You are on page 1of 9

I.

PENDAHULUAN
Masing-masing

spesies

memiliki

jumlah

kromosom

yang

khas.

Kebanyakan organisme tingkat tinggi bersifat diploid, dengan dua set kromosom
homolog: salah satu set kromosom disumbangkan oleh induk jantan, sedangkan set
satu nya lagi disumbangkan oleh induk betina. Variasi dalam jumlah hal kromosom
(ploidi) umum ditemukan di alam. Diperkirakan satu pertiga dari angiospermae
(tanaman berbunga) memiliki lebih dari dua set kromosom (poliploid). Istilah
euploid silepaskan bagi organisme-organisme yang jumlah kromosomnya
merupakan kelipatan satu angka dasar (n), sedangkan aneuploidi mengacu pada
jumlah kromosom yang bukan merpakan kelipatan (n).
Organisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada

sebagian besar tahap hidupnya. Organisme ini disebut diploid (disingkat 2n).
Namun demikian, sejumlah organisme pada tahap yang sama memiliki lebih dari
sepasang set. Gejala semacam ini dinamakan poliploidi (dari bahasa Yunani,
berganda). Organisme dengan kondisi demikian disebut poliploid. Tipe poliploid
dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n),
pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam kenyataan,
organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di
alam.

II. PENGERTIAN POLIPLOIDI


Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set
kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan

demikian disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang


untuk menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi.
Poliploidi umum terjadi pada tumbuhan. Ia ditemukan pula pada hewan
tingkat rendah (seperti cacing pipih, lintah, atau beberapa jenis udang), dan juga
fungi.

III. MACAM-MACAM PLOIDI


4.1 Euploidi
Istilah

euploid

dilepaskan

bagi

organisme-organisme

yang

jumlah

kromosomnya merupakan kelipatan satu angka dasar (n)


a. Monoploid (n)
Satu set kromosom (n) secara karakteristik ditemukan pada nukleus sejumlah
organime yang tidak begitu komplek, misalnya fungi. Monoploid pada organismeorganisme komplek biasanya lebih kecil dan tidak setangguh diploid yang normal,
perkecualian yang patut dicatat adalah monoloid pada lebah jantan. Sudah
ditemukan tanaman yang bersifat monoloid tapi biasanya steril .
b. Diploid (2n)
Dua set kromosom (2n) adalah khas bagi kebanyakan hewan dan organismeorganisme multiseluler komplek. Diploid merupakan penyatuan dua gamet
haploid.
c. Triploid (3n)
Tiga set kromosom (3n) bisa berasal dari penyatuan sebuah gamet monoloid dan
gamet diploid. Set kromosom ekstra pada triploid didistribusikan dalam berbagai
kombinasi dalam sel-sel nutfah, sehingga menghasilkan gamet-gamet yang secara
genetis tidak seimbang. Karena triploid umumnya mengalami sterilitas, triploid
tidak umum ditemukan pada populasi-populasi alamiah.
d. Tetraploid (4n)
Empat set kromosom (4n) bisa muncul dalam sel-sel tubuh secara sebagai akibat
penggandaan somatik jumlah kromosom. Penggandaan yang berlangsung bisa
secara spontan maupun diinduksi hingga terjadi frekuensi tinggi melalui
pemajanan pada sel-sel zat kimia tertentu, misalnya alkoid kolksin. Tetraploid
juga dihasilkan oleh penyatuan gamet-gamet diploid yang belum tereduksi jumlah
kromosomnya (2n).

e. Poliploid
Poliploid diterapkan bagi semua sel manapun yang jumlah kromosomnya lebih
dari dua set (2n) tingkat ploidi yang lebih tinggi dari tetraploid tidak umum
ditemukan dalam populasi alamiah, tapi tanaman pangan yang paling penting
merupakan poliploid. Contohnya gandum roti umumnya heksaploid (6n),
sejumlah strawberry meupakan oktaploid (8n), dan laim-lain. Sejumlah triploid
dan tetraploid menunjukkan fenotip yang lebih kuat daripada diploid. Seringkali
triploid dan tetraploid memiliki daun, bunga, dan buah yang lebih besar
(gygantisme)
4.2 Aneuploidi
Bila terjadi variasi dalam hal jumlah kromosom yang tidak melibatkan
seluruh set kromosom, tapi hanya bagian dari satu set. Istilah aneuploidi diberikan
pada variasi-variasi semacam itu, dan akhiran somic biasanya mengacu pada
suatu organisme tertentu dan jumlah kromosomnya (yang mungkin saja dalam
keadaan abnormal)
a. Monosomic (2n-1)
Organism-organisme diploid yang kekurangan satu kromosom dari salah satu
pasangan disebut monosomic dengan rumus (2n-1). Kromosom tunggal tanpa
pasangannya bisa pergi ke salah satu kutub pada meiosis, tapi yang lebih sering
terjadi adalah kromosom tersebut akan tertinggal pada saat anafase dan tidak
bergabung

dengan

nukleus

manapun.

