You are on page 1of 35

PELAKSANAAN JEMBATAN BANGUNAN BAWAH JEMBATAN

1. PENDAHULUAN
Bangunan bawah jembatan dalam hal ini terdiri dari pondasi dan kepala jembatan. Terdapat
berbagai macam pondasi yang digunakan di Indonesia. Kaison beton yang dicor ditempat, tiang
pancang baja, tiang pancang beton bertulang dan pratekan, serta tiang bor, kesemuanya dipakai
secara luas.
Kepala jembatan yang digunakan umumnya susunan pile cap serta pilar berkolom tunggal atau
majemuk dan balok melintang ujung (cross head).
2. PONDASI JEMBATAN
Pondasi merupakan sumber masalah tersendiri bagi para pelaksana konstruksi jembatan,
sehubungan dengan kondisi tanah yang jarang dapat diketahui secara tepat, walaupun sampai
saat ini telah kita kenal suatu methode pendekatannya yaitu dengan adanya penyelidikan tanah
(Soil Investigation) untuk memprediksi daya dukung tanah.
Cara pelaksanaan pondasi terdiri atas dua jenis utama, pertama adalah jenis yang dapat
dilaksanakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Pondasi jenis ini termasuk pondasi telapak
(pondasi langsung) dan kaison beton yang dicor di tempat. Jenis kedua termasuk pondasi tiang,
kaison beton pracetak atau shell baja. Pondasi tiang dapat dilaksanakan secara dipancang atau
dibor dan tiangnya terbuat dari baja atau beton.
2.1. PONDASI TIANG PANCANG (PILE FOUNDATION)
Pondasi tiang pancang popular dipergunakan di Indonesia karena pelaksanaannya yang relatif
mudah dan sesuai dengan kebanyakan kondisi tanah di Indonesia. Demikian juga jenis pondasi
tiang pancang ini tahan terhadap penggerusan aliran sungai/aliran air mengingat pemancangan
tiang mencapai titik dalam, adapun jenis-jenis tiang pancang meliputi berikut ini :
Tiang Kayu, termasuk Cerucuk.
Tiang Baja Struktur
Tiang Pipa Baja
Tiang Beton Bertulang Pracetak
Tiang Beton Pratekan, Pracetak
Tiang Bor Beton Cor Langsung Di Tempat
Tiang Turap
Perhatian perlu diberikan terhadap sambungan antar tiang/bahan, karena penyambungan yang
kurang baik beresiko tinggi yang dapat menyebabkan kegagalan tiang yang seharusnya berfungsi
mendukung konstruksi diatasnya.
Peralatan yang digunakan untuk pemancangan tiang baja, beton atau kayu pada dasarnya sama
yaitu berbentuk dari yang paling sederhana (manual) sampai diesel hammer, tergantung dari jenis
tiang yang digunakan, berat tiang dan kedalaman yang harus dicapai.
2.2. TIANG PANCANG KAYU
a. Umum
Kayu untuk tiang pancang penahan beban (bukan cerucuk) dapat diawetkan atau tidak

diawetkan, dan dapat dipangkas sampai membentuk penampang yang tegak lurus terhadap
panjangnya atau berupa batang pohon lurus sesuai bentuk aslinya. Selanjutnya semua kulit kayu
harus dibuang.
Tiang pancang kayu harus seluruhnya keras (sound) dan bebas dari kerusakan, mata kayu, bagian
yang tidak keras atau akibat serangan serangga.
Tiang pancang kayu yang menggunakan kayu lunak memerlukan pengawetan, yang harus
dilaksanakan sesuai dengan AASHTO M133 - 86 dengan menggunakan instalasi peresapan
bertekanan. Bilamana instalasi semacam ini tidak tersedia, maka dilakukan pengawetan dengan
tangki terbuka secara panas dan dingin. Beberapa kayu keras dapat digunakan tanpa pengawetan,
tetapi pada umumnya, kebutuhan untuk mengawetkan kayu keras tergantung pada jenis kayu dan
beratnya kondisi pelayanan.
Sebelum pemancangan, diperlukan tindakan pencegahan kerusakan pada kepala tiang pancang
yaitu dengan cara pemangkasan kepala tiang pancang sampai penampang melintang menjadi
bulat dan tegak lurus terhadap panjangnya dan memasang cincin baja atau besi yang kuat. Dan
setelah pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap panjangnya
sampai bagian kayu yang keras dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap) dipasang.
b. Kepala Tiang Pancang
Sebelum pemancangan, tindakan pencegahan kerusakan pada kepala tiang pancang harus
diambil. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pemangkasan kepala tiang pancang sampai
penampang melintang menjadi bulat dan tegak lurus terhadap panjangnya dan memasang cincin
baja atau besi yang kuat atau dengan metode lainnya yang lebih efektif.
Setelah pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap panjangnya
sampai bagian kayu yang keras dan diberi bahan pengawet sebelum pur (pile cap) dipasang.
Bilamana tiang pancang kayu lunak membentuk pondasi struktur permanen dan akan dipotong
sampai di bawah permukaan tanah, maka perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan
bahwa tiang pancang tersebut telah dipotong pada atau di bawah permukaan air tanah yang
terendah yang diperkirakan.
Bilamana digunakan pur (pile cap) dari beton, kepala tiang pancang harus tertanam dalam pur
dengan ke dalaman yang cukup sehingga dapat memindahkan gaya. Tebal beton di sekeliling
tiang pancang paling sedikit 15 cm dan harus diberi baja tulangan untuk mencegah terjadinya
keretakan.
c. Sepatu Tiang Pancang
Tiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang cocok untuk melindungi ujung tiang selama
pemancangan, kecuali bilamana seluruh pemancangan dilakukan pada tanah yang lunak. Sepatu
harus benar-benar konsentris (pusat sepatu sama dengan pusat tiang pancang) dan dipasang
dengan kuat pada ujung tiang. Bidang kontak antara sepatu dan kayu harus cukup untuk
menghindari tekanan yang berlebihan selama pemancangan.

Gambar.1 Sepatu tiang pancang kayu


d. Pemancangan
Pemancangan berat yang mungkin merusak kepala tiang pancang, memecah ujung dan
menyebabkan retak tiang pancang harus dihindari dengan membatasi tinggi jatuh palu dan
jumlah penumbukan pada tiang pancang. Umumnya, berat palu harus sama dengan beratnya
tiang untuk memudahkan pemancangan. Perhatian khusus harus diberikan selama pemancangan
untuk memastikan bahwa kepala tiang pancang harus selalu berada sesumbu dengan palu dan
tegak lurus terhadap panjang tiang pancang dan bahwa tiang pancang dalam posisi yang relatif
pada tempatnya.
e. Penyambungan
Bilamana diperlukan untuk menggunakan tiang pancang yang terdiri dari dua batang atau lebih,
permukaan ujung tiang pancang harus dipotong sampai tegak lurus terhadapa panjangnya untuk
menjamin bidang kontak seluas seluruh penampang tiang pancang. Pada tiang pancang yang
digergaji, sambungannya harus diperkuat dengan kayu atau pelat penyambung baja, atau profil
baja seperti profil kanal atau profil siku yang dilas menjadi satu membentuk kotak yang
dirancang untuk memberikan kekuatan yang diperlukan. Tiang pancang bulat harus diperkuat
dengan pipa penyambung. Sambungan di dekat titik-titik yang mempunyai lendutan maksimum
harus dihindarkan.

Gambar 2 Sambungan tiang pancang kayu

2.3. TIANG PANCANG BETON PRACETAK & PRATEKAN PRACETAK


a. Umum
Tiang pancang beton pracetak harus dirancang, dicor dan dirawat untuk memperoleh kekuatan
yang diperlukan sehingga tahan terhadap pengangkutan, penanganan, dan tekanan akibat
pemancangan tanpa kerusakan. Tiang pancang segi empat harus mempunyai sudut-sudut yang
ditumpulkan. Pipa pancang berongga (hollow piles) harus digunakan bilamana panjang tiang
pancang yang luar biasa diperlukan, selimut beton yang digunakan minimum 40 mm dan
bilamana tiang pancang terekspos terhadap air laut atau pengaruh korosi lainnya, selimut beton
minimum 50 mm.
b. Pembuatan Tiang
Tiang pancang dibuat dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari pelaksanaan struktur beton .
Tiang dapat dicetak pada landasan dengan menggunakan acuan pinggir yang dapat dibongkar
dari bahan kayu atau baja. Jenis landasan dan pilihan bahan untuk acuan pinggir tergantung pada
jumlah tiang yang akan dicetak. Dasar pencetakan tiang harus ditempatkan pada tanah yang
kokoh untuk mencegah melenturnya tiang pada waktu dan sesudah pengecoran, suatu landasan
beton yang masif masih sering digunakan untuk keperluan pengecoran tersebut.
Pangkal tiang (stop end) harus dibuat benar-benar tegak lurus pada sumbu tiang untuk menjamin
distribusi yang merata dari pukulan penumbuk pada waktu pemancangan. Penggetar digunakan
untuk mendapatkan kepadatan yang teliti pada beton, dan beton diantara penahan baja (bearer)
atas dan adukan beton harus dikerjakan menggunakan alat pemotong untuk meniadakan bercakbercak keropos (honey comb).

