Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pengaruh Islam dalam masyarakat Jawa banyak melahirkan kepustakaan baru
dalam bidang sastra. Kepustakaan baru tersebut mempertemukan tradisi-tradisi
kejawen dengan unsur-unsur Islam. Dalam pertemuan itu lahirlah sastra jawa
seperti serat suluk, serat wirid, babad, dan primbon. Adapun serat suluk dan wirid
berkaitan dengan ajaran tasawuf atau mistik dalam Islam. Babad berisi cerita
atau kisah dalam Islam sedang Primbon berisi rangkuman berbagai ajaran yang
berkembang dalam tradisi jawa seperti ramalan.
Masyarakat Jawa banyak mempercayai ajaran-ajaran yang terkandung dalam
serat suluk dan wirid yang berhubungan dengan aliran tasawuf. Mereka menyakini
bahwa rohani tidak akan hidup tanpa adanya sebuah tasawuf. Adapun salah satu
ajaran yang ada dalam serat suluk dan wirid yaitu ajaran Martabat Tujuh. Ajaran
tersebut dimuat dalam beberapa serat dan suluk diantaranya serat suluk Sujinah.
Konsep Martabat Tujuh sebagai sarana penelaahan tentang hubungan manusia
dengan Rabb Nya. Masyarakat Jawa percaya untuk menjadi insan kamil kita harus
bertajalli kepada Rabb Nya dengan melewati tujuh tingkatan. Perjalanan sufistik
tersebut tidak lepas dengan nama nya Tarekat. Untuk itulah penulis akan
membahas mengenai hubungan konsep Martabat Tujuh dengan tradisi masyarakat
Jawa.
II;
RUMUSAN MASALAH
A; Bagaimana Konsep Martabat Tujuh dalam Berbagai Versi?
B; Bagaimana Sejarah Martabat Tujuh di Pulau Jawa?
C; Bagaimana Hubungan Konsep Martabat Tujuh dengan Tradisi Masyarakat
Jawa?
III;
PEMBAHASAN
A; Konsep Martabat Tujuh dalam Berbagai Versi
Konsep Martabat Tujuh banyak terdapat dibeberapa Naskah, Serat, Suluk,
Kitab dan Wirid. Di bawah ini beberapa konsep Martabat Tujuh dalam berbagai
versi:
1;
Konsep Martabat Tujuh menurut Ibn Arabi dan Syaikh Muhammad Ibn Fadl
Allah Al Burhanpuri
Menurut Ibn Arabi zat Tuhan yang Mujarrad (unik) dan Transedental
(diluar jangkuan) itu bertajalli dalam tiga martabat melalui sifat dan asma Nya
yang pada akhirnya muncul berbagai wujud empiris. Ketiga Martabat
tersebut adalah
1 Ahwan Fanani, Ajaran Tarekat Syattariyyah Dalam Naskah Risalah Shattariyyah Gresik: Studi Kajian
Filologi,Jurnal Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya (Surabaya: Walisongo, 2012), hal 363-364.
a; Martabat Ahadiyah (wujud Tuhan merupakan zat yang mutlak lagi mujarrad
tidak bernama dan tidak bersifat). Pada martabat ini Tuhan berada dalam
keadaan murni bagaikan kabut yang gelap; tidak sesudah atau sebelum;
tidak terikat atau terpisah; tidak atas atau bawah; tidak mempunyai isim
atau musamma. Pada Martabat ini juga Tuhan tidak dapat dikomunikasikan
oleh siapapun dan tidak diketahui.
b; Martabat Wahidiyyah (Martabat tajalli zat pada sifat atau taayyun awwal).
Pada martabat ini zat yang mujarrad itu bertajalli melalui sifat dan namanama Nya. Dengan tajalli ini, zat tersebut dinamakan Allah , pengumpul
dan pengikat sifat-sifat dan nama yang maha sempurna( asmaul husna).
Disini kita berhadapan dengan zat Allah , tetapi Dia mengandung di dalam
diri Nya berbentuk potensial dari hakikat alam semesta, yang diebut ayan
tsabitah (entitas-entitas permanen).
c; Martabat Tajalli Syuhudi (penampakan diri secara nyata). Pada martabat ini
Allah bertajalli melalui nama dan sifat Nya dalam kenyataan empiris.