Karenanya

monosomicpun

dapat

membentuk dua macam gamet (n) dan (n-1). Pada tumbuhan gamet-gamet (n-1)
jarang berfunsi, pada hewan hilangnya satu set kromosom utuh seringkali
menghasilkan ketidakseimbangan genetik, yang terwujud dalam bentuk mortalitas
yang tinggi atau fertilitas yang tereduksi.
b. Trisomic (2n+1)
Diploid yang memiliki satu set kromosom ekstra direpresentasikan dengan rumus
(2n+1). Salah satu pasang kromosom yang memiliki anggota tambahan, sehingga
dapat terbentuk struktur trivalen pada saat profase meiosis. Jika dua kromosom
dari trivalen tersebut bergerak ke salah satu kutub, sedangkan kromosom yang

ketiga menuju ke arah kutub yang berlawanan, maka secara berturut-turut


gametnya akan menjadi (n+1) dan (n). trisomic dapat menghasilkan fenotipfenotip yang berbeda , tergantung pada kromosom mana dari komplemen tersebut
yang ada dalam triplikat. Pada manusia, keberadaan satu set kromosom ekstra
yang kecil (autosom 21) memiliki efek yang sangat membahayakan yang dapat
menyebabkan sindrom down ( mongolisme).
c. Tetrasomik (2n+2)
Jika terdapat kromosom yang kudruplikat pada organisme yang seharusnya
diploid, kita menyatakannya sebagai tetrasomik dengan rumus (2n+2). Sebuah
kuadrivalen bisa terbentuk pada saat kromosom itu mengadakan proses meiosi.
Kuadrivalen itu nantinya mengalami masalah yang sama dengan allotetraploid
yaitu mengalami sterilitas.
d. Trisomic Ganda (2n+1+1)
Jika masing-masing dari dua kromosom yang berbeda direpresentasikan dalam
triplikat, trisomic bisa dilambangkan dengan (2n+1+1)
e. Nelusomic
Suatu organisme yang kehilangan satu pasang kromosomnya disebut nelusomic.
Hasilnya biasanya letal pada diploid (2n-2). Akan tetapi, sejumlah poliploid bisa
kehilangan dua homolog dari satu set kromosom dan tetap sintas. Contoh
sejumlah nelusomic dari gandum heksaploid (6n-2) menujukkan pengurangan
ketangguhan dan fertilitas, tapi tetap bisa sintas sampai dewasa sebab sebagain
poliploid memiliki kelimpahan genetik.

IV. PEMULIAAN POLIPLOIDI


Poliploidi adalah keadaan sel yang memiliki lebih dari dua genom dasar
(3x, 4x, 5x dan seterusnya), ditemukan banyak pada kingdom tanaman. Poliploidi
dapat berisikan dua atau lebih pasang genom dengan segmen kromosom yang
homolog, keseluruhan kromosom homolog atau keseluruhan kromosom tidak
homolog. Perbedaan satu dengan yang lain pada sejumlah gen atau segmen
kromosom yang menyebabkan sterilitas sebagian atau seluruhnya

Famili rumput-rumputan (gramineae) adalah famili terbesar dari semua


tanaman berbunga, meliputi 10.000 species. Famili ini dikelompokan dalam 600 700 genus yang berasal dari moyang purba sekitar 50-70 juta tahun lalu. Famili ini
biasanya dipakai sebagai model dalam mempelajari poliploidi. Sebagian besar tipe
poliploidi dari famili gramineae yaitu autopolyploid, allopolyploid segmental dan
allopolyploid.
Secara alami poliploidi sering lebih besar penampakan morfologi dari
spesies diploid seperti permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang
lebih tebal dan tanaman lebih tinggi. Fenomena ini diistilahkan sebagai gigas atau
jagur. Populasi poliploidi mempunyai kemampuan berkompetisi lebih baik
dibanding moyang diploid ditunjukkan dengan daerah penyebarannya yang luas.
Menurut Poehlman dan Sleper (1995) poliploidi juga memberi peluang untuk
merubah karakter suatu tanaman melalui perubahan jumlah genom dan kontribusi
gen-gen alelik pada karakter tertentu.
4.1 Autopoliploid
Autopoliploid adalah sel yang mempunyai lebih dari dua genom dimana
genomnya identik atau mempunyai kromosom homolog karena pada umumnya
berasal dari satu spesies. Autopoliploid muncul dari penggandaan kromosom yang
komplemen secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi artifisial melalui
perlakuan kolsisin dan dapat terjadi secara spontan, tetapi yang terakhir ini jarang
ditemukan. Menurut Vandepoele (2003) autopoliploid dapat berasal dari
persilangan intraspesies diikuti dengan penggandaan kromosom dimana gamet
tidak mengalami reduksi dan kromosomnya membentuk multivalent pada saat
miosis, dengan pewarisan yang multisomik Beberapa tanaman yang termasuk
autopoliploid alami adalah kentang, ubi jalar, kacang tanah, alfalfa dan
orchardgrass.
Beberapa sifat autopoliploid yang berbeda dengan diploid adalah: (1) volume
sel dan nukleus lebih besar, (2) bertambah ukuran daun dan bunga serta batang
lebih tebal, (3) terjadi perubahan komposisi kimia meliputi peningkatan dan
perubahan karbohidrat, protein, vitamin dan alkaloid, (4) kecepatan pertumbuhan
lebih lambat dibanding diploid, menyebabkan pembungaannya juga terlambat, (5)