Gambar 3 - Susunan pencetakan untuk tiang beton


Jika tiang dicor dengan acuan samping dari kayu, acuan harus dibongkar sesegera mungkin (24
jam setelah pengecoran) dan perawatan basah dengan menggunakan penyemprotan air dan
karung dipertahankan untuk jangka waktu tujuh hari. Segera setelah pengujian kekuatan tekan
pada kubus beton (4 benda uji) menunjukan bahwa tiang cukup kuat untuk diangkat, tiang harus
dimiringkan secara hati-hati dengan batang pengungkit dan diganjal dengan baji untuk
melepaskan lekatan antara tiang dengan landasan. Tali pengangkat (lifting sling) atau baut
pegangan dapat dipasang dan tiang diangkat untuk pengangkutan ke tempat penumpukkan.
Pekerjaan pemiringan dan pengangkatan harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena tiang
masih mempunyai kekuatan rendah, dan retakan atau awal retakan yang terjadi pada tahap ini
akan memperbesar akibat tegangan pada saat pemancangan.
Pada bagian dekat kepala tiang harus di beri tanda yang jelas dengan suatu nomor referensi,
dengan panjang dan tanggal pengecoran pada waktu atau sebelum pengangkutan, untuk
menjamin bahwa pemancangan dilakukan dengan urutan yang benar. Tiang harus dilindungi dari
matahari dengan cara menutupi tumpukan tiang menggunakan terpal atau lembaran lain. Tidak
ada tiang pancang yang akan dipancang sebelum berumur paling sedikit 28 hari atau telah
mencapai kekuatan minimum yang disyaratkan
Selama operasi pengangkatan, tiang pancang harus didukung pada titik seperempat panjangnya.
Bilamana tiang pancang tersebut akan dibuat 1,5 m lebih panjang dari pada panjang yang
disebutkan dalam Gambar, maka agar menggunakan baja tulangan dengan diameter yang lebih
besar dan/atau memakai tiang pancang dengan ukuran yang lebih besar dari yang ditunjukkan
dalam Gambar.

Gambar 4 Titik Angkat Tiang Beton


Tiang pancang beton pratekan pracetak sering dipakai pada proyek-proyek konstruksi termasuk
proyek pembangunan jembatan. Tiang pancang beton pratekan pracetak biasanya ditegangkan
dengan pemberian tegangan tekan pada saat dilepas (induced compressive stress at release)
sebesar antara 4 dan 11 Mpa (40-110 Kg/cm).Panjang standar dari tiang tersebut adalah dari 6
meter hingga 20 meter, berdiameter 600 mm. Penyambungan (splicing) dari tiang tersebut
dilakukan dengan pelat baja pada ujung bagian yang akan disambung.

Gambar. .5 Tiang Pancang Beton

Gambar 6 Tiang Pancang Pratekan


c. Perpanjangan Tiang Pancang
Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk memperpanjang tiang pancang beton.
Memperpanjang tiang setelah pemancangan selesai adalah cara yang paling mudah, karena

sambungan tidak perlu menahan tegangan yang besar yang ditemui selama pemancangan.
Panjang sambungan normal untuk penulangan dan pekerjaan beton biasa dapat digunakan.
Jika tiang akan dipancang lebih dalam setelah penyambungan, sambungan harus dapat menahan
tegangan tekan dan torsi yang terdapat pada waktu pemancangan dan harus mampu meneruskan
(transmit) momen di dalam tiang melewati sambungan. Meskipun sejumlah sambungan buatan
pabrik telah dikembangkan namun yang paling umum untuk penyambungan tiang adalah
pemakaian lengan baja di atas dan dibawah tempat sambungan. Beberapa tiang mempunyai pelat
baja yang tertanam di dalam beton yang memungkinkan penyambungan mudah dilakukan
dengan cara mengelas pelat pada segmen atas dan bawah dari tiang. Praktek ini tidak lazim untuk
tiang yang difabrikasi di lokasi. Keuntungan dari pada lengan lengan baja atau pelat yang dilas
adalah bahwa tiang dapat dipancang dalam waktu singkat setelah penyambungan selesai. Penting
untuk diperhatikan bahwa kedua muka yang bertemu harus cock satu sama lain sedekat mungkin
pada bidang yang sama. Penggunaan lengan baja dan merekatkan epoxy akan
menutupi/mengkonpensasikan kekurang cocokan. Akan lebih baik bila menggunakan lengan
baja, untuk memasukan dan merekat dengan epoxy batang dowel ke dalam lubang yang dibor
pada bagian atas dan bawah dari tiang. Hal ini akan memungkinkan terjadinya perpindahan
(transfer) momen lewat sambungan sesuai dengan asumsi perencana.

Gambar .7 - Detail Tipikal Sambungan Tiang Pancang Pratekan

Gambar 8 - Sambungan Tiang Pancang Pratekan

Gambar 9 - Tipikal sambungan tiang pancang beton

Gambar 10 - Tipikal sambungan tiang pancang beton

Gambar 11 - Tipikal sambungan tiang pancang beton

Gambar 12 - Tipikal sambungan tiang pancang beton


Cara lain yaitu, perpanjangan tiang pancang beton pracetak dilaksanakan dengan penyambungan
tumpang tindih (overlap) baja tulangan. Beton pada kepala tiang pancang akan dipotong hingga
baja tulangan yang tertinggal mempunyai panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan.
Perpanjangan tiang pancang beton harus dilaksanakan dengan menggunakan baja tulangan yang
sama (mutu dan diameternya) seperti pada tiang pancang yang akan diper-panjang. Baja spiral
harus dibuat dengan tumpang tindih sepanjang 2 kali lingkaran penuh dan baja tulangan
memanjang harus mempunyai tumpang tindih minimum 40 kali diameter.
Bilamana perpanjangan melebihi 1,50 m, acuan harus dibuat sedemikian hingga tinggi jatuh
pengecoran beton tak melebihi 1,50 m.
_
Sebelum pengecoran beton, kepala tiang pancang harus dibersihkan dari semua bahan lepas atau
pecahan, dibasahi sampai merata dan diberi adukan semen yang tipis. Mutu beton yang digunakan
sekurang-kurangnya harus beton K400. Semen yang digunakan haruslah dari mutu yang sama dengan
yang dipakai pada tiang panjang yang akan disambung.

Acuan tidak boleh dibuka sekurang-kurangnya 7 hari setelah pengecoran. Perpanjangan tiang pancang
akan dirawat dan dilindungi dengan cara yang sama seperti tiang pancang yang akan disambung.
Bilamana tiang pancang akan diperpanjang setelah operasi pemancangan sedang berjalan, kepala tiang
pancang direncanakan tertanam dalam pur (pile cap), maka perpanjangan baja tulangan yang diperlukan
harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar. Bilamana tidak disebutkan dalam Gambar, maka panjang
tumpang tindih baja tulangan harus 40 kali diameter untuk tulangan memanjang.
d. Sepatu Tiang PancangTiang pancang harus dilengkapi dengan sepatu yang datar atau mempunyai
sumbu yang sama (co-axial), jika dipancang masuk ke dalam atau menembus jenis tanah seperti batu,
kerikil kasar, tanah liat dengan berangkal, dan tanah jenis lainnya yang mungkin dapat merusak ujung
tiang pancang beton. Sepatu tersebut dapat terbuat dari baja atau besi tuang. Untuk tanah liat atau pasir
yang seragam, sepatu tersebut dapat ditiadakan. Luas ujung sepatu harus sedemikian rupa sehingga
tegangan dalam beton pada bagian tiang pancang ini masih dalam batas yang aman.

Gambar 13 Sepatu Tiang Pancang Beton Pracetak


Gambar diatas adalah jenis sepatu untuk berbagai jenis tanah : (a) soft ground, (b) stiff to hard clay,
compact sands dan gravels, (c) Ground mengandung cobbles or bolders, (d) Rock Point untuk penetrasi
lapisan bedrock surface, (e) Oslo Point untuk sloping bedrock surface.

Gambar 14 Sepatu Tiang Pancang Beton Pratekan


e. Pengupasan Kepala Tiang Pancang
Beton tiang pancang biasanya dikupas sampai pada elevasi yang sedemikian sehingga beton yang
tertinggal akan masuk ke dalam pur (pile cap) sedalam 50 mm sampai 75 mm. Untuk tiang pancang
beton bertulang, baja tulangan yang tertinggal setelah pengupasan harus cukup panjang sehingga dapat
diikat ke dalam pur (pile cap) dengan baik. Untuk tiang pancang beton pratekan, kawat pra-tegang yang
tertinggal setelah pengupasan harus dimasukkan ke dalam pur (pile cap) paling sedikit 600 mm.
Penjangkaran ini harus dilengkapi, jika perlu, dengan baja tulangan yang dicor ke dalam bagian atas
tiang pancang. Sebagai alternatif, pengikatan dapat dihasilkan dengan baja tulangan lunak yang dicor ke
dalam bagian atas dari tiang pancang pada saat pembuatan. Pengupasan tiang pancang beton harus
dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah pecahnya atau kerusakan lainnya pada sisa tiang pancang.
Setiap beton yang retak atau cacat harus dipotong dan diperbaiki dengan beton baru yang direkatkan
sebagaimana mestinya dengan beton yang lama.

Gambar 15 Kepala Tiang Pancang

Gambar 16 Kepala Tiang Pancang

2.4. TIANG PANCANG BAJA


a. Umum
Tiang baja mempunyai keuntungan yaitu kuat ringan untuk ditangani, mempunyai
kemampuan daya dukung tekan (kompresif) yang tinggi bila dipancang pada lapisan
tanah keras dan mampu dipancang dengan keras untuk penetrasi yang dalam hingga
mencapai lapisan dukung, atau untuk mendapatkan daya dukung tahanan geser yang
tinggi. Biaya per meter lebih tinggi daripada tiang beton pracetak. Mudah dipotong atau
diperpanjang untuk menyesuaikan dengan variasi ke dalaman lapisan dukung (bearing
stratum)
Pipa dapat dipancang dengan ujung terbuka atau tertutup. Tiang yang harus
mendukung beban tekan tinggi biasanya dipancang dengan ujung tertutup. Tiang
dengan ujung terbuka mungkin mempunyai pelat penguat yang ditambahkan pada
ujung tiang (pada bagian dalam atau bagian luarnya) jika diperkirakan akan terdapat
lapisan yang sulit ditembus pada waktu pemancangan.
Pada umumnya, tiang pancang baja struktur harus berupa profil baja gilas biasa, tetapi
tiang pancang pipa dan kotak dapat digunakan. Bilamana tiang pancang pipa atau
kotak digunakan, dan akan diisi dengan beton, mutu beton tersebut minimum harus
K250 dengan kadar semen sesuai ketentuan.
Tiang yang akan diisi dengan beton dipasang dengan ujung tertutup, dan pengisian
beton pada pipa baja dilakukan setelah selesai pemancangan. Pipa baja biasanya
ditinggalkan didalam tanah sebagai bagian dari tiang yang permanen (tetap).
b. Penyambungan Tiang
Penyambungan antara potongan tiang baja memerlukan pengelasan standar tinggi dan
harus dilakukan oleh tukang las yang bersertifikat. Pengelasan harus dikerjakan
sedemikian rupa hingga kekuatan penampang baja semula dapat ditingkatkan.
Sambungan harus dirancang dan dilaksanakan dengan cara sedemikian hingga dapat
menjaga alinyemen dan posisi yang benar pada ruas-ruas tiang pancang. Pengelasan
harus diuji secara visual dan dengan cara non destructive.
Biasanya perlu memotong 300 mm hingga 500 mm dari puncak bagian tiang dipancang
untuk meratakan ujungnya dan untuk membuang bagian baja keras yang sukar
dilas.Sambungan yang dilas harus mampu meneruskan momen penuh dalam tiang
(dan untuk pipa baja) biasanya merupakan las ujung penetrasi penuh di sekeliling
permukaan pipa.

