Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
Bangunan bawah jembatan dalam hal ini terdiri dari pondasi dan kepala jembatan. Terdapat
berbagai macam pondasi yang digunakan di Indonesia. Kaison beton yang dicor ditempat, tiang
pancang baja, tiang pancang beton bertulang dan pratekan, serta tiang bor, kesemuanya dipakai
secara luas.
Kepala jembatan yang digunakan umumnya susunan pile cap serta pilar berkolom tunggal atau
majemuk dan balok melintang ujung (cross head).
2. PONDASI JEMBATAN
Pondasi merupakan sumber masalah tersendiri bagi para pelaksana konstruksi jembatan,
sehubungan dengan kondisi tanah yang jarang dapat diketahui secara tepat, walaupun sampai
saat ini telah kita kenal suatu methode pendekatannya yaitu dengan adanya penyelidikan tanah
(Soil Investigation) untuk memprediksi daya dukung tanah.
Cara pelaksanaan pondasi terdiri atas dua jenis utama, pertama adalah jenis yang dapat
dilaksanakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Pondasi jenis ini termasuk pondasi telapak
(pondasi langsung) dan kaison beton yang dicor di tempat. Jenis kedua termasuk pondasi tiang,
kaison beton pracetak atau shell baja. Pondasi tiang dapat dilaksanakan secara dipancang atau
dibor dan tiangnya terbuat dari baja atau beton.
2.1. PONDASI TIANG PANCANG (PILE FOUNDATION)
Pondasi tiang pancang popular dipergunakan di Indonesia karena pelaksanaannya yang relatif
mudah dan sesuai dengan kebanyakan kondisi tanah di Indonesia. Demikian juga jenis pondasi
tiang pancang ini tahan terhadap penggerusan aliran sungai/aliran air mengingat pemancangan
tiang mencapai titik dalam, adapun jenis-jenis tiang pancang meliputi berikut ini :
Tiang Kayu, termasuk Cerucuk.
Tiang Baja Struktur
Tiang Pipa Baja
Tiang Beton Bertulang Pracetak
Tiang Beton Pratekan, Pracetak
Tiang Bor Beton Cor Langsung Di Tempat
Tiang Turap
Perhatian perlu diberikan terhadap sambungan antar tiang/bahan, karena penyambungan yang
kurang baik beresiko tinggi yang dapat menyebabkan kegagalan tiang yang seharusnya berfungsi
mendukung konstruksi diatasnya.
Peralatan yang digunakan untuk pemancangan tiang baja, beton atau kayu pada dasarnya sama
yaitu berbentuk dari yang paling sederhana (manual) sampai diesel hammer, tergantung dari jenis
tiang yang digunakan, berat tiang dan kedalaman yang harus dicapai.
2.2. TIANG PANCANG KAYU
a. Umum
Kayu untuk tiang pancang penahan beban (bukan cerucuk) dapat diawetkan atau tidak
diawetkan, dan dapat dipangkas sampai membentuk penampang yang tegak lurus terhadap
panjangnya atau berupa batang pohon lurus sesuai bentuk aslinya. Selanjutnya semua kulit kayu
harus dibuang.
Tiang pancang kayu harus seluruhnya keras (sound) dan bebas dari kerusakan, mata kayu, bagian
yang tidak keras atau akibat serangan serangga.
Tiang pancang kayu yang menggunakan kayu lunak memerlukan pengawetan, yang harus
dilaksanakan sesuai dengan AASHTO M133 - 86 dengan menggunakan instalasi peresapan
bertekanan. Bilamana instalasi semacam ini tidak tersedia, maka dilakukan pengawetan dengan
tangki terbuka secara panas dan dingin. Beberapa kayu keras dapat digunakan tanpa pengawetan,
tetapi pada umumnya, kebutuhan untuk mengawetkan kayu keras tergantung pada jenis kayu dan
beratnya kondisi pelayanan.
