulu hati


berkurang. Makan 1/2 porsi
O : CM
TD : 160/90mmHg
N : 88x/menit
RR : 20x/menit

T : 36,5
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing


negatif.

Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif
Pemeriksaan lab
Hb

9,1 g/dl

Ht

32 %

VER 61.7 fl
HER 17.4 pg

Leukosit 8.2 ribu/ul

KHER 28.2 g/dl

Trombosit 248 ribu/ul

RDW 29.2 %

Eritrosit 5.21 juta/ul


A : Riwayat melena e.c suspek gastritis
Suspek gastritis erosif
Hiponatremia hipoosmolar hipovolemik
CAP
HT stage 2
P:
Rencana diagnostik : Rentogen thorax , Endoskopi
Rencana Terapi
IVFD NaCl 0,9% 500 ml/8jam
Tranfusi PRC 300ml
Post transfusi : Ca glukonas 1 amp
Omeprazole 2 x 40mg

Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Ceftriakson 1 x 2 gr
Azitromisin 1 x 500mg
Diet biasa 1500 kcal

13 - 8 - 2015

S : Mual dan muntah negatif.Lemas negatif. Nyeri ulu hati negatif.


Makan 1/2 porsi. BAB sudah tidak hitam
O : CM
TD : 160/90mmHg
N : 82x/menit
RR : 18x/menit
T : 36
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing


negatif.

Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif
Pemeriksaan lab
Hb

9,0 g/dl

Ht

31 %

VER 66.7 fl
HER 19.4 pg

Leukosit 8.4 ribu/ul


Trombosit 188 ribu/ul
Eritrosit 4.67 juta/ul

KHER 29.0 g/dl


RDW 29.9 %

A : Suspek gastritis erosif klinis perbaikan


Riwayat melena e.c suspek gastritis
Hiponatremia hipoosmolar hipovolemik
CAP
HT stage 2
P:
Rencana diagnostik : Rentogen thorax , Endoskopi
Rencana Terapi
IVFD NaCl 0,9% 500 ml/8jam
Omeprazole 2 x 40mg
Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
Ceftriakson 1 x 2 gr
Azitromisin 1 x 500mg
Diet biasa 1500 kcal

14 - 8 - 2015

S : Makan belum banyak, mual positif, muntah negatif, batuk negatif


O : CM
TD : 130/70mmHg
N : 90x/menit
RR : 18x/menit
T : 36,5
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing

negatif.
Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif
Pemeriksaan elektrolit darah
Natrium : 134 mmol/l
Kalium

: 2.55 mmol/l

Klorida

: 101 mmol/l

A : Suspek gastritis erosif klinis perbaikan


Riwayat melena e.c suspek gastritis
CAP klinis perbaikan
Hipokalemi
P:
Rencana diagnostik : Endoskopi , DL,MDT
Rencana Terapi
Premixed KCL25meq dalam NS 500ml/8jam
Omeprazole 2 x 40mg
Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
Ceftriakson 1 x 2 gr
Azitromisin 1 x 500mg
Diet biasa 1500 kcal
15 - 8 - 2015

S : BAB hitam negatif , mual dan muntah berkuran, batuk negatif, makan
habis

O : CM
TD : 130/90mmHg
N : 82x/menit
RR : 16x/menit
T : 37
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing


negatif.

Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif
Pemeriksaan elektrolit darah
Natrium

: 138 mmol/l

Kalium

: 3.96 mmol/l

Klorida

: 108 mmol/l

A : Riwayat melena e.c suspek gastritis


CAP klinis perbaikan
HT stage 2 terkontrol
P:
Rencana diagnostik : Endoskopi,MDT,Abumin, DL
Rencana Terapi
Venflon
Omeprazole 2 x 40mg

Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
Ceftriakson 1 x 2 gr
Azitromisin 1 x 500mg
Diet biasa 1500 kcal
18 - 8 -2015

S : Mual muntah negatif, makan habis 3/4 porsi, tidak ada batuk, Nyeri
ulu hati hanya kadang kadang
O : CM
TD : 110/90mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
T : 36
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing


negatif.

Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif

A : Riwayat melena e.c suspek gastritis erosif


CAP klinis perbaikan
HT stage 2 terkontrol
P:
Rencana diagnostik : Endoskopi,MDT,Abumin, DL

Rencana Terapi
Omeprazole 2 x 40mg
Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
Ceftriakson 1 x 2 gr
Azitromisin 1 x 500mg
Diet biasa 1500 kcal
19 - 8 - 2015

S : Nyeri ulu hati negatif, makan lebih dari 1/2 porsi


O : CM
TD : 120/70mmHg
N : 88x/menit
RR : 18x/menit
T : 36
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing


negatif.

Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif
Pemeriksaan Darah Tepi
Eritrosit : Mikrositik Hipokrom. Didapatkan Anisositosis. Sel pensil
Lekosit : Kesan jumlah dan morfologi normal
Trombosit : Kesan jumlah meningkat. Didapatkan Giat Trombosit
Kesan

: Anemia mikrositik Hipokrom dan Trombositosis

Hb

9,4 g/dl

Ht

33 %

VER 69.7 fl
HER 19.4 pg

Leukosit 7.1 ribu/ul

KHER 28.5 g/dl

Trombosit 784 ribu/ul

RDW 31.4 %

Eritrosit 4.77 juta/ul

A : Riwayat melena e.c suspek gastritis


CAP klinis perbaikan
HT stage 2 terkontrol
P:
Rencana diagnostik : Endoskopi,MDT,Abumin, DL
Rencana Terapi
Omeprazole 2 x 40mg
Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
20 - 8 - 2015

Diet biasa 1500 kcal


S : Nyeri ulu hati tidak ada, makan habis lebih dari 3/4 porsi,mual
muntah negatif
O : CM
TD : 120/70mmHg
N : 84x/menit
RR : 20x/menit
T : 37
Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak teraba, JVP 5-2 cmH2O

Paru

: Vesikuler, ronki basah halus di basal paru kanan-kiri, wheezing


negatif.

Jantung

: B I-II normal, murmur dan gallop negatif

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak teraba,


timpani, bising usus normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema negatif
Endoskopi : Esogastritis erosif
Gastritis antral
A : Riwayat melena e.c suspek gastritis
HT stage 2 terkontrol
P:
Rencana Terapi
Omeprazole 2 x 40mg
Sucralfat 4 x 10ml
Captopril 2 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
Diet biasa 1500 kcal

BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1.1 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di Negara
berkembang. Gambaran prevalensi anemia defisiensi besi terlihat pada tabel 4.1
Prevalensi anemia defisiensi besi3
Afrika
Laki-laki
6%
Wanita tak hamil
20%
Wanita hamil
60%

Amerika latin
3%
17-21%
39-46%

Indonesia
16-50%
25-48%
46-92%

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di
Indonesia. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada
anemia defisiensi besi. Di India, Amerika latin dan Filipina prevalensi ADB pada
perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu
pengunjung puskesmas didapatkan prevalensi anemia sebesar 50% dengan 75% anemia
disebabkan oleh anemia defisiensi besi. Dalam suatu survey pada 42 desa di Bali yang
melibatkan 1684 wanita hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%, sebagian besar
derahat anemia adalah ringan. Factor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan
kepatuhan meminum pil besi.1
Di Amerika Serikat, berdasarkan survey gizi (NHANES IIO) tahun 1988 sampai
1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang
dari 50 tahun, 2-4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada
perempuan masa reproduksi, 5-7% pada perempuan pascamenopause.1
3.1.2 Patofisiologi
Defisiensi besi (Fe serum<0.4mg/l, feritin serum menurun) menghambat sintesis
Hb sehingga terjadi anemia mikrositik hipokrom. Penyebabnya yaitu:2
1.

Kehilangan darah (saluran cerna, peningkatan perdarah menstruasi) pada orang


dewasa merupakan penyebab tersering defisiensi besi (kehilangan 0,5mg Fe/ml
darah)

2.

Daur ulang Fe berkurang : bentuk anemia ini merupakan penyebab paling tersering

di dunia pada infeksi kronis. Pada keadaan ini Fe yang diambil oleh makrofag tidak
dilepaskan secara adekuat sehingga tidak dapat dipergunakan kembali.
3.

Asupan Fe terlalu rendah (malnutrisi terutama di negara berkembang)

4.

Absorpsi Fe berkurang karena aklorhidria (gastritis atrofi setelah gastrektomi) dan


malabsorpsi pada penyakit usus halus bagian atas atau karena ada bagian makanan
yang mengikat Fe (fitat yang terdapat di gandum, sayuran, asam tanat pada teh dan
oksalat)

5.

Kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan, kehamilan, menyusui)

6.