Gambar 17 - Tipikal Sambungan Tiang Baja


c. Perlindungan Terhadap Korosi
Bilamana korosi pada tiang pancang baja mungkin dapat terjadi, maka panjang atau
ruas-ruasnya yang mungkin terkena korosi harus dilindungi dengan pengecatan
menggunakan lapisan pelindung yang telah disetujui dan/atau digunakan logam yang
lebih tebal bilamana daya korosi dapat diperkirakan dengan akurat dan beralasan.
Umumnya seluruh panjang tiang baja yang terekspos, dan setiap panjang yang
terpasang dalam tanah yang terganggu di atas muka air terendah, harus dilindungi dari
korosi.
d. Kepala Tiang Pancang
Sebelum pemancangan, kepala tiang pancang harus dipotong tegak lurus terhadap
panjangnya dan topi pemancang (driving cap) harus dipasang untuk mempertahankan
sumbu tiang pancang segaris dengan sumbu palu. Setelah pemancangan, pelat topi,
batang baja atau pantek harus ditambatkan pada pur, atau tiang pancang dengan
panjang yang cukup harus ditanamkan ke dalam pur (pile cap).
e. Sepatu Tiang Pancang
Pada umumnya sepatu tiang pancang tidak diperlukan pada profil H atau profil baja
gilas lainnya. Namun bilamana tiang pancang akan dipancang di tanah keras, maka
ujungnya dapat diperkuat dengan menggunakan pelat baja tuang atau dengan
mengelaskan pelat atau siku baja untuk menambah ketebalan baja. Tiang pancang pipa
atau kotak dapat juga dipancang tanpa sepatu, tetapi bilamana ujung dasar tertutup
diperlukan, maka penutup ini dapat dikerjakan dengan cara mengelaskan pelat datar,
atau sepatu yang telah dibentuk dari besi tuang, baja tuang atau baja fabrikasi.

Gambar 18 Sepatu Tiang Baja

Gambar 19 Sepatu Tiang Baja


f. Pengecoran Dalam Tiang
Sebagian besar pekerjaan tiang pancang pada proyek jembatan adalah pipa baja yang
dipancang didalam tanah dan kemudian diisi dengan beton. Suatu jalinan penulangan
(reinforcing cage) ditempatkan di dalam pipa sebelum pengecoran. Batang-batang
penulangan akan keluar di atas permukaan pemotongan tiang dan berfungsi untuk
mengikat tiang pada kepala jembatan atau cap pilar.
Seringkali tidak praktis memadatkan beton dengan getaran pada bagian bawah tiang
yang dicor di tempat. Beton pada bagian atas setinggi 2 atau 3 meter dari puncak harus
dipadatkan dengan menggunakan cara penggetaran yang biasa dilakukan.Penulangan
harus diletakan di tengah pipa dengan selimut yang disyaratkan. Hal ini dapat dicapai
dengan menempatkan pengatur jarak (spacer) yang sesuai pada bagian luar jalinan

penulangan. Perhatikan bahwa pengatur jarak tersebut mungkin akan berputar pada
waktu jalinan diturunkan kedalam tiang. Pengatur jarak harus dipasang setiap 90 di
sekeliling jalinan penulangan, dan harus diberi jarak antara setiap 2 atau 2,5 meter
menurut arah memanjang tiang.

PELAKSANAAN JEMBATAN BANGUNAN BAWAH JEMBATAN-II


2.5. PEMANCANGAN
1) Umum
Tiang pancang dapat dipancang dengan setiap jenis palu, asalkan tiang pancang
tersebut dapat menembus masuk pada ke dalaman yang telah ditentukan atau
mencapai daya dukung yang telah ditentukan, tanpa kerusakan.
Bilamana elevasi akhir kepala tiang pancang berada di bawah permukaan tanah asli,
maka galian harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pemancangan. Perhatian
khusus harus diberikan agar dasar pondasi tidak terganggu oleh penggalian di luar
batas-batas yang ditunjukkan dalam Gambar.
Kepala tiang pancang baja harus dilindungi dengan bantalan topi atau mandrel dan
kepala tiang kayu harus dilindungi dengan cincin besi tempa atau besi non-magnetik.
Palu, topi baja, bantalan topi, katrol dan tiang pancang harus mempunyai sumbu yang
sama dan harus terletak dengan tepat satu di atas lainnya. Tiang pancang termasuk
tiang pancang miring harus dipancang secara sentris dan diarahkan dan dijaga dalam
posisi yang tepat. Semua pekerjaan pemancangan harus dihadiri oleh Direksi
Pekerjaan atau wakilnya, dan palu pancang tidak boleh diganti dan dipindahkan dari
kepala tiang pancang tanpa persetujuan dari Direksi Pekerjaan atau wakilnya.
Tiang pancang harus dipancang sampai penetrasi maksimum atau penetrasi tertentu,
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, atau ditentukan dengan
pengujian pembebanan sampai mencapai ke dalaman penetrasi akibat beban
pengujian tidak kurang dari dua kali beban yang dirancang, yang diberikan menerus
untuk sekurang-kurangnya 60 mm. Dalam hal tersebut, posisi akhir kepala tiang
pancang tidak boleh lebih tinggi dari yang ditunjukkan dalam Gambar atau
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan setelah pemancangan tiang
pancang uji. Posisi tersebut dapat lebih tinggi jika disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Bilamana ketentuan rancangan tidak dapat dipenuhi, maka Direksi Pekerjaan dapat
memerintahkan untuk menambah jumlah tiang pancang dalam kelompok tersebut
sehingga beban yang dapat didukung setiap tiang pancang tidak melampaui kapasitas
daya dukung yang aman, atau Direksi Pekerjaan dapat mengubah rancangan
bangunan bawah jembatan bilamana dianggap perlu.
Alat pancang yang digunakan dapat dari jenis gravitasi, uap atau diesel. Untuk tiang
pancang beton, umumnya digunakan jenis uap atau diesel. Berat palu pada jenis gravitasi sebaiknya tidak kurang dari jumlah berat tiang beserta topi pancangnya, tetapi
sama sekali tidak boleh kurang dari setengah jumlah berat tiang beserta topi
pancangnya, dan minimum 2 ton untuk tiang pancang beton. Untuk tiang pancang baja,
berat palu harus dua kali berat tiang beserta topi pancangnya.

Tinggi jatuh palu tidak boleh melampaui 2,5 meter atau sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Alat pancang dengan jenis gravitasi, uap atau
diesel yang disetujui, harus mampu memasukkan tiang pancang tidak kurang dari 3 mm
untuk setiap pukulan pada 15 cm dari akhir pemancangan dengan daya dukung yang
diinginkan sebagaimana yang ditentukan dari rumus pemancangan yang disetujui, yang
digunakan oleh Kontraktor. Enerji total alat pancang tidak boleh kurang dari 970 kgm
per pukulan, kecuali untuk tiang pancang beton sebagaimana disyaratkan di bawah ini.
Alat pancang uap, angin atau diesel yang dipakai memancang tiang pancang beton
harus mempunyai enerji per pukulan, untuk setiap gerakan penuh dari pistonnya tidak
kurang dari 635 kgm untuk setiap meter kubik beton tiang pancang tersebut.
Penumbukan dengan gerakan tunggal (single acting) atau palu yang dijatuhkan harus
dibatasi sampai 1,2 meter dan lebih baik 1 meter. Penumbukan dengan tinggi jatuh
yang lebih kecil harus digunakan bilamana terdapat kerusakan pada tiang pancang.
Contoh-contoh berikut ini adalah kondisi yang dimaksud :
Bilamana terdapat lapisan tanah keras dekat permukaan tanah yang harus ditem-bus
pada saat awal pemancangan untuk tiang pancang yang panjang.
Bilamana terdapat lapisan tanah lunak yang dalam sedemikian hingga penetrasi yang
dalam terjadi pada setiap penumbukan.
Bilamana tiang pancang diperkirakan sekonyong-konyongnya akan mendapat
penolakan akibat batu atau tanah yang benar-benar tak dapat ditembus lainnya.
Bilamana serangkaian penumbukan tiang pancang untuk 10 kali pukulan terakhir telah
mencapai hasil yang memenuhi ketentuan, penumbukan ulangan harus dilaksanakan
dengan hati-hati, dan pemancangan yang terus menerus setelah tiang pancang hampir
berhenti penetrasi harus dicegah, terutama jika digunakan palu berukuran sedang.
Suatu catatan pemancangan yang lengkap harus dilakukan
Setiap perubahan yang mendadak dari kecepatan penetrasi yang tidak dapat dianggap
sebagai perubahan biasa dari sifat alamiah tanah harus dicatat dan penyebabnya harus
dapat diketahui, bila memungkinkan, sebelum pemancangan dilanjutkan.
Tidak diperkenankan memancang tiang pancang dalam jarak 6 m dari beton yang
berumur kurang dari 7 hari. Bilamana pemancangan dengan menggunakan palu yang
memenuhi ketentuan minimum, tidak dapat memenuhi Spesifikasi, maka Kontraktor
harus menyediakan palu yang lebih besar dan/atau menggunakan water jet atas biaya
sendiri.
2) Penghantar Tiang Pancang (Leads)
Penghantar tiang pancang harus dibuat sedemikian hingga dapat memberikan
kebebasan bergerak untuk palu dan penghantar ini harus diperkaku dengan tali atau

palang yang kaku agar dapat memegang tiang pancang selama pemancangan. Kecuali
jika tiang pancang dipancang dalam air, penghantar tiang pancang, sebaiknya
mempunyai panjang yang cukup sehingga penggunaan bantalan topi tiang pancang
panjang tidak diperlukan. Penghantar tiang pancang miring sebaiknya digunakan untuk
pemancangan tiang pancang miring.