Sebelum pemancangan, diperlukan tindakan pencegahan kerusakan pada kepala tiang pancang
yaitu dengan cara pemangkasan kepala tiang pancang sampai penampang melintang menjadi
bulat dan tegak lurus terhadap panjangnya dan memasang cincin baja atau besi yang kuat. Dan
setelah pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap panjangnya
sampai bagian kayu yang keras dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap) dipasang.
b. Kepala Tiang Pancang
Sebelum pemancangan, tindakan pencegahan kerusakan pada kepala tiang pancang harus
diambil. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pemangkasan kepala tiang pancang sampai
penampang melintang menjadi bulat dan tegak lurus terhadap panjangnya dan memasang cincin
baja atau besi yang kuat atau dengan metode lainnya yang lebih efektif.
Setelah pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap panjangnya
sampai bagian kayu yang keras dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap) dipasang.
Bilamana tiang pancang kayu lunak membentuk pondasi struktur permanen dan akan dipotong
sampai di bawah permukaan tanah, maka perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan
bahwa tiang pancang tersebut telah dipotong pada atau di bawah permukaan air tanah yang
terendah yang diperkirakan.
Bilamana digunakan pur (pile cap) dari beton, kepala tiang pancang harus tertanam dalam pur
dengan ke dalaman yang cukup sehingga dapat memindahkan gaya. Tebal beton di sekeliling
tiang pancang paling sedikit 15 cm dan harus diberi baja tulangan untuk mencegah terjadinya
keretakan.
c. Sepatu Tiang Pancang
Tiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang cocok untuk melindungi ujung tiang selama
pemancangan, kecuali bilamana seluruh pemancangan dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu
harus benar-benar konsentris (pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang
dengan kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan kayu harus cukup untuk
menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan.
sambungan tidak perlu menahan tegangan yang besar yang ditemui selama pemancangan.
Panjang sambungan normal untuk penulangan dan pekerjaan beton biasa dapat digunakan.
Jika tiang akan dipancang lebih dalam setelah penyambungan, sambungan harus dapat menahan
tegangan tekan dan torsi yang terdapat pada waktu pemancangan dan harus mampu meneruskan
(transmit) momen di dalam tiang melewati sambungan. Meskipun sejumlah sambungan buatan
pabrik telah dikembangkan namun yang paling umum untuk penyambungan tiang adalah
pemakaian lengan baja di atas dan dibawah tempat sambungan. Beberapa tiang mempunyai pelat
baja yang tertanam di dalam beton yang memungkinkan penyambungan mudah dilakukan
dengan cara mengelas pelat pada segmen atas dan bawah dari tiang. Praktek ini tidak lazim untuk
tiang yang difabrikasi di lokasi. Keuntungan dari pada lengan lengan baja atau pelat yang dilas
adalah bahwa tiang dapat dipancang dalam waktu singkat setelah penyambungan selesai. Penting
untuk diperhatikan bahwa kedua muka yang bertemu harus cock satu sama lain sedekat mungkin
pada bidang yang sama. Penggunaan lengan baja dan merekatkan epoxy akan
menutupi/mengkonpensasikan kekurang cocokan. Akan lebih baik bila menggunakan lengan
baja, untuk memasukan dan merekat dengan epoxy batang dowel ke dalam lubang yang dibor
pada bagian atas dan bawah dari tiang. Hal ini akan memungkinkan terjadinya perpindahan
(transfer) momen lewat sambungan sesuai dengan asumsi perencana.
Acuan tidak boleh dibuka sekurang-kurangnya 7 hari setelah pengecoran. Perpanjangan tiang pancang
akan dirawat dan dilindungi dengan cara yang sama seperti tiang pancang yang akan disambung.