Tuhan menampakkan citra diri Nya kedalam wujud tersendiri dengan
masing-masing wujud sebagai penampakan dari nama-nama Nya. Yang
pertama muncul ialah al jism al kulli (jasad universal) sebagai penampakan
lahir dari nama Tuhan Al dhahir, lalu al syakl al kauli (bentuk universal)
sebagai tajalli sifat Tuhan, al hakim. Selanjutnya arsy tajalli sifat al muhit,
kursi tajalli sifat al syukur, falak bintang-bintang tajalli sifat al ghani, falak
berorbit tajalli sifat al muqtadir. Setelah itu muncul berturut-turut sesuai
dengan nama-nama Tuhan, langit pertama hingga keenam dan langit dunia,
api, udara, air, tanah, mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, malaikat, jin,
manusia, dan yang terakhir ialah insan kamil. Insan kamil di atas bumi
terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW sebagai akhir Nabi-nabi.
Dengan demikian, alam ini tidak lain adalah kumpulan fenemona
empiris yang merupakan mazhar (manifestasi) tajalli Tuhan. Alam yang
menjadi wadah tajalli itu sendiri merupakan wujud atau bentuk yang tidak
ada akhirnya. Ia tidak lain laksana Arad (aksidens) dan jawhar (substansi)
dalam istilah ilmu kalam. Selama ada jawhar maka arad tetap ada. Begitu
pula dalam Tasawuf menurut Ibn Arabi selama ada Allah SWT maka alam
akan tetap ada, Ia akan muncul dan tenggelam tanpa akhir.
Dari ketiga konsep Ibn Arabi, Muhammad Ibn Fadl Allah
mengembangkan nya menjadi Martabat Tujuh. Empat martabat lainnya
dalam Martabat Tujuh adalah di bawah ini:
d; Martabat Alam Arwah adalah digambarkan sebagai tajalli Tuhan melalui
citra ruh-ruh secara global. Penciptaaan alam oleh Tuhan berawal dari
3
Martabat
Lahu taayun
Kedua
Martabat
Ketiga
Martabat
Keempat
Martabat
Alam misal
Kelima
Martabat
Alam arwah
Keenam
Martabat
Alam ajsam
ketujuh
Martabat
Alam insan
zat
sifat
Afal
Asma
islam
iman
tauhid
Makrifat
ahadiyah
wahdah
wahidiyah
Wahdaniyah
2 Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , Ensiklopedi Tasawuf Jilid III (Bandung: Angkasa, 2008), hal
1272-1274.
Alam ruh
Alam misal
ajsam
Insan
3;
2.
3.
Nur Muhammad
Miratul hayai
Hindu
Ia merupakan sifat atma
Kaca wirai, yang diidentikkan dengan pra
atma
Nyawa yang jernih
Lampu tanpa api, kandil juga diartikan
Roh Iafi
Kandil
Arrah
atma
Artinya permata dan diakui sebagai per
Hijab
7.
3 Rizka Addini Fathimah Azzahra, Konsep Martabat Tujuh dalam Naskah Tasawuf, Skripsi Program Sarjana
Universitas Indonesia Jakarta, (Jakarta: FIB UI, 2008), hal 52-53.
4 Masmedia Pinem, Ajaran Martabat Tujuh dalam Naskah Asrar al-Khafi karya Shaykh Abd AlMutalibJurnal MANASSA(Masyarakat Pernaskahan Nusantara) Manuskripta (2012), hal 46-47.
5 Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , Ensiklopedi Tasawuf Jilid II (Bandung: Angkasa, 2008), hal
1023.
jisim
sahiji
(ketuggalan
Lautan wahdat
Lautan wahidiyat
segala hakikat)
Jisim loba-loba rasa hiji, dibukuran ku jis
Lautan arwahna
https://gus7.wordpress.com/2008/04/29/martabat-tujuh-dalam-suluk-sujinah-dan-serat-wirid-hidayat-jati/
diakses pada Kamis, 10 September 2015 pukul 10.00 WIB.
5.
Lautan misal
Lautan ajsam
sering
7.
dengan halus)
Taya luhura taya handap, asal sam
Lautan kainsanan
sempurna,
tidak
me
10
Martabat Tujuh manusia terlebih dahulu harus menempuh empat tanjakan, yaitu
syariat, tarekat, hakikat dan makrifat. Seperti diterangkan dalam kitab Salalim
Al- Fudala karangan Imam Nawawi Al bantani menerangkan bahwa syariat
adalah sebuah kapal, suatu alat yang dengan nya seseorang akan mencapai tujuan,
pada saat yang sama tetap dalam keadaan aman dan menyelamatkan. Tarekat
adalah laut, suatu tempat yang didalamnya mutiara tersimpan, yang disana tujuan
terdapat. Hakikat adalah sebuah mutiara yang hebat dan termahal harganya.
