You are on page 1of 12

Studi Mengenai Efek dari Terapi Musik pada Pasien Skizofrenia

dengan Gejala Positif dan Negatif

Abstrak
Latar Belakang : Terapi musik mungkin memiliki efek terhadap penyakit mental.
Ini

adalah

studi

penyelidikan

berbentuk

kuasi

eksperimen,

dengan

membandingkan pengaruh terapi musik pada pasien skizofren dengan gejala


negatif dan positif.
Metode : 96 peserta dikelompokkan secara acak ke dalam kelompok kontrol dan
2 kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen I menerima terapi musik aktif
(penampilan individu dan kelompok , improvisasi, menyanyi, dan melakukan
pergerakan), sedangkan kelompok eksperimen 2 menerima terapi musik pasif
( mendengarkan musik yang direkam) tiap minggu selama 1 bulan. Kelompok
kontrol 3 tidak menerima sesi terapi musik. Pengukuran hasil dengan
menggunakan skala untuk penilaian gejala positif dan negatif.
Hasil : kedua tipe terapi musik mempunyai efek yang signifikan terhadap skor
untuk gejala negatif (P<.05) bila dibandingkan dengan skor gejala positif, dan
pada 1 skala penting di daftar gejala negatif, yaitu anhedoniasociality (P<.01). dan
juga, hasilnya menunjukkan variasi yang menarik, yang mengarah ke pengaruh
yang lebih dalam dan meresap dari terapi musik tipe aktif dan pasif pada peserta
wanita (P<.01).
Kesimpulan : Terapi musik mempunyai efek menguntungkan pada gejala positif
dan negatif dari skizofren residual (German J Psychiatry 2012; 15(2): 56-62).
Kata Kunci : skizofren, gejala positif dan negatif, terapi musik

Pendahuluan
Skizofrenia adalah gangguan psikiatrik yang sangat kompleks, menarik,
dan sulit dipahami sejak diagnosis formalnya yang dilakukan oleh Bleuler (1911).
Gejalanya kompleks dan etiologinya tidak sepenuhnya dimengerti. Dari sudut
pandang terapi, bermacam-macam terapi sudah digunakan, berdasarkan
bermacam-macam model, termasuk biologis, psikologis, dan sosio-kultural.
Skizofrenia memiliki ciri-ciri abnormalitas persepsi atau ekspresi kenyataan.
Distorsi dalam persepsi dapat mempengaruhi semua 5 pancaindera, termasuk,
penglihatan, pendengaran, rasa, bau, dan raba, namun gejala yang paling umum
yang muncul adalah halusinasi auditorik, delusi paranoid atau bizarre/aneh, atau
cara bicara dan pola pikir yang kacau dengan disfungsi sosial atau okupasi yang
signifikan. Onset dari gejala umumnya terjadi pada orang muda (Castle, 1991).
Menurut

DSM-IV-TR,

tipe

skizofrenia

didefinisikan

oleh

gejala

predominan pada waktu evaluasi terbaru, oleh karena itu dapat berubah seturut
waktu. Tipe-tipe ini termasuk tipe paranoid, dimana preokupasi dengan halusinasi
auditorik atau delusi yang menonjol; kelompok disorganisasi dengan cara bicara
dan sifat yang kacau, dan afek datar atau tak serasi yang menonjol; tipe katatonik,
dimana ciri-cirinya adalah gejala yang menonjol adalah gejala motori; kelompok
tak terinci, yaitu kelompok yang tidak spesifik yang digunakan bila tidak ada ciri
subtipe lainnya yang dominan; dan kelompok residual, dengan tidak adanya gejala
positif yang menonjol namun terdapat bukti gangguan yang berkelanjutan (misal
gejala negatid atau positif dalam bentuk yang lebih ringan). Walaupun implikasi
terapi dan prognostik dari tiap subtipe berbeda-beda, tipe disorganisasi biasanya
merupakan tipe yang paling parah dan paranoid sebagai tipe yang paling ringan
(Asosiasi Psikiatrik Amerika, 2000).
Andreasen (1984) membuat kriteria untuk membedakan sindrome
skizofrenia ke dalam 3 subtipe negatif, positif, dan campuran. Skizofrenia
positif memiliki ciri-ciri delusi meononjol, halusinasi, gangguan pikiran formal
positif, dan tingkah laku yang aneh. Skizofrenia negatif memiliki ciri-ciri afek