Bilamana tiang pancang akan diperpanjang setelah operasi pemancangan sedang berjalan, kepala tiang
pancang direncanakan tertanam dalam pur (pile cap), maka perpanjangan baja tulangan yang diperlukan
harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. Bilamana tidak disebutkan dalam Gambar, maka panjang
tumpang tindih baja tulangan harus 40 kali diameter untuk tulangan memanjang.
d. Sepatu Tiang PancangTiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang datar atau mempunyai
sumbu yang sama (co-axial), jika dipancang masuk ke dalam atau menembus jenis tanah seperti batu,
kerikil kasar, tanah liat dengan berangkal, dan tanah jenis lainnya yang mungkin dapat merusak ujung
tiang pancang beton. Sepatu tersebut dapat terbuat dari baja atau besi tuang. Untuk tanah liat atau pasir
yang seragam, sepatu tersebut dapat ditiadakan. Luas ujung sepatu harus sedemikian rupa sehingga
tegangan dalam beton pada bagian tiang pancang ini masih dalam batas yang aman.
penulangan. Perhatikan bahwa pengatur jarak tersebut mungkin akan berputar pada
waktu jalinan diturunkan kedalam tiang. Pengatur jarak harus dipasang setiap 90 di
sekeliling jalinan penulangan, dan harus diberi jarak antara setiap 2 atau 2,5 meter
menurut arah memanjang tiang.
Tinggi jatuh palu tidak boleh melampaui 2,5 meter atau sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Alat pancang dengan jenis gravitasi, uap atau
diesel yang disetujui, harus mampu memasukkan tiang pancang tidak kurang dari 3 mm
untuk setiap pukulan pada 15 cm dari akhir pemancangan dengan daya dukung yang
diinginkan sebagaimana yang ditentukan dari rumus pemancangan yang disetujui, yang
digunakan oleh Kontraktor. Enerji total alat pancang tidak boleh kurang dari 970 kgm
per pukulan, kecuali untuk tiang pancang beton sebagaimana disyaratkan di bawah ini.
Alat pancang uap, angin atau diesel yang dipakai memancang tiang pancang beton
harus mempunyai enerji per pukulan, untuk setiap gerakan penuh dari pistonnya tidak
kurang dari 635 kgm untuk setiap meter kubik beton tiang pancang tersebut.
Penumbukan dengan gerakan tunggal (single acting) atau palu yang dijatuhkan harus
dibatasi sampai 1,2 meter dan lebih baik 1 meter. Penumbukan dengan tinggi jatuh
yang lebih kecil harus digunakan bilamana terdapat kerusakan pada tiang pancang.
Contoh-contoh berikut ini adalah kondisi yang dimaksud :
Bilamana terdapat lapisan tanah keras dekat permukaan tanah yang harus ditem-bus
pada saat awal pemancangan untuk tiang pancang yang panjang.
Bilamana terdapat lapisan tanah lunak yang dalam sedemikian hingga penetrasi yang
dalam terjadi pada setiap penumbukan.
Bilamana tiang pancang diperkirakan sekonyong-konyongnya akan mendapat
penolakan akibat batu atau tanah yang benar-benar tak dapat ditembus lainnya.
Bilamana serangkaian penumbukan tiang pancang untuk 10 kali pukulan terakhir telah
mencapai hasil yang memenuhi ketentuan, penumbukan ulangan harus dilaksanakan
dengan hati-hati, dan pemancangan yang terus menerus setelah tiang pancang hampir
berhenti penetrasi harus dicegah, terutama jika digunakan palu berukuran sedang.
Suatu catatan pemancangan yang lengkap harus dilakukan
Setiap perubahan yang mendadak dari kecepatan penetrasi yang tidak dapat dianggap
sebagai perubahan biasa dari sifat alamiah tanah harus dicatat dan penyebabnya harus
dapat diketahui, bila memungkinkan, sebelum pemancangan dilanjutkan.
Tidak diperkenankan memancang tiang pancang dalam jarak 6 m dari beton yang
berumur kurang dari 7 hari. Bilamana pemancangan dengan menggunakan palu yang
memenuhi ketentuan minimum, tidak dapat memenuhi Spesifikasi, maka Kontraktor
harus menyediakan palu yang lebih besar dan/atau menggunakan water jet atas biaya
sendiri.