Mutiara dapat ditemukan hanya dilaut dan seseorang tidak dapat mengarungi laut
tanpa sebuah kapal.
Masyarakat Jawa senantiasa berusaha untuk mengenal pencipta Nya dengan
bertahap dan mendekatkan diri mereka dengan cara melakukan syariat yang
benar, kemudian bertarekat (jalan) yang lurus yang dipakai oleh setiap calon sufi
untuk mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan Allah atau
dengan kata lain berada di hadirat Nya tanpa dibatasi oleh dinding atau hijab.
Kemudian mereka mampu berhakikat dan bertajalli menuju seluruh Makrifat nya
Allah SWT. Dan jika manusia dapat mengembangkan kehidupan rohaninya
mereka dapat memperhatikan ketujuh martabat tersebut, maka mereka akan
menjadi manusia sempurna (insan kamil). Adapun Insan kamil yang paling tinggi
dan yang paling sempurna tersebut ada pada diri Nabi Muhammad SAW.
Ritual tradisi dari adanya konsep Martabat Tujuh yang berhubungan langsung
dengan konsep tasawuf yaitu terdapat pada ajaran di dalam Tarekat antara lain:
Istighfar, Shalawat Nabi, dzikir, wasilah, rabitah, suluk, uzlah, zuhud, wara,
wird, hizib, khataman, ataqah atau fida, istighasah, manaqib, ratib, mengamalkan
syariat islam.
IV;
KESIMPULAN
Konsep Martabat Tujuh dalam berbagai versi yaitu antara lain terdapat pada
Ajaran Tarekat Syattariyah di Naskah Risalah Syattariyah, menurut Ibn Arabi dan
Syaikh Muhammad Ibn Fadl Allah Al Burhanpuri, dalam Serat Wirid Hidayat Jati,
dalam Serat Suluk Sujinah dan yang terakhir dalam Danding Haji Hasan Mustapa
( 1852-1936 ). Inti dari Konsep Martabat Tujuh yang terdapat dalam sejumlah
11
naskah tua pada prinsipnya sama yaitu menjelaskan kesatuan wujud hakiki
(Tuhan) dengan segala manifestasi atau penampakan Nya. Adapun Konsep
Martabat Tujuh tersebut yaitu Martabat Ahadiyah, Wahdah, Wahidiah, Alam
Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam, dan Martabat Insan (manusia).
Sejarah Konsep Martabat Tujuh hingga masuk ke pulau Jawa di mulai dari
adanya paham Wahdatul Wujud yang digagas oleh Ibn Arabi dan murid nya,
kemudian dikembangkan dan disempurnakan menjadi Martabat Tujuh oleh
Muhammad Ibn Fadl Allah Al Burhanpuri. Kemudian di Indonesia dibawa oleh
Hamzah Fansuri, Syamsudin Pasai, Abdul Rauf, dan Nuruddin Al Raniri.
Selanjutnya Abdul Rauf dan muridnya yaitu Abdul Muhyi membuat dan
menyebarkan ajaran tarekat Syatariyah ke tanah Priangan, Cirebon, dan Tegal.
dan menurut versi lain konsep martabat tujuh di Jawa dimulai sesudah keruntuhan
Majapahit dan digantikan dengan Kerajaan Demak Bintara yang menguasai Pulau
Jawa. Dari situlah konsep Martabat Tujuh mulai mempengaruhi tradisi masyarakat
Jawa.
Hubungan konsep Martabat Tujuh dengan tradisi masyarakat Jawa yaitu
dengan adanya Tarekat yang telah mengakar dalam masyarakat Jawa. Di dalam
Tarekat banyak ritual tradisi diantaranya istighfar, Shalawat Nabi, dzikir, wasilah,
rabitah, suluk, uzlah, zuhud, wara, wird, hizib, dan sebagainya.
V;
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami paparkan tentang Konsep Martabat Tujuh
dalam tradisi masyarakat Jawa, semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan pada kami khususnya. Dan tentunya makalah ini tidak lepas dari kekurangan,
untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan guna
memperbaiki makalah selanjutnya.
12