datar, alogia, avolition-apati, anhedonia-asociality dan gangguan atensi. Pada


skizofrenia campur, kedua gejala positif dan negatif dapat tampak menonjol atau
tidak.
Melihat hal tersebut, DSM-IV-TR (Asosiasi Psikiatrik Amerika, 2000)
kriteria untuk skizofrenia mengelompokkan gejala menjadi 2 kelompok primer :
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif mewakili distorsi dari isi pikir
(delusi), proses berpikir dan bahasa (bicara kacau), dan sikap perawatan diri
(tingkah laku yang kacau atau katatonik). Gejala negatif mencerminkan hilangnya
atau kurangnya fungsi normal. Gejala negatif termasuk rentang ekspresi emosi
yang terbatas (afek datar), menurunnya produktivitas dan kelancaran bicara
(alogia), dan kurangnya kemampuan mengawali dan bertahan pada suatu aktivitas
yang mengarah ke suatu tujuan (avolition). Gejala lainnya yaitu hilangnya
kenikmatan atau minat (anhedonia) dan menarik diri dari kehidupan sosial dan
isolasi.
Terapi yang paling umum digunakan adalah medikasi neuroleptik
(Johnstone, 1988), dan walaupun obat-obatan antipsikotik konvensional efektif
untuk mengobati gejala positif dari skizofrenia, gejala negatif dari skizofrenia
lebih resisten terhadap terapi obat (Liberman, 1988). Musik mempunyai efek yang
mendalam pada tubuh dan kesadaran.
Musik merupakan bagian dari pengalaman manusia yang tak dapat
digantikan dan merupakan komponen penting untuk mencapai suatu hidup yang
berkualitas (Dileo dan Bradt, 2009), melakukan terapi musik sebagai alat untuk
kesehatan. Terapi musik telah didemonstrasikan sebagai intervensi yang berguna
untuk orang-orang dengan penyakit mental (Grocke, 2008;Edwards, 2006). Terapi
musik dapat dianggap sebagai 1 bentuk rehabilitasi psikososial karena dapat
meningkatkan penyatuan sosial, dan dapat mempengaruhi keadaan psikologis dan
fisiologis seseorang, seperti fungsi kognitif dan ekspresi emosi (Yang, 1998). Hal
ini didefinisikan sebagai metode psikoterapeutik yang menggunakan interaksi
musikal sebagai cara komunikasi dan ekspresi (Gold,2009).

Peng dkk (2010) dan Sousa (2010) menemukan bahwa terapi musik adalah
alat yang efektif untuk perbaikan dan rehabilitasi gejala skizofrenia saat
digunakan

sebagai

tambahan

untuk

farmakoterapi.

Pada

studi

yang

membandingkan perawatan standar yang ditambah terapi musik dengan hanya


perawatan standar, hasil menunjukkan bahwa terapi musik membantuk
memperbaiki tingkat gejala (Gold, 2007). Hayashi dkk (2002) juga menemukan
efek terapi musik pada gejala negatif dan kualitas hidup. Pada meta-analisis,
ditemukan bahwa terapi musik mempunyai efek yang positif pada gejala umum
dan negatif (Gold, 2005). Talwar dkk (2006) dan Ulrich dkk (2007) juga
menemukan efek positif dari terapi musik pada gejala negatif. Ditambahkan pula,
Na dan Yang (2009) menunjukkan penurunan halusinasi auditorik yang signifikan
secara statistik dan penurunan gejala negatif yang signifikan setelah
mendengarkan musik. Dan juga, studi meta-analisis dari efek terapi musik
merupakan indikasi bahwa terapi musik memiliki efek yang minimal pada
kelompok dengan gejala positif dan efek sedang hingga besar pada gejala umum,
tergantung dengan tipe terapi, durasi, kronisitas, dan tipe pengukuran, dan terapi
tersebut mempunyai efek dari kecil hingga besar terhadap gejala negatif,
tergantung dari pemberi terapi (Cercone, 2008) .
Temuan ini menunjukkan bahwa terapi musik dapat membantu pengobatan
pasien skizofrenia. Kebanyakan studi tentang efek terapi musik dilakukan di
negara barat. Oleh karena itu, kami tertarik untuk melakukan studi ini dengan
terapi musik tradisional dari Iran untuk menemukan apakah efek yang sama bisa
didapatkan.

