You are on page 1of 4

2.1.5.

Organizational Innovative Climate (OIC)


Organizational Innovative Climate adalah persepsi dari anggota organisasi terkait

dukungan atas kreativitas dan inovasi dalam lingkungan kerja (Amabile at Al, 1996 dalam
He, 2013). Organizational Innovative Climate merupakan salah satu anteseden pembentuk
perilaku inovasi pada karyawan. Semakin kuat Organizational Innovative Climate yang
dimiliki pada suatu organisasi, semakin tinggi perilaku inovasi yang dimunculkan oleh
karyawan (Tsai & Kao, 2004).
Melalui gambaran persepsi anggota organisasi terhadap dukungan atas kreativitas
dan inovasi diharapkan mampu menggambarkan kondisi organisasi, apakah sudah mampu
mendorong orang untuk berperilaku inovasi atau tidak. Amabile (1996) menyebutkan
beberapa faktor organisasi yang mempengaruhi muncul tidaknya inovasi yaitu:
1.

Dorongan atau motivasi Organisasi untuk melakukan Inovasi

2.

Jumlah sumber daya yang dimiliki organisasi untuk mendukung perilaku inovasi

3.

Kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi untuk melakukan inovasi dalam proses
kerja
Faktor- faktor tersebut yang akan dipersepsi oleh anggota organisasi, dimana persepsi

yang dihasilkan terhadap dukungan atas kreativitas dan inovasi disebut dengan
organizational inovative climate.
Amabile (1996) menyebutkan terdapat 5 (lima) faktor yang menggambarkan
mendukung atau tidaknya iklim pada suatu organisasi untuk melakukan inovasi, yang terdiri
atas:
1.

Dorongan untuk melakukan inovasi (encouregement for innovation)


Sumber dorongan untuk melakukan inovasi berasal dari tiga komponen yakni:
a.

Dorongan Organisasi (Organizational encouragement)

Menjadi penting bagi organisasi untuk memberikan dorongan kepada


anggotanya untuk melakukan inovasi. Amabile (1996) menyebutkan bentuk
dorongan yang dapat diberikan oleh organisasi meliputi:
Dukungan bagi anggota organisasi untuk pengambilan resiko guna
mengimplementasi ide- ide baru, memberikan evaluasi secara adil terhadap
ide- ide baru,

pengakuan dan imbalan atas inovasi yang dihasilkan dan

memberikan kesempatan anggota organisasi untuk menyampaikan ide serta


b.

terlibat dalam proses pengambilan keputusan organisasi.


Dorongan Atasan (Supervisory encouragement)
Dalam mengimplementasikan ide- ide baru yang dimiliki, anggota
membutuhkan dukungan dari lingkungannya, dimana dorongan yang
terpenting berasal dari atasan. Dukungan dan interaksi yang terbuka antara
anggota dengan atasan merupakan bentuk dorongan yang dapat diberikan oleh
atasan. Keterbukaan interaksi antara atasan dengan bawahan dapat
menurunkan ketakutan yang dirasakan anggota atas feedback negatif yang
diberikan pada ide- ide baru yang dimilikinya. Hal ini membuat anggota
organisasi menjadi lebih terdorong untuk mengemukakan ide- ide baru yang
dimiliki sehingga mampu meningkatkan inovasi organisasi. Keterbukaan juga
mampu meningkatkan persepsi keadilan anggota organisasi atas evaluasi ide
baru yang dimiliki. Amabile (1996) menyebutkan 3 fungsi atasan yang dapat
mendorong inovasi yaitu: memperjelas tujuan (goal clarity), menjalin interkasi
yang terbuka dengan bawahan dan dukungan akan adanya ide- ide baru yang

c.

ditampilkan.
Dorongan dari kelompok kerja (Work Group Encouragement)
Karakteristik kelompok kerja berpengaruh terhadap munculnya iklim inovasi.
Adapun karakteristik yang perlu diperhatikan untuk mendorong inovasi adalah
(Amabile, 1996):

Tingkat keberagaman latar belakang anggota kelompok, keterbukaan antara


anggota kelompok, persaingan yang konstruktif dan adanya komitmen
bersama atas suatu projek kerja.
2.

Otonomi terkait pekerjaan (autonomy atau freedom)


Ide baru dapat muncul ketika anggota organisasi diberikan keleluasan untuk
merencanakan dan mengontrol pekerjaannya (Ballyn, King & West dalam Amabile,
1996). Tanpa adanya kelonggaran yang diberikan kepada anggota organisasi, akan
sulit ide- ide baru muncul dikarenakan adanya ketakutan yang muncul untuk
melakukan perubahan terhadap prosedur kerja dikarenakan otonomi atas pekerjaan
minim.

3.

Sumber daya (resources)


Cohen & Levitan dalam Amabile (1996) menyatakan jika alokasi sumber daya akan
mempengaruhi tinggi rendahnya inovasi yang dihasilkan dalam suatu organisasi.
Alokasi sumber daya yang tinggi pada keleluasan untuk melakukan inovasi akan
mampu meningkatkan perilaku inovasi. Alokasi sumber daya yang tinggi membuat
anggota organisasi merasakan kebermaknaan atas inovasi yang dilakukannya, yang
mampu meningkatkan instrinsik value atas inovasi.

4.

Tekanan (pressure)
Ketika individu memiliki tekanan yang cukup dalam pekerjaannya, ia akan mampu
menghasilkan inovasi atas pekerjaannya. Tekanan kerja yang cukup membuat anggota
organisasi menjadi tertantang dan bersamangat dalam bekerja sehingga mampu
menghasilkan inovasi dalam pekerjaannya. Tekanan kerja yang kurang akan
menyebabkan anggota organisasi menjadi tidak tertantang dalam bekerja dan
cendeurng mengerjakannya sebatas rutinitas semata, sebaliknya tekanan kerja yang
berlebih juga dirasa menghambat inovasi dimana ide- ide tersebut terhambat oleh

beratnya tekanan kerja yang dimiliki (Amabile dalam Amabile, 1996). Adapun
tekanan pekerjaan dapat bersumber dari kuantitas pekerjaan, tingkat kesulitan kerja
maupun tekanan batasan waktu kerja.
5.

Hambatan organisasi untuk melakukan inovasi (organizational impedemens to


innovation)
Kimberly & Evanlive (dalam Amabile, 1996) menyebutkan struktur organisasi yang
bersifat formal dan kaku dapat menjadi sumber penghambat munculnya inovasi.
Struktur organisasi yang terlalu kaku, disertai banyaknya kepentingan pihak- pihak
tertentu membuat anggota organisasi menjadi kurang terpacu untuk menghasilkan
inovasi atas proses maupun hasil kerjanya. Kontrol yang tinggi juga membentuk
motivasi yang dimiliki oleh anggota organisasi menjadi motivasi ekternal, dimana
anggota organisasi akan cenderung bersikap pasif dan menunggu adanya intruksi.
Sikap kerja yang demikian dirasa akan menghambat munculnya inovasi, dimana
untuk memunculkan motivasi internal justru dirasa lebih dibutuhkan.

You might also like