2) Penghantar Tiang Pancang (Leads)
Penghantar tiang pancang harus dibuat sedemikian hingga dapat memberikan
kebebasan bergerak untuk palu dan penghantar ini harus diperkaku dengan tali atau
palang yang kaku agar dapat memegang tiang pancang selama pemancangan. Kecuali
jika tiang pancang dipancang dalam air, penghantar tiang pancang, sebaiknya
mempunyai panjang yang cukup sehingga penggunaan bantalan topi tiang pancang
panjang tidak diperlukan. Penghantar tiang pancang miring sebaiknya digunakan untuk
pemancangan tiang pancang miring.
Beban pertama yang harus diberikan pada tiang percobaan adalah beban rancangan
tiang pancang. Beban pada tiang pancang dinaikkan sampai mencapai dua kali beban
ran-cangan dengan interval tiga kali penambahan beban yang sama. Setiap
penambahan beban harus dalam interval waktu minimum 2 jam, kecuali jika tidak
terdapat penam- bahan penurunan kurang dari 0,12 mm dalam interval waktu 15 menit
akibat penam- bahan beban sebelumnya. Bilamana kekuatan tiang uji untuk
mendukung beban pengujian diragukan, penambahan beban harus dikurangi sampai
50 % masing-masing beban pengujian, sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan agar
kurva keruntuhan yang halus dapat digambar. Beban pengujian penuh harus
dipertahankan pada tiang uji dalam waktu tidak kurang dari 48 jam. Kemudian beban
ditiadakan dan penurunan permanen dibaca. Bilamana diminta oleh Direksi Pekerjaan,
pembebanan diteruskan melebihi 2 kali beban rancangan dengan penambahan beban
setiap kali 10 ton sampai tiang runtuh atau kapasitas peralatan pembebanan ini
dilampaui. Tiang pancang dapat dianggap runtuh bila penurunan total akibat beban
melebihi 2,5 cm atau penurunan permanen melebihi 6,5 mm.
Setelah pengujian pembebanan selesai dilaksanakan, beban-beban yang digunakan
harus disingkirkan, dan tiang pancang, termasuk tiang tarik dapat digunakan untuk
struktur bilamana oleh Direksi Pekerjaan dianggap masih memenuhi ketentuan untuk
digunakan. Tiang uji yang tidak dibebani harus digunakan seperti di atas. Jika setiap
tiang pancang setelah digunakan sebagai tiang uji atau tiang tarik dianggap tidak
memenuhi ketentuan untuk digunakan dalam struktur, harus segera disingkirkan
bilamana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, atau harus dipotong sampai di bawah
permukaan tanah atau dasar pondasi telapak, mana yang dapat dilaksanakan.
Jumlah dan lokasi tiang uji untuk pengujian pembebanan akan ditentukan oleh Direksi
Pekerjaan. Untuk tiang dengan diameter lebih dari 600 mm jumlah ini tidak boleh
kurang dari satu dan tidak lebih dari tiga untuk setiap jembatan; untuk tiang dengan
diameter kurang dari dan sampai dengan 600 mm jumlah tiang tidak boleh kurang dari
satu untuk setiap 30 tiang.
d). Pelaporan
Laporan yang harus dibuat untuk setiap pengujian pembebanan meliputi dokumendokumen berikut ini :
Denah pondasi
Lapisan (stratifikasi) tanah
Kurva kalibrasi alat pengukur tekanan
Gambar diameter piston dongkrak
Grafik pengujian dengan absis untuk beban dalam ton dan ordinat untuk penurunan (settlement) dalam desimal mm.
Tabel yang menunjukkan pembacaan alat pengukur tekanan dalam atmosfir,
beban dalam ton, penurunan dan penurunan rata-rata dimana semua itu
merupakan fungsi dari waktu (tanggal dan jam).
Bilamana kapasitas daya dukung yang aman dari setiap tiang pancang, diketahui
kurang dari beban rancangan, maka tiang pancang harus diperpanjang atau
diperbanyak sesuai dengan yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
2.6.2. Pengujian dengan Dynamic Load Test (DLT)
a). Umum
Test dengan beban statis merupakan metode terbaik dan juga merupakan yang
termahal untuk menentukan daya dukung suatu tiang. Pembebanan secara static yang
merupakan uji skala penuh dilakukan dengan memberikan beban yang lebih besar dari
beban rencana seperti yang telah dijelaskan diatas. Metode Static Load Test (SLT) ini
memerlukan banyak waktu (time consuming).