Sejarah Singkat dari terapi Musik di Iran


Persia

adalah

satu

dari

sedikit

negara

yang

dengan

persisten

mempertahankan identitas dan individualitas sepanjang sejarah, kebenaran yang


dicerminkan oleh musik klasiknya. Bukti arkeologik menemukan instrumen
musikal digunakan di Iran saat era Elamite sekitar 800 BC. Tidak banyak yang

diketahui dari musik Persia pada jaman dulu, terutama musik-musik dari kerajaan
Achaemenia. Filsuf dari Persia dan teorist musik El-Farabi, dikenal sebagai
Alpharabius di Eropa, menuliskan terapi musik dalam bukunya. Dia
mendiskusikan efek terapi dan cara musik mempengaruhi jiwa. Musik Persia yang
dipakai dalam terapi mood tersebut didasari oleh sistem modal; musik bergantung
pada improvisasi dan komposisi dan juga berdasarkan skala modal dan nada, yang
harus diingat, dan prioritas diberikan sebagai pelengkap.skala terbagi hingga lebih
dari 12 semi-tones. Oleh karena itu, melodi terkonsentrasi pada daftar yang relatif
sempit dan motif repetitif pada pola titi nada yang berbeda dan bagian vokal yang
sering dilengkapi dengan Tahrir, pelengkap vokal yang serupa dengan Yodelling.
Musik klasik Persia terus berlanjut sebagai alat penyembuh dan spiritual seperti
perannya dalam sejarah. Masuknya teks mistik sebagai lirik telah digantikan oleh
lirik yang sebagian besar ditulis oleh penyair masa pertengahan, terutama Hafez
dan Jalal-e Din Rumi (Safvate, 1966). Instrumen yang digunakan pada musik
klasik Persia termasuk biola lengkung Kamancheh, drum goblet Tombak, suling
Ney, drum Daf, kecapi berleher panjang Tar, Setar, Tambur, dan Dotar,dan
Dulcimer Santur (Farhat, 1990).
Asosiasi Terapi Musik Iran didirikan pada 2001 oleh Ali Zadeh
Mohammadi dan teman sejawatnya untuk meningkatkan kesadaran publik
mengenai keuntungan terapi musik dan perkembangan terkini dari penelitian dan
praktek klinik. Asosiasi mengadakan lokakarya yang berbeda dan pelajaran untuk
siswa, praktisi perawatan kesehatan, dan kelompok lainnya yang tertarik. Bekerja
dengan anak yang menderita gangguan tingkah laku, spektrum autisme, dan
siksaan dan trauma adalah prioritasnya. Studi baru-baru ini mengamati efek dari
terapi musik pada gejala positif dan negatif dari skizofrenia, dan menyesuaikan
dengan tema dari studi ini, hipotesis yang tersusun adalah :

Terapi musik secara umum mempunyai efek yang signifikan terhadap

skizofrenia gejala negatif bila dibandingkan dengan gejala positif


Efek dari terapi musik berbeda-beda antara jenis kelamin
Terapi musik akan berbeda dengan berbagai tipe skizofrenia

Metode
Peserta
Pada studi penyelidikan kuasi-eksperimental ini, 96 pasien skizofrenia
diambil dari rumah sakit utama psikiatrik di Tehran. Mereka secara acak
dikelompokkan menjadi 3 kelompok : kelompok eksperimental 1 (N = 35),
kelompok eksperimen 2 (N = 27), dan kelompok kontrol ( N = 34). Umur pasien
berkisar antara 20 hingga 50 tahun, dengan rata-rata 34,6 tahun (SD = 8.05).
kelompok eksperimen diberi terapi musik yang digabung dengan medikasi
neuroleptik, sedangkan kelompok kontrol hanya diberi medikasi neuroleptik.
Diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-IV. Peserta yang rekam kasusnya
menunjukkan label diagnostik skizofrenia (paranoid, disorganisasi, katatonik, tak
terinci dan tipe residual) adalah kemungkinan pertama yang diikutkan dalam studi
ini. Peserta yang awalnya didiagnosis skizofren namun kemudian ditemukan
terkena penyakit psikiatrik lainnya dieksklusikan dari studi. Frekuensi persebaran
dari peserta, sesuai dengan diagnosis, yang diberikan pada Tabel 1.
Desain dari studi terbaru ini melibatkan perbandingan antara hasil post test
dari kelompok eksperimen dan kontrol. Untuk menilai signifikansi dari perbedaan
antara rata-rata post test yang dicapai untuk skor yang berbeda dari ketiga
kelompok, ANCOVA dilakukan untuk total sampel dan subsampel yang berbeda.
T-ratio dihitung untuk menemukan signifikansi dari rata-rata kelompok lain setiap
F-ratio terbukti signfikan. Hal-hal tersebut juga tertulis di tabel. Semua peserta
memberikan persetujuan tertulis untuk studi ini. Studi ini menerima persetujuan
dari Komite Etik Riset Universitas dan Kementerian Pendidikan.