Kelainan apotransferin (jarang)

3.1.3 Diagnosis
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan
mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria
yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan
adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari
defisiensi besi.3
Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu
dan dua) dapat dipakai criteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut:4

Anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80fl
dan MCHC<31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d.
a) Dua dari tiga parameter di bawah ini:
-

Besi serum <50mg/dl

TIBC>350mg/dl

Saturasi transferin: <15%, atau

b) Feritin serum <20mg/l, atau


c) Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perls stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
d) Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain
yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin
lebih dari 2g/dl
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit darah yang menjadi penyebab defisiensi
besi. Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis
pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan
defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang
membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak
diketahui penyebabnya.

Untuk pasien dewasafokus utama adalah mencari sumber perdarahn. Dilakukan


anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki deasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing
tambang. Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear
dengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya
teknik Kato-Katz, untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan
tidaklah serta merta dapat dianggap sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab
lainnya. Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per
gram feses (TPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada laki-laki. Dalam suatu
penelitian lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing
tambang dengan cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada
perempuan.4
Anemia akibat cacing tambanng (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi
besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG>2000). Anemia
akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada
telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi
yang disertai adanya eusinofilia. Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing
tambang dijumpai pada 3,3% pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus
anemia defisiensi besi yang dijumpai.
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapan dilakukan tes darah samar
(occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran
cerna atas atau bawah.4
3.1.4 Tatalaksana
Penyebab yang mendasari sedapat mungkin diobati. Sebagai tambahan, diberikan
besi untuk mengoreksi anemia dan memulihkan cadang besi.5
Besi Oral
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti
garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya
polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk

meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia
defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi.5
Preparat yang terbaik adalah ferro sulfat yang harganya murah, mengandung 67
mg besi dalam tiap tablet 200 mg (anhidrat) dan baik diberikan pada saat perut kosong
dalam dosis yang berjarak sedikitnya 6 jam. Jika timbul efek samping misalnya, mual,
nyeri perut, konstipasi atau diare dapat dikurangi dengan memberikan besi bersamaan
makanan atau menggunakan preparat dengan kandungan besi yang lebih rendah,

misalnya ferro glukonat yang lebih sedikit mengandung besi (37 mg) pertablet 300 mg.
Eliksir tersedia untuk anak-anak. Preparat lepas lambat sebaiknya tidak diberikan.5
Terapi besi oral harus diberikan cukup lama untuk mengoreksi anemia dan untuk
memulihkan cadangan besi tubuh, yang biasanya memberikan hasil setelah penggunaan
selama sedikitnya 6 bulan. Kadar hemoglobin harus meningkat dengan kecepatan sekitar
2 g/dl tiap 3 minggu. Respon retikulosit tingginya sebanding dengan derajat anemia.
Kegagalan respon terhadap pemberian besi oral mungkin disebabkan oleh beberapa hal

yang semuanya harus dipertimbangakan sebelum menggunakan besi parenteral.5


Besi Parenteral
Besi sorbitol sitrat (Jectofer) diberikan sebagai injeksi intramuskular dalam yang
berulang, sedangkan ferri hidroksida sukrosa (Venofer) diberikan melalui injeksi
intravena lambat atau infus. Mungkin terjadi reaksi hipersensitivitas atau anafilaktoid dan
oleh karena itu, besi parenteral hanya diberikan jika dianggap perlu untuk memulihkan
besi tubuh secara cepat, contohnya pada kehamilan tua atau pasien yang sedangan
menjalani hemodialisis dan terapi eritropoietin atau jika pemberian besi oral tidak efektif
misalnya pada malabsorbsi berat atau tidak praktis misalnya pada penyakit crohn aktif.
Respon hematologik terhadap pemberian besi parenteral tidak lebih cepat dibandingkan
dengan respon terhadap pemberian dosis besi oral yang mencukupi, tetapi cadangan besi
tubuh dapat pulih dalam waktu yang jauh lebih cepat.
Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya
sekitar 10 hari. Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi sebagai akibat
dari:
a. Diagnosis yang tidak benar
b. Tidak patuh.
c. Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian.
d. Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik, dll.
e. Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika terjadi, diperlukan penggantian zat
besi parenteral.
Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui suntikan im setelah tes dengan
dosis 25 mg untuk reaksi alergi.

100 mg dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang setiap minggu
sampai cadangan zat besi terpenuhi. Traktus Z sebaiknya digunakan pada suntikan
untuk mencegah mengembunnya gabungan tersebut kedalam dermis, yang dapat
menghasilkan pewarnaan kulit yang tidak dapat dihilangkan.