Test dengan beban dinamis atau Dynamic Load Test (DLT) adalah metode lain yang
lebih ekonomis dan efisien. Test pembebanan tiang secara dinamis ini menggunakan
peralatan FPDS (Foundation Pile Diagnostic System) berikut software PDA (Pile Driving
Analyis) tertentu misalnya PDI dari USA, TNO dari Belanda, CEBTP dari Perancis dan
PID dari Swedia).
Dengan menggunakan system ini, beban diberikan secara dinamik pada kepala tiang
dengan menggunakan hammer pemancang. Dengan memberikan blow (pukulan) dari
hammer pemancang, signal acceleration(percepatan) dan strain (regangan) dari tiang
dicatat dan direkam oleh computer. Dari dua signal tersebut dapat diperoleh signal
velocity-time dan force-time dan kemudian tahanan pemancangan dinamis (dynamic
driving resistance) dapat ditentukan.
b). Peralatan dan Persiapan
Bahan-bahan dan hal-hal yang harus dipersiapkan adalah :
Siapkan peralatan DLT dengan mengisi cek list dan lakukan test peralatan dengan
menggunakan test box
Siapkan file input data dengan memperhatikan form yang sudah diisi dan data
kalibrasi sensor-sensor
Record pemancangan untuk tiang yang akan ditest (kalendering)
Blowrecord untuk tiang yang ditest (Blowcount)
Data soil investigasi dapat berupa SONDIR, atau SPT dan data BORING
Gambar desain jembatan
Tiang yang akan ditest dipilih salah satu tiang dari kelompok tiang dan dapat tiang
dengan kondisi kalendering yang besar atau tiang yang jauh dari titik berat kelompok
tiang (pilar atau abutment)
Tiang yang akan ditest harus dibiarkan beberapa hari (2-7 hari) agar tegangan air
tanah (pore pressure) kembali pada kondisi sebelum pemancangan (setting)
Tiang yang akan ditest minimal 2 meter harus muncul dari permukaan tanah asli atau
air yang ada saat pengujian
Tersedia Power Supply untuk computer dan bor listrik minimum 1000VA
Tersedia hammer dengan kapasitas yang sama dengan yang digunakan pada saat
pemancangan
c). Pelaksanaan Test DLT I Lapangan
Tiang yang akan ditest dilubangi (dibor) untuk meletakan sensor dan sensor harus
Saat ini, perencana struktur pondasi tidak lagi memerlukan dan bergantung kepada
penggunaan tiang pondasi uji dengan skala lebih kecil dari ukuran aktual-nya (diperkecil
dari ukuran sebenarnya) dan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengujian beban
pada pondasi tiang bor berdiameter besar yang biasanya menjadi ciri khas dari metode
pengujian statik konvensional. Kesalahan-kesalahan yang terdapat pada metode
konvensional statik khususnya Pengenalan Load Cell Test.
Proses perubahan skala ukuran tiang uji secara konservatif dapat di-eliminasi dengan
menggunakan ukuran aktual dari tiang uji pada pengujian beban dengan metode Load
Cell test yang mampu memobilisasi beban lebih dari 200 MN. Load Cell adalah alat
pengangkat yang dimobilisasi dengan mekanisme hidrolis selama proses pengujian
beban. Alat ini ditanamkan dan merupakan bagian pada struktur pondasi dan bekerja
pada dua arah (bi-directictional), keatas (upward) melawan tahanan geser selimut (side
shear resistance) dan kebawah (downward) melawan tahanan dasar (end
bearing), load cell secara otomatis akan merekam kedua karakteristik tahanan tersebut
secara terpisah. Penggunaan alat ini pada struktur pondasi tidak diharuskan untuk
menggunakan struktur balok tambahan dan tiang-tiang pengikat (tie-down piles). Load
Cell menjabarkan semua reaksi yang bekerja pada tiang pondasi dari tanah dan batuan
yang mengelilingi pondasi. Pada suatu kondisi dimana komponen-komponen tahanan
tanah dan alat ini telah mencapai kapasitas maksimumnya maka proses pengujian
beban dapat dihentikan.