Pengukuran
Penilaian dari peserta yang dilakukan setelah kondisi mereka stabil ratarata 6 hari setelah rawat inap. Tes dilakukan pada awal dan akhir studi untuk
membandingkan perubahan diantara kelompok. Semua peserta diwawancarai dan
dinilai pre dan post test menggunakan skala penilaian Andreasen, yaitu skala

untuk penilaian gejala negatif (SANS) dan skala untuk penilaian gejala positif
(SAPS).
Tingkat kepercayaan dan konsistensi internal dari SANS dilaporkan tinggi
(Andreasen, 1984). Hal ini dapat dilihat dari total skor subskala dan skor
gabungan untuk semua hal mempunyai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi
daripada hal tunggal. Koefisien kepercayaan yang didapat dari subskala yang
berbeda-beda mempunyai nilai yang lebih dari tingkat sedang dan cukup
memuaskan, dengan rata-rata disekitar .77 . rata-rata koefisien kepercayaan dinilai
terpisah untuk subskala gejala positif dan negative mempunyai nilai .78 dan .77 .
koefisien ini dapat dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan dari studi-studi
lain yang memiliki tema yang sama.

Prosedur
Kelompok eksperimental 1 menerima terapi music aktif, dimana mereka
ikut serta dengan memainkan instrument-instrumen music yang berbeda-beda,
bernyanyi bersama dan bergerak sesuai dengan ritme music. Kelompok
eksperimen 2 menerima terapi music pasif, dimana pasien mendengarkan musik
yang memberi stimulasi tanpa memainkan instrument apapun. Untuk kelompok
aktif, 2 terapis musik merencanakan dan melakukan sesi terapi musik.
Mempertimbangkan kondisi tiap individu, kebutuhan, dan ketertarikan pasien,
mereka dilibatkan dan didukung untuk ikut serta dalam aktivitas musical seperti
bernyanyi bersama, bermain sebagai 1 kelompok musical atau improvisasi dan
bergerak dengan musik (Tabel 2). Kedua terapi aktif dilakukan dengan latar
kelompok dan diberikan selama 1 bulan. Subjek mengikuti sesi terapi musik
dalam kelompok 5 hingga 8 orang.
Kelompok kontrol tidak diikutsertakan dalam aktivitas musik apapun.
Semua peserta dari 3 kelompok tetap menerima medikasi mereka. Studi ini
dilakukan dalam ruangan 6x10 (meter). Ruangan tersebut digunakan untuk
bermacam-macam aktivitas okupasi pasien, dan melibatkan 2 meja dan 12 kursi.

Banyak instrumen tersedia untuk peserta, termasuk : instrumen melodi Orff :


xylophone (soprano,alto, bass), metal-phone (soprano, alto, bass), Glockenspiel
(soprano), instrumen ritmik: triangle, maracas, cymbal jari, tuned shaker dan
perkusi un-tuned :Pauken, syndrom, Instrumen klasik : gitar, organ, Panasonic
S-XBS Bi-Wiring System, and instrumen tradisional : Tombak, Daf, Santur.
Hasil
ANOVA dan ANCOVA untuk perbandingan diantara skor gabungan untuk
gejala negatif (SANS) dan gejala positif (SAPS) dalam kelompok eksperimen dan
kontrol menemukan bahwa terapi musik memiliki efek yang signifikan pada skor
gabungan untuk SANS (P<.05) dalam perbandingannya dengan skor untuk gejala
positif, dan pada satu subskala yang penting dari gejala negatif, yaitu anhedoniaasociality (P<.01). hasil yang tidak signifikan dari subskala SANS yaitu afek
datar, alogia, avolition-apathy dan gangguan atensi dan hasil yang tidak signifikan
dari subskala SAPS adalah halusinasi, gangguan pikiran formal positif, dan
tingkah laku aneh dalam perbandingan antara kedua kelompok.
Rata-rata dari skor total SANS adalah 36.1 untuk kelompok eksperimen 1,
38.0 untuk kelompok eksperimen 2, dan 45.4 untuk kelompok kontrol. ANCOVA
menunjukkan efek utama yang signifikan untuk gejala negatif [(2, 92) 4.50, p
<.05], dan pada 9 subskala, efek utama lainnya ditemukan pada satu subskala
yang penting dari gejala negatif, yaitu anhedonia-asociality [(2, 92)14.10, p <.01].
Analisis post Hoc dari perbedaan rata-rata menunjukkan perbedaan yang
signifikan diantara kelompok 1&3 dan 2&3 dalam gejala negatif dan diantara
kelompok 1&2, 1&3, dan 2&3 untuk anhedonia-asociality (Tabel 3).
Pada peserta laki-laki, perbedaan efek utama yang signifikan dari gejala
negatif [(2, 56) 3.75, p < .05] dan satu subskala dari gejala negatif, yaitu
anhedonia-asociality dapat ditemukan [(2,56) 9.84, p < .01]. Pada peserta
perempuan, perbedaan efek utama yang signifikan dari gejala positif [(2, 32) 3.65,
p < .05] dan dua subskala dari gejala negatif dan positif, yaitu anhedonia-