miosis sering tidak teratur dengan terbentuknya multivalen sebagai penyebab


sterilitas, (6) poliploidi tidak seimbang terutama pada triploid dan pentaploid.
Dikatakan juga oleh Poehlman dan Sleper (1995) bahwa autopoliploid berperan
meningkatkan ukuran sel merismatik tetapi jumlah total sel tidak bertambah.
Menurut Sareen (1992) tanaman autotetraploid mempunyai bagian vegetatif lebih
besar, menyebabkan mereka lebih jagur dibanding diploidnya. Tetapi efek ini tidak
universal karena ada beberapa autotetraploid yang mirip atau lebih lemah
dibandingkan tetua diploid.
Menurut Poehlman dan Sleper (1995) tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk
memproduksi dan memanfaatkan autoploidi dalam program pemuliaan tanaman
yaitu: (1) autoploidi cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar
sedangkan biji yang dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan
tanaman yang bagian vegetatifnya dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan
autoploidi yang jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah
kromosom sedikit, (3) autoploidi yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih
baik dari pada autoploidi dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang
membantu secara luas rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh
keseimbangan genotip pada poliploidi.
4.2 Allopoliploid
Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih

genom

dari genom normal 2n =2x, dimana pasangan kromosomnya tidak homolog.


Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan
genom (hibridisasi interspesies). Tanaman F1-nya akan steril karena tidak ada atau
hanya beberapa kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan kromosom spontan
atau diinduksi maka tanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman yang termasuk
alloploidi alami adalah gandum, terigu, kapas, tembakau, tebu dan beberapa spesies
kubis.
Allopoliploid ditemukan ada yang allopoliplod segmental (sebagian
kromosom homolog) menyebabkan steril sebagian, dan allopolyploid (semua
kromosom tidak homolog) menyebabkan steril penuh. Allopoliploid segmental
memiliki segmen kromosom homologous dan homoeologus (homolog parsial) yang

selama miosis dapat terjadi bivalen dan multivalen sehingga pewarisannya


campuran disomik-polisomik. Dikatakan juga bahwa prototipe poliploidi dari
rumput-rumputan seperti gandum adalah allopolyploid, jagung adalah alloploidi
segmental dan padi adalah paleopoliploid.
Tujuan induksi allopoliploid adalah mengkombinasi sifat-sifat yang
diinginkan dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman (Sparrow, 1979). Menurut
Poehlman dan Sleper (1995) beberapa manfaat alloploidi untuk para pemulia
adalah: (1) dapat mengidentifikasi asal genetik spesies tanaman poliploidi, (2)
menghasilkan genotip tanaman baru, (3) dapat memudahkan transfer gen antar
spesies dan (4) memudahkan transfer atau subtitusi kromosom secara individual
atau pasangan kromosom.
Para pemulia menginduksi poliploidi dengan menyilangkan antara spesies
budidaya tetraploid dengan kerabat liarnya dengan tujuan supaya gen yang
diinginkan dapat ditransfer dari spesies liar ke kultivar budidaya. Menurut
Poehlman dan Sleper (1995) hampir semua kerabat liar Solanum dapat disilangkan
dengan Solanum tuberosum (interspesies) dengan tujuan untuk mendapatkan
resistensi terhadap stress abiotik maupun biotik serta memperbaiki heterosigositas
tanaman.
Pendekatan pembuatan allopoliploid ini kelihatan kurang berhasil dibanding
induksi autopoliploid. Kesulitan yang ditemui dengan pendekatan ini adalah: (1)
adanya barier incompatible antar kedua spesies yang akan disilangkan, (2) terjadi
pembuahan tetapi mengalami aborsi embrio. Kendala dalam menghasilkan tanaman
allopoliploid ini dapat diatasi dengan teknik hibridisasi baru yaitu fusi protoplas
atau hibridisasi somatik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2010. Poliploidi. Available at http://wikipedia.org. Diakses 10 Oktober


2010.
Anonymous, 2010. Perbaikan Sifat Tanaman Melalui Pemuliaan Poliploidi. Available
At http://www.rudyct.com. Diakses 10 Oktober 2010.
Schaum. 2003. Genetika. Erlangga. Jakarta.

TUGAS FISIOLOGI TUMBUHAN


RESPIRASI

OLEH
NAMA

AFIF AULIYA

NIM

0910483127

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2010

You might also like