d. Garis tengah lubang bor tanpa selubung (casing) : 0 sd +5% dari diameter
nominal pada setiap posisi
2.8. TURAP
a) Umum
Umumnya ketentuan yang mengatur pemancangan tiang pancang penahan beban
harus berlaku juga untuk turap. Jenis tiang pancang yang akan digunakan harus seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan
b). Turap Kayu
Tiang pancang kayu sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan dalam Gambar baik yang
dipotong dari bahan yang utuh (solid) maupun dibuat dari tiga papan yang diikat jadi
satu dengan kokoh. Ujung bagian bawah tiang pancang harus diruncingkan agar dapat
mendesak ke dalam sedemikian hingga tiang-tiang yang berdekatan mempunyai ikatan
yang rapat. Puncak tiang pancang harus dipotong pada suatu garis lurus pada elevasi
yang telah ditunjukkan dan harus diperkaku dengan balok yang ditumpang-tindihkan
dan disambung pada semua sambungan dan sudut-sudut. Balok-balok pengaku sebaiknya dipasang untuh antara sudut-sudut dan harus dibaut di dekat puncak tiang
pancang.
c) Turap Beton
Dinding turap beton harus dilaksanakan sesuai dengan Gambar.
d) Turap Baja
Turap baja harus mempunyai jenis dan berat seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.
Bilamana dipasang dalam struktur yang telah selesai, turap baja harus kedap air pada
sambungannya. Pengecatan turap baja harus memenuhi ketentuan Spesifikasi.
3. PONDASI SUMURAN (CAISSON)
a). Umum
Pondasi ini terbuat dari beton bertulang atau beton pracetak, yang umum digunakan
pada pekerjaan jembatan di Indonesia adalah dari silinder beton bertulang dengan
diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm. Pekerjaan ini mencakup penyediaan
dan penurunan dinding sumuran yang dicor di tempat atau pracetak yang terdiri unitunit beton pracetak. Penurunan dilakukan dengan menggali sedikit demi sedikit di
bawah dasarnya. Berat beton pada sumuran memberikan gaya vertical untuk
mengatasi gesekan (friction) antara tanah dengan beton, dan dengan demikian
sumuran dapat turun.
Ketepatan pematokan pada sumuran sangat penting karena tempat yang digunakan
oleh sumuran sangat besar. Akibat kesalahan pematokan, bersama-sama dengan
kemiringan yang terjadi pada waktu sumuran diturunkan, dapat menyebabkan sumuran
itu berada di luar daerah kepala jembatan atau pilar. Hal ini merupakan tambahan
pekerjaan untuk memperbesar kapala jembatan atau pilar, dan akan meneruskan
beban vertical dari bangunan atas kepada bangunan bawah secara eksentris.
Garis tengah memanjang jembatan dan garis tengah melintang dari sumuran harus
ditentukan dan dioffset sejauh jarak tertentu untuk memastikan bahwa titik-titik referensi
tersebut tidak terganggu pada saat pembangunan sumuran.
Harus diperhatikan penentuan letak tiap segmen untuk memastikan bahwa segmen
baru akan mempunyai alinyemen yang benar sepanjang sumbu vertical.
Hal ini penting terutama pada waktu suatu segmen ditambahkan pada sumuran yang
tidak (keluar dari) vertical. Secara ideal kemiringan ini harus diperbaiki sebelum
penambahan segmen berikutnya. Setelah pekerjaan pematokan selesai, dilakukan
penggalian pendahuluan untuk memberikan jalan awal melalui mana sumuran akan
diturunkan. Sisi galian ini harus sedapat mungkin vertical.