asociality [(2, 32) 4.46, p < .05] dan delusi [(2, 32) 4.04, p< .05]
ditemukan.

dapat

Tabel 4 menunjukkan analisis Post-Hoc dari perbedaan rata-rata

diantara kelompok berdasarkan subskala berdasarkan jenis kelamin.


Analisis Post-Hoc dari perbedaan rata-rata untuk gejala positif dari tipe
residual menunjukkan perbedaan signifikan diantara kelompok 1&2 dan 2&3,
pada gejala negatif dari tipe residual diantara 1&2 dan 1&3, dan pada afek datar
dari tipe ini diantara 1&2 dan 1&3 (Tabel 5).
Diskusi
Hasil secara keseluruhan mengindikasikan bahwa kedua terapi musik aktif
dan pasif memiliki efek yang signifikan terhadap skor gabungan untuk gejala
negatif. Hasil juga menunjukkan efek terapi musik pada satu subskala yang sangat
penting dari gejala negatif, yaitu anhedonia-asociality. Temuan Hayashi dkk
(2002) juga menunjukkan efek yang signifikan dari terapi musik pada hilang
emosi, rapport yang buruk, dan sindrome apathetic pasif. Hal ini dapat
diperkirakan bahwa musik menyatukan ulang peserta-peserta ini dengan
lingkungan mereka karena ketertarikan primitif dan dari lahir yang semua
manusia miliki terhadap musik, yang melebihi komunikasi verbal (Tyson, 1984).
Layak dianggap bahwa mendengarkan lagu yang familiar dan bermain
instrumen membantu ekspresi nonverbal dan komunikasi. Hasil kami konsisten
dengan temuan Talwar dkk (2006), yang menyimpulkan bahwa terapi musik
bukan merupakan terapi yang efektif terhadap gejala positif dari skizofren. Gejala
positif biasanya dalam, bertahan lama dan hanya responsif dengan dosis medikasi
psikotropik yang tinggi. Gejala positif mewakili adanya distorsi dari isi pikir yang
resisten terhadap perubahan apapun, namun gejala negatif mencerminkan rentang
ekspresi emosi yang terbatas seperti afek datar, hilang minat atau ketertarikan, dan
menarik diri dari kehidupan sosial atau isolasi lewat musik dimana merek
mempunyai motivasi yang lebih baik.
Dan juga, analisis terpisah dari kovariasi mengindikasikan bahwa efek dari
terapi musik secara relatif lebih kuat, lebih dalam dan lebih mencakup untuk
peserta perempuan dibandingkan dengan peserta laki-laki. Peserta wanita tercatat

mendapat pengaruh yang signifikan dari terapi musik aktif dan pasif untuk
anhedonia-asociality dan delusi. Terapi musik pasif lebih efektif daripada terapi
musik aktif. Satu penjelasan untuk efek yang lebih kuat dari musik untuk peserta
wanita dapat dilihat dari asumsi kultural di komunitas Irania yang merespon
terhadap stimuli musik yang menyentuh emosi mungkin menembus lebih dalam
ke dalam kesadaran wanita bila dibandingkan dengan peserta laki-laki. Menurut
teori ini, wanita dapat mengambil keuntungan dari terapi musik dari alur
emosinya, saat mereka menghabiskan lebih banyak waktu di rumah karena peran
tradisional mereka di negara kami dan menghabiskan lebih banyak waktu
mendengarkan

musik.