Gambar .20 Alat Pancang Crane


3) Bantalan Topi Tiang Pancang Panjang (Followers)
Pemancangan tiang pancang dengan bantalan topi tiang pancang panjang sedapat
mungkin harus dihindari, dan hanya akan dilakukan dengan persetujuan tertulis dari
Direksi Pekerjaan.
4) Tiang Pancang Yang Naik
Bilamana tiang pancang mungkin naik akibat naiknya dasar tanah, maka elevasi kepala
tiang pancang harus diukur dalam interval waktu dimana tiang pancang yang
berdekatan sedang dipancang. Tiang pancang yang naik sebagai akibat pemancangan
tiang pancang yang berdekatan, harus dipancang kembali sampai ke dalaman atau
ketahanan semula, kecuali jika pengujian pemancangan kembali pada tiang pancang
yang berdekatan menunjukkan bahwa pemancangan ulang ini tidak diperlukan.
5) Pemancangan Dengan Pancar Air (Water Jet)
Pemancangan dengan pancar air dilaksanakan hanya seijin Direksi Pekerjaan dan dengan cara yang sedemikian rupa hingga tidak mengurangi kapasitas daya dukung tiang
pancang yang telah selesai dikerjakan, stabilitas tanah atau keamanan setiap struktur
yang berdekatan.
Banyaknya pancaran, volume dan tekanan air pada nosel semprot haruslah sekedar
cukup untuk melonggarkan bahan yang berdekatan dengan tiang pancang, bukan untuk
membongkar bahan tersebut. Tekanan air harus 5 kg/cm2 sampai 10 kg/cm2
tergantung pada kepadatan tanah. Perlengkapan harus dibuat, jika diperlukan, untuk
mengalirkan air yang tergenang pada permukaan tanah. Sebelum penetrasi yang
diperlukan tercapai, maka pancaran harus dihentikan dan tiang pancang dipancang
dengan palu sampai penetrasi akhir. Lubang-lubang bekas pancaran di samping tiang
pancang harus diisi dengan adukan semen setelah pemancangan selesai.

6) Tiang Pancang Yang Cacat


Prosedur pemancangan tidak mengijinkan tiang pancang mengalami tegangan yang
berlebihan sehingga dapat mengakibatkan pengelupasan dan pecahnya beton,
pembelahan, pecahnya dan kerusakan kayu, atau deformasi baja. Manipulasi tiang
pancang dengan memaksa tiang pancang kembali ke posisi yang sebagaimana
mestinya, menurut pendapat Direksi Pekerjaan, adalah keterlaluan, dan tak akan
diijinkan. Tiang pancang yang cacat harus diperbaiki atas biaya Kontraktor.
Bilamana pemancangan ulang untuk mengembalikan ke posisi semula tidak
memungkinkan, tiang pancang harus dipancang sedekat mungkin dengan posisi
semula, atau tiang pancang tambahan harus dipancang sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
7) Catatan Pemancangan (Calendering)
Sebuah catatan yang detil dan akurat tentang pemancangan harus disimpan oleh
Direksi
Pu : Kapasitas daya dukung batas (ton)
Pu = {ef.WH / [S + (C1 + C2 + C3)/2]} x { [W + n^2.Wp] / [W + P]}
Pekerjaan dan Kontraktor harus membantu Direksi Pekerjaan dalam menyimpan
catatan ini yang meliputi berikut ini : jumlah tiang pancang, posisi, jenis, ukuran,
panjang aktual, tanggal pemancangan, panjang dalam pondasi telapak, penetrasi pada
saat penumbukan terakhir, enerji pukulan palu, panjang perpanjangan, panjang
pemotongan dan panjang akhir yang dapat dibayar.
8) Rumus Dinamis untuk Perkiraan Kapasitas Tiang Pancang
Kapasitas daya dukung tiang pancang harus diperkirakan dengan menggunakan rumus
dinamis (Hiley). Kontraktor dapat mengajukan rumus lain untuk mendapat persetujuan
dari Direksi Pekerjaan.
Pa : Kapasitas daya dukung yang diijinkan (ton)
ef : Efisiensi palu
ef = 1,00 untuk palu diesel
ef = 0,75 untuk palu yang dijatuhkan dengan tali dan gesekan katrol
W : Berat palu atau ram (ton)
W : Berat tiang pancang (ton)
n : Koefisien restitusi
n = 0,25 untuk tiang pancang beton
H : Tinggi jatuh palu (m)
H = 2 H untuk palu diesel (H = tinggi jatuh ram)
S : Penetrasi tiang pancang pada saat penumbukan terakhir, atau set (m)
C1 : Tekanan sementara yang diijinkan untuk kepala tiang dan pur (m)
C2 : Tekanan sementara yang diijinkan untuk deformasi elastis dari batang tiang
pancang (m)

C3 : Tekanan sementara yang diijinkan untuk gempa pada lapangan (m)


N : Faktor Keamanan
2.6. PENGUJIAN TIANG
2.6.1. Pengujian dengan Static Load Test (SLT)
a). Umum
Pengujian tiang dilaksanakan untuk mengetahui dengan pasti daya dukung dari jenis
pondasi pada setiap jembatan. Jumlah tiang pancang yang diuji tidak kurang dari satu
atau tidak lebih dari empat untuk setiap jembatan. Pengujian tiang dapat
dilaksanakan di dalam atau di luar keliling pondasi, dan dapat menjadi bagian dari
pekerjaan yang permanen. Beban-beban untuk pengujian pembebanan tidak boleh
diberikan sampai beton mencapai kuat tekan minimum 95 % dari kuat tekan beton
berumur 28 hari, namun dapat juga menggunakan semen dengan kekuatan awal yang
tinggi (high-early-strength-cement), jenis III atau IIIA untuk beton dalam tiang pengujian
pembebanan dan untuk tiang tarik.
b). Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah peralatan yang disetujui dan cocok untuk mengukur
beban tiang dan penurunan tiang pancang dengan akurat dalam setiap peningkatan
beban, peralatan tersebut harus mempunyai kapasitas kerja tiga kali beban rancangan
untuk tiang yang akan diuji yang ditunjukkan dalam Gambar. Titik referensi untuk
mengukur penurunan (settlement) tiang pancang harus dipindahkan dari tiang uji untuk
meng-hindari semua kemungkinan gangguan yang akan terjadi. Semua penurunan
tiang pancang yang dibebani harus diukur dengan peralatan yang memadai, seperti alat
peng-ukur (gauges) tekanan, dan harus diperiksa dengan alat pengukur elevasi.

Gambar .21 Peralatan Percobaan Pembebanan


c). Pelaksanaan Pembebanan
Peningkatan lendutan akan dibaca segera setelah setiap penambahan beban diberikan
dan setiap interval 15 menit setelah penambahan beban tersebut. Beban yang aman
dan diijinkan adalah 50 % beban yang telah diberikan selama 48 jam secara terus
menerus menyebabkan penurunan tetap (permanent settlement) tidak lebih dari 6,5 mm
yang diukur pada puncak tiang. Beban pengujian harus dua kali beban rancangan yang
ditunjukkan dalam Gambar.

Beban pertama yang harus diberikan pada tiang percobaan adalah beban rancangan
tiang pancang. Beban pada tiang pancang dinaikkan sampai mencapai dua kali beban
ran-cangan dengan interval tiga kali penambahan beban yang sama. Setiap
penambahan beban harus dalam interval waktu minimum 2 jam, kecuali jika tidak
terdapat penam- bahan penurunan kurang dari 0,12 mm dalam interval waktu 15 menit
akibat penam- bahan beban sebelumnya. Bilamana kekuatan tiang uji untuk
mendukung beban pengujian diragukan, penambahan beban harus dikurangi sampai
50 % masing-masing beban pengujian, sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan agar
kurva keruntuhan yang halus dapat digambar. Beban pengujian penuh harus
dipertahankan pada tiang uji dalam waktu tidak kurang dari 48 jam. Kemudian beban
ditiadakan dan penurunan permanen dibaca. Bilamana diminta oleh Direksi Pekerjaan,
pembebanan diteruskan melebihi 2 kali beban rancangan dengan penambahan beban
setiap kali 10 ton sampai tiang runtuh atau kapasitas peralatan pembebanan ini
dilampaui. Tiang pancang dapat dianggap runtuh bila penurunan total akibat beban
melebihi 2,5 cm atau penurunan permanen melebihi 6,5 mm.
Setelah pengujian pembebanan selesai dilaksanakan, beban-beban yang digunakan
harus disingkirkan, dan tiang pancang, termasuk tiang tarik dapat digunakan untuk
struktur bilamana oleh Direksi Pekerjaan dianggap masih memenuhi ketentuan untuk
digunakan. Tiang uji yang tidak dibebani harus digunakan seperti di atas. Jika setiap
tiang pancang setelah digunakan sebagai tiang uji atau tiang tarik dianggap tidak
memenuhi ketentuan untuk digunakan dalam struktur, harus segera disingkirkan
bilamana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, atau harus dipotong sampai di bawah
permukaan tanah atau dasar pondasi telapak, mana yang dapat dilaksanakan.
Jumlah dan lokasi tiang uji untuk pengujian pembebanan akan ditentukan oleh Direksi
Pekerjaan. Untuk tiang dengan diameter lebih dari 600 mm jumlah ini tidak boleh
kurang dari satu dan tidak lebih dari tiga untuk setiap jembatan; untuk tiang dengan
diameter kurang dari dan sampai dengan 600 mm jumlah tiang tidak boleh kurang dari
satu untuk setiap 30 tiang.
d). Pelaporan
Laporan yang harus dibuat untuk setiap pengujian pembebanan meliputi dokumendokumen berikut ini :
Denah pondasi
Lapisan (stratifikasi) tanah
Kurva kalibrasi alat pengukur tekanan
Gambar diameter piston dongkrak
Grafik pengujian dengan absis untuk beban dalam ton dan ordinat untuk penurunan (settlement) dalam desimal mm.
Tabel yang menunjukkan pembacaan alat pengukur tekanan dalam atmosfir,
beban dalam ton, penurunan dan penurunan rata-rata dimana semua itu
merupakan fungsi dari waktu (tanggal dan jam).
Bilamana kapasitas daya dukung yang aman dari setiap tiang pancang, diketahui