Beton harus dicor dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi ini. Penurunan
tidak boleh dimulai paling sedikit 7 hari setelah pengecoran atau sampai pengujian
menunjukkan bahwa kuat tekan beton mencapai 70 persen dari kuat tekan rancangan
dalam 28 hari.
c) Penggalian dan Penurunan
Bilamana penggalian dan penurunan pondasi sumuran dilaksanakan, perhatian khusus
harus diberikan untuk hal-hal berikut ini :
1. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan aman, teliti, mematuhi undang-undang
keselamatan kerja, dan sebagainya.
2. Penggalian hanya boleh dilanjutkan bilamana penurunan telah dilaksanakan dengan
tepat dengan memperhatikan pelaksanaan dan kondisi tanah. Gangguan, pergeseran
dan gonjangan pada dinding sumuran harus dihindarkan selama penggalian.
3. Dinding sumuran umumnya diturunkan dengan cara akibat beratnya sendiri, dengan
menggunakan beban berlapis (superimposed loads), dan mengurangi ketahanan geser
(frictional resistance), dan sebagainya.
4. Cara mengurangi ketahanan geser :
Bilamana ketahanan geser diperkirakan cukup besar pada saat penurunan din-ding
sumuran, maka disarankan untuk melakukan upaya untuk mengurangi geseran antara
dinding luar sumuran dengan tanah di sekelilingnya.
5. Sumbat Dasar Sumuran
Dalam pembuatan sumbat dasar sumuran, perhatian khusus harus diberikan untuk halhal berikut ini :
i) Pengecoran beton dalam air umumnya harus dilaksanakan dengan cara tremies atau
pompa beton setelah yakin bahwa tidak terdapat fluktuasi muka air dalam sumuran.
ii) Air dalam sumuran umumnya tidak boleh dikeluarkan setelah pengecoran beton
untuk sumbat dasar sumuran.
6. Pengisian Sumuran
Sumuran harus diisi dengan beton siklop K175 sampai elevasi satu meter di bawah
pondasi telapak. Sisa satu meter tersebut harus diisi dengan beton K250, atau
sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar.
7. Pekerjaan Dinding Penahan Rembesan (Cut-Off Wall Work)
Dinding penahan rembesan (cut-off wall) harus kedap air dan harus mampu menahan
gaya-gaya dari luar seperti tekanan tanah dan air selama proses penurunan dinding
sumuran, dan harus ditarik setelah pelaksanaan sumuran selesai dikerjakan.
8. Pembongkaran Bagian Atas Sumuran Terbuka
Bagian atas dinding sumuran yang telah terpasang yang lebih tinggi dari sisi dasar
pondasi telapak harus dibongkar. Pembongkaran harus dilaksanakan dengan
menggunakan alat pemecah bertekanan (pneumatic breakers). Peledakan tidak boleh
digunakan dalam setiap pembongkaran ini.
Baja tulangan yang diperpanjang masuk ke dalam pondasi telapak harus mempunyai
panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan.
4. PENJANGKARAN TANAH (GROUND ANCHOR)
a). UmumPenjelasan tentang Penjangkaran Tanah ini seluruhnya disadur dari buku
Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi oleh Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto
Nakazawa Edisi ke 7 Tahun 2000 sebagai berikut . Metode penjangkaran tanah disebut
juga dengan nama Alluvian Anchor, Ground Anchor atau Tieback Anchor. Dalam
metode ini pemboran dilakukan di dalam tanah pondasi yang baik terdiri dari lapisan
berpasir, lapisan kerikil, lapisan berbutir halus ataupun batuan yang lapuk, serta suatu
bagian yang menahan gaya tarik seperti campuran semen dengan kabel baja atau
semen dengan batang baja dimasukkan ke dalam lubang hasil pemboran tersebut,
kemudian disertai suatu gaya tarik setelahnya untuk memperkuat konstruksinya. Dalam
banyak hal dipergunakan untuk melawan tekanan tanah seperti turap ataupun tembok
penahan tanah. Kadang-kadang juga dipergunakan untuk konstruksi yang permanent
tetapi pada dasarnya hanyalah dipakai untuk konstruksi sementara. Apabila suatu
dinding turap dipasang di suatu daerah di mana sedang dikerjakan penurapan
sedangkan penopang ataupun tiang-tiang antara tidak dibutuhkan maka akan diperoleh
daerah yang lebih luas di antara dinding turap, yang memungkinkan penggalian dengan
alat-alat berat.
b). Tipe Jangkar
Penjangkaran dengan tahanan geser. Jenis ini memakai batang jangkar yang silindris
yang digrout di dalam lubang bor dan gaya tarik ditimbulkan dari tahanan geser yang
bekerja sekelilingnya.