Musik

dapat

menjadi

pengalaman

yang

paling

menenangkan yang selalu tersedia untuk mereka, dan mendengarkan mudik dapat
menghilangkan stress dan mengusir ketegangan saat mereka bekerja di rumah.
Melihat bermacam-macam tipe skizofrenia, peserta paranoid kelihatannya
memiliki tingkat ketegangan yang lebih tinggi pada beberapa aktivitas dimana
mereka mempunyai perasaan bahwa pikiran atau rahasia mereka dapat terkuak,
mungkin karena kecurigaan mereka. Oleh karena itu, mereka mungkin menolak
beberapa aktivitas musik, dimana mereka dipaksa berkomunikasi dengan orang
lain. Gambaran klinisi dari tipe paranoid didominasi gejala positif seperti delusi
dan halusinasi, sedangkan gejala negatif secara relatif tidak ada. Hal ini dapat
menjadi alasan untuk efek yang kurang signifikan pada tipe paranoid.
Pada kasus skizofrenia tipe residual, beberapa hasil yang signifikan
mengenai efek dari gejala positif dan negatif yang secara primer dikarakterisasi
oleh tipe mayor dari gejala negatif yang menandakan kurangnya emosi, dan
kurangnya rasa ketertarikan dalam partisipasi sosial. Gejala positif entah sangat
sedikit atau sangat ringan, termasuk kepercayaan yang aneh, tingkah laku
eksentrik, dll. Efek dari terapi musik pasif pada gejala negatis secara realtif lebih
baik dinilai dari perbandingan dari rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol pada skor gabungan gejala negatif dan subskala afek datar dari gejala
negatif, walaupun hasil tersebut tidak mencapai tingkatan yang signifikan.
Akhirnya, satu hasil yang menarik adalah pengaruh positif dari terapi
musik pasif pada pasien. Tipe residual biasanya tidak memiliki gejala positif

mayot seperti halusinasi dan delusi, keahlian pasien untuk mempercayai


komunikasi lebih kuat. Pasien yang mendengarkan musik dapat membentuk
hubungan yang erat dan mengekspresikan emosi mereka dan berinteraksi dengan
terapis dan lainnya. Mempertimbangkan afek datar mereka yang ekstreme, mereka
kurang suka melakukan musik aktif seperti ensemble instrumen dan bergerak,
namun mereka menyukai musik pasif
Halangan
Terdapat

beberapa

halangan

yang

pda

studi

ini

yang

harus

dipertimbangkan saat menginterpretasikan temuan. Hambatan pertama adalah


jumlah sampel yang kecil. Terutama bila melihat subkelompok, seperti tipe
skizofren yang berbeda dan jenis kelamin, kualitas perbandingan yang bermakna
mungkin menurun. Hal ini berarti bahwa perbedaan kelompok lain dalam
subskala gejala negatif kemungkinan tidak terdeteksi karena rendahnya kekuatan
statistik dari studi ini: mungkin replikasi dari studi dengan sampel yang lebih
besar dan kontrol yang lebih tepat dapat jauh lebih membantu untuk
memverifikasi hasil.
Hambatan kedua adalah durasi terapi musik hanya 1 bulan. Pada studi
berikutnya, waktu terapi musik yang diberikan ke kelompok eksperimen harus
ditingkatkan hingga 2 sampai 3 bulan. Berikutnya, kelompok kontrol harus
diarahkan ke latar sosial tanpa adanya intervensi musik. Terakhir, follow up
peserta sangat penting untuk mengetahui apakah efek dari terapi musik itu
permanen atau hanya sementara
Rekomendasi untuk Riset ke depan
Pertanyaan yang muncul dari studi ini berhubungan dengan bagaimana
musik mempengaruhi perubahan pada populasi dengan penyakit mental yang
serius. Efek dari terapi musik dapat melibatkan hasil yang lebih matang yang
dapat menilai sejauh mana terapi musik meningkatkan kesadaran emosional dan
kognitif. Ditambahkan

pula, perlu

diketahui untuk

tiap

studi supaya

mempertimbangkan kultur dari tiap peserta dan juga tipe skizofrenia dalam upaya
membuat model untu pengaruh terapi musik dalam populasi tersebut.

You might also like