kurang dari beban rancangan, maka tiang pancang harus diperpanjang atau
diperbanyak sesuai dengan yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
2.6.2. Pengujian dengan Dynamic Load Test (DLT)
a). Umum
Test dengan beban statis merupakan metode terbaik dan juga merupakan yang
termahal untuk menentukan daya dukung suatu tiang. Pembebanan secara static yang
merupakan uji skala penuh dilakukan dengan memberikan beban yang lebih besar dari
beban rencana seperti yang telah dijelaskan diatas. Metode Static Load Test (SLT) ini
memerlukan banyak waktu (time consuming).
Test dengan beban dinamis atau Dynamic Load Test (DLT) adalah metode lain yang
lebih ekonomis dan efisien. Test pembebanan tiang secara dinamis ini menggunakan
peralatan FPDS (Foundation Pile Diagnostic System) berikut software PDA (Pile Driving
Analyis) tertentu misalnya PDI dari USA, TNO dari Belanda, CEBTP dari Perancis dan
PID dari Swedia).
Dengan menggunakan system ini, beban diberikan secara dinamik pada kepala tiang
dengan menggunakan hammer pemancang. Dengan memberikan blow (pukulan) dari
hammer pemancang, signal acceleration(percepatan) dan strain (regangan) dari tiang
dicatat dan direkam oleh computer. Dari dua signal tersebut dapat diperoleh signal
velocity-time dan force-time dan kemudian tahanan pemancangan dinamis (dynamic
driving resistance) dapat ditentukan.
b). Peralatan dan Persiapan
Bahan-bahan dan hal-hal yang harus dipersiapkan adalah :
Siapkan peralatan DLT dengan mengisi cek list dan lakukan test peralatan dengan
menggunakan test box
Siapkan file input data dengan memperhatikan form yang sudah diisi dan data
kalibrasi sensor-sensor
Record pemancangan untuk tiang yang akan ditest (kalendering)
Blowrecord untuk tiang yang ditest (Blowcount)
Data soil investigasi dapat berupa SONDIR, atau SPT dan data BORING
Gambar desain jembatan
Tiang yang akan ditest dipilih salah satu tiang dari kelompok tiang dan dapat tiang
dengan kondisi kalendering yang besar atau tiang yang jauh dari titik berat kelompok
tiang (pilar atau abutment)
Tiang yang akan ditest harus dibiarkan beberapa hari (2-7 hari) agar tegangan air
tanah (pore pressure) kembali pada kondisi sebelum pemancangan (setting)
Tiang yang akan ditest minimal 2 meter harus muncul dari permukaan tanah asli atau
air yang ada saat pengujian
Tersedia Power Supply untuk computer dan bor listrik minimum 1000VA
Tersedia hammer dengan kapasitas yang sama dengan yang digunakan pada saat
pemancangan
c). Pelaksanaan Test DLT I Lapangan
Tiang yang akan ditest dilubangi (dibor) untuk meletakan sensor dan sensor harus

dipasang pada tiang yang akan ditest secara simetris


Pasang sensor dan hubungan kabel-kabel pada signal conditioning dan perangkat
komputer yang dioperasikan dengan paket software DLT atau PDA tertentu
Cek kelurusan hammer dengan tiang pancang
Monitoring signal dari hammer blow
Cek signal velocity dan force dengan memperhatikan hammer centricity(sekitar 100%)
dan kedua signal force channel 3 dan channel 4 harus tekan (positif)
Jika telah memenuhi persyaratan teknis lakukan monitoring untuk kurang lebih 15
pukulan
Jika belum memenuhi persyaratan cek kembali kelurusan hammer dengan tiang dan
lanjutkan langkah selanjutnya Pilih signal yang mewakili untuk digunakan pada signal
matching.

Gambar 22- Peralatan DLT


d). Signal matching
Tiang yang ditest dipasang transducer strain dan acceleration,
pengukuran strain dilakukan pada saat adanya tumbukan hammer dan bersamaan itu
juga pergerakan tiang dicatat sebagai acceleration. Data test dari setiap hammer
blow atau dari blow hammer tertentu dicatat untuk dianalisa lebih lanjut. Suatu hal yang
mendasar dari tiang yang ditest secara dynamic bahwa tahanan (soil resistance) pada
pergerakan tiang dianggap sebagai baik statik (elasto-plastic) dan dynamic (damped).
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengevaluasi static resistance pada
waktu test, tetapi hal ini sangat tergantung pada asumsisoil damping resistance dan
biasanya hanya digunakan bilamana soil damping resistance sudah dievaluasi dan
divalidasi dengan menggunakan cara lain seperti static load testing suatu tiang.
Umumnya dianjurkan dari data yang didapatkan dari dynamic load testdiikuti dengan
analisa yang teliti yang mana biasanya dilakukan jauh dari lokasi tiang yang ditest
(biasanya dilakukan di kantor). Analisa tersebut didasarkan pada wave equation
philosopy dan menggunakan program komputer dalam uraian ini diambil sebagai
contoh adalah TNOWAVE dengan pilihan SIGNAL MATCHING. Analisa teliti ini
memberikan hasil yang lebih detail dibandingkan dengan yang didapat langsung dari
lokasi. Cara ini dapat menentukan daya dukung tiang dan karakteristik deformasi tiang

seketika akibat beban statik.


2.6.3. PONDASI TIANG BOR (BORED PILE)
a). Umum
Di Indonesia pondasi jenis ini cukup populer juga meskipun peralatan yang tersedia
masih terbatas dan umumnya terkonsentrasi di pulau jawa. Jenis pondasi ini prinsip
kerjanya hampir sama dengan pondasi tiang pancang. Perbedaannya terletak pada
cara pemasangannya, kalau tiang pancang masuk kedalam tanah dengan kekuatan
tumbukan sehingga menimbulkan suara yang keras, tetapi lain halnya dengan bored
pile yang suaranya tidak mengganggu lingkungan, sehingga jenis pondasi ini banyak
digunakan di daerah perkotaan dalam pembangunan apartemen, mall, dan gedung
pencakar langit.
Contoh bahan yang digali harus disimpan untuk semua tiang bor. Pengujian
penetrometer untuk bahan di lapangan harus dilakukan selama penggalian dan pada
dasar tiang bor sesuai dengan yang diminta oleh Direksi Pekerjaan. Pengambilan
contoh bahan ini harus selalu dilakukan pada tiang bor pertama dari tiap kelompok.
b) Pelaksanaan pengeboran :
Dibuat lubang dengan dibor sampai kedalaman sesuai gambar rencana
Sebelum pengecoran semua lubang harus utuh, dasar casing harus dipertahankan
tidak lebih dari 150 cm dan tidak kurang dari 30 cm dibawah permukaan beton selama
penarikan dan operasi penempatan, kecuali ditentukan lain oleh direksi
Sampai kedalaman 3 m dari permukaan, beton yg dicor harus digetarkan dengan alat
penggetar, dan sebelumnya semua kotoran dibersihkan, demikian juga bila ada air
dalam lubang bor harus dikeluarkan
Saat pencabutan casing digetarkan untuk menghindari menempelnya beton pada
dinding casing
Apabila pengecoran beton didalam air atau pengeboran lumpur maka digunakan cara
tremieTiang bor umumnya harus dicor sampai kira-kira satu meter di atas elevasi yang
akan dipotong, semua beton yang lepas, kelebihan dan lemah harus dikupas dari
bagian puncak tiang bor dan baja tulangan yang tertinggal harus mempunyai panjang
yang cukup sehingga memungkinkan pengikatan yang sempurna kedalam pur atau
struktur di atasnya.