Penjangkaran dengan plat pemikul. Jenis ini menggunakan suatu plat massif yang
dipasang di dalam tanah sehingga tekanan tanah pasipnya yang bekerja dapat
menahan gaya tarik.Penjangkaran gabungan. Di mana ada bagian-bagian yang
diperbesar dan tekanan pasip bersama-sama tahanan geser batangnya yang menahan
gaya tarik, sehingga dapat disebut sebagai gabungan dari kedua metode terdahulu.
Untuk membuat penjangkaran dengan diameter besar pembuatan lubangnya perlu
menggunakan mata bor khusus atau semburan air bertekanan tinggi.
c). Metode Penjangkaran
Beberapa metode penjangkaran yang dipakai dapat dijelaskan berikut ini :
1. Metode penjangkaran dengan grouting : Setelah suatu batang PC baja atau kabel
baja terpasang sebagai batang tarik di dalam lubang hasil pemboran, dilaksanakan
grouting dan batang tarik ini dijangkar. Untuk menghindari mengalir keluarnya adukan
semen dari lubang waktu sedang digrouting, perlu dipasang alat khusus didalam lubang
tersebut yaitu packer untuk menahan tekanan tinggi. Cara ini dimaksudkan untuk
mengeraskan dinding lubang secukupnya, yang agak urai karena adanya grouting
dengan suatu kekuatan leleh yang besar.
a. Denah
1. abutmen atau pilar (diukur dari garis perletakan) 2.0 cm
2. Baut angker bila telah digrouting 0.5 cm
b. Posisi akhir pusat ke pusat perletakan
1. Panjang bentang 1.0 cm
2. Jarak melintang dari perletakan perletakan 0.5 cm
pada tiap abutmet atau pilar
c. Elevasi Permukaan
1. Permukaan abutment atau pilar + 2.0 cm
2. Permukaan atas balok landasan balok + 0.5 cm
d. Penahan Horisontal
Titik pusat perletakan sampai ke permukaan dinding 0 + 0.5 cm
e. Perletakan
1. Elevasi / Permukaan + 0.5 cm
2. Lokasi 2.0 cm
Ukuran ukuran yang ditunjukkan pada gambar didasarkan pada asumsi adanya 5 cm
aspal beton yang akan digelar di atas lantai beton dan jika lapisan aspal beton ini
dihilangkan, ukuran ukuran yang ada harus disesuaikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005;
2. Panduan Pengawasan Pelaksanaan Jembatan Bridge Management System,
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1993;
3. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Kazuto Nakazawa dkk, PT Pradnya Paramita,
Th 2000;
4. Foundation Design and Construction, MJ Tomlinson, Fourth Edition, the Pitman Press
London, 1983;
5. Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, PWS Publishing Company
Boston, Second Edition, 1990;
6. Bahan Publikasi, PC Pile, PT. Wijaya Karya Beton;
7. Ground Anchors and Anchored Systems, Geotechnical Engineering Circular No.4,
Publication FHWA, June 1999;
8. Load Cell Test Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu, SKS Pembinaan
Teknik Pembangunan Jembatan Suramadu Core Team-Manajemen Konstruksi Tahap II;
9. Test Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Beban Dinamis (DLT), Pile
Foundation Diagnostic Services;
10. Modul Pelatihan Supervisi Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan, Pembinaan
Manajemen Kebinamargaan , Direktorat Jenderal Bina Marga, May 2006;
11. Modul Pelaksanaan Konstruksi Jembatan, Jafung Teknik Jalan dan Jembatan Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 2006.