Pemberian secara iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat menerima
suntikan im atau yang memerlukan koreksi defisiensi zat besi lebih cepat.

Pendekatan yang paling nyaman adalah dengan mengencerkan 500 mg campuran


tersebut kedalam 100 ml cairan salin steril dan memasukkan dosis percobaan
sebanyak 1 ml. jika tidak terjadi reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan dalam 2
jam. Pemberian iv sampai 4 g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan koreksi
defisiensi zat besi dalam satu sesi. Sekitar 20% dari pasien mengalami artralgia,
menggigil dan demam yang tergantung dari dosis yang diberikan dan dapat
berlangsung sampai beberapa hari setelah infus.
Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika perlu, pada semua pasien
dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut secara nyata dipacu oleh penyakit ini.
Obat anti inflamasi non steroid biasanya mengatur gejala tersebut.Anafilaksis, komplikasi
serius penggunaan zat besi-dekstran, jarang muncul. Jika gejala awal muncul, infus
dihentikan dan perbaikan keadaan dengan benadril dan epinefrin dapat dimulai.
Jumblah zat besi yang diperlukan untuk penggantian dapat dihitung dari defisit
massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk mengganti cadangan tubuh.
Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk pasien dengan anemia defisiensi zat besi
yang berat yang mengancam fungsi kardiovaskular atau cerebrovaskular.
3.2 PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz. Dalam klinis perlu dibedakan perdarahan varises
esophagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam
pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna bagian atas
dapat beragam bergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan
apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien darang
dengan:
1) Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama
2) Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa
gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan
pasien
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises

esophagus, gastritis erosif, tukak peptic, gastropati kongestif, sindrom Mallory-Weiss,


dan keganasan.

3.2.1 Diagnosis
Cara praktis membedakan perdarahan SCBA dan SCBB terdapat dalam tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan SCBA dan SCBB

Manifestasi klinis pada umumnya


Aspirasi nasogastric
Rasio (BUN/kreatinin)
Auskultasi usus

PERDARAHAN SCBA

PERDARAHAN

Hematemesis dan/ melena


Berdarah
Meningkat >35
hiperaktif

SCBB
Hematokezia
Jernih
<35
Normal

Seorang pasien yang datang dengan keluhan hematemesis, muntahan seperti kopi
karena berubahnya darah oleh asama lambung, hampir pasti perdarahannya berasal dari
SCBA. Timbul melena, tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas, bila
perdarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena timbul
bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri
setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna bagian atas
atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon
sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena
karena bismuth, sarcol licorice, obat-obatan yang mengandung besi (obat tambah darah)
dapat menyebabkan feces menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk
menentukan adanya hemoglobin. Untuk memastikan keterangan melena dari anamnesis,
perlu dilakukan pemeriksaan rectal toucher. Perdarahan SCBA dengan manifestasi
hematokezia (berak darah segar) dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak
melebihi 1000 ml dan disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil atau syok.

Pada semua kasus perdarahan saluran makanan disarankan untuk pemasangan pipa
nasogastric, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau yang sudah
jelas perdarahan SCBB. Pada perdarahan SCBA akan keluar cairan seperti kopi atau
cairan darah segar sebagai tanda bahwa perdarahan masih aktif. Selanjutnya dilakukan
kumbah lambung dengan air suhu kamar. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah
pada cairan aspirasi, dianjurkan pipa nasogastric tetap terpasang sampai 12-24 jam. Bila
semua kurun waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap bukan
perdarahan SCBA.
Perbandingan BUN dan kreatinin serum dapat dipakai untuk memperkirakan asal
perdarahan, nilai puncak biasanya dicapaik dalam 24-48 jam sejak terjadinya perdarahan,
normal perbandingannya 20, di atas 35 kemungkinan perdarahan berasal dari SCBA, di
bawah 35 kemungkinan perdarahan SCBB. Pada kasus yang masih sulit untuk
menentukan asal perdarahnnya, langkah pemeriksaan selanjutnya adalah endoksopi.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing. 2009:1109-115.
2. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC
2007:30, 36,38.
3. WHO. The global prevalence of anaemia in 2011. Geneva: World Health
Organization. 2015.
4. Lichtman MA, Beutler E, Selighson U,Kaushansky K, Kipps TO. Williams
Hematology, 7th ed. McGraw-Hill. 2007
5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta, Hematologi (Essential
Haematology). 4th edition. Jakarta:EGC. 2013
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

You might also like