Gambar 23- Pelaksanaan Tiang Bor


c). Pengecoran Beton Tiang Bor (Bored Pile)Pengecoran beton harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan. Dimanapun beton digunakan harus dicor ke dalam suatu
lubang yang kering dan bersih. Beton harus dicor melalui sebuah corong dengan
panjang pipa. Pengaliran harus diarahkan sedemikian rupa hingga beton tidak menimpa
baja tulangan atau sisi-sisi lubang. Beton harus dicor secepat mungkin setelah
pengeboran dimana kondisi tanah kemungkinan besar akan memburuk akibat
terekspos. Bilamana elevasi akhir pemotongan berada di bawah elevasi muka air tanah,
tekanan harus dipertahankan pada beton yang belum mengeras, sama dengan atau
lebih besar dari tekanan air tanah, sampai beton tersebut selesai mengeras.
d). Pengecoran Beton di Bawah Air
Bilamana pengecoran beton di dalam air atau lumpur pengeboran, semua bahan lunak
dan bahan lepas pada dasar lubang harus dihilangkan dan cara tremie yang telah
disetujui harus digunakan.
Cara tremie harus mencakup sebuah pipa yang diisi dari sebuah corong di atasnya.
Pipa harus diperpanjang sedikit di bawah permukaan beton baru dalam tiang bor
sampai di atas elevasi air/lumpur.
Bilamana beton mengalir keluar dari dasar pipa, maka corong harus diisi lagi dengan
beton sehingga pipa selalu penuh dengan beton baru. Pipa tremie harus kedap air, dan
harus berdiameter paling sedikit 15 cm. Sebuah sumbat harus ditempatkan di depan
beton yang dimasukkan pertama kali dalam pipa untuk mencegah pencampuran beton
dan air.
e). Penanganan Kepala Tiang Bor Beton
Tiang bor umumnya harus dicor sampai kira-kira satu meter di atas elevasi yang akan
dipotong. Semua beton yang lepas, kelebihan dan lemah harus dikupas dari bagian
puncak tiang bor dan baja tulangan yang tertinggal harus mempunyai panjang yang
cukup sehingga memungkinkan pengikatan yang sempurna ke dalam pur atau struktur
di atasnya.
f). Tiang Bor Beton Yang Cacat
Tiang bor harus dibentuk dengan cara dan urutan sedemikian rupa hingga dapat
dipasti-kan bahwa tidak terdapat kerusakan yang terjadi pada tiang bor yang dibentuk
sebelumnya. Tiang bor yang cacat dan di luar toleransi harus diperbaiki atas biaya
Kontraktor.
g). Pengujian Tiang Bor
Perkembangan dan penggunaan metode Load Cell test untuk pengujianstatic dengan
kapasitas tinggi pada pondasi tiang bor memberikan pengaruh dan konstribusi yang
sangat besar bagi para perencana struktur pondasi untuk dapat mengevaluasi
kapasitas dari struktur pondasi yang direncanakan dan mengakaji pemilihan teknik
konstruksi pada pondasi tiang bor. Objektif dari Load Cell test adalah untuk mengukur
pergerakan tiang pondasi melalui alat load cell yang dihubungkan dengan peralatan
elektronik sistem data yang terkomputerisasi dengan akurat.

Saat ini, perencana struktur pondasi tidak lagi memerlukan dan bergantung kepada
penggunaan tiang pondasi uji dengan skala lebih kecil dari ukuran aktual-nya (diperkecil
dari ukuran sebenarnya) dan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengujian beban
pada pondasi tiang bor berdiameter besar yang biasanya menjadi ciri khas dari metode
pengujian statik konvensional. Kesalahan-kesalahan yang terdapat pada metode
konvensional statik khususnya Pengenalan Load Cell Test.
Proses perubahan skala ukuran tiang uji secara konservatif dapat di-eliminasi dengan
menggunakan ukuran aktual dari tiang uji pada pengujian beban dengan metode Load
Cell test yang mampu memobilisasi beban lebih dari 200 MN. Load Cell adalah alat
pengangkat yang dimobilisasi dengan mekanisme hidrolis selama proses pengujian
beban. Alat ini ditanamkan dan merupakan bagian pada struktur pondasi dan bekerja
pada dua arah (bi-directictional), keatas (upward) melawan tahanan geser selimut (side
shear resistance) dan kebawah (downward) melawan tahanan dasar (end
bearing), load cell secara otomatis akan merekam kedua karakteristik tahanan tersebut
secara terpisah. Penggunaan alat ini pada struktur pondasi tidak diharuskan untuk
menggunakan struktur balok tambahan dan tiang-tiang pengikat (tie-down piles). Load
Cell menjabarkan semua reaksi yang bekerja pada tiang pondasi dari tanah dan batuan
yang mengelilingi pondasi. Pada suatu kondisi dimana komponen-komponen tahanan
tanah dan alat ini telah mencapai kapasitas maksimumnya maka proses pengujian
beban dapat dihentikan.

Gambar 24- Pelaksanaan Tiang Bor


Setiap alat load cell secara khusus dilengkapi dengan komponen peralatan yang
berkemampuan untuk dapat mengukur secara langsung dan otomatis adanya
pergerakan pada dirinya. Kapasitas beban yang dapat dimobilisasi selama pengujian
beban adalah 0.7 - 27 MN. Dengan menggunakan satu (single) atau lebih (multiple)
alat load cell pada satu bidang horisontal, maka kapasitas yang dapat tersedia dapat
mencapai lebih dari 220 MN (22000 ton); sedangkan penggunaan multiple cells pada
bidang yang berbeda (elevasi yang berbeda) dalam satu struktur tiang pondasi akan

memungkinkan segmen-segmen pada tiang tersebut dapat dianalisa dan diketahui


hasil-hasil keluarannya secara terpisah.
Pelaksanaan pengujian beban pada metode load cell mengacu kepada Peraturan
ASTM, Quick Testing Method - D1143. Meskipun para perencana juga menetapkan
beberapa metode statik lainnya akan tetapi metode ini sudah menjadi metode yang
umum digunakan dan menjadi pilihan yang baku. Dibawah ini adalah peralatan yang
umum digunakan pada pelaksanaan load cell test, yaitu meliputi:
1. Load Cell set: perangkat alat berat komposit yang terdiri dari 2 plat baja yang
berbentuk lingkaran dan silinder baja untuk menggambungkan kedua plat tersebut.
Perangkat ini merupakan alat utama dari unit load cell.
2. Hydraulic supply line: pipa baja yang digunakan untuk menyalurkan tekanan hidrolis
dari pompa hidrolik kepada perangkat Load Cell dengan tekanan yang telah ditetapkan
3. Hydraulic pump: sumber tekanan yang digunakan untuk memobilisasiLoad Cell.
4. Pressure gauge: merupakan salah satu komponen bagian dari alat sumber tekanan
hidrolis yang berfungsi untuk membaca besarnya tekanan hidrolis yang telah disalurkan
pada Load Cell.
5. Telltale casing: pipa baja yang digunakan sebagai selongsong dari steel telltale rods.
6. Stainless Steel Telltale Rods: kawat baja yang digunakan untuk menghubungkan
perangkat Load Cell set dengan Data Acquisition Systemmelalui Digital Indicator. Kawat
ini berfungsi untuk mengirimkandisplacement atau expansion yang terjadi pada Load
Cell set.
7. Data Acquisition System: perangkat lunak elektronik yang berfungsi sebagai
perantara antara Computer dan Data gatherer. Data (reading) yang dibaca kemudian
disaring sebelum dianalisa dan ditampilkan pada Computer.
8. Displacement transducers: alat yang berfungsi untuk membaca
adanyadisplacement yang terjadi pada Load Cell melalui telltale rods.
9. Data gatherer: alat yang berfungsi untuk mengumpulkan data hasilreading yang
dikirimkan dari displacement transducers dan grating sensors.
10. Grating sensors: alat yang digunakan untuk mengukur tegangan pada setiap
lapisan tanah.
2.7. TOLERANSI TIANG PANCANG DAN TIANG BOR
a. Lokasi kepala tiang
Pergeseran lateral kepala tiang pancang dari posisi yang ditentukan : < 75 mm dalam
segala arah
b. Kemiringan tiang pancang
Penyimpangan arah vertikal/ kemiringan yang dipersyaratkan : Penyimpangan arah
vertikal/ kemiringan yang dipersyaratkan : < 20 mm per meter (1 : 50)
c. Kelengkungan (BOW)
Kelengkungan tiang pancang beton cor langsung ditempat : < 0,01 panjang tiang dalam
segala arah;
Kelengkungan lateral tiang pancang baja : < 0,0007 panjang total tiang pancang>

d. Garis tengah lubang bor tanpa selubung (casing) : 0 sd +5% dari diameter
nominal pada setiap posisi
2.8. TURAP
a) Umum
Umumnya ketentuan yang mengatur pemancangan tiang pancang penahan beban
harus berlaku juga untuk turap. Jenis tiang pancang yang akan digunakan harus seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan
b). Turap Kayu
Tiang pancang kayu sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan dalam Gambar baik yang
dipotong dari bahan yang utuh (solid) maupun dibuat dari tiga papan yang diikat jadi
satu dengan kokoh. Ujung bagian bawah tiang pancang harus diruncingkan agar dapat
mendesak ke dalam sedemikian hingga tiang-tiang yang berdekatan mempunyai ikatan
yang rapat. Puncak tiang pancang harus dipotong pada suatu garis lurus pada elevasi
yang telah ditunjukkan dan harus diperkaku dengan balok yang ditumpang-tindihkan
dan disambung pada semua sambungan dan sudut-sudut. Balok-balok pengaku sebaiknya dipasang untuh antara sudut-sudut dan harus dibaut di dekat puncak tiang
pancang.
c) Turap Beton
Dinding turap beton harus dilaksanakan sesuai dengan Gambar.
d) Turap Baja
Turap baja harus mempunyai jenis dan berat seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.
Bilamana dipasang dalam struktur yang telah selesai, turap baja harus kedap air pada
sambungannya. Pengecatan turap baja harus memenuhi ketentuan Spesifikasi.
3. PONDASI SUMURAN (CAISSON)
a). Umum
Pondasi ini terbuat dari beton bertulang atau beton pracetak, yang umum digunakan
pada pekerjaan jembatan di Indonesia adalah dari silinder beton bertulang dengan
diameter 250 cm, 300 cm, 350 cm, dan 400 cm. Pekerjaan ini mencakup penyediaan
dan penurunan dinding sumuran yang dicor di tempat atau pracetak yang terdiri unitunit beton pracetak. Penurunan dilakukan dengan menggali sedikit demi sedikit di
bawah dasarnya. Berat beton pada sumuran memberikan gaya vertical untuk
mengatasi gesekan (friction) antara tanah dengan beton, dan dengan demikian
sumuran dapat turun.
Ketepatan pematokan pada sumuran sangat penting karena tempat yang digunakan
oleh sumuran sangat besar. Akibat kesalahan pematokan, bersama-sama dengan
kemiringan yang terjadi pada waktu sumuran diturunkan, dapat menyebabkan sumuran

itu berada di luar daerah kepala jembatan atau pilar. Hal ini merupakan tambahan
pekerjaan untuk memperbesar kapala jembatan atau pilar, dan akan meneruskan
beban vertical dari bangunan atas kepada bangunan bawah secara eksentris.
Garis tengah memanjang jembatan dan garis tengah melintang dari sumuran harus
ditentukan dan dioffset sejauh jarak tertentu untuk memastikan bahwa titik-titik referensi
tersebut tidak terganggu pada saat pembangunan sumuran.
Harus diperhatikan penentuan letak tiap segmen untuk memastikan bahwa segmen
baru akan mempunyai alinyemen yang benar sepanjang sumbu vertical.
Hal ini penting terutama pada waktu suatu segmen ditambahkan pada sumuran yang
tidak (keluar dari) vertical. Secara ideal kemiringan ini harus diperbaiki sebelum
penambahan segmen berikutnya. Setelah pekerjaan pematokan selesai, dilakukan
penggalian pendahuluan untuk memberikan jalan awal melalui mana sumuran akan
diturunkan. Sisi galian ini harus sedapat mungkin vertical.

Gambar 25 - Jenis Pondasi Sumuran

Gambar 26 - Bentuk Detail Pondasi Sumuran


b). Pembuatan Pondasi Sumuran
1). Unit Beton Pracetak
Unit beton pracetak harus dicor pada landasan pengecoran yang sebagaimana
mestinya. Cetakan harus memenuhi garis dan elevasi yang tepat dan terbuat dari
logam. Cetakan harus kedap air dan tidak boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah
pengecoran. Unit beton pracetak yang telah selesai dikerjakan harus bebas dari
segregasi, keropos, atau cacat lainnya dan harus memenuhi dimensi yang disyaratkan.
Unit beton pracetak tidak boleh digeser paling sedikit 7 hari setelah pengecoran, atau
sampai pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton telah mencapai 70 persen dari
kuat tekan beton rancangan dalam 28 hari.
Unit beton pracetak tidak boleh diangkut atau dipasang sampai beton tersebut
mengeras paling sedikit 14 hari setelah pengecoran, atau sampai pengujian
menunjukkan kuat tekan mencapai 85 persen dari kuat tekan rancangan dalam 28 hari.
2) Dinding Sumuran dari Unit Beton Pracetak
Beton pracetak yang pertama dibuat harus ditempatkan sebagai unit yang terbawah.
Bilamana beton pracetak yang pertama dibuat telah diturunkan, beton pracetak berikutnya harus dipasang di atasnya dan disambung sebagimana mestinya dengan adukan
semen untuk memperoleh kekakuan dan stabilitas yang diperlukan. Penurunan dapat
dilanjutkan 24 jam setelah penyambungan selesai dikerjakan.
3) Dinding Sumuran Cor Di Tempat
Cetakan untuk dinding sumuran yang dicor di tempat harus memenuhi garis dan elevasi
yang tepat, kedap air dan tidak boleh dibuka paling sedikit 3 hari setelah pengecoran.

Beton harus dicor dan dirawat sesuai dengan ketentuan dari Spesifikasi ini. Penurunan
tidak boleh dimulai paling sedikit 7 hari setelah pengecoran atau sampai pengujian
menunjukkan bahwa kuat tekan beton mencapai 70 persen dari kuat tekan rancangan
dalam 28 hari.
c) Penggalian dan Penurunan
Bilamana penggalian dan penurunan pondasi sumuran dilaksanakan, perhatian khusus
harus diberikan untuk hal-hal berikut ini :
1. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan aman, teliti, mematuhi undang-undang
keselamatan kerja, dan sebagainya.
2. Penggalian hanya boleh dilanjutkan bilamana penurunan telah dilaksanakan dengan
tepat dengan memperhatikan pelaksanaan dan kondisi tanah. Gangguan, pergeseran
dan gonjangan pada dinding sumuran harus dihindarkan selama penggalian.
3. Dinding sumuran umumnya diturunkan dengan cara akibat beratnya sendiri, dengan
menggunakan beban berlapis (superimposed loads), dan mengurangi ketahanan geser
(frictional resistance), dan sebagainya.
4. Cara mengurangi ketahanan geser :
Bilamana ketahanan geser diperkirakan cukup besar pada saat penurunan din-ding
sumuran, maka disarankan untuk melakukan upaya untuk mengurangi geseran antara
dinding luar sumuran dengan tanah di sekelilingnya.
5. Sumbat Dasar Sumuran
Dalam pembuatan sumbat dasar sumuran, perhatian khusus harus diberikan untuk halhal berikut ini :
i) Pengecoran beton dalam air umumnya harus dilaksanakan dengan cara tremies atau
pompa beton setelah yakin bahwa tidak terdapat fluktuasi muka air dalam sumuran.
ii) Air dalam sumuran umumnya tidak boleh dikeluarkan setelah pengecoran beton
untuk sumbat dasar sumuran.
6. Pengisian Sumuran
Sumuran harus diisi dengan beton siklop K175 sampai elevasi satu meter di bawah
pondasi telapak. Sisa satu meter tersebut harus diisi dengan beton K250, atau
sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar.
7. Pekerjaan Dinding Penahan Rembesan (Cut-Off Wall Work)
Dinding penahan rembesan (cut-off wall) harus kedap air dan harus mampu menahan
gaya-gaya dari luar seperti tekanan tanah dan air selama proses penurunan dinding
sumuran, dan harus ditarik setelah pelaksanaan sumuran selesai dikerjakan.
8. Pembongkaran Bagian Atas Sumuran Terbuka
Bagian atas dinding sumuran yang telah terpasang yang lebih tinggi dari sisi dasar
pondasi telapak harus dibongkar. Pembongkaran harus dilaksanakan dengan
menggunakan alat pemecah bertekanan (pneumatic breakers). Peledakan tidak boleh
digunakan dalam setiap pembongkaran ini.

Baja tulangan yang diperpanjang masuk ke dalam pondasi telapak harus mempunyai
panjang paling sedikit 40 kali diameter tulangan.
4. PENJANGKARAN TANAH (GROUND ANCHOR)
a). UmumPenjelasan tentang Penjangkaran Tanah ini seluruhnya disadur dari buku
Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi oleh Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kazuto
Nakazawa Edisi ke 7 Tahun 2000 sebagai berikut . Metode penjangkaran tanah disebut
juga dengan nama Alluvian Anchor, Ground Anchor atau Tieback Anchor. Dalam
metode ini pemboran dilakukan di dalam tanah pondasi yang baik terdiri dari lapisan
berpasir, lapisan kerikil, lapisan berbutir halus ataupun batuan yang lapuk, serta suatu
bagian yang menahan gaya tarik seperti campuran semen dengan kabel baja atau
semen dengan batang baja dimasukkan ke dalam lubang hasil pemboran tersebut,
kemudian disertai suatu gaya tarik setelahnya untuk memperkuat konstruksinya. Dalam
banyak hal dipergunakan untuk melawan tekanan tanah seperti turap ataupun tembok
penahan tanah. Kadang-kadang juga dipergunakan untuk konstruksi yang permanent
tetapi pada dasarnya hanyalah dipakai untuk konstruksi sementara. Apabila suatu
dinding turap dipasang di suatu daerah di mana sedang dikerjakan penurapan
sedangkan penopang ataupun tiang-tiang antara tidak dibutuhkan maka akan diperoleh
daerah yang lebih luas di antara dinding turap, yang memungkinkan penggalian dengan
alat-alat berat.
b). Tipe Jangkar
Penjangkaran dengan tahanan geser. Jenis ini memakai batang jangkar yang silindris
yang digrout di dalam lubang bor dan gaya tarik ditimbulkan dari tahanan geser yang
bekerja sekelilingnya.
Penjangkaran dengan plat pemikul. Jenis ini menggunakan suatu plat massif yang
dipasang di dalam tanah sehingga tekanan tanah pasipnya yang bekerja dapat
menahan gaya tarik.Penjangkaran gabungan. Di mana ada bagian-bagian yang
diperbesar dan tekanan pasip bersama-sama tahanan geser batangnya yang menahan
gaya tarik, sehingga dapat disebut sebagai gabungan dari kedua metode terdahulu.
Untuk membuat penjangkaran dengan diameter besar pembuatan lubangnya perlu
menggunakan mata bor khusus atau semburan air bertekanan tinggi.
c). Metode Penjangkaran
Beberapa metode penjangkaran yang dipakai dapat dijelaskan berikut ini :
1. Metode penjangkaran dengan grouting : Setelah suatu batang PC baja atau kabel
baja terpasang sebagai batang tarik di dalam lubang hasil pemboran, dilaksanakan
grouting dan batang tarik ini dijangkar. Untuk menghindari mengalir keluarnya adukan
semen dari lubang waktu sedang digrouting, perlu dipasang alat khusus didalam lubang
tersebut yaitu packer untuk menahan tekanan tinggi. Cara ini dimaksudkan untuk
mengeraskan dinding lubang secukupnya, yang agak urai karena adanya grouting
dengan suatu kekuatan leleh yang besar.

2. Metode penjangkaran dengan lubang bertekanan (jangkar PS) : Adalah metode


dimana suatu tabung yang dapat mengembang dimasukkan ke dalam lubang hasil
pemboran dan adukan mengisi bagian luar dari dinding tabung dan kemudian air
bertekanan dimasukkan kedalam tabung tersebut agar mengembang, sehingga bagian
luar tabung tertekan dan dapat menjadi keras. Setelah mengeras tabung tersebut
dikeluarkan dan batang tarik dimasukkan mengganti tempat tabung tadi dan diberi
tambahan adukan.
3. Metode penjangkaran dengan penekanan (jangkar baji): Suatu batang PC baja
dimasukkan kelubangnya dan adukan diisikan ke dalam dasar lubang, lalu beton
bertulang yang berlubang ditengahnya sebagai inti dari jangkar ini dengan batang baja
tadi sebagai pengarahnya dipukul masuk ke dalam adukkannya menyebabkan adukan
ini memperbesar dinding lubangnya, sehingga tahanan cabut dari jangkar tersebut
diperbesar.
4. Metode penjangkaran plat : Metode ini disebut metode penjangkaran mekanis, terdiri
dari batang baja dan bagian jangkar yang terbuat dari plat baja dan dimasukkan
kedalam tanah dengan dipukul. Setelah dimasukkan batang-batang baja itu ditarik
sehingga plat tadi berputar dan menjadi plat penahan. Dalam metode penjangkaran
mekanis ini ada juga suatu jenis yang jangkarnya dimasukkan kedalam lubang bor,
sebagai tambahan dari jenis jangkar yang dipukul seperti metode jangkar dengan plat
tadi. Jenis jangkar yang dipukul biasanya dipergunakan untuk beban rencana yang
agak kecil dimana gaya tarik kurang dari 20 ton. Hal ini ditandai dari cara
pelaksanaannya yang mudah dan prinsipnya sederhana.
5. Metode jangkar UAC : Metode ini adalah dengan pembesaran lubang. Telah
dikembangkan di Inggris dan banyak digunakan disana. Caranya berdasarkan bahwa
setelah dibor sampai kedalaman yang diperlukan, suatu mata bor khusus dipakai untuk
memperbesar bagian dasar lubang yang mengakibatkan meningkatnya tahanan cabut
jangkar tersebut. Metode pelaksanaannya setelah dasar lubang dibesarkan adalah
seperti metode jangkar gabungan.
d). Metode Penjangkaran Prategang Pratekan dengan Grouting
1. Umum
Metode penjangkaran pratekan prategang dengan grouting (prestressed grouted
ground anchor) adalah komponen konstruksi yang ditanam pada tanah atau batu (rock)
yang digunakan untuk menyalurkan gaya ke bumi. Grouting diisi ke lubang hasil
pengeboran.
Penjangkaran dengan grouting terdiri dari 3 (tiga) bagian penting yaitu :
a. Anchorage
b. Free stressing (unbonded) length
c. Bond length

seperti terlihat pada gambar dibawah ini :


Anchorage merupakan kombinasi dari anchor head, bearing plate dan trumpet yang
mempunyai kapasitas mentransfer gaya prategang dari baja prategang
(bar atau strand) ke bumi atau konstruksi pendukung.
Unbonded length adalah bagian baja prategang yang bebas untuk mengalami
perpanjangan atau pemuluran secara elastis (elongate elastically) dan mentransfer
gaya perlawanan dari bond length ke struktur. Sebuah bondbreaker dari plastik
ditempatkan pada tendon di bagian unbonded length untuk mencegah baja prategang
tersebut dari pengikatan akibat rembesan grouting. Hal tersebut memungkinkan baja
prategang pada unbonded length untuk mengalami perpanjangan tanpa hambatan saat
testing dan stressing dan tetap dalam keadaan unbondedsetelah lock-off.
Tendon bond length adalah panjang baja prategang yang diikat oleh grouting dan
mempunyai kemampuan mentransfer tegangan yang terjadi akibat beban yang bekerja
ke bumi.
Untuk selanjutnya istilah Tendon berarti termasuk baja prategang (strand atau bar),
perlindungan terhadap karat, sheaths (sheatings), centralizer, spacer dan dalam hal ini
tidak termasuk anchorage dan grouting.
Sheats adalah lapisan pembungkus bergelombang yang melindungi baja prategang dari
karat pada unbonded length. Posisi tendon harus ditengah pada lubang bor agar
minimum grouting yang menutupinya tercapai.
Spacer digunakan untuk menyekat antar baja prategang atau bar agar masing-masing
terikat dengan cukup terhadap anchor grout.
2. Grouting
Grouting untuk soil dan rock adalah jenis grouting murni atau tanpa agregat dan
mengacu pada ASTM C150, dengan water cement ratioantara 0,4 0,55 terhadap
berat dan semen yang dipakai type I dan semen grouting harus mencapai kekuatan 21
Mpa pada saat akan stressing serta dapat pula memakai additive untuk mengatasi
masalah panas yang timbul dan jauhnya jarak pompa saat dilakukan penekanan
grouting. Grouting ini adalah suatu campuran portland cement yang menyalurkan gaya
dari tendon ke bumi dan juga memberikan perlindungan terhadap karat.
3. Material Tendon
Spesifikasi steel bar dan strand tendons mengacu pada ASTM A722 dan ASTM A416
sedangkan strand yang digunakan seven wire diameter 15,2 mm (0,6 in) grade 270,
sedangkan bar tendon umumnya diameter 26 mm, 32 mm, 36 mm, 45 mm dan 64 mm
dengan panjang tanpa sambungan 18 m. Desain angker dengan beban 2077 kN
dapat digunakan bar tendon dengan diameter 64 mm single. Apabila digunakan
sambungan maka harus diperhatikan perlindungan karatnya.
4. Spacers and Centralizers
Unit spacer/centralizers ditempatkan secara teratur dengan interval biasanya 3 m
sepanjang daerah anchor bond. Untuk strand tendon, spacer biasanya dipasang untuk

memberikan jarak/spasi antar strand minimum 6 13 mm dan terhadap bagian terluar


grouting minimum 13 mm. Spacer dan Centralizer dibuat dari bahan anti karat dan
mudah untuk mengalirkan bahan grouting.
5. KEPALA DAN PILAR JEMBATAN
5.1. UMUM
Kepala jembatan, umumnya dari jenis dinding dan balok beton, diperlukan sebagai
landasan jembatan dan menahan timbunan dibelakang kepala jembatan. Jika kepala
jembatan spill-through, kepala jembatan bertindak sebagai cap dan dudukan bagi
landasan.
Kepala jembatan dengan tipe gaya berat (gravity), yang menggunakan pasangan batu
serta dudukan dan dinding belakang beton juga sering digunakan.
Pilar-pilar dapat berupa susunan rangka pendukung (trestle), yaitu topi beton yang
bertindak sebagai balok melintang (cross beam) dengan kepala tiang tertanam pada
topi, atau susunan kolom, yang menggunakan sistem beton kopel (pile cap) yang
terpisah, sistem kolom dan balok melintang terpisah.
Pada umumnya di Indonesia dipakai susunan rangka pendukung untuk pondasi tiang.
Pada susunan tersebut tiang diteruskan langsung pada balok melintang ujung (cross
head) pilar. Kelebihan utama dari susunan ini adalah biaya, kemudahan pelaksanaan
dan kurangnya kemungkinan penggerusan sungai. Kekurangan utama susunan ini
adalah penampilannya yang kurang menarik terutama pada waktu muka air rendah.
Tambah lagi, pile cap sering ditempatkan sangat tinggi diatas muka air.
Jika pondasi sumuran digunakan untuk pilar, sistem topi beton, kolom dan balok
melintang ujung dipakai. Sistem kolom dapat berupa kolom tunggal atau majemuk atau
dapat berupa dinding penuh. Kepala jembatan dengan pondasi sumuran biasanya
menempatkan bangunan kepala jembatan langsung pada pondasi sumuran. Sistem ini
kadang-kadang dipakai juga untuk pondasi tiang.
Kepala Jembatan dan Pilar menyalurkan gaya gaya vertikal dan horisontal dari
bangunan atas pada pondasi. Bentuk umum digambarkan pada Gambar B.2.1 berikut
ini. Beda dengan abutmen yang jumlahnya 2 buah dalam satu jembatan, maka pilar ini
belum tentu ada dalam suatu jembatan.
Pilar jembatan pada umumnya terkena pengaruh aliran sungai sehingga harus
diperhatikan segi kekuatannya dan segi keamanan.
Kepala Jembatan (Abutmen) dan pilar pilar dilengkapi dengan blok landasan beton
dan baut baut dan sebagainya, untuk memasang rangka baja dan perletakan
perletakan gelagar beton pracetak pratekan.
5..2. TOLERANSI
Kepala Jembatan dan pilar harus dilaksanakan sesuai dengan gambar dan spesifikasi
umum yang diterbitkan secara terpisah, dan harus dikerjakan sesuai dengan denah dan
elevasi (permukaan atas) yang ditujukkan pada Gambar Rencana dalam toleransi
sebagai berikut:

a. Denah
1. abutmen atau pilar (diukur dari garis perletakan) 2.0 cm
2. Baut angker bila telah digrouting 0.5 cm
b. Posisi akhir pusat ke pusat perletakan
1. Panjang bentang 1.0 cm
2. Jarak melintang dari perletakan perletakan 0.5 cm
pada tiap abutmet atau pilar
c. Elevasi Permukaan
1. Permukaan abutment atau pilar + 2.0 cm
2. Permukaan atas balok landasan balok + 0.5 cm
d. Penahan Horisontal
Titik pusat perletakan sampai ke permukaan dinding 0 + 0.5 cm
e. Perletakan
1. Elevasi / Permukaan + 0.5 cm
2. Lokasi 2.0 cm
Ukuran ukuran yang ditunjukkan pada gambar didasarkan pada asumsi adanya 5 cm
aspal beton yang akan digelar di atas lantai beton dan jika lapisan aspal beton ini
dihilangkan, ukuran ukuran yang ada harus disesuaikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005;
2. Panduan Pengawasan Pelaksanaan Jembatan Bridge Management System,
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1993;
3. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Kazuto Nakazawa dkk, PT Pradnya Paramita,
Th 2000;
4. Foundation Design and Construction, MJ Tomlinson, Fourth Edition, the Pitman Press
London, 1983;
5. Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, PWS Publishing Company
Boston, Second Edition, 1990;
6. Bahan Publikasi, PC Pile, PT. Wijaya Karya Beton;
7. Ground Anchors and Anchored Systems, Geotechnical Engineering Circular No.4,
Publication FHWA, June 1999;
8. Load Cell Test Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu, SKS Pembinaan
Teknik Pembangunan Jembatan Suramadu Core Team-Manajemen Konstruksi Tahap II;
9. Test Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Beban Dinamis (DLT), Pile
Foundation Diagnostic Services;
10. Modul Pelatihan Supervisi Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan, Pembinaan
Manajemen Kebinamargaan , Direktorat Jenderal Bina Marga, May 2006;
11. Modul Pelaksanaan Konstruksi Jembatan, Jafung Teknik Jalan dan Jembatan Pusat
Pendidikan dan Latihan Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 2006